Yakub atau Israil tinggal
di Mesir sejak ia datang untuk bertemu dengan anaknya, Yusuf. Ketika beliau
wafat mereka menguburnya di tempat di mana ia dilahirkan di Palestina.
Anak-anak Israil lebih memilih untuk hidup di Mesir di sisi Yusuf. Keadaan
Mesir, kebaikannya yang banyak, kelayakan tanahnya, dan keharmonisan iklimnya
merupakan daya tarik tersendiri bagi mereka untuk tinggal di dalamnya.
Anak-anak Israil tinggal di Mesir dalam tempo yang lumayan. Mereka menikah
sehingga jumlah mereka bertambah banyak. Berlalulah tahun demi tahun dan
kemudian Nabi Yusuf meninggal. Nabi Yusuf telah mengubah Islam saat beliau
memegang tampuk kekuasaan. Nabi Yusuf memperjuangkan Islam dan setiap nabi yang
diutus oleh Allah s.w.t pasti memperjuangkan agama Islam sejak Nabi Adam as
sampai Nabi Muhammad saw. Pengertian Islam di sini ialah, mengesakan Allah
s.w.t dan hanya semata-mata menyembah-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya, dan
berdoa kepada- Nya. Islam juga bererti menyerahkan niat dan amal hanya
semata-mata kepada Allah s.w.t. Demikianlah yang kita fahami atau yang kita
maksud dari kata al-Islam, bukan sistem sosial yang dibawa oleh Nabi yang
terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw. Sistem ini merupakan kepanjangan dari
sistem-sistem sosial yang dibawa para nabi. Jadi, esensi akidah satu dan tidak
berbeza dari Nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw.
Ketika Nabi Yusuf menjadi
penguasa di Mesir dan ketua para menteri agama di Mesir berubah menjadi agama
tauhid atau Islam. Nabi Yusuf as menyeru manusia untuk memeluk Islam saat beliau
ada di dalam penjara ketika beliau mengatakan:
"Manakah yang baik,
tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha
Perkasa (QS.Yusuf: 39)
Dan beliau berdoa pada
suatu hari ketika mimpinya terwujud:
"Wafatkanlah aku
dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang soleh. "
(QS. Yusuf: 101)
Dan ketika Nabi Yusuf
meninggal, Mesir mengubah sistem tauhid ke sistem multi tuhan untuk kedua
kalinya. Menurut dugaan kuat bahawa hal ini terwujud dengan adanya campur tangan
kelompok-kelompok elit yang berkuasa. Kelompok-kelompok elit ini - ketika
di bawah agama tauhid - mereka tidak mendapatkan suatu perlakukan istimewa atau
dibezakan dengan masyarakat umum, sehingga kerananya mereka mempunyai
kepentingan untuk mengembalikan sistem penyembahan multi tuhan. Kemudian
masyarakat mengikuti sistem penyembahan Fir'aun. Dan akhirnya, Mesir dipimpin
keluarga-keluarga Fir'aun dan mereka mengklaim bahawa mereka adalah tuhan atau
wakil-wakil tuhan atau orang-orang yang berbicara atas nama tuhan.
Pada dasarnya, masyarakat
Mesir adalah masyarakat yang beradab. Mereka disibukkan dengan pembangunan
peradaban. Mereka memiliki kecenderungan keagamaan yang kuat. Dan barangkali
kelompok- kelompok dari masyarakat Mesir meyakini bahawa Fir'aun bukan tuhan
namun kerana mereka mendapat tantangan keras dari Fir'aun dan Fir'aun tidak
ingin dari kaumnya kecuali agar mereka mentaatinya sehingga mereka pun terpaksa
menyembunyikan keimanan dalam diri mereka. Jadi, tuhan-tuhan berhala banyak
sekali di Mesir. Hal yang bisa difahami adalah, bahawa Fir'aun menguasai semua
macam tuhan dan ia mengisyaratkan dengannya dan berbicara atas namanya. Yang
demikian ini adalah sangat jelas di Mesir. Ketika terdapat sistem multi tuhan
di Mesir - meskipun masyarakatnya meyakini tuhan utama, yaitu Fir'aun -
kelompok elit yang berkuasa membatasi untuk hanya menyembah Fir'aun dan
melaksanakan perintah-perintahnya serta membenarkan tindakan semena-menanya.
Kita akan mengetahui dan kita akan membuka lembaran-lembaran Nabi Musa as
bagaimana masyarakat Mesir hidup di zamannya. Majoriti masyarakat saat itu
mendapatkan kehinaan yang luar biasa dan diperlakukan secara lalim. Mereka
harus taat sepenuhnya kepada Fir'aun. Mereka selalu diancam oleh algojo-algojo
Fir'aun dan para tenteranya.
Allah s.w.t menceritakan
Fir'aun yang hidup di zaman Nabi Musa dalam firman-Nya:
"Maka dia
mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya (seraya
berkata): 'Akulah Tuhanmu yang paling tinggi.'"
(QS. an-Nazi'at: 23-24)
Manusia saat itu
benar-benar tunduk terhadap pernyataan orang-orang kafir. Mereka mentaati -
barangkali itu kerana terpaksa - perkataan Fir'aun. Mesir kembali menggunakan
sistem multi tuhan setelah sebelumnya disinari oleh tauhid yang disuarakan oleh
Nabi Yusuf. Sementara itu, anak-anak Yakub atau anak-anak Israil mereka telah
menyimpang dari tauhid. Mereka mengikuti orang-orang Mesir. Sedikit sekali dari
keluarga mereka yang masih mempertahankan agama tauhid secara tersembunyi.
Datanglah suatu masa atas
Bani Israil di mana mereka semakin banyak dan semakin menyebar. Mereka
mengerjakan berbagai macam pekerjaan, dan mereka memenuhi pasar-pasar Mesir.
Berlalulah hari demi hari. Mesir diperintah oleh seorang raja yang bengis di
mana orang-orang Mesir menyembahnya. Raja yang jahat ini melihat Bani Israil
semakin banyak dan semakin berkembang serta mengambil posisi-posisi penting.
Raja mendengar pembicaraan Bani Israil tentang berita yang samar di mana dalam
berita itu dikatakan bahawa salah seorang anak Bani Israil akan menjatuhkan
Fir'aun Mesir dari singgahsananya. Barangkali berita itu berasal dari suatu
mimpi dari mimpi-mimpi hidup atau mimpi nyata yang mengelilingi hati kelompok
minoriti yang tertindas, dan mungkin itu merupakan berita gembira yang tersebut
dalam kitab-kitab mereka. Apa pun halnya, berita ini telah sampai di telinga
Fir'aun.
Kemudian Fir'aun
mengeluarkan perintah yang aneh, yaitu jangan sampai seorang pun dari Bani
Israil yang melahirkan anak. Maksud dari perintah ini adalah, hendaklah setiap
anak yang lahir dari jenis laki-laki dibunuh. Aturan ini mulai diterapkan. Tapi
para pakar ekonomi berkata kepada Fir'aun: Orang-orang tua dari Bani Israil
akan mati sesuai dengan ajal mereka, sedangkan anak-anak kecilnya disembelih
maka ini akan berakhir pada hancurnya dan binasanya Bani Israil namun Fir'aun
akan kehilangan kekayaan dan aset manusia yang dapat bekerja untuknya atau
menjadi budak-budaknya dan wanita-wanita tidak dapat lagi dimilikinya. Maka
yang terbaik adalah, hendaklah dilakukan suatu proses sebagai berikut: Anak
laki-laki disembelih pada tahun yang pertama dan hendaklah mereka dibiarkan
pada tahun berikutnya. Fir'aun sependapat dengan fikiran ini kerana itu
dianggap lebih menguntungkan dari sisi ekonomi.
Ibu Musa mengandung Harun
pada tahun di mana anak-anak kecil tidak dibunuh maka ia melahirkannya secara
terang-terangan. Ketika datang tahun yang ditetapkan di dalamnya bahawa
anak-anak kecil harus dibunuh, ia melahirkan Musa. Saat melahirkan Musa, sang
ibu merasakan ketakutan yang luar biasa. la mencemaskan bahawa jangan-jangan
anaknya akan dibunuh. Maka si ibu menyusuinya secara sembunyi- sembunyi.
Kemudian datanglah suatu malam yang penuh berkah di mana Allah s.w.t mewahyukan
kepadanya:
"Dam Kami ilhamkan
kepada ibu Musa: 'Susuilah dia dan apabila khuatir terhadapnya maka jatuh kalah
ia ke dalam sungai (Nil). Dan janganlah kamu khuatir dan janganlah (pula)
bersedih hati, kerana sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan
menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.'"
(QS. al-Qashash: 7)
Mendengar wahyu Allah
s.w.t itu dan mendengar panggilan yang penuh kasih sayang dan suci ini, ibu
Musa langsung mentaatinya. Ia diperintahkan untuk membuat peti kecil bagi Musa.
Setelah menyusuinya, ia meletakkannya di peti itu. Kemudian ia pergi ke tepi
sungai Nil dan membuangnya di atas air. Hati sang ibu adalah hati yang paling
pengasih di dunia. Hatinya dipenuhi penderitaan saat ia melemparkan anaknya di
sungai Nil, tetapi ia menyedari bahawa Allah s.w.t lebih Pengasih terhadap Musa
dibandingkan dengan dirinya. Allah s.w.t lebih mencintainya dibandingkan dengan
dirinya. Allah s.w.t adalah Tuhannya dan Tuhan sungai Nil.
Belum lama peti itu
menyentuh sungai Nil sehingga sang Pencipta mengeluarkan perintah kepada arus
sungai agar menjadi tenang dan bersikap lembut terhadap bayi yang dibawanya
yang pada suatu hari akan menjadi Nabi. Sebagaimana Allah s.w.t memerintahkan
kepada api agar menjadi dingin dan membawa keselamatan bagi Nabi Ibrahim,
begitu juga Allah s.w.t memerintahkan kepada sungai Nil agar membawa Musa
dengan tenang dan penuh kelembutan sehingga menyerahkannya ke istana Fir'aun.
Air sungai nil membawa peti yang mulia ini ke istana Fir'aun. Di sana ombak
menyerahkannya kepada tepi pantai kemudian ia mewasiatkan kepada tepi pantai
itu. Dan angin berkata kepada rumput yang tidur di sisi peti: Jangan engkau
banyak bergerak kerana Musa sedang tidur. Rumput itu pun mentaati perintah
angin dan Musa tetap tidur.
Pada hari itu, matahari
menyinari istana Fir'aun. Isteri Fir'aun keluar berjalan-jalan di kebun istana
sebagaimana biasanya. Kita tidak mengetahui apa gerangan yang menjadikannya
berjalan-jalan dan menempuh jarak yang lebih jauh dari yang biasa di tempuhnya.
Isteri Fir'aun berbeza
sekali dengan Fir'aun. Fir'aun adalah seorang kafir sementara isterinya adalah
seorang yang beriman. Fir'aun adalah seorang yang keras kepala sementara
isterinya adalah seorang yang penyayang. Fir'aun adalah seorang penjahat
sementara isterinya adalah seorang yang lembut dan penuh cinta. Di samping itu,
isterinya merasakan kesedihan yang dalam kerana ia belum mampu melahirkan anak.
Ia merindukan untuk mendapatkan anak. Isteri Fir'aun berhenti di sisi kebun
kemudian bau harum yang datang dari pohon itu menyebarkan perasaan sedih akan
rasa kesendirian. Pada saat yang sama, wanita-wanita yang membantunya sudah
memenuhi tempat-tempat air yang diambil dari sungai. Tiba-tiba mereka mendapati
peti di sisi kaki mereka. Mereka membawa peti itu seperti semula ke isteri
Fir'aun. Ia memerintahkan untuk membukanya lalu mereka pun membukanya. Betapa
terkejutnya isteri Fir'aun ketika melihat Musa di dalamnya. Maka ia pun
merasakan bahawa ia mencintainya seperti anaknya sendiri. Allah s.w.t menaruh
dalam hatinya rasa cinta kepada Musa sehingga air matanya berlinang.
Kemudian ia membawa peti
mati itu. Isteri Fir'aun membolak-balikkan Musa sambil menangis. Musa terbangun
dan ia pun menangis. Musa tampak lapar ia membutuhkan air susu pagi dan tetap
menangis. Fir'aun duduk di atas meja makan. Ia menantikan isterinya namun yang
ditunggu belum hadir. Fir'aun mulai marah dan mencarinya. Tiba-tiba ia
dikejutkan dengan kedatangan isterinya dengan membawa Musa. Isteri Fir'aun
tampak sangat menyayanginya. Ia terus menciuminya dan air matanya berlinangan.
Fir'aun bertanya, "dari mana datangnya anak kecil ini?" Kemudian
mereka menceritakan kepadanya bahawa mereka menemukannya di sebuah peti di tepi
sungai. Fir'aun berkata: "Ini adalah salah satu anak Bani Israil. Sesuai
dengan peraturan, anak-anak yang lahir tahun ini harus dibunuh." Mendengar
keputusan Fir'aun itu, isteri Fir'aun berteriak dan ia mendekap Musa lebih
keras:
"Dan berkatalah isteri
Fir'aun: '(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu
membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia jadi
anak.'"
(QS. al- Qashash: 9)
Fir'aun tampak kehairanan
sekali melihat aksi isterinya yang mendekap anak kecil yang mereka temukan di
tepi sungai. Fir'aun tampak tercengang kerana isterinya menangis dengan gembira
di mana Fir'aun tidak pernah mendapati isterinya menangis kerana gembira
seperti ini. Fir'aun mulai mengetahui bahawa isterinya menyayangi anak ini
seperti anaknya sendiri. Fir'aun berkata dalam dirinya: Barangkali ia ingat
bahawa ia tidak mampu melahirkan anak dan menginginkan anak ini. Akhirnya, Fir'aun
sepakat atas apa yang dikatakan oleh isterinya. Fir'aun memenuhi keinginannya
dan menyetujuinya untuk mendidik anak ini di istananya.
Ketika mendengar
persetujuan Fir'aun, tampaklah keceriaan yang luar biasa pada wajah isterinya.
Fir'aun belum pernah menyaksikan keceriaan seperti ini. Fir'aun telah
menghadirkan berbagai macam hadiah kepadanya, juga perhiasan dan budak tetapi
ia belum pernah tersenyum meskipun sekali. Fir'aun menyangka bahawa isterinya
tidak mengerti erti sebuah senyuman. Dan sekarang, Fir'aun melihat sendiri
wajahnya dipenuhi dengan senyum keceriaan. Sementara itu, Musa mulai menangis
kerana lapar. Isteri Fir'aun mengetahui bahawa Musa sedang lapar. Ia berkata
kepada Fir'aun: "Anakku yang kecil sedang lapar." Fir'aun berkata: "Datangkanlah
kepadanya para wanita yang menyusui." Kemudian didatangkanlah kepadanya
seorang wanita yang menyusui dari istana. Wanita itu mencuba untuk menyusui
Musa tetapi apa yang terjadi? Musa menolaknya. Lalu didatangkan wanita yang
kedua sampai ketiga dan sampai kesepuluh tetapi Musa tetap menangis dan tidak
ingin menyusu kepada seorang pun di antara mereka. Melihat kenyataan itu,
isteri Fir'aun menangis kerana tidak tahan melihat penderitaan anak kecil itu.
Ia tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya.
Bukan hanya isteri Fir'aun
satu-satunya yang merasa sedih dan menangis, ibu Musa adalah wanita lain yang
merasa sedih dan menangis. Ketika ia melemparkan Musa ke sungai Nil, ia merasa
bahawa ia sedang melemparkan buah hatinya di sungai. Lalu peti yang dilemparkan
itu hilang dibawa oleh air sungai dan beritanya pun tersembunyi. Dan ketika
datang waktu pagi, ibu Musa merasakan kesedihan yang selalu menghantuinya.
Hampir saja ia pergi ke istana Fir'aun untuk mendapatkan berita tentang anaknya
kalau bukan kerana Allah s.w.t menarah kedamaian dalam hatinya sehingga ia
menyerahkan urusan anaknya kepada Allah s.w.t. Alhasil, ia berkata kepada
saudara perempuan Musa: "Pergilah dengan tenang ke istana Fir'aun dan
berusahalah untuk mendapatkan berita tentang Musa dan hendaklah engkau
hati-hati agar jangan sampai mereka mengetahuimu." Kemudian saudara
perempuan Musa pergi dengan tenang. Akhirnya, ia mendengarkan kisah tentang
Musa secara sempurna. Ia melihat Musa dari kejauhan dan mendengarkan suara
tangisannya. Ia melihat mereka dalam keadaan kebingungan di mana mereka tidak
mengetahui bagaimana menyusuinya. Ia mendengar bahawa Musa menolak setiap
wanita yang mencuba menyusuinya.
Saudara perempuan Musa
berkata kepada para pengawal Fir'aun: "Apakah kalian mahu aku tunjukkan
suatu keluarga yang dapat menyusuinya dan dapat mengasuhnya." Isteri
Fir'aun menjawab: "Seandainya engkau dapat membawa kepada kami wanita yang
dapat menyusuinya dan dapat mengasuhnya nescaya kami akan memberimu hadiah yang
besar. Yakni sesuatu yang engkau inginkan akan kami penuhi." Lalu saudara
perempuan Musa itu kembali dan menghadirkan ibunya. Si ibu menyusuinya dan Musa
pun menyusu dengan tenang. Melihat hal itu, Isteri Fir'aun sangat gembira dan
berkata: "Bawalah dia sehingga masa penyusuannya selesai, lalu
kembalikanlah dia kepada kami dan kami akan memberimu suatu balasan yang besar
atas penyusuan dan pendidikan yang engkau berikan."
Demikianlah Allah s.w.t
mengembalikan Musa kepada ibunya agar ia merasa gembira dan hatinya menjadi
tenang dan tidak bersedih serta agar ia mengetahui bahawa janji Allah s.w.t
benar dan bahawa perintah- Nya dan ketentuan-Nya pasti terlaksana meskipun
banyak rintangan dan tantangan. Allah s.w.t berfirman:
"Dan menjadi kosonglah
hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahsia tentang Musa,
seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, supaya ia termasuk orang-orang yang
percaya (kepada janji Allah). Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang
perempuan: 'Ikutilah dia.' Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedang
mereka tidak mengetahuinya, dam Kami cegah Musa dari menyusu kepada
perempuan-perempuan yang mahu menyusui(nya) sebelum itu; maka berkatalah
saudara Musa: 'Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu ahlu bait yang akan
memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?'. Maka Kami
kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan
supaya ia mengetahui bahawa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahuinya."
(QS. al-Qashash: 10-13)
Ibu Musa menyempurnakan
penyusuan lalu menyerahkannya ke rumah Fir'aun. Saat itu Musa disenangi dan
disukai semua orang. Allah s.w.t berfirman:
Dan Aku telah
melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari- Ku; dan supaya kamu diasuh
di bawah pengawasan-Ku."
(QS.Thaha: 39)
Tiada seorang pun yang
melihat Musa kecuali ia akan mencintainya. Musa dididik di istana terbesar di
bawah bimbingan dan penjagaan Allah s.w.t. Pendidikan Musa dimulai di rumah
Fir'aun di mana di dalamnya terdapat ahli pendidikan dan para pengajar. Mesir
saat itu merupakan negara yang besar di dunia dan Fir'aun sebagai raja yang
paling kuat. kerana itu, secara sederhana Fir'aun mampu mengumpulkan para pakar
pendidikan dan para cendekiawan. Demikianlah hikmah Allah s.w.t berkehendak
agar Musa terdidik di bawah pendidikan yang besar dan ditangani pakar-pakar
pendidikan yang terlatih. Ironisnya, hal ini terjadi di rumah musuhnya yang
pada suatu hari nanti akan hancur di tangannya, sebagai bentuk pelaksanaan dari
perintah Allah s.w.t.
Musa tumbuh di rumah
Fir'aun. Beliau mempelajari ilmu hisab, ilmu bangunan, ilmu kimia, dan bahasa.
Beliau tidur di bawah bimbingan agama. Oleh kerana itu, Musa tidak mendengar
omongan kosong yang dikatakan oleh pendidik tentang ketuhanan Fir'aun. Jarang
sekali ia mendengar bahawa Fir'aun adalah tuhan. Beliau pun menepis pernyataan
dan anggapan ini. Beliau tinggal bersama Fir'aun di satu rumah. Beliau
mengetahui lebih daripada orang lain bahawa Fir'aun hanya sekadar manusia biasa
tetapi ia orang yang lalim. Musa mengetahui bahawa ia bukanlah anak dari
Fir'aun. Beliau adalah salah seorang dari Bani Israil. Beliau menyaksikan
bagaimana pengawal-pengawal Fir'aun dan para pengikutnya menindas Bani Israil.
Akhirnya, Musa tumbuh besar dan mencapai kekuatannya.
Ketika para pengawal lalai
darinya, Musa memasuki kota. Musa berjalan- jalan di sekitar kota. Kemudian
Musa mendapati seorang lelaki dari pengikut Fir'aun yang sedang berkelahi
dengan seseorang dari Bani Israil. Lalu seseorang yang lemah dari kedua orang
itu meminta tolong kepadanya. Musa pun turut campur dalam urusan itu. Musa
mendorong dengan tangannya seorang lelaki yang berbuat aniaya itu. Ternyata
Musa membunuhnya. Saat itu Musa memang terkenal sebagai orang yang kuat sampai
pada batas di mana dengan sekali pukul saja untuk melerai musuhnya, ia justru
membunuhnya. Tentu Musa tidak sengaja untuk membunuh orang laki-laki itu.
Tetapi apa yang terjadi? Lelaki itu tersungkur dan kemudian mati. Musa berkata
kepada dirinya: Ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya ia adalah musuh yang
menyesatkan dan nyata. Kemudian Musa berdoa kepada Tuhannya dan berkata:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku maka ampunilah
aku." Allah s.w.t pun mengampuninya. Dia Maha Pengampun dan Maha
Penyayang. Allah s.w.t berfirman:
"Dan setelah Musa sudah
cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan kepadanya hikmah kenabian dan
pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang
berbuat baik. Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lemah,
maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang
seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang lagi dari musuhnya (kaum
Fir'aun). Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan darinya, untuk
mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya
itu. Musa berkata: 'Ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya setan itu adalah
musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya). Musa berdoa: 'Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri kerana itu ampunilah aku.'
Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. Musa berkata: 'Ya Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan
kepadaku, aku sekali-kali tiada akan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa.'"
(QS. al-Qashash: 14-17)
Kemudian Nabi Musa menjadi
takut di tengah-tengah kota dan merasa terancam. Dalam ayat itu digambarkan
bagaimana Nabi Musa merasakan ketakutan di mana ia mengkhuatirkan kejahatan
akan datang padanya pada setiap langkahnya, dan ia begitu sensitif melihat
gerak-geri di sekitarnya. Nabi Musa saat itu menampakkan kegoncangan jiwa yang
dahsyat. Sebenarnya Nabi Musa hanya ingin mempertahankan dirinya saat menolong
seseorang dari Bani Israil. Ketika itu Nabi Musa mendorong dengan tangannya dan
bertujuan memisahkan orang Mesir dari orang Israil tetapi ia justru
membunuhnya.
Dalam undang-undang
positif dinyatakan bahawa pembunuhan semacam ini dianggap sebagai pembunuhan
kerana keteledoran atau kerana kesalahan bukan kerana faktor kesengajaan
sehingga kerananya yang bersangkutan tidak akan mendapatkan suatu hukuman yang
berat. Biasanya orang yang melakukan pembunuhan tanpa sengaja akan mendapatkan
keputusan yang meringankannya kerana ia membunuh tanpa kesengajaan. Tentu
kejadian semacam ini tidak dapat dianggap sebagai pembunuhan dengan sengaja
kerana yang bersangkutan tidak ingin mencelakakan orang lain. Nabi Musa tidak
memukul orang itu. Yang ia lakukan hanya mendorongnya. Atau dengan kata lain,
Nabi Musa hanya sekadar menyingkirkan orang tersebut. Kita akan mengetahui
bahawa Nabi Musa adalah cermin lain dari Nabi Ibrahim. Kedua-duanya dari
kalangan ulul azmi, tetapi Nabi Ibrahim adalah cermin kesabaran dan kelembutan
sementara Nabi Musa adalah cermin dari kekuatan dan keperkasaan.
Musa menjadi takut dan
terancam di tengah-tengah kota. Beliau berjanji di kemudian hari bahawa beliau
tidak akan lagi menjadi sahabat orang- orang yang berbuat jahat. Beliau tidak
akan lagi terlibat dalam pertengkaran dan permusuhan antara sesama penjahat. Di
tengah-tengah perjalanannya, Musa dikejutkan ketika melihat orang yang
ditolongnya kelmarin saat ini lagi-lagi memanggilnya dan minta tolong padanya.
Lagi- lagi orang itu terlibat permusuhan dan pertengkaran dengan seorang Mesir.
Musa mengetahui bahawa orang Israil ini berbuat aniaya. Musa mengetahui bahawa
ia termasuk salah seorang preman di situ. Akhirnya, Musa berteriak di depan
wajah orang Israil itu sambil berkata: "Sungguh ternyata engkau adalah
orang yang jahat."
Musa mengatakan demikian
sambil mendorong keduanya dan ia melerai pertengkaran itu. Orang Israil itu
mengira bahawa Musa akan mencelakakannya maka ia diliputi rasa takut. Sambil
meminta kasih sayang kepada Musa, ia berkata: "Wahai Musa apakah engkau
akan membunuhku sebagaimana engkau membunuh orang yang kelmarin. Apakah engkau
ingin menjadi seorang penguasa di muka bumi dan tidak ingin menjadi orang yang
memperbaiki bumi." Ketika mendengar orang Israil yang mengatakan demikian,
Musa berhenti dan amarahnya mereda. Musa mengingat apa yang dilakukannya
kelmarin dan bagaimana ia meminta ampun dan bertaubat serta berjanji untuk
tidak menjadi pembantu orang-orang yang berbuat jahat. Musa kemudian kembali
dan meminta ampun kepada Tuhannya.
Orang Mesir yang berkelahi
dengan orang Israil itu mengetahui bahawa Musa adalah pembunuh orang Mesir yang
mayatnya mereka temukan kelmarin. Petugas keamanan Mesir tidak berhasil
menyingkap kasus pembunuhan itu. Akhirnya, rahsia Musa tersingkap lalu seorang
lelaki Mesir yang beriman datang dari penjuru kota. Ia membisikkan kepada Musa
bahawa ada suatu rencana untuk membunuhnya. Ia menasihati Musa agar
meninggalkan Mesir secepatnya.
Allah s.w.t berfirman:
"kerana itu, jadilah
Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu dengan khuatir (akibat
perbuatannya), maka tiba-tiba orang yang meminta pertolongan kelmarin berteriak
meminta pertolongan kepadanya. Musa berkata kepadanya: 'Sesungguhnya kamu
benar- benar orang yang sesat yang nyata (kesesatannya). Maka tat-kala Musa
memegang dengan keras orang yang menjadi musuh keduanya, musuhnya berkata: 'Hai
Musa apakah kamu bermaksud untuk membunuhku, sebagaimana kamu kelmarin telah
membunuh seorang manusia? Kamu tidak bermaksud melainkan hendak menjadi orang
yang berbuat sewenang-wenang di negeri (ini), dan tiadalah kamu hendak menjadi
salah seorang dari orang-orang yang mengadakan perdamaian.' Dan datanglah
seorang laki-laki dari ujung kota tergesa- gesa seraya berkata: 'Hai Musa,
sesungguhnya pembesar sedang berunding tentang kamu. Sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang memberi nasihat kepadamu.'"
(QS. al-Qashash: 18-20)
Allah menyembunyikan
kepada kita nama laki-laki yang datang mengingatkan Musa itu. Tetapi menurut
hemat kami, ia adalah seorang lelaki Mesir yang tentu memiliki jabatan penting.
Sesuai dengan ayat tersebut, ia mengetahui adanya persengkongkolan untuk
menyingkirkan Musa dari kedudukan yang tinggi. Seandainya ia orang yang
biasa-biasa saja maka orang itu tidak mengenalnya. Orang itu mengetahui bahawa
Musa tidak berhak untuk mendapatkan hukum bunuh atas dosanya. Musa membunuh
kerana faktor kesalahan, bukan kerana faktor kesengajaan. Kesalahan semacam itu
menurut undang-undang Mesir yang dahulu dihukum dengan penjara. Lalu, mengapa
timbul keinginan untuk membunuh Musa? Kalau kita memperhatikan nasihat orang
Mesir itu terhadap Musa maka kita akan menemukan jawapannya. Yaitu
perkataannya: "Para pembesar merencanakan persekongkolan untuk
menyingkirkanmu."
Al-Mala' adalah para
penguasa atau para pembesar yang bertanggungjawab pada keamanan. Mereka
menyiapkan persekongkolan untuk menyingkirkan Musa. Apa yang dilakukan oleh
Musa - kalau memang dianggap sebagai suatu kesalahan - adalah kejahatan
biasa yang hanya dituntut dengan hukuman penjara. Lalu siapakah yang membuat
rencana yang demikian, dan siapakah yang mendorong untuk melakukan
persekongkolan untuk membunuhnya? Kami kira bahawa kepala keamanan Mesir tidak
menyukai Musa. Ia mengetahui bahawa Musa adalah anggota Bani Israil. Ia
mengetahui bahawa sampainya peti di istana Fir'aun merupakan suatu rekayasa
yang dirancang oleh musuh- musuhnya yang menginginkan kedudukannya. Ini bererti
kerana keteledorannya dan ketelodaran anak-anak buahnya. Berapa kali orang itu
menasihati dan menganjurkan agar Musa dibunuh tetapi Fir'aun justru menampik
fikiran itu. Dan ketika datang saat yang ditentukan untuk membunuh Musa,
Fir'aun justru tunduk terhadap Isterinya yang sangat mencintai Musa.
Akhirnya, kesempatan emas
ada di depannya. Para pembantunya mengatakan kepadanya bahawa Musalah yang
membunuh orang Mesir yang mereka temukan jasadnya kelmarin. Selesailah urusan
ini. Kemudian datanglah perintah dan kesempatan untuk membunuh Musa.
Orang-orang yang membenci Musa mulai mendapatkan angin kegembiraan di mana
mereka akan melihat Musa terbunuh, tetapi Allah s.w.t mengirim seorang Mesir yang
baik untuk mengingatkan Musa agar berlari dari kejaran orang-orang yang lalim.
Allah s.w.t berfirman:
"Maka keluarlah
Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu- nunggu dengan khuatir, dia
berdoa: 'Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang lalim itu.'"
(QS. al-Qashash: 21)
Musa meninggalkan kota dan
menjadi orang yang terusir. Musa segera keluar dalam keadaan takut dan sambil
waspada Musa selalu berdoa dalam hatinya: "Ya Tuhanku, selamatkanlah aku
dari orang-orang yang lalim." Kaum itu memang benar-benar orang-orang yang
lalim. Mereka ingin menerapkan hukuman bagi pembunuh dengan sengaja atas Musa,
padahal Musa tidak melakukan selain berusaha memisahkan orang yang berkelahi
tetapi dengan tidak sengaja ia membunuhnya. Musa segera keluar dari Mesir.
Beliau tidak lagi pergi ke istana Fir'aun dan tidak mengganti pakaiannya, dan
beliau tidak membawa makanan untuk perjalanan. Beliau tidak membawa binatang
tunggangan yang dapat menghantarkannya. Beliau tidak pergi bersama suatu
kafilah. Beliau langsung pergi ketika mendapatkan khabar dari seorang mukmin
yang mengingatkannya dari ancaman Fir'aun.
Musa melalui jalan yang
tidak lazim dilalui orang biasa. Musa memasuki gurun dan ia menuju ke suatu
tempat yang di situ Allah s.w.t membimbingnya. Ini adalah pertama kalinya
beliau keluar dan mengharungi gurun pasir sendirian. Kemudian sampailah Musa di
suatu tempat yang bernama Madyan. Musa istirahat dan duduk-duduk di dekat sumur
yang besar di mana di situ orang-orang mengambil air untuk memberi minum kepada
binatang-binatang tunggangan mereka dan binatang-binatang gembalaan mereka.
Musa tidak membawa makanan selain daun-daun pohon. Musa minum dari sumur-sumur
yang ditemukannya di tengah jalan. Sepanjang perjalanan Musa merasakan
ketakutan; jangan-jangan Fir'aun mengirim orang untuk menangkapnya. Ketika Musa
sampai di kota Madyan Musa berbaring di sisi pohon dan istirahat. Musa merasa
lapar dan keletihan. Sandal yang dipakainya tampak mulai rosak. Beliau tidak
mempunyai wang yang cukup untuk membeli sandal baru, dan beliau juga tidak
mempunyai wang yang cukup untuk membeli makanan dan minuman.
Nabi Musa memperhatikan
kumpulan pengembala yang sedang mengambil air untuk kambing-kambing mereka.
Musa ingat bahawa ia sedang lapar dan haus. Ia berkata dalam dirinya: Aku tidak
dapat memenuhi perutku dengan air selama aku tidak memiliki wang yang cukup
untuk membeli makanan. Musa berjalan menuju tempat air. Sebelum sampai, ia
mendapati dua orang perempuan yang sedang menyendirikan kambing-kambingnya agar
jangan sampai tercampur dengan kambing orang lain. Melalui ilham, Musa merasa
bahawa kedua wanita itu membutuhkan pertolongan. Musa lupa terhadap rasa
hausnya, lalu beliau menuju ke arah mereka dan bertanya, apakah ia dapat
membantu mereka? Lalu seorang gadis yang paling tua berkata: "Kami
menunggu sampai selesainya para gembala itu mengambil air untuk binatang
gembalaan mereka." Musa bertanya: "Mengapa kalian tidak mengambil air
sekarang?" Gadis yang paling kecil berkata: "Kami tidak mampu untuk
berdesak-desakan dengan kaum lelaki." Nabi Musa kehairanan kerana
mengetahui kedua gadis itu menggembala kambing. Seharusnya yang mengembala
kambing adalah kaum lelaki. Ini adalah tugas yang berat dan sangat melelahkan.
Musa bertanya: "Mengapa kalian menggembala kambing?" Masih kata gadis
yang paling kecil: "Orang tua kami sudah tua di mana kesehatannya tidak
dapat membantunya untuk keluar dari rumah dan menggembala kambing setiap
hari." Musa berkata: "Kalau begitu, aku akan membantu kalian untuk
mengambil air tersebut."
Musa berjalan menuju
tempat air. Musa mengetahui bahawa para penggembala meletakkan di atas bibir
air suatu batu besar yang tidak bisa digerakkan kecuali oleh sepuluh orang.
Musa merangkul dan mengangkatnya dari bibir sumur. Otot-otot Musa tampak
menonjol saat memindahkan batu itu. Musa adalah seorang lelaki yang kuat.
Akhirnya, Musa berhasil mengambilkan air bagi remaja puteri itu, dan kemudian
ia mengembalikan batu itu ke tempatnya. Musa kembali duduk di bawah naungan
pohon. Saat itu Musa lupa untuk minum. Perut Musa menempel ke punggungnya
kerana saking laparnya. Musa mengingat Allah s.w.t dan memanggil-Nya dalam
hatinya:
"Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan
kepadaku."
(QS. al-Qashash: 24)
"Dan tatkala ia
menghadap ke jurusan negeri Madyan ia berdoa (lagi): 'Mudah-mudahan Tuhanku
memimpinku ke jalan yang benar.' Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri
Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan
(ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita
yang sedang menambat (ternaknya) Musa berkata: 'Apakah maksudmu (dengan berbuat
begitu)?' Kedua wanita itu menjawab: 'Kami tidak dapat meminumkan (ternak
kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak
kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.' Maka Musa memberi minum
ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh
lalu berdoa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang
Engkau turunkan kepadaku.'"
(QS. al-Qashash: 22-24)
Marilah kita tinggalkan
sejenak Nabi Musa yang sedang duduk di bawah naungan pohon untuk kemudian kita
melihat apa yang terjadi pada kedua gadis itu. Kedua gadis itu kembali ke rumah
ayahnya. Si ayah bertanya: "Hari ini kalian kembali lebih cepat dari
biasanya?" Gadis yang paling tua berkata: "Sungguh hari ini kami
sangat beruntung. Wahai ayah, kami bertemu dengan seorang lelaki yang mulia
yang mengambilkan air bagi haiwan kami sebelum orang-orang lain mengambilnya."
Si ayah berkata: "Alhamdulillah." Gadis yang paling kecil berkata:
"Saya kira wahai ayahku dia datang dari tempat yang jauh dan tampak ia
sedang lapar. Saya melihat dia dalam keadaan kecapaian meskipun ia seorang
lelaki yang kuat."
Si ayah berkata kepada anak
perempuannya: Pergilah engkau padanya dan katakan, sesungguhnya ayahku
memanggilmu untuk memberimu upah atas jasamu mengambilkan air untukku. Kemudian
anak perempuan itu pergi menemui Musa dalam keadaan hatinya berdebar-debar.
Perempuan itu berdiri di depan Musa dan menyampaikan surat dari ayahnya. Musa
bangkit dari tempat duduknya dan pandangannya tertuju ke bawah. Musa tidak
bermaksud mengambilkan air untuk mereka dengan tujuan mengharapkan upah dari
mereka. Beliau membantu mereka hanya semata-mata kerana Allah s.w.t. Beliau
merasakan dalam dirinya bahawa Allah s.w.t-lah yang mengarahkan beliau untuk
membantu mereka.
Gadis itu berjalan di
depan Musa kemudian bertiuplah angin dan menyentuh pakaiannya sehingga Musa
menundukkan pandangan matanya kerana merasa malu. Musa berkata kepadanya:
"Saya akan berjalan di depanmu dan tunjukkanlah jalan kepadaku."
Mereka pun sampai di kediaman si ayah. Sebahagian ahli tafsir mengatakan bahawa
si ayah ini adalah Nabi Syu'aib. Beliau memperoleh usia yang panjang setelah
kematian kaumnya. Ada juga yang mengatakan bahawa si ayah adalah putera dari
saudara Syu'aib. Ada yang mengatakan bahawa ia adalah anak dari pamannya, dan
ada juga yang mengatakan bahawa ia adalah seorang lelaki mukmin dari kaumnya.
Yang jelas, ia adalah seorang tua yang soleh. Orang tua itu menghidangkan
kepada Nabi Musa makanan siang dan bertanya kepadanya dari mana ia datang dan
kemudian ke mana ia akan pergi.
Musa mengungkapkan
ceritanya. Orang tua itu berkata kepadanya, jangan khuatir dan jangan takut.
Engkau akan selamat dari orang-orang yang lalim. Negeri ini tidak tunduk pada
Mesir dan mereka tidak akan sampai di sini. Mendengar ucapan itu, Musa menjadi
tenang dan bangkit untuk pergi. Salah seorang anak perempuan itu berkata kepada
ayahnya dengan berbisik: "Wahai ayahku, berilah dia upah."
Sesungguhnya engkau akan memberikan upah kepada seorang yang kuat dan jujur. Si
ayah bertanya kepadanya: "Bagaimana engkau mengetahui dia seorang lelaki
yang kuat?" Anak perempuannya menjawab: "Saya lihat sendiri ia
mengangkat batu yang tidak mampu diangkat oleh sepuluh orang lelaki." Si
ayah bertanya lagi: "Bagaimana engkau mengetahui bahawa dia seseorang yang
jujur." Perempuan itu menjawab: "Ia menolak untuk berjalan di
belakangku dan ia berjalan di depanku sehingga ia tidak melihatku saat aku
berjalan, dan selama perjalanan saat aku berbincang- bincang padanya, dia
selalu menundukkan matanya ke tanah sebagai rasa malu dan adab yang baik
darinya."
Kemudian orang tua itu
memandangi Musa dan berkata padanya: "Wahai Musa, aku ingin menikahkanmu
dengan salah satu puteriku. Dengan syarat, hendaklah engkau bekerja menggembala
kambing bersamaku selama delapan tahun. Seandainya engkau menyempurnakan
sepuluh tahun maka itu adalah kemurahan darimu. Aku tidak ingin menyusahkanmu.
Sungguh insya-Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang
saleh." Musa berkata: "Ini adalah kesepakatan antar aku dan engkau
dan Allah s.w.t sebagai saksi atas kesepakatan kita, baik aku melaksanakan
pekerjaan selama delapan tahun mahupun sepuluh tahun. Setelah itu, aku bebas
untuk pergi ke mana saja."
Allah s.w.t berfirman:
"Kemudian datanglah
kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia
berkata: 'Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberi balasan terhadap
(kebaikan) mu memberi minum (ternak) kami.' Maka tatkala Musa mendatangi
bapaknya (Syu'aib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya),
Syu'aib berkata: 'Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang
yang lalim itu.' Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: 'Wahai bapakku,
ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), kerana sesungguhnya orang
yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang
kuat lagi dapat dipercayai. Berkatalah dia (Syu'aib): 'Sesungguhnya aku
bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas
dasar bahawa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh
tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak
memberati kamu. Dan kamu Insya-Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang
baik.' Dia (Musa) berkata: 'Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja
dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan
tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang aku
ucapkan.'"
(QS. al-Qashash: 25-28)
Ketika sampai pada kisah
ini, banyak pena bertebaran untuk mendapatkan jawapan dari
pertanyaan-pertanyaan yang mencuba menerobos kesamaran. Mereka bertanya tentang
anak perempuan yang menikahi Musa: apakah anak perempuan yang paling besar
ataukah anak perempuan yang paling kecil, dan Musa memilih masa bekerja delapan
tahun atau sepuluh tahun. Bahkan mereka menyampaikan berbagai macam riwayat dan
kisah yang mereka yakini kebenarannya. Kami sendiri meyakini bahawa Musa
menikah dengan salah satu anak perempuan dari orang tua itu tetapi kita tidak
mengetahui siapa dia dan siapa namanya. Kami meyakini bahawa beliau menikah
dengan gadis yang memanggilnya untuk menemui ayahnya. Kemudian gadis itulah
yang menganjurkan ayahnya agar memberikan upah padanya.
Al-Quran al-Karim melalui
konteks ayatnya menyingkap bentuk kekaguman yang tersembunyi di balik gadis itu
terhadap Musa. Barangkali orang tuanya mengetahui bahawa anak perempuannya
menaruh rasa cinta kepada Musa, dan boleh jadi ketika berbicara tentang
pernikahan kepada Musa, ia menyerahkan sepenuhnya kebebasan Musa untuk memilih.
Mungkin Musa memilih sendiri gadis mana yang diminatinya. Tetapi, siapa gadis
yang dipilih oleh Musa: apakah gadis yang paling tua atau gadis yang paling
kecil? Yang jelas Al-Quran tidak menyebutkan hal tersebut, meskipun ia hanya
memberikan isyarat kepadanya dalam firman-Nya:
"Kemudian datanglah
kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan. "
(QS. al-Qashash: 25)
Begitu juga Al-Quran
al-Karim tidak menyebutkan waktu yang dihabiskan oleh Musa saat ia bekerja:
apakah sepuluh tahun atau beliau merasa cukup dengan delapan tahun. Kami
sendiri meyakini sesuai dengan kebiasaan Musa dan kemurahannya serta
kenabiannya serta kedudukannya sebagai salah satu nabi ulul azmi bahawa beliau
memilih masa yang paling lama, yaitu sepuluh tahun. Pendapat itu juga didukung
oleh hadis Ibnu Abas.
Demikianlah Nabi Musa
mengabdi kepada orang tua itu selama sepuluh tahun penuh. Pekerjaan Nabi Musa
terbatas pada keluar dari rumah di waktu pagi untuk menggembala kambing. Kami
kira bahawa sepuluh tahun masa yang dihabiskan oleh Nabi Musa di Madyan
merupakan suatu ketentuan yang dirancang oleh Allah s.w.t. Musa berdasarkan
agama Yakub. Kakek beliau adalah Yakub dan Yakub sendiri adalah cucu dari
Ibrahim. Dengan demikian, Musa adalah cucu dari Ibrahim dan setiap nabi yang
datang setelah Ibrahim berasal dari sulbinya. Maka dari sini kita memahami
bahawa Musa berada di atas agama ayah-ayahnya dan datuk- datuknya.
Nabi Musa berdasarkan
Islam dan agama tauhid. Nabi Musa menghabiskan masa sepuluh tahun itu dalam
keadaan jauh dari kaumnya dan keluarganya. Masa sepuluh tahun ini adalah masa
yang paling penting dalam kehidupannya. Ia merupakan masa persiapan yang besar.
Pada setiap malam Musa merenungkan bintang-bintang. Musa mengikuti terbitnya
matahari dan tenggelamnya. Pada setiap siang Musa memikirkan tumbuh-tumbuhan:
bagaimana ia membelah tanah dan mekar. Musa memperhatikan air: bagaimana ia
menghidupkan bumi setelah bumi itu mati, lalu bumi itu menjadi tempat yang
indah dan subur. Musa memperhatikan alam yang luas dan ia tampak tercengang dan
kagum dengan ciptaan Allah s.w.t.
Sebenarnya
pemikiran-pemikiran dan perenungan-perenungan tersebut jauh-jauh hari sudah
tersembunyi di dalam dirinya dan menetap di dalam jiwanya. Bukankah Musa telah
terdidik di istana Fir'aun. Ini bererti bahawa beliau menjadi seorang Mesir
yang mempunyai wawasan yang luas; orang Mesir yang menunjukkan kekuatan
fizikalnya; orang Mesir dengan segala makanannya dan minumannya. Jadi, segala
hal yang ada pada Musa berbau Mesir. Musa siap-siap untuk menerima wahyu Ilahi
dari bentuk yang baru. Yaitu wahyu Ilahi yang langsung datang tanpa perantara
seorang malaikat di mana Allah s.w.t akan berbicara dengannya tanpa perantara.
Oleh kerana itu, sebelum
datangnya wahyu itu perlu adanya persiapan mental dan moral, sedangkan
persiapan fizik telah selesai dilaluinya di Mesir. Musa tumbuh di istana yang
paling besar yang dimiliki penguasa di bumi dan di suatu pemerintahan yang
paling kaya di bumi. Musa menjadi seorang pemuda yang kuat di mana hanya
sekadar memisahkan seseorang yang berkelahi, ia justru membunuhnya. Setelah
persiapan fizik yang sangat kuat, kini Musa harus melewati persiapan mental
yang seimbang. Yaitu persiapan yang dilakukan melalui pengasingan yang sempurna
di mana beliau hidup di tengah-tengah gurun dan tempat penggembalaan yang
beliau belum pernah menginjakkan kakinya di sana. Beliau hidup di tengah-tengah
orang asing yang belum pernah beliau lihat sebelumnya.
Sering kali Musa
mendapatkan kesunyian dan keheningan di balik pengasingan itu. Allah s.w.t
mempersiapkan hal tersebut kepada nabi- Nya agar setelah itu beliau mampu
memegang amanat yang besar dari Allah s.w.t. Datanglah suatu hari atas Musa.
Selesailah masa yang ditentukan. Kemudian Musa merasakan kerinduan untuk
kembali ke Mesir. Dengan berlalunya waktu, hukuman yang harus dijalaninya
dengan sendirinya gugur. Musa mengetahui hal itu, tetapi beliau juga mengetahui
bahawa undang-undang di Mesir sebenarnya terletak pada kekuatan penguasa; jika
penguasa berkehendak maka Musa dapat menerima hukuman dan jika tidak
berkehendak maka dia akan memaafkannya, meskipun yang bersangkutan berhak
mendapatkan hukuman. Alhasil, Musa menyedari hal itu, Musa tidak sepenuhnya
yakin ia akan selamat ketika beliau menginjakkan kakinya di Mesir seperti
keyakinannya bahawa beliau selamat di tempatnya sekarang. Meskipun demikian,
rasa rindunya untuk melakukan perjalanan kembali ke tempatnya mendorong Musa
segera menuju ke Mesir. Musa tepat mengambil keputusan.
Musa berkata kepada
Isterinya: "Besok kita akan memulai perjalanan ke Mesir." Isterinya
berkata dalam dirinya: "Di dalam perjalanan terdapat seribu macam bahaya
tetapi ketenangan tetap menghiasai wajah Musa." Isteri Musa tetap taat
kepada Musa. Nabi Musa sendiri tidak mengetahui rahsia tentang keputusannya
yang cepat untuk kembali ke Mesir setelah sepuluh tahun beliau pergi melarikan
diri, lalu mengapa sekarang ia kembali ke sana? Apakah beliau rindu kepada
ibunya dan saudaranya? Apakah beliau berfikir untuk mengunjungi Isteri Fir'aun
yang telah mendidiknya layaknya ibunya dan sangat mencintainya layaknya ibunya
sendiri? Tidak ada seorang pun yang mengetahui apa yang terlintas dalam diri
Musa saat beliau berkeinginan untuk kembali ke Mesir. Hanya saja, yang kita
ketahui bahawa Nabi Musa terbimbing dengan ketetapan- ketetapan Ilahi sehingga
beliau tidak melangkahkan kakinya kecuali berdasarkan ketetapan tersebut.
Musa keluar bersama
keluarganya dan melakukan perjalanan. Bulan bersembunyi di balik gumpalan awan
yang tebal, dan kegelapan rnenyelimuti sana-sini. Sementara itu, petir
menyambar sangat keras dan langit menurunkan hujan. Cuaca tampak tidak
bersahabat. Di tengah- tengah perjalanannya, Musa tersesat. Musa mendapatkan
dua potongan batu kemudian beliau memukulkan kedua-nya dan menggesek-gesekan
keduanya agar mendapatkan api darinya sehingga beliau dapat berjalan. Tetapi
sayang, beliau tidak mampu melakukan hal itu. Angin yang bertiup kencang
memadamkan api kecil itu.
Nabi Musa berdiri dalam
keadaaan bingung dan tubuhnya tampak menggigil di tengah-tengah keluarganya.
Kemudian Nabi Musa mengangkat kepalanya dan menyaksikan sesuatu dari jauh.
Sesuatu yang beliau saksikan adalah api yang sangat besar yang menyala-nyala
dari kejauhan. Maka hati Musa dipenuhi dengan rasa gembira. Ia berkata kepada
keluarganya: "Aku melihat api di sana." Lalu beliau memerintahkan
kepada mereka untuk tinggal di tempatnya sehingga beliau pergi ke api itu.
Barangkali di sana beliau mendapatkan suatu berita atau akan menemukan
seseorang yang dapat memberinya petunjuk sehingga beliau tidak tersesat, atau
beliau dapat membawa sebahagian api yang menyala sehingga tubuh mereka menjadi
hangat.
Keluarganya melihat api
yang diisyaratkan oleh Musa tetapi sebenarnya mereka tidak melihat sesuatu pun.
Mereka tetap mentaatinya dan duduk sambil menunggu kedatangan Musa. Musa
bergerak menuju ke tempat api. Musa segera berjalan untuk menghangatkan
tubuhnya, sementara tangan kanannya memegang tongkatnya dan tubuhnya tampak
basah kuyup kerana hujan. Nabi Musa tetap berjalan sampai ia mencapai suatu
lembah yang bernama Thua'. Beliau menyaksikan sesuatu yang unik di lembah ini.
Di lembah itu tidak ada rasa dingin dan tidak ada angin yang bertiup. Yang ada
hanya keheningan. Nabi Musa mendekati api. Belum lama beliau mendekatinya
sehingga beliau mendengar suara panggilan:
"Maka tatkala dia
tiba di (tempat) api itu, diserulah dia: 'bahawa telah diberkati orang-orang
yang berada di dekat api itu, dan orang-orang yang berada di sekitarnya. Dan
Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam."
(QS. an-Naml: 8)
Tiba-tiba Nabi Musa
berhenti dan badannya menggigil. Suara itu tampak terdengar dan datang dari
segala tempat dan tidak berasal dari tempat tertentu. Musa melihat api dan
beliau kembali merasa menggigil. Beliau mendapati suatu pohon hijau dari duri
dan setiap kali pohon itu terbakar dan berkobar api darinya maka pohon itu
justru semakin hijau. Seharusnya pohon itu berubah warnanya menjadi hitam saat
terbakar, tetapi anehnya api justru meningkatkan warna hijaunya. Musa tetap
menggigil meskipun beliau merasakan kehangatan dan tampak mulai berkeringat.
Lembah yang di situ Musa
berdiri adalah lembah Thua'. Musa meletakkan kedua tangannya di atas kedua
matanya kerana saking dahsyatnya cahaya. Beliau melakukan yang demikian itu
sebagai usaha untuk melindungi kedua matanya. Kemudian Musa bertanya dalam
dirinya: Ini cahaya atau api? Tiba-tiba beliau tersungkur ke tanah sebagai
wujud rasa takut, lalu Allah s.w.t memanggil:
"Wahai Musa."
(QS. Thaha: 11)
Musa mengangkat kepalanya
dan berkata: "Ya." Allah berkata:
"Sesungguhnya Aku
adalah Tuhanmu."
(QS. Thaha: 12)
Musa semakin menggigil dan
berkata: "Benar wahai Tuhanku."
Allah s.w.t berkata:
"Maka lepaskanlah kedua sandalmu sesungguhnya engkau berada di lembah yang
suci yang bernama Thua'." Musa tertunduk dan rukuk sementara tubuhnya
tampak gementar dan beliau mulai melepas sandalnya Allah s.w.t berkata:
Maka tinggalkanlah kedua
terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa'. "
(QS. Thaha:
12)
Musa rukuk dan melepas
kedua sandalnya. Kemudian Allah s.w.t kembali berkata:
"Dan Aku telah memilih
kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku
ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan
dirikanlah salat untuk mengingat Aku. Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang.
Aku merahsiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa
yang diusahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu dipalingkan darinya oleh orang
yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang
menyebabkan kamu binasa."
(QS. Thaha: 13-16)
Musa semakin gementar saat
beliau menerima wahyu Ilahi dan saat berdialog dengan Allah s.w.t. Allah s.w.t
yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang berkata:
"Apakah itu yang
ada di tangan kananmu, hai Musa?"
(QS. Thaha: 17)
Bertambahlah kehairanan
Nabi Musa. Allah s.w.t adalah Zat yang mengajaknya berbicara dan tentu Dia
lebih mengetahui daripada Musa tentang apa yang dipegangnya, lalu mengapa Allah
s.w.t bertanya kepadanya jika memang Dia lebih mengetahui darinya. Tak ragu
lagi bahawa di sana ada hikmah yang tinggi. Musa menjawab pertanyaan itu dengan
suaranya yang tampak mengigil:
"Ini adalah
tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk
kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya."
(QS. Thaha: 18)
Allah berfirman:
"Lemparkanlah ia,
hai Musa!"
(QS. Thaha: 19)
Musa melemparkan tongkatnya
dari tangannya dan rasa hairannya semakin menjadi-jadi. Tiba-tiba Musa
dikejutkan ketika melihat tongkat itu menjadi ular yang besar. Ular itu
bergerak dengan cepat. Musa tidak mampu lagi menahan rasa takutnya. Musa merasa
tubuhnya bergetar kerana rasa takut. Musa membalikkan tubuhnya kerana takut dan
ia mulai lari. Belum lama ia lari, belum sampai dua langkah, Allah s.w.t
memanggilnya:
"Hai Musa,
janganlah kamu takut, sesungguhnya orang yang menjadikan rasul, tidak takut di
hadapanku. "
(QS. an-Naml: 10)
"Hai Musa datanglah
kepada-Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang
aman. "
(QS. al- Qashash: 31)
Musa kembali memutar
badannya dan berdiri. Tongkat itu tampak bergerak dan ular itu pun tetap
bergerak. Allah s.w.t berkata kepada Musa:
"Peganglah ia dan
janganlah takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula. "
(QS. Thaha: 21)
Musa menghulurkan
tangannya ke ular itu dalam keadaan menggigil. Musa belum sempat menyentuhnya
sehingga ular itu menjadi tongkat. Demikianlah perintah Allah s.w.t terjadi
dengan cepat. Kemudian Allah s.w.t memerintahkan kepadanya:
"Masukanlah
tanganmu ke leher bajumu, nescaya ia keluar putih tidak bercacat bukan kerana
penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada)mu bila ketakutan. "
(QS. al-Qashash: 32)
Musa meletakkan tangannya
di kantongnya lalu ia mengeluarkannya dan tiba-tiba tangan itu bersinar
bagaikan bulan. Kembali rasa kagum Musa bertambah. Lalu ia meletakkan tangannya
di dadanya sebagaimana diperintahkan Allah s.w.t padanya sehingga rasa takutnya
benar-benar hilang.
Musa merasa tenang dan
terdiam. Kemudian Allah s.w.t memerintahkan kepadanya - setelah beliau melihat
kedua mukjizat ini, yaitu mukjizat tangan dan mukjizat tongkat - untuk pergi
menemui Fir'aun dan berdakwah kepadanya dengan penuh kelembutan dan kasih
sayang dan Allah s.w.t memerintahkan kepadanya untuk mengeluarkan Bani Israil
dari Mesir. Musa menampakkan rasa takutnya kepada Fir'aun. Musa berkata bahawa
ia telah membunuh seseorang di antara mereka dan beliau khuatir mereka akan
membunuhnya dan membalasnya. Musa meminta kepada Allah s.w.t dan memohon kepada-Nya
agar mengirim saudaranya Harun bersamanya. Allah s.w.t menenangkan Musa dengan
mengatakan bahawa Dia akan selalu bersama mereka berdua. Dia mendengar dan
menyaksikan gerak-geri dan perbuatan mereka. Meskipun Fir'aun terkenal dengan
kejahatannya dan kekuatannya, namun kali ini Fir'aun tidak akan mampu
mengganggu atau menyakiti mereka. Allah s.w.t memberitahu Musa bahawa Dia-lah
yang akan menang. Musa berdoa dan memohon kepada Allah s.w.t agar melapangkan
hatinya dan memudahkan urusannya serta memberinya kekuatan dalam berdakwah di
jalan-Nya.
Allah s.w.t berfirman:
"Apakah telah sampai
kepadamu kisah Musa ? Ketika ia melihat api, lalu berkatalah ia kepada
keluarganya: 'Tinggallah kamu (di sini), sesungguhnya aku melihat api,
mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit darinya kepadamu atau aku akan mendapat
petunjuk di tempat api itu. Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia
dipanggil: Hai Musa, sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu. Maka tinggalkanlah kedua
terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa'. Dan Aku telah
memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu).
Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka
sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku. Sesungguhnya hari kiamat
itu akan datang. Aku merahsiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu
dibalas dengan apa yang diusahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu kamu
dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang
mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu binasa. Apakah itu yang ada di
tangan kananmu, hai Musa, 'Ini adalah tongkatku, aku bertelehan padanya, dan
aku pukul (daun) dengannya untuk kambingmu, dan bagiku ada lagi keperluan yang
lain padanya.' Allah berfirman: Lemparkanlah ia, hai Musa!' Lalu dilemparkanlah
tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat.
Peganglah ia dan janganlah takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya
semula, dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, nescaya ia ke luar menjadi putih
cemerlang tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain (pula), untuk Kami
perlihatkan kepadamu sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang besar.
Pergilah kepada Fir'aun; sesungguhnya ia telah melampaui batas. Berkata Musa:
'Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan
lepaskanlah kekakuan dari lidah, supaya mereka mengerti perkataanku, dan
jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun saudaraku,
teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku,
supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau.
Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat (keadaan) kami.' Allah berfirman:
'Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa.' Dan sesungguhnya Kami
telah memberi nikmat kepadamu pada kali yang lain, yaitu ketika Kami
mengilhamkan kepada ibumu suatu yang diilhamkan, yaitu: Letakkanlah ia (Musa)
di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu
membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Fir'aun) musuh-Ku dan musuhnya.' Dan
Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya
kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku. (Yaitu) ketika saudaramu yang perempuan
berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga Fir'aun): 'Bolehkah saya menunjukkan
kepadamu orang yang akan memeliharanya?' Maka Kami mengembalikanmu kepada
ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita. Dan kamu pernah membunuh
seorang manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah mencubamu
dengan beberapa cubaan; maka kamu tinggal beberapa tahun di antara penduduk
Madyan, kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan hai Musa, dan Aku
telah memilihmu untuk diri-Ku. "
(QS. Thaha: 9-41)
Kita tidak mengetahui apa
yang kita akan katakan dan apa yang kita komentar berkaitan dengan firman Allah
s.w.t kepada salah seorang hamba-Nya: "Dan Aku telah memilihmu untuk
diri-Ku." Allah s.w.t telah memilih Musa. Itu adalah salah satu puncak
kemuliaaan di mana tidak ada seseorang pun di zaman itu yang mampu mencapainya
selain Musa. Nabi Musa kembali untuk menemui keluarganya setelah Allah s.w.t
memilihnya sebagai Rasul atau utusan untuk berdakwah ke Fir'aun. Akhirnya, Nabi
Musa beserta keluarganya berjalan menuju ke Mesir. Hanya Allah s.w.t yang mengetahui
fikiran-fikiran apa yang terlintas di dalam diri Musa saat beliau mengayunkan
langkahnya menuju ke Mesir.
Selesailah masa-masa
perenungan dan dimulailah hari-hari kedamaian dan kebahagiaan, dan akhirnya
datanglah hari-hari yang sulit. Demikianlah Nabi Musa memikul amanat kebenaran
dan pergi untuk menyampaikannya kepada salah satu penguasa yang paling bengis
dan paling kejam dan paling jahat di zamannya. Nabi Musa mengetahui bahawa
Fir'aun adalah orang yang jahat. Fir'aun akan berusaha memberhentikan langkah
dakwahnya dan Fir'aun akan menentangnya tetapi Allah s.w.t memerintahkannya
untuk pergi ke Fir'aun dan berdakwah kepadanya dengan kelembutan dan kasih
sayang. Allah s.w.t mewahyukan kepada Musa bahawa Fir'aun tidak akan beriman
tetapi Nabi Musa tidak peduli dengan hal itu. Beliau diperintahkan untuk
melepaskan Bani Israil yang sedang diseksa oleh Fir'aun.
Allah s.w.t berkata kepada
Musa dan Harun:
"Maka datanglah kamu
berdua kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah: 'Sesungguhnya kami berdua adalah
utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu
menyeksa mereka." (QS. Thaha: 47)
Inilah tugas yang
ditentukan, yaitu tugas yang akan berbenturan dengan ribuan tantangan. Fir'aun
menyeksa Bani Israil dan menjadikan mereka budak-budak dan memaksa mereka untuk
bekerja di luar kemampuan mereka. Fir'aun juga menodai kehormatan wanita-wanita
mereka dan menyembelih anak laki-laki mereka. Nabi Musa mengetahui bahawa rejim
Mesir berusaha untuk memperbudak Bani Israil dan mengeksploitasi mereka di luar
kemampuan mereka demi kepentingan penguasa. Tetapi Nabi Musa tetap
memperlakukan dan menghadapi Fir'aun dengan penuh kelembutan dan kasih sayang
sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah s.w.t padanya:
"Pergilah kamu
berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka
berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut,
mudah-mudahan ia ingat atau takut."
(QS. Thaha: 43-44)
Musa bercerita kepada
Fir'aun tentang siapa sebenarnya Allah s.w.t, tentang rahmat-Nya, tentang
syurganya, dan tentang kewajipan mengesakan-Nya dan menyembah-Nya. Beliau
berusaha mem-bangkitkan aspek-aspek kemanusiaan Fir'aun melalui pembicaraan
tersebut. Fir'aun mendengarkan apa yang dikatakan oleh Musa dengan penuh
kebosanan. Fir'aun membayangkan bahawa seseorang yang di hadapannya adalah
orang gila yang nekad untuk menentang dan menggoyang kedudukannya. Kemudian
Fir'aun mengangkat tangannya dan berbicara: "Apa yang engkau inginkan, hai
Musa?" Musa menjawab: "Aku ingin agar engkau membebaskan Bani
Israil." Fir'aun bertanya: "Mengapa aku harus membebaskan mereka
bersamamu sementara mereka adalah budak- budakku?" Musa menjawab:
"Mereka adalah hamba-hamba Allah s.w.t, Tuhan Pengatur alam semesta."
Dengan nada mengejek Fir'aun bertanya: "Bukankah engkau mengatakan bahawa
namamu Musa?" Musa menjawab: "Benar." Fir'aun berkata:
"Bukankah engkau yang kami temukan di sungai Nil saat engkau masih kecil
yang tidak mempunyai daya dan kekuatan? Bukankah engkau Musa yang aku didik di
istana ini, lalu engkau memakan makanan kami dan meminum air kami, dan engkau
menikmati kebaikan- kebaikan dari kami? Bukankah engkau yang membunuh seseorang
lalu setelah itu engkau lari? Tidakkah engkau ingat semua itu? Bukankah mereka
mengatakan bahawa pembunuhan merupakan suatu kekufuran? Kalau begitu, engkau
seorang kafir dan engkau seorang pembunuh. Jadi engkau adalah Musa yang lari
dari hukum Mesir. Engkau adalah seseorang yang lari dan menghindari keadilan.
Lalu sekarang engkau datang kepadaku dan berusaha berbicara denganku. Engkau
berbicara tentang apa hai Musa. Sungguh aku telah lupa."
Musa mengerti bahawa
Fir'aun mengingatkan padanya tentang masa lalunya dan Fir'aun berusaha
menunjukkan kepadanya bahawa ia telah mendidiknya dan berlaku baik padanya.
Musa juga memahami bahawa Fir'aun mengancamnya dengan pembunuhan. Musa
memberitahu Fir'aun, bahawa ia bukan seorang kafir ketika membunuh seorang
Mesir tetapi saat itu beliau melakukannya dengan tidak sengaja. Musa
memberitahu Fir'aun bahawa ia lari dari Mesir kerana khuatir akan pembalasan
mereka. Pembunuhan yang dilakukan olehnya bersifat tidak sengaja. Musa tidak
bermaksud untuk membunuh seseorang. Musa telah memberitahu Fir'aun bahawa Allah
s.w.t telah memberinya hikmah dan menjadikannya salah seorang Rasul. Allah
s.w.t menceritakan sebahagian dialog antara Musa dan Fir'aun dalam surah
as-Syuara' sebagaimana firman-Nya:
"Dan (ingatlah) ketika
Tuhanmu menyeru Musa (dengan firman-Nya): 'Datangilah kaum yang lalim itu,
(yaitu) kaum Fir'aun. Mengapa mereka tidak bertakwa? Berkata Musa: 'Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku takut bahawa mereka akan mendustakan aku. Dan (kerananya)
sempitlah dadaku dan tidak lancar lidahku maka utuslah (Jibril) kepada Harun.
Dan aku berdosa terhadap mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku.' Allah berfirman:
'Janganlah takut (mereka tidak akan dapat membunuhmu), maka pergilah kamu
berdua dengan membawa ayat-ayat Kami (mukjizat-mukjizat); sesungguhnya Kami
bersamamu mendengarkan (apa-apa yang mereka katakan). Maka datanglah kamu
berdua kepada Fir'aun dan katakanlah: 'Sesungguhnya kami adalah Rasul Tuhan
semesta alam, lepaskanlah Bani Israil (pergi) beserta kami.' Fir'aun menjawab:
'Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih
kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu, dan kamu
telah berbuat suatu perbuatan yang telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk
golongan orang-orang yang tidak membalas guna.' Berkata Musa: 'Aku telah
melakukannya, sedang aku di waktu itu termasuk orang-orang yang khilaf. Lalu
aku lari meninggalkan kamu ketika aku takut kepadamu, kemudian Tuhanku
memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku salah seorang di antara
rasul-rasul. "
(QS. as-Syu'ara: 10-21)
Kemudian bangkitlah emosi
Nabi Musa ketika Fir'aun mengingatkan bahawa ia telah berbuat baik kepada Musa.
Musa bangkit dan berbicara kepadanya:
"Budi yang kamu
limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu telah memperbudak Bani
Israil."
(QS. asy-Syu'ara: 22)
Musa ingin berkata
kepadanya, apakah engkau mengira bahawa nikmat yang engkau berikan kepadaku
lalu engkau merasa telah berbuat baik padaku, di mana aku adalah salah seorang
lelaki dari kalangan Bani Israil? Apakah nikmat ini sebanding dengan
cara-caramu memperlakukan bangsa yang besar ini di mana engkau memperbudak
mereka; engkau memperkerjakan mereka dengan cara yang semena-mena. Jika ini
memang demikian maka logik mengatakan bahawa kita seimbang: tiada yang
berhutang dan tiada yang meminjam. Jika tidak demikian maka siapa yang
memberikan bahagian yang lebih besar?
Alhasil masalahnya adalah
dakwah di jalan Allah s.w.t, yaitu satu urusan yang aku tidak membawa kepadamu
dari diriku sendiri. Aku bukan utusan dari bangsa Bani Israil. Aku bukan juga
utusan dari diriku sendiri tetapi aku adalah seorang utusan dari Allah s.w.t.
Aku adalah utusan Tuhan Pengatur alam semesta. Sampai pada tahap ini Fir'aun
mulai memasuki pembicaraan lebih serius: Fir'aun bertanya:
"Siapakah Tuhan
semesta alam itu?"
(QS. asy-Syu'ara': 23)
Musa Menjawab:
"Tuhan Pencipta
langit dan bumi dan apa-apa yang di antaranya keduanya (itulah Tuhanmu), jika
kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya."
(QS. asy-Syu'ara': 24)
Berkata Fir'aun kepada orang-orang
sekelilingnya:
"Apakah kamu tidak
mendengarkan?"
(QS. asy-Syu'ara': 25)
Musa berkata dan tidak
mempedulikan ejekan Fir'aun itu:
"Tuhan kamu dan
Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu. "
(QS. asy-Syu'ara': 26)
Fir'aun berkata kepada
mereka yang datang bersama Musa dari Bani Israil: "Sesungguhnya Rasulmu
yang diutus kepada kamu sekalian benar- benar orang gila." Musa kembali
berkata dan tidak memperhatikan tuduhan Fir'aun dan ejekannya:
"Tuhan yang
menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah Tuhanmu)
jika kamu mempergunakan akal. "
(QS. asy-Syu'ara': 28)
Allah s.w.t menceritakan
sebahagian dialog yang terjadi antara Fir'aun dan Musa dalam surah as-Syu'ara':
"Fir'aun bertanya:
'Siapakah Tuhan semesta alam itu?' Musa Menjawab: 'Tuhan Pencipta langit dan
bumi dan apa-apa yang di antara keduanya (itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian
(orang-orang) mempercayai-Nya.' Berkata Fir'aun kepada orang-orang
sekelilingnya: 'Apakah kamu tidak mendengarkan?' Musa berkata: "Tuhan kamu
dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu.' Fir'aun berkata: 'Sesungguhnya
Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar orang gila.' Musa
berkata: 'Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara
keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal.'"
(QS. asy-Syu'ara':
23-28)
Allah s.w.t mengingatkan
dalam surah Thaha sebahagian dari peristiwa pertemuan antara Fir'aun dan Nabi
Musa. Allah s.w.t berfirman:
"Maka datanglah kamu
kedua kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah: 'Sesungguhnya kami berdua adalah
utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu
menyeksa mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti
(atas kerasulan kami) dari Tuhanmu. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada
orang yang mengikuti petunjuk. Sesungguhnya telah diwahyukan kepada kami bahawa
seksa itu (ditimpakan) atas orang-orang yang mendustakan dan berpaling.'
Berkata Fir'aun: 'Maka siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa.' Musa berkata: 'Tuhan
kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk
kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk.' Berkata Fir'aun: 'Maka bagaimanakah
keadaan-keadaan umat-umat yang dahulu? Musa menjawab: 'Pengetahuan tentang itu
ada di sisi Tuhanku, di dalam sebuah kitab. Tuhan kami tidak akan salah dan
tidak akan salah (pula) lupa.'"
(QS. Thaha: 47-52)
Kita perhatikan bahawa
Fir'aun tidak bertanya kepada Nabi Musa tentang Tuhan Pengatur alam atau Tuhan
Musa dan Harun dengan maksud bertanya sesungguhnya atau pertanyaan yang
bermaksud untuk mengetahui kebenaran tetapi perkataan yang dilontarkan Fir'aun
semata- mata hanya untuk mengejek. Nabi Musa as menjawabnya dengan jawapan yang
sempurna dan mengena. Nabi Musa berkata: "Sesungguhnya Tuhan kami adalah
Dia yang memberi sesuatu ciptaannya kemudian Dia membimbing ciptaannya. Dialah
sang Pencipta. Dia menciptakan berbagi macam makhluk dan Dia juga yang
membimbingnya sesuai dengan kebutuhannya sehingga makhluk-makhluk tersebut
dapat menjalani kehidupan dengan baik. Allah s.w.t-lah yang mengarahkan segala
sesuatu; Allah s.w.t-lah yang menguasai segala sesuatu; Allah s.w.t-lah yang
mengetahui segala sesuatu; Allah s.w.t-lah yang menyaksikan segala
sesuatu." Al-Quran al-Karim mengungkapkan semua itu dalam ungkapan yang
sederhana namun padat ertinya, yaitu dalam firman-Nya:
"Musa berkata:
"Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu
bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk."
(QS. Thaha: 50)
Kemudian Fir'aun bertanya,
"lalu bagaimana keadaan manusia-manusia yang hidup di abad-abad pertama di
mana mereka tidak menyembah Tuhanmu ini?" Fir'aun masih ingkar dan
mengejek dakwah Nabi Musa. Nabi Musa menjawab: "bahawa masa-masa yang
dahulu di mana mereka tidak menyembah Allah s.w.t adalah masalah yang semua itu
berada di sisi Allah s.w.t. Atau dalam kata lain, semua itu diketahui oleh
Allah s.w.t. Keadaan di masa-masa yang dahulu tercatat dalam kitab Allah s.w.t.
Allah s.w.t menghitung apa yang mereka kerjakan di dalam kitab. Allah s.w.t
tidak pernah lupa." Jawapan Nabi Musa tersebut berusaha menenangkan
Fir'aun tentang orang-orang yang hidup di masa-masa pertama. Jadi Allah s.w.t
mengetahui segala sesuatu dan mencatat apa saja yang dilakukan manusia dan
Allah s.w.t tidak menyia-nyiakan pahala mereka. Kemudian Nabi Musa kembali
menyempurnakan dan menyelesaikan pembicaraannya tentang sifat Tuhannya:
"Yang telah menjadikan
bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah menjadikan bagimu di bumi itu
jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan
air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan. Makanlah dan gembalakanlah
binatang-binatangmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda
kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal. Dari bumi (tanah) itulah Kami
menjadikan kamu dan darinya Kami akan mengembalikan kamu dan darinya Kami akan
mengeluarkan kamu pada kali yang lain. "
(QS. Thaha: 53-55)
Nabi Musa menarik
perhatian Fir'aun tentang tanda-tanda kebesaran Allah s.w.t di alam semesta.
Nabi Musa menunjukkan kepadanya bagaimana gerakan angin, hujan, dan
tumbuh-tumbuhan. Kemudian Nabi Musa juga menunjukkan bagaimana pengaruh semua
itu pada bumi. Musa memberitahu kepada Fir'aun bahawa Allah s.w.t menciptakan
manusia dari tanah dan setelah itu Dia akan mengembalikan padanya dengan
kematian lalu mengeluarkan manusia darinya di hari kebangkitan. Jadi, di sana
terjadi hari kebangkitan dan pada hari kiamat manusia akan menghadap kepada
Allah s.w.t. Tidak ada seseorang pun yang dikecualikan dari hal itu. Semua
hamba Allah s.w.t akan berdiri dihadapan-Nya pada hari kiamat, termasuk
Fir'aun.
Musa datang kepada Fir'aun
sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi
peringatan dari Musa ini tidak membikin Fir'aun merenung dan mendapatkan
pelajaran namun justru dialog antara dirinya dan Musa semakin menajam. Bisa
dikatakan bahawa dialog di antara mereka menjadi pertentangan. Ketajaman dialog
mulai menghangat. Kemudian berubahlah bahasa dialog itu. Musa berusaha
menyampaikan argumentasi yang sangat kuat kepada Fir'aun. Musa berusaha membawa
argumentasi rasional tetapi Fir'aun berusaha keluar dari ruang lingkup dialog
yang berdasarkan logik yang sehat. Fir'aun berusaha menggunakan dialog dalam
bentuk yang baru, yaitu suatu cara yang Musa tidak mampu lagi melawannya. Ia
mulai menyerang Musa dan mengancamnya.
Fir'aun menunjukkan
penentangannya kepada kebenaran yang dibawa oleh Musa. Fir'aun acuh tak acuh
terhadap dakwah Nabi Musa. Fir'aun mulai menyerang peribadi Musa. Ia mulai
mempersoalkan pakaian Musa dan kedudukan sosialnya bahkan ia pun menyerang cara
Musa berbicara. Setelah menghina Musa sedemikian rupa, Fir'aun sengaja memakai
metode kekuatan mutlak. Fir'aun bertanya kepada Musa, bagaimana ia berani
menentang penyembahan terhadap dirinya; bagaimana Musa menyembah selain
dirinya; tidakkah Musa mengetahui bahawa Fir'aun adalah tuhan? Bagaimana Musa
tidak mengetahui hakikat ini padahal ia terdidik di istana Fir'aun dan sangat
mengenal lingkungan di sekitar Fir'aun? Setelah Fir'aun menyampaikan tentang
ketuhanan-nya secara mendasar, ia bertanya kepada Musa, bagaimana Musa berani
menyembah tuhan selain dirinya. Ini bererti bahawa Musa ingin dimasukan ke
dalam penjara. Tiada ketentuan di sisi kami bagi orang yang menyembah selain
Fir'aun kecuali penjara adalah tempatnya:
"Fir'aun berkata:
'Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain aku, benar-benar aku akan menjadikan
kamu salah seorang yang dipenjarakan.'"
(QS. asy-Syu'ara': 29)
Musa mengetahui bahawa
argumentasi-argumentasi rasional tidak lagi bermanfaat. Dialog yang tenang dan
sehat berubah menjadi ejekan dan hinaan serta pada akhirnya menjadi ancaman
hukuman penjara. Musa mengetahui bahawa telah tiba waktunya untuk menunjukkan
mukjizat yang dibawanya. Setelah diancam akan dimasukan ke dalam penjara, ia
berkata kepada Fir'aun:
"Musa berkata: 'Dan
apakah (kamu akan melakukan ini) kendatipun aku tunjukkan kepadamu sesuatu
(keterangan) yang nyata?'"
(QS. asy- Syu'ara': 30)
Musa menantang kepada
Fir'aun dan Fir'aun menerima tantangannya. Fir'aun ingin tahu sejauh mana
kebenaran Musa.
"Fir'aun berkata:
'Datangkanlah sesuatu (keterangan) yang nyata itu, jika kamu adalah termasuk
orang-orang yang benar.'"
(QS. asy- Syu'ara':
30-31)
Musa melemparkan
tongkatnya di ruangan yang besar itu. Mula-mula Fir'aun menganggap bahawa
tongkat yang dibawanya jatuh kerana Musa gementar menghadapinya. Setelah
Fir'aun meminta padanya bukti atas kebenaran dakwahnya, tiba-tiba tongkat yang
menyentuh tanah itu berubah menjadi ular yang besar yang bergerak dengan cepat
dan gesit. Ular itu menuju ke arah Fir'aun. Fir'aun tampak pucat kerana takut.
Ia tampak gementar di kerusinya kemudian ia berteriak agar mereka menjauhkan
ular itu darinya. Nabi Musa menghulurkan tangannya ke ular itu lalu ular itu
kembali menjadi tongkat yang ada di tangannya sebagaimana semula. Setelah
peristiwa itu, keheningan menyeliputi istana Fir'aun. Nabi Musa kembali
menunjukkan kepada orang-orang yang berdiri di sekitarnya, mukjizatnya yang
kedua. Musa memasukkan tangannya di sakunya lalu mengeluarkannya. Tiba-tiba
tangan itu menjadi putih seperti bulan; tangan itu tiba-tiba mengeluarkan
cahaya yang memenuhi penjuru istana. Akhirnya, semua orang yang hadir di situ
merasakan kekaguman yang luar biasa sedangkan Fir'aun wajahnya tampak menghijau
kerana saking takutnya.
Allah s.w.t berfirman:
"Maka Musa
melemparkan tongkatnya, yang tiba-tiba tongkat itu (menjadi) ular yang nyata.
Dan ia menarik tangannya (dari dalam bajunya), maka tiba-tiba tangan itu jadi
putih (bersinar) bagi orang- orang yang melihatnya."
(QS. asy-Syu'ara':
32-33)
Keheningan semakin
menyelimuti istana Fir'aun. Pengaruh dua mukjizat yang dibawa oleh Nabi Musa
tertanam pada jiwa orang-orang yang hadir di situ. Pertama-tama mereka
merasakan ketakutan dalam diri mereka kemudian Nabi Musa mengembalikan
tangannya ke sakunya lalu tangannya kembali seperti semula.
Fir'aun berkata:
"Sekarang, pergilah kalian berdua. Nanti kita akan lanjutkan perbincangan
kita." Musa memalingkan wajahnya dan keluar dari istana. Fir'aun tampak
terpukul atas peristiwa itu. Fikirannya mulai berputar-putar. Ia membayangkan
apa yang terjadi di istananya dan di wilayah kekuasaannya seandainya berita
tentang dua mukjizat itu tersebar di tengah-tengah manusia, lalu manusia mulai
membicarakan tentang Musa dan Harun. Fir'aun mengeluarkan perintahnya agar orang-
orang yang melihat peristiwa itu tidak membuka hal itu kepada masyarakat umum,
tetapi para pembantu istana dan sebahagian dari Bani Israil menyaksikan dua
peristiwa itu. Akhirnya, mulailah terjadi perbincangan di tengah-tengah
masyarakat ramai tentang dua mukjizat itu. Fir'aun benar-benar terdiam ketika
menghadapi dua mukjizat yang dibawa oleh Nabi Musa. Ketika Musa keluar dari
istana Fir'aun yang sebelumnya merasa takut dan gementar, kini menjadi marah.
Ia meluapkan kemarahan itu kepada menterinya dan para pembantunya. Tiba-tiba ia
bersikap kasar kepada mereka tanpa sebab yang diketahui. Fir'aun memerintahkan
mereka untuk keluar dari ruangannya dan meningggalkan dirinya sendirian.
Fir'aun berusaha untuk
menghadapi masalah itu dengan lebih tenang. Fir'aun meminum beberapa gelas dari
minuman keras tetapi rasa marahnya belum hilang juga. Kemudian ia mengeluarkan
perintah untuk mengumpulkan orang-orang dekatnya dan semua para menteri di
istana serta para pemimpin di Mesir. Fir'aun mengeluarkan perintahnya kepada
Haman salah satu ketua para menterinya untuk mengepalai pertemuan tersebut.
Kemudian para pembesar dari kaum Fir'aun berkumpul. Fir'aun memasuki ruang
pertemuan dan wajahnya tampak emosi. Jelas sekali Fir'aun tidak mahu menerima
dengan mudah adanya tuhan lain yang disembah orang-orang Mesir selain dirinya.
Fir'aun cukup berbahagia ketika ia menguasai Mesir dari memerintah dengan
semahunya. Tiba-tiba, ia dikejutkan dengan kedatangan Musa yang ingin
menghancurkan apa saja yang telah dibangunnya. Musa mengatakan pada dirinya
bahawa di sana ada Tuhan yang Esa yang tiada Tuhan lain selain-Nya di alam
semesta. Ini bererti bahawa Fir'aun adalah seorang pembohong. Pemikiran ini
menghantui kepala Fir'aun sehingga Fir'aun menoleh kepada ketua para menterinya
yaitu Haman akhirnya pertemuan bersejarah itu diadakan.
Tidak ada seorang pun yang
berani membuka mulutnya. Fir'aun membuka pertemuan itu dengan secara tiba-tiba
ia melontarkan pertanyaan kepada Haman: "Apakah aku seseorang pembohong
wahai Haman?" Haman menunduk dan bertanya: "Siapa yang berani
menentang Fir'aun?" Fir'aun berkata dengan marah: "Musa."
Bukankah ia mengatakan bahawa ada tuhan lain di langit." Dengan mantap
Haman menjawab: "Sungguh wahai tuanku, Musa berbohong." Fir'aun
berkata dalam keadaan memutar wajahnya ke arah yang lain: "Aku mengetahui
bahawa ia berbohong." Kemudian Fir'aun kembali menoleh ke Haman:
"Dan berkatalah Fir'aun:
'Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke
pintu-pintu, (yaitu) pintu- pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa
dan sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta.'"
(QS. al-Mu'min: 36-38)
Fir'aun mengeluarkan
perintah untuk membangun suatu bangunan yang kukuh dan tinggi di mana
ketinggiannya mampu mencapai langit. Perintah Fir'aun itu berdasarkan peradaban
Mesir yang lagi maju di mana mereka cenderung membangun bangunan yang
spektakuler. Namun Fir'aun lupa pada aturan-aturan teknik pembangunan. Meskipun
demikian, Haman bersikap munafik, padahal ia mengetahui kemustahilan membangun
sesuatu bangunan semegah dan setinggi itu. Haman berkata: "Saya ingin
melaksanakan perintah untuk mendirikan bangunan itu sesegera mungkin, tetapi
wahai tuanku dan izinkanlah aku untuk pertama kalinva aku menentang perintahmu.
Sungguh engkau tidak akan mendapati sesuatu pun di langit. Tidak ada di sana
Tuhan selain dirimu." Fir'aun mendengar penolakan ketua para menterinya
itu dengan sangat puas, seakan-akan ia mendengarkan suatu hakikat yang
ditetapkan. Kemudian dalam perkumpulan yang terkenal itu, Fir'aun melontarkan
kata-katanya yang bersejarah:
"Hai pembesar
kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku."
(QS. al-Qashash: 38)
Semua yang hadir di tempat
itu menundukkan kepala tanda setuju. Di antara mereka terdapat dua orang atau
tiga orang yang masih memiliki akal sehat. Ketiga orang itu mengetahui bahawa
sebenarnya Fir'aun adalah seorang pembohong. Meskipun demikian, mereka
membiarakan kebohongan itu dan memilih apa yang disetujui oleh Fir'aun. Tentu
persetujuan ini berakibat pada masyarakat Mesir yang harus membayar mahal hasil
dari persetujuan itu. Para tentera Mesir, para pembesar istana, dan para dukun
tunduk kepada kegilaan Fir'aun. Fir'aun berkata dengan maksud bertanya kepada
para penasihatnya: "Apa yang kalian katakan tentang Musa?" Haman
berkata: "Ia adalah seorang yang pembohong."
Salah seorang menteri yang
lain berkata: "Saya kira ia adalah seorang yang gila." Sementara itu
salah seorang dukun berkata: " - Tampaknya ia khuatir mereka akan
mencurigainya jika ia tidak mengatakan sesuatu pun kepada mereka - saya kira ia
terkena kegilaan." Fir'aun memutus pembicaraan mereka dengan mengatakan:
"Sungguh kalian menggambarkan Musa macam-macam, namun kalian belum
menjawab pertanyaanku. Apa sebenarnya maunya Musa? Apa sebenarnya persekongkolan
yang disembunyikannya." Para penasihat terdiam kerana rasa takut dan
sebagai bentuk kemunafikan terhadap Fir'aun. Mereka hanya menunggu Fir'aun
mengucapkan kalimat-kalimat tertentu lalu mereka menirukannya dengan
mulut-mulut mereka layaknya burung beo. Setelah keheningan menyelimuti ruangan
itu, Fir'aun berkata: "Aku kira bahawa Musa adalah salah satu tukang sihir
yang hebat. Ia ingin mengeluarkan kalian dari negeri kalian dengan sihirnya.
Lalu persekongkolan apa yang kalian siapkan?" Adalah hal yang maklum di
rejim kekuasaan mutlak bahawa perkumpulan yang dihadiri oleh para pembesar dan
para menteri untuk mengeluarkan pendapat sesama mereka bererti hanya sekadar
untuk mengulang-ulang dan menerima keputusan mutlak dari penguasa. Para
penasihat berkata - setelah Fir'aun memberi mereka kesempatan untuk
mengutarakan pendapat: "Sungguh benar apa yang dikatakan oleh Fir'aun.
Musa adalah seorang tukang sihir. Kalau begitu, masalahnya telah selesai. Kita
akan mengembalikan Musa dan saudaranya, dan kita akan menyebarkan perintah
Fir'aun di Mesir untuk menghadirkan tukang sihir. Jika para tukang sihir telah
datang dan berdiri di hadapan Musa, maka mereka akan dapat membuktikan bahawa
Musa memang tukang sihir dan mereka akan mampu mengalahkannya. Dengan cara demikian,
kita dapat memperdayanya di hadapan orang-orang Mesir dan anak-anak Bani
Israil." Perundingan bersejarah itu sepakat untuk melaksanakan hal itu.
Sepuluh orang dari pembantu Fir'aun keluar dari istana, Fir'aun dengan
menunggangi kenderaan mereka dan mereka segera berpencar di seluruh penjuru
Mesir. Kemudian diumumkan pada hari kedua di pasar-pasar Mesir bahawa seluruh
jago-jago sihir hendaklah menuju ke istana Fir'aun untuk mendengarkan suatu
perintah atau suatu urusan yang penting.
Fir'aun memanggil Nabi
Musa dan berusaha mengancamnya dan menakut- nakutkan tetapi Nabi Musa tampak
tenang. Fir'aun berkata kepada Nabi Musa: "Sesungguhnya engkau seorang
tukang sihir, dan aku menetapkan untuk menyingkap kedokmu di hadapan semua
orang. Tidak lama lagi para tukang sihir akan datang." Nabi Musa bertanya:
"Kapan aku akan bertemu dengan tukang sihir itu?" Fir'aun berkata:
"Di sana terdapat suatu pertemuan atau acara yang sebentar lagi akan
dimulai yang dihadiri oleh banyak orang. Yaitu hari di mana angin bertiup dengan
sepoi-sepoi; hari di mana bumi berhias diri menyambut kedatangan musim semi.
Sungguh itu suatu pertemuan yang menakjubkan dan engkau akan dikalahkan.
Sekarang aku beri kesempatan kamu untuk mencabut dakwahmu. Aku memberikan
kesempatan yang terakhir bagimu untuk menyelamatkan kehormatanmu."
Musa berkata dengan tidak
memperhatikan perkataan Fir'aun yang terakhir: "Kami sepakat atas
pertemuan itu. Kami akan hadir di hari itu di mana manusia akan berkumpul di
pagi hari." Fir'aun bertanya: "Kapan engkau akan datang?" Musa
berkata: "Insya-Allah aku akan hadir di waktu fajar di permulaan
siang."
Allah s.w.t berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami
telah perlihatkan kepadanya (Fir'aun) tanda- tanda kekuasaan Kami semuanya,
maka ia mendustakan dan enggan (menerima kebenaran). Berkata Fir'aun: 'Adakah
kamu datang kepada kami untuk mengusir kami dari negeri kami (ini) dengan sihirmu,
hai Musa! Dan kami pun pasti akan mendatangkan (pula) kepadamu sihir semacam
itu, maka buatlah suatu waktu untuk pertemuan antara kami dan kamu, yang kami
tidak akan menyalahinya dan tidak (pula) kamu di suatu tempat yang pertengahan
(letaknya).' Berkata Musa: "Waktu untuk pertemuan (kami dengan) kamu itu
ialah di hari raya dan hendaklah dikumpulkan manusia pada waktu matahari
sepenggalah naik.'"
(QS. Thaha: 56-59)
Nabi Musa pergi dalam
keadaaan tenang. Kemudian para utusan tukang sihir datang ke istana Fir'aun.
Ketika semua berkumpul, Fir'aun memerintahkan agar mereka semua menemuinya.
Ketika masuk menemui Fir'aun, para tukang sihir sujud kepadanya. Fir'aun
memerintahkan mereka untuk berdiri, kemudian Fir'aun mulai berjalan-jalan di
antara mereka sambil mengamati wajah mereka dan pakaian mereka. Fir'aun tampak
terdiam memikirkan sesuatu dan tiba-tiba ia berdiri dan berkata: "Wahai
para tukang sihir, kami sekarang menghadapi masalah yang kecil dan kami telah
memerintahkan agar kalian dihadirkan untuk memecahkan masalah itu." Para
tukang sihir itu menundukkan kepalanya dan mereka mendengarkan dengan hikmat.
Fir'aun kembali berkata: "Salah seorang lelaki datang kepada kami dan ia
mengaku utusan Allah s.w.t; seorang lelaki yang bernama Musa dan bersama saudaranya,
Harun. Musa ini adalah tukang sihir yang mahir, lebih tangkas dan lebih hebat
dari Harun. Oleh kerana itu, kalian harus mengalahkannya dengan kekalahan yang
teruk sehingga ia tidak mampu lagi mengangkat kepalanya kerana rasa malu."
Para tukang sihir tetap menundukkan kepalanya dan mereka terdiam. Fir'aun
berkata: "Mengapa seseorang di antara kalian tidak bertanya kepadaku
tentang sihirnya Musa." Salah seorang tukang sihir dengan tenang berkata:
"Kami menunggu tuan yang agung menceritakannya kepada kami. Kami tidak
ingin memutus pembicaraanmu wahai tuan."
Dengan nada marah, Fir'aun
berkata: "Musa melemparkan tongkatnya dan tiba-tiba tongkatnya itu menjadi
ular yang sangat besar lalu ia mencabut tangannya dan tiba-tiba tangannya
menjadi putih yang menakjubkan orang-orang yang melihatnya." Tampak senyum
manis menghiasi wajah- wajah para tukang sihir dan salah seorang mereka
berkata: "Hendaklah hati Fir'aun tenang. Ini adalah permainan kuno;
permainan tongkat yang berubah menjadi ular. Sesungguhnya itu hanya sekadar
imaginasi yang menipu orang-orang yang melihatnya, yang seakan-akan ia bergerak
padahal ia tetap di tempatnya."
Fir'aun berkata: "Aku
tidak ingin untuk memasuki perdebatan sekitar masalah pembuatan sihir. Yang aku
inginkan agar kalian mengalahkan Musa. Kami telah sepakat untuk bertemu pada
hari ketika musim semi akan tiba. Masyarakat Mesir semuanya akan berkumpul.
Mereka akan menyaksikan kalian saat kalian mengalahkannya. Oleh kerana itu,
kalian harus dapat mengalahkannya."
Selesailah perkataan Fir'aun.
Ia menunggu para tukang sihir meninggalkannya tapi mereka masih berdiri. Salah
seorang mereka bertanya: "Mengapa tuan kita Fir'aun tidak berbicara kepada
kita tentang urusan yang lebih penting seandainya kita dapat mengalahkan
Musa?" Dengan kehairanan Fir'aun bertanya: "Apa sesuatu yang lebih
penting itu?" Salah seorang tukang sihir berkata: "Tentu kami minta
upah jika kami menang." Dengan tertawa, Fir'aun berkata: "Jangan
khuatir, aku akan memuaskan kalian. Kalian akan menjadi orang-orang yang dekat.
Kami akan mengadakan pekerjaan-pekerjaan baru di istana bagi para tukang sihir.
Kalian jangan khuatir. Tenanglah kerana kalian akan menerima upah yang
layak."
Fir'aun tertawa melihat
kepercayaan para tukang sihir kepada diri mereka, kemudian ia memerintahkan
agar mereka meninggalkan tempatnya. Lalu ia sendiri menuju ke meja makan siang.
Fir'aun duduk sambil makan. Ia berkata sambil menyantap paha kambing yang
besar: "Semenjak Musa datang selera makanku terganggu. Namun sekarang,
kehancuran Musa sudah dekat."
Allah s.w.t berfirman:
"Dan Musa berkata: 'Hai
Fir'aun, sesungguhnya aku ini adalah seorang utusan dari Tuhan alam semesta,
wajib atasku tidak mengatakannya sesuatu terhadap Allah, kecuali yang hak.
Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu,
maka lepaskanlah Bani Israil (pergi) bersama aku.' Fir'aun menjawab: 'Jika
benar kamu membawa sesuatu bukti, maka datangkanlah bukti itu jika (betul) kamu
termasuk orang-orang yang benar.' Dan dia mengeluarkan tangannya, maka ketika
itu juga tangan itu menjadi putih bercahaya (kelihatan) oleh orang-orang yang
melihatnya. Pemuka-pemuka kaum Fir'aun berkata: 'Sesungguhnya Musa ini adalah
ahli sihir yang pandai, yang bermaksud hendak mengeluarkan kamu dari negerimu.'
(Fir'aun berkata): 'Maka apakah yang kamu anjurkan?' Pemuka-pemuka itu
menjawab: 'Beritahulah ia dan saudara-saudaranya serta kirimlah ke kota-kota
beberapa orang yang akan mengumpulkan (ahli-ahli sihir), supaya mereka membawa
kepadamu semua ahli sihir yang pandai.' Dan beberapa ahli sihir telah datang
kepada Fir'aun mengatakan: '(Apakah) sesungguhnya kami akan mendapat upah, jika
kamilah yang menang Fir'aun menjawab: 'Ya dan sesungguhnya kamu benar-benar
akan termasuk orang-orang yang dekat (kepadaku).'"
(QS. al-A'raf: 104-114)
Kemudian datanglah hari
yang dijanjikan. Orang-orang berbondong- bondong keluar dari rumah. Mereka
membicarakan tentang pertemuan antar Nabi Musa dan Fir'aun. Mereka menuju ke
tempat perayaan sejak pagi hari. Tidak ada seorang pun di Mesir yang tidak
mengetahui tentang peristiwa itu. Orang-orang begitu gembira ketika para tukang
sihir itu datang sebagaimana mereka juga gembira ketika melihat Fir'aun datang,
namun keheningan menyelimuti tempat itu ketika Nabi Musa dan Nabi Harun datang.
Tempat perayaan itu diadakan di tempat terbuka yang hanya ditutupi oleh payung
Fir'aun yang melindungi kepalanya dari terik matahari. Fir'aun berdiri di
tengah-tengah tenteranya. Ia memakai emas dan permata. Sementara itu, Nabi Musa
berdiri dengan menundukkan kepalanya dalam keadaan mengingat Allah s.w.t.
Keadaan saat itu
benar-benar hening. Kemudian para tukang sihir maju menemui Musa. Mereka
berkata kepada Musa: "Apakah engkau yang pertama kali melempar atau kami
yang pertama kali melempar." Musa berkata: "Kalianlah yang pertama
kali melempar." Para tukang sihir berkata: "Demi kemuliaan Fir'aun,
sesungguhnya kami akan menang." Musa berkata: "Celaka kalian,
janganlah kalian membuat dusta kepada Allah s.w.t nescaya Dia akan mendatangkan
seksa bagi kalian." Sebahagian ahli hakikat berkata: "Nabi Musa
menoleh dan kemudian ia melihat Jibril di sebelah kanannya." Jibril
berkata kepadanya: "Wahai Musa, hendaklah kamu bersikap sopan kepada
wali-wali Allah s.w.t." Musa berkata dalam dirinva: "Mereka para
tukang sihir itu datang dengan maksud menyimpangkan agama Fir'aun." Jibril
kembali berkata: "Bersikap lembutlah terhadap wali-wali Allah s.w.t.
Mereka saat ini sampai salat Ashar berada di sisimu dan setelah salat Ashar
mereka akan berada di syurga."
Para tukang sihir itu
mulai melemparkan tongkat-tongkat mereka dan tali-tali mereka. Tiba-tiba arena
itu dipenuhi dengan ular-ular. Mereka menipu dan menyihir pandangan orang-orang
yang melihatnya. Orang- orang yang melihat sihir itu merasa takut kerana mereka
mendatangkan sihir yang besar. Orang-orang merasa gembira dan Fir'aun pun
menampakkan senyumnya. Ia berkata dalam dirinya: Sungguh hari ini adalah hari
pembalasan atas Musa. Mukjizatnya berupa tongkat yang ada di tangannya yang
dapat berubah menjadi ular, sekarang Fir'aun menghadirkan kepadanya seluruh
tukang sihir di mana tongkat-tongkat dan tali-tali yang ada di tangan mereka
pun berubah menjadi ular. Senyuman Fir'aun pun semakin melebar.
Nabi Musa memperhatikan
tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka. Ia merasa takut. Nabi Musa
ingat apa yang dikatakan oleh Jibril dan ia mulai merasakan ketakutan.
Bagaimana mungkin para tukang sihir itu akan masuk syurga dan mereka akan
menjadi wali-wali Allah s.w.t? Nabi Musa merasakan semua itu, namun tiada
seorang pun yang mengetahui hakikat pemikiran yang terlintas dalam benak Nabi
Musa saat ia berdiri dengan bajunya yang sederhana bersama saudaranya di
hadapan kumpulan manusia yang banyak dari para pengawal dan tentera Fir'aun.
Ketika Musa merasakan ketakutan tersebut, maka cahaya yang terang menembus
dalam dirinya dan Allah s.w.t berkata kepadanya:
"Kami berkata:
'Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul (menang). Dan
lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, nescaya ia akan menelan apa yang
mereka perbuat. Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya
tukang sihir (belaka). Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja
ia datang."
(QS.Thaha: 68-69)
Musa merasa senang ketika
mendengar Allah s.w.t menenangkannya. Nabi Musa dapat mengendalikan dirinya,
kemudian beliau mengangkat tongkatnya dan melemparkannya. Sebelum tongkat itu
menyentuh tanah, tiba-tiba terjadilah suatu mukjizat. Orang-orang dan para
tukang sihir Fir'aun bahkan Fir'aun sendiri menyaksikan sesuatu yang belum pernah
mereka saksikan di dunia. Biasanya seorang tukang sihir dapat menipu pandangan
manusia dan memperdaya mereka seolah-olah ada ular yang bergerak padahal ia
tetap di tempatnya. Tetapi apa yang terjadi saat itu adalah sesuatu yang
benar-benar berbeza. Belum sampai tongkat Nabi Musa menyentuh tanah sehingga ia
berubah menjadi ular yang besar dan sangat gesit.
Tiba-tiba ular ini menuju
ke tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka yang bergerak dan ia mulai
memakannya satu persatu. Tongkat Nabi Musa memakan tali-tali tukang sihir dan
tongkat-tongkat mereka dengan cepat. Belum berselang beberapa minit sehingga
arena itu kosong dari tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka.
Tongkat-tongkat dan tali-tali tukang sihir tersembunyi dalam perut tongkat Nabi
Musa. Dan bergeraklah ular yang besar menuju Nabi Musa lalu beliau menghulurkan
tangannya dan tiba-tiba ular itu berubah menjadi tongkat. Para tukang sihir
mengetahui bahawa mereka bukan di hadapan seorang penyihir. Mereka sebenamya
adalah tokoh-tokoh sihir dan para pakar dalam hal itu di zaman mereka, tetapi
apa yang mereka saksikan saat ini bukan termasuk sihir. Itu adalah mukjizat
dari Allah s.w.t.
Akhirnya, para tukang
sihir itu sujud di atas tanah. Mereka berkata: "Kami beriman kepada Tuhan
Pengatur alam semesta. Tuhan yang diyakini oleh Musa dan Harun."
Orang-orang Mesir dan anak-anak Bani Israil menyaksikan mukjizat yang
mengagumkan ini. Mereka melihat bagaimana tukang sihir-tukang sihir Fir'aun
sujud kepada Musa dan Harun. Fir'aun menyaksikan bahawa bola itu kini berada di
tangan Musa dan Harun. Lalu ia bangkit dari duduknya dan berteriak di depan
tukang sihir: "Bagaimana kalian beriman kepadanya sebelum aku memberi izin
kepada kalian." Para tukang sihir berkata: "Untuk beriman tidak perlu
izin." Fir'aun berkata: "Kalau begitu ini adalah persekongkolan yang
jelas. Sesungguhnya Musa adalah guru kalian yang mengajari kalian sihir.
Sungguh tangan-tangan kalian dan kaki-kaki kalian akan diputus dan kalian akan
disalib di pohon kurma. Sungguh ini adalah persekongkolan yang jelas."
Para tukang sihir berkata:
"Lakukan apa saja yang engkau inginkan, hai Fir'aun. Kami tidak memilihmu
dan kami tidak mengutamakanmu atas mukjizat Ilahi ini. Sesungguhnya kami
beriman kepada Tuhan kami agar Dia mengampuni kami dan menghapus
kesalahan-kesalahan kami. Apa yang engkau berikan terhadap kami adalah sesuatu
yang sedikit, dan apa yang ada di sisi Allah s.w.t lebih baik dan lebih abadi.
Seandainya engkau menyeksa kami dan membunuh kami dan menyalib kami, maka
engkau hanya dapat menyeksa kami di kehidupan dunia ini. Tentu kehidupan dunia
tidak dapat dibandingkan dengan kehidupan akhirat. Kami hanya ingin mendapatkan
pengampunan dari Allah s.w.t dan memasuki syurga." Kemudian Fir'aun
mengeluarkan perintahnya untuk menyalib semua tukang sihir. Ketika menyaksikan
peristiwa tersebut, orang-orang menjadi ketakutan. Kemudian Nabi Musa dan Nabi
Harun meninggalkan tempat itu dan Fir'aun kembali ke istananya. Allah s.w.t
menceritakan dalam surah al-A'raf apa yang dialami tukang sihir dan Musa dalam
firman-Nya:
"Ahli-ahli sihir
berkata: 'Hai Musa, kamukah yang akan melemparkan lebih dahulu, ataukah kami
yang akan melemparkan?' Musa menjawab: 'Lemparkanlah (lebih dahulu)! Maka
tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang
banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan). Dan
Kami mewahyukan kepada Musa: 'Lemparkanlah tongkatmu!' Maka sekoyong-koyong
tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan. kerana itu nyatalah yang benar
dan gagallah yang selalu mereka kerjakan. Maka mereka kalah di tempat itu dan
jadilah mereka orang-orang yang hina. Dan ahli-ahli sihir itu serta merta
meniarapkan diri dengan bersujud. Mereka berkata: 'Kami beriman kepada Tuhan
semesta alam, (Yaitu) Tuhan Musa dan Harun. Fir'aun berkata: 'Apakah kamu
beriman kepadanya sebelum aku memberi izin kepadamu?' Sesungguhnya (perbuatan)
ini adalah suatu muslihat yang telah kamu rencanakan di dalam kota ini, untuk
mengeluarkan penduduknya darinya; maka kelah kamu akan mengetahui (akibat
perbuatanmu ini); sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kakimu dengan
bersilang secara bertimbal balik, kemudian sungguh- sungguh aku akan menyalib
kamu semuanya. Ahli-ahli sihir itu menjawab: 'Sesungguhnya kepada Tuhanlah kami
kembali. Dan kamu tidak membalas dendam dengan menyeksa kami, melainkan kerana
kami telah beriman kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika ayat-ayat itu datang
kepada kami.' (Mereka berdoa): 'Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada
kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu).'"
(QS. al-A"raf:
115-126)
Para tukang sihir Mesir
berubah menjadi Muslim dan mempercayai ajaran yang dibawa oleh Nabi Musa.
Mereka beriman kepada Allah s.w.t. Akhirnya, mereka dinaikkan di batang-batang
pohon kurma untuk disalib dan dipotong tangan-tangan mereka dan kaki-kaki
mereka. Mereka meminta kepada Allah s.w.t agar mereka dimatikan sebagai
orang-orang Muslim.
Kemudian Musa memahami apa
yang diucapkan oleh Jibril as: Mereka sejak saat ini sampai salat Ashar di sisimu
dan setelahnya mereka berada di syurga. Ketika memasuki waktu Ashar tubuh para
tukang sihir itu berlumuran darah. Mereka disalib oleh para tentera Fir'aun.
Fir'aun menghadapi masalah baru. Fir'aun mengadakan serangkaian pertemuan-
pertemuan penting di istananya. Fir'aun memanggil penanggung jawab tentera dan
pasukan. Fir'aun juga memanggil apa saat ini dinamakan dengan kepala intelejen.
Bahkan Fir'aun juga memanggil para menteri dan para penjabat serta
tukang-tukang dukun. Jadi, Fir'aun memanggil semua yang mempunyai kekuatan
untuk mengubah jarum sejarah.
Fir'aun bertanya kepada
kepala intelejennya: "Apa yang dikatakan orang- orang?" Ia berkata:
"Anak buahku telah kusebar di antara khalayak dan mereka mendapat
informasi bahawa Musa dapat memenangkan perlumbaan itu kerana ia berhasil
membikin suatu konspirasi bersama para tukang sihir." Kemudian Fir'aun
bertanya kepada salah seorang ketua keamanan: "Apa yang terjadi pada
jasad-jasad tukang sihir?" Ia berkata: "Anak buahku menggantunginya
di tempat umum dan di pasar-pasar untuk menakuti manusia dan kami sebarkan
berita bahawa Fir'aun akan membunuh setiap orang yang memiliki
persekongkolan." Lalu Fir'aun bertanya kepada komandan pasukan: "Apa
yang dikatakan oleh pasukan?" Ia menjawab: "Mereka menginginkan agar
mendapatkan perintah untuk bergerak di tempat mana pun yang ditentukan oleh
Fir'aun." Fir'aun berkata: "Belum datang giliran pasukan maka akan
datang gilirannya."
Fir'aun kemudian terdiam.
Lalu Haman salah seorang ketua para menteri bergerak dan mengangkat tangannya
dan ia mulai meminta untuk berbicara, dan Fir'aun mengizinkan kepadanya. Haman
berkata: "Apakah kita akan membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat
kerosakan di muka bumi dan mereka mengalihkan ibadah kepada selainmu?"
Fir'aun berkata: "Sungguh engkau dapat membaca fikiranku wahai Haman. Kita
akan membunuh anak-anak mereka dan akan mempermalukan perempuan-perempuan
mereka. Aku memiliki kekuasaan di atas mereka."
Pasukan Fir'aun pergi
untuk membunuh anak-anak laki dari Bani Israil dan menodai kehormatan
wanita-wanita mereka, serta memenjarakan siapa pun yang menentang. Musa berdiri
menyaksikan apa yang terjadi tanpa mampu turut campur dan tanpa mampu
mencegahnya. Yang beliau lakukan hanya memerintahkan kaumnya untuk bersabar.
Beliau memerintahkan mereka untuk meminta pertolongan kepada Allah s.w.t dan
bersabar atas segala ujian. Beliau menjadikan para tukang sihir sebagai teladan
bagi mereka di mana tukang sihir Mesir itu mampu menahan derita di jalan Allah
s.w.t tanpa berkeluh kesah. Nabi Musa memberitahu mereka bahawa tentera-tentera
Fir'aun berbuat aniaya di muka bumi yang seakan-akan bumi adalah milik khusus
mereka. Sebenarnya Allah s.w.t akan mewariskan bumi kepada orang-orang yang
bertakwa.
Kemudian intimidasi yang
dilakukan Fir'aun sangat mempengaruhi jiwa Bani Israil sehingga mereka
merasakan kekalahan dan pesimis. Mereka berkata kepada Musa: "Wahai Musa
kami sangat menderita sebelum kedatanganmu dan sesudah kedatanganmu, anak-anak
dibunuh sebelum kedatanganmu dan sesudah kedatanganmu." Seakan-akan mereka
berkata kepada Musa bahawa keberadaanmu tidak memberikan manfaat sedikit pun.
Kami tetap merasakan kesendirian. Musa menolak kebodohan mereka ini. Ia
memberitahu mereka bahawa Allah s.w.t akan menghancurkan musuh-musuh mereka,
kemudian Allah s.w.t akan menjadikan bumi dikuasai oleh mereka. Tetapi
lagi-lagi mereka tetap mengadu kepada Musa dan tampak bahawa mereka tidak kuat
lagi menahan penderitaan yang mereka alami.
Musa menghadapi keadaan
yang sulit. Beliau berusaha melawan kemarahan Fir'aun dan konspirasinya. Pada
saat yang sama, Nabi Musa mendengar keluhan kaumnya. Di tengah-tengah keadaan
yang demikian, Qarun bergerak. Qarun adalah seorang putera Bani Israil. Ia
berasal dari kaum Musa tetapi ia justru menentang Musa. Kekayaannya dan status
sosialnya menjadikannya lebih dekat kepada rejim Fir'aun. Allah s.w.t
menceritakan kepada kita tentang kekayaan Qarun. Allah s.w.t berkata kepada
kita bahawa kunci-kunci kamar yang menyimpan kekayaannya sangat sulit dipikul
oleh sekelompok laki-laki yang kuat sekalipun. Seandainya kita ingin mengetahui
kunci-kunci kekayaan ini yang sedemikian rupa, maka kita dapat membayangkan
kekayaan itu sendiri. Qarun memiliki berbagai macam kekayaan dan dalam jumlah
yang banyak. Bahkan saking kayanya, pelana kudanya terbuat dari kulit yang
dihiasi oleh perak dan emas.
Jika Qarun keluar dengan
membawa pesona dunia yang diikuti oleh rombongannya dan disinari oleh matahari,
maka emas-emas yang dibawanya tampak menyala di bawah sengatan matahari.
Pemandangan demikian sangat mengagumkan bagi orang-orang yang mencintai dunia.
Kekayaan yang dimiliki Qarun membuatnya bersikap angkuh sehingga tidak mudah
baginya untuk menerima nasihat. Tampak bahawa kekayaannya dan kesombongannya
membuatnya merasa bergembira, sehingga tertawanya Qarun menjadi tertawa yang
paling terkenal di kalangan Bani Israil, dan kebenarannya menyaingi kebenaran
Fir'aun dan Haman. Kedua orang itu (Fir'aun dan Haman) menguasai Mesir secara
keseluruhan, sedangkan Qarun hanya mengusai sebahagian dari Mesir.
Orang-orang yang berakal
dari kaumnya menasihatinya agar ia berfikir sejenak tentang akhiratnya, dan
barangkali mereka berkata kepadanya: "Sesungguhnya tak seorang pun
menasihatimu untuk meninggalkan dunia secara keseluruhan dan menempuh jalan
orang-orang yang zuhud tetapi mereka menasihatimu agar engkau tidak melupakan
bahagianmu dari dunia. Sebagaimana mereka menasihatimu agar jangan sampai
engkau melupakan bahagianmu dari akhirat."
Qarun hanya merasa puas
dengan bahagiannya dari dunia. Imaginasi akalnya mengatakan bahawa kekayaan ini
datang kerana usaha kerasnya sebagaimana ia menduga kekayaannya adalah tanda
bahawa Allah mencintainya. Bahkan ia mengira bahawa ia lebih utama dan lebih
mulia dari Musa. Musa adalah seorang yang fakir sedangkan Qarun adalah seorang
yang kaya, maka bagaimana seorang yang fakir yang tidak memakai satu pun gelang
dari emas dapat memperoleh kedudukan yang mulia di sisi Allah dibandingkan
dengan seorang yang kaya yang mampu membuat pelana kudanya dari emas.
Demikianlah pandangan Qarun dan Fir'aun terhadap Musa
Allah s.w.t berfirman:
"Bukankah aku lebih
baik daripada orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan
(perkataannya)?"
(QS. az-Zukhruf: 52)
Demikianlah pernyataan
Fir'aun kepada Musa. Terdapat kesesuaian antara pendapat Fir'aun dan Qarun
terhadap Musa. Sesuai dengan kedudukan sosial dan kekayaannya, Qarun menjadi
sahabat Fir'aun dan mendukung rejim kekuasaannya. Bukan hanya Qarun, Fir'aun
dan Haman yang menjadi tawanan khayalan ini, bahkan kaum Fir'aun pun memiliki pendapat
yang sama. Yakni, bagi orang-orang Mesir, Musa hanya sekadar seorang tukang
sihir yang mengalahkan jaguh-jaguh sihir lainnya. Namun ini tidak bererti
bahawa masyarakat Mesir tidak memiliki keutamaan sedikit pun. Di tengah-tengah
masyarakat Mesir masih terdapat orang yang beriman kepada Nabi Musa namun ia
menyembunyikan keimanannya kerana khuatir terhadap kejahatan Fir'aun.
Di sana juga ada orang
yang bertanya-tanya dengan kebodohan: Jika Allah s.w.t memang mencintai Musa
lalu mengapa ia dijadikan seorang yang fakir. Qarun menjadi fitnah atau cubaan
di tengah-tengah kaumnya dan juga bagi orang-orang Mesir. Ketika Qarun keluar
dengan membawa pesona dunianya maka orang-orang yang menginginkan kehidupan
dunia berkata:
"Maka keluarlah
Qarun kepada kaumnya dengan kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang
menghendaki kehidupan dunia: 'Moga- moga kiranya kita mempunyai seperti apa
yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai
keberuntungan yang besar."
(QS. al-Qashash: 79)
Sedangkan orang-orang yang
berakal sehat - biarpun jumlah mereka sedikit - mereka memandang bahawa
kekayaan Qarun yang begitu luar biasa tidak bererti sedikit pun di sisi Allah
s.w.t. Allah s.w.t tidak memandang kekayaan yang banyak jika jiwa manusia menjadi
gelap kerananya. Di tengah-tengah keadaan yang demikian sulit, Nabi Musa
menghadapi Qarun yang menentangnya. Musa sebagai seorang Nabi mesti menunjukkan
sikap yang baik dan kesucian yang agung. Tampaknya Qarun sepakat dengan Fir'aun
untuk berusaha menjatuhkan Musa di depan pengikutnya dengan tuduhan yang
berlawanan dengan kesuciannya.
Akhirnya, pada suatu hari
Nabi Musa dikejutkan dengan suatu tuduhan di mana ada seorang wanita yang
menuduhnya berbuat tidak senonoh kepadanya dan mengatakan bahawa Musa pernah
tidur bersamanya kelmarin. Kami kira Nabi Musa sangat kaget dengan tuduhan ini
dan beliau tidak mengetahui apa yang dikatakannya atau bagaimana beliau membela
dirinya menghadapi tuduhan seperti itu. Kemungkinan besar beliau salat dan
menghadap Allah s.w.t. Kemudian beliau menemui wanita itu dan bertanya, mengapa
ia menuduhkan padanya sesuatu yang tidak benar. Tiba-tiba wanita itu menangis
dan meminta ampun kepada Musa. Ia memberitahu Musa bahawa Qarun memberinya wang
sebagai imbalan atas fitnah yang ditebarkannya terhadap Musa. Mendengar itu,
Musa mendoakan buruk buat Qarun. Kemudian Allah s.w.t berkehendak untuk
mendatangkan mukjizat di saat yang tepat yang menjelaskan kepada manusia bahawa
Dia Maha kuasa, Maha kuat, dan Maha Perkasa, dan bahawa harta hanya sebahagian
ujian dan fitnah, bukan sebagai suatu keutamaan yang dengannya manusia dapat
dinilai.
Mukjizat yang Allah s.w.t
turunkan adalah membinasakan Qarun dan menenggelamkan rumahnya dan hartanya.
Qarun keluar untuk menemui kaumnya dengan menampakkan pesona dunianya. Lalu
bumi terbelah di bawah kakinya dan Qarun pun tersungkur di bumi. Kami tidak
mengetahui apakah itu gempa yang pertama kali terjadi atau itu adalah gempa
yang Allah s.w.t perintahkan kepada bumi untuk terjadi. Yang kita ketahui adalah
bahawa bumi terbelah dan ia menelan Qarun. Bumi menenggelamkan istana-istana
Qarun, hewan-hewan ternaknya, emasnya, peraknya dan semua kekayaannya serta
orang dekatnya.
Sebahagian dongeng
mengatakan bahawa itu terjadi di Fuyum, dan danau Qarun adalah yang dikenal
orang-orang Mesir dengan nama ini. Ia adalah tempat yang dihuni oleh Qarun dan
menjadi tempat istananya dan tempat menyimpan hartanya. Alhasil, Al-Quran
al-Karim tidak menentukan tempat datangnya azab ini dan tidak juga menyebut
kapan itu terjadi. Al-Quran hanya menceritakan apa yang terjadi. Tentu
penentuan tempat dan waktu bukan sesuatu yang penting tetapi yang penting
adalah pelajaran yang terjadi itu.
Allah s.w.t berfirman
dalam surah al-Qhashash:
"Sesungguhnya Qarun
adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami
telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya
sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika
kaumnya berkata kepadanya: 'Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.' Dan carilah pada
apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerosakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerosakan. Qarun berkata: 'Sesungguhnya aku
hanya diberi harta itu, kerana ilmu yang ada padaku.' Dan apakah ia tidak
mengetahui, bahawasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya
yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidakkah
perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.
Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang
yang menghendaki kehidupan dunia: 'Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa
yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai
keberuntungan yang besar. Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu:
'Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi
orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu,
kecuali orang- orang yang sabar.' Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya
ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya
terhadap azab Allah, dan tiadalah ia termasuk orang- orang (yang dapat) membela
(dirinya). Dan jadilah orang-orang yang kelmarin mencita-citakan kedudukan
Qarun itu, berkata: "Aduhai benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa
yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak
melimpahkan kurnia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula).
Aduhai benarlah, tidak beruntung orang- orang yang mengingkari (nikmat Allah).'
Negeri akhirat itu. Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin
menyombongkan diri dan berbuat kerosakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang
baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa. "
(QS. al-Qashash: 76-83)
Orang-orang dahulu banyak
membicarakan ilmu ini yang Qarun mengklaim bahawa ia diberi ilmu itu.
Sebahagian mereka mengatakan bahawa itu adalah ilmu kimia yang dengannya Qarun
mampu mengubah tembaga menjadi emas. Sebahagian lagi mereka mengatakan bahawa
Qarun mengetahui ismullah al-A'zham (nama Allah yang agung) lalu ia
menggunakannya untuk mengubah bahan-bahan itu menjadi emas. Tetapi orang-orang
yang berakal dari kalangan orang-orang dahulu membantah hal itu. Menurut mereka,
Qarun tidak mengetahui ismullah al-A'zham. Qarun adalah seorang munafik. Mereka
juga tidak percaya bahawa Qarun dapat membuat racikan kimia.
Kami kira, ini semua
adalah dongengan semata yang tidak layak untuk menjelaskan sebab-sebab
kekayaannya. Menurut hemat kami, Qarun adalah seorang yang lalim di mana ia
melakukan pekerjaan yang tidak sehat. Dan boleh jadi ia memanfaatkan
persahabatan dengan Fir'aun untuk mendapatkan fasiliti-fasiliti dari Fir'aun.
Dan kerana persahabatan itu, ia berani menentang Musa. Qarun melakukan
kejahatan di sana-sini dan kerananya ia mengatakan bahawa harta yang
diperolehnya adalah hasil dari kerja kerasnya dan ilmunya. Qarun telah membuat
kebohongan dan kelaliman dan ia mendapatkan kekayaan dengan cara-cara yang
tidak sehat.
Penyimpangan dari keimanan
kepada Allah s.w.t meskipun sehujung rambut pada akhirnya menyeret manusia
kepada sikap kesombongan. Manusia itu akan menentang kebenaran dan ia tidak
mampu lagi mengikuti kebenaran sehingga pada gilirannya sesuatu yang bohong pun
akan menjadi laksana sesuatu yang realistik dan tidak perlu lagi dipersoalkan.
Belum lama Qarun mendapatkan seksa sehingga orang- orang mukmin yang mengikuti
Nabi Musa merasakan kelapangan yang sebelumnya mereka merasa tertindas.
Orang-orang Mesir dan anak-anak Israil menyaksikan mukjizat ini.
Akhirnya, pertentangan
antara Fir'aun dan Nabi Musa mencapai puncaknya. Fir'aun meyakini bahawa Musa
sangat mengancam kekuasaannya. Musa - sebagaimana nabi-nabi yang lain - membawa
ajarannya dengan penuh kelembutan tetapi ketika ia berhadapan dengan puncak
kejahatan dan sumber-sumber yang lalim maka ia tidak segan- segan untuk
menghancurkannya. Nabi Musa menantang sumber kejahatan di zamannya, yaitu
Fira'un. Kemudian Fir'aun melontarkan ide untuk membunuh Musa. Fir'aun mengira
bahawa membunuh Musa adalah cara satu-satunya untuk menyelesaikan masalahnya:
"Dan berkata Fir'aun
(kepada pembesar-pembesarnya): 'Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia
memohon kepada Tuhannya, kerana sesungguhnya aku khuatir dia akan menukar
agamamu atau menimbulkan kerosakan di muka bumi.'"
(QS. al-Mu'min: 26)
Kita perhatikan bahawa
Fir'aun berusaha untuk mencegah orang-orang yang menuju kebenaran; Fir'aun
berusaha memberhentikan tugas para nabi; ia berusaha menyesatkan manusia dengan
mengatakan bahawa justru Musa yang ingin menyesatkan mereka; ia mengusulkan
kepada para menterinya dan para pembesarnya untuk membiarkannya membunuh Musa.
Tentu ia tidak membunuh Musa dengan tangannya sendiri tetapi ia hanya sekadar
melontarkan fikiran untuk membunuhnya di depan mereka dan yang melaksanakan hal
tersebut adalah para pejabat istana. Kami kira Haman sangat berperan dalam
pelaksanaan ide ini. Kemudian terbentuklah kelompok orang-orang munafik yang
mendukung ide Fir'aun ini.
Ide tersebut hampir segera
dibenarkan kalau tidak ada seorang dari keluarga Fir'aun. Ia adalah seorang
lelaki dari kalangan pejabat negara yang terpandang. Al-Quran tidak menyebutkan
namanya kerana namanya tidak begitu penting dan begitu juga ia tidak
menyebutkan sifatnya kerana sifatnya tidak begitu penting. Al-Quran hanya
menceritakan keadaan lelaki ini yang menyembunyikan keimanannya. Ia berbicara
di tengah-tengah perkumpulan yang di situ disampaikan ide untuk membunuh Musa.
Kemudian ia menghentikan ide gila itu dan berusaha meruntuhkan ide itu. Ia
berkata bahawa Musa hanya mengatakan bahawa Allah s.w.t adalah Tuhannya, lalu
untuk mendukung penyataannya itu ia membekali dirinya dengan bukti-bukti yang
jelas yang menunjukkan bahawa ia benar-benar seorang rasul. Kemudian ada dua
kemungkinan dan tidak ada kemungkinan ketiga: pertama bahawa Musa adalah
seorang pembohong, kedua ia seorang yang benar. Jika ia seorang pembohong maka
kebohongannya itu akan kembali kepada dirinya sendiri dan ia tidak melakukan
sesuatu yang kerananya ia harus dibunuh. Namun jika ia benar lalu kita
membunuhnya maka gerangan apa yang akan menjamin kita dari keselamatan terhadap
azab yang dijanjikannya? Seorang mukmin yang menyembunyikan keimanannya itu
berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya hari ini kita berada di
tempat-tempat kekuatan sebagaimana yang dialami oleh Qarun di mana ia memiliki
kekayaan dan kekuatan kemudian terjadilah apa yang terjadi padanya. Siapakah
yang akan menyelamatkan kita dari azab Allah s.w.t ketika datang? Siapakah yang
dapat menolong kita dari seksaan-Nya jika menimpa kita? Tindakan melampaui
batas kita dan usaha kita untuk membohongkan kebenaran telah membuat kita
rugi."
Perkataan lelaki mukmin
itu memuaskan para hadirin. Orang lelaki itu adalah seseorang yang tidak begitu
menampakkan loyalitinya kepada Fir'aun. Ia bukan dari kalangan pengikut Musa.
Tampaknya ia berbicara dengan motivasi untuk mempertahankan kekuasaan Fir'aun,
dan menurutnya tidak ada sesuatu yang dapat menjatuhkan kekuasaan Fir'aun
seperti kebohongan dan tindakan yang melampaui batas dan membunuh jiwa-jiwa
yang tidak berdosa.
Dari sinilah kata-kata
lelaki mukmin itu memancarkan kekuatannya yang cukup mempengaruhi Fir'aun, para
menterinya, dan anak buahnya. Meskipun ide Fir'aun untuk membunuh Musa
digagalkan oleh lelaki mukmin itu, namun Fir'aun mengatakan kata-kata
bersejarahnya yang kemudian menjadi contoh dari sikap orang-orang yang lalim:
"Fir'aun berkata:
Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang aku pandang baik; dan aku
tiada menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar.'"
(QS. al-Mu'min: 29)
Demikianlah pernyataan
para penguasa yang lalim ketika mereka menghadapi masyarakat mereka. Aku tidak
melihat pendapatku kecuali sesuai dengan apa yang aku pertimbangkan. Ini adalah
pendapat kami yang khusus. Ia merupakan pendapat yang membimbing kalian menuju
jalan petunjuk, sedangkan pendapat lainnya salah. Oleh kerana itu, kita harus
tetap melawannya dan membinasakannya. Allah s.w.t menceritakan sikap demikian
ini dalam surah Ghafir:
"Dan seorang laki-laki
yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir'aun yang menyembunyikan imannya
berkata: 'Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki kerana dia menyatakan:
'Tuhanku ialah Allah,' padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa
keterangan-keterangan dari Tuhanmu. Dan jika ia seorang pendusta maka dialah
yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar nescaya
sebahagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu.' Sesungguhnya
Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta. (Musa
berkata): 'Hai kaumku, untukmu lah kerajaan pada hari ini dengan berkuasa di
muka bumi. Siapakah yang akan menolong kita dari azab Allah jika azab itu
menimpa kita!' Fir'aun berkata: 'Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa
saja yang aku pandang baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain jalan
yang benar.'"
(QS. al-Mu'min 28-29)
Perdebatan tersebut tidak
berhenti pada batas ini. Fir'aun mengutarakan kata-katanya tetapi seorang
mukmin itu tetap tidak puas dengannya, kemudian lelaki mukmin itu kembali
berbicara:
"Dan orang yang beriman
itu berkata: 'Hai kaumku, sesungguhnya aku khuatir kamu akan ditimpa (bencana)
seperti kehancuran golongan yang bersekutu. (Yakni) seperti keadaan kaum Nuh,
Ad Tsamud dan orang-orang yang datang sesudah mereka. Dan Allah tidak akan
menghendaki berbuat kelaliman terhadap hamba-hamba-Nya. Hai kaumku,
sesungguhnya aku khuatir terhadapmu akan seksaan hari panggil-memanggil,
(yaitu) hari (ketika) kamu (lari) berpaling ke belakang, tidak ada bagimu
seorang pun yang menyelamatkan dirimu dari (azab) Allah, dan siapa yang
disesatkan Allah, nescaya tidak ada baginya seorang pun yang akan memberi
petunjuk. Dan sesungguhnya telah datang Yusuf kepadamu dengan membawa
keterangan- keterangan, tetapi kamu senantiasa dalam keraguan tentang apa yang
dibawanya kepadamu, hingga ketika dia meninggal, kamu berkata: 'Allah tidak
akan mengirimkan seorang (rasul pun) sesudahnya. Demikianlah Allah menyesatkan
orang-orang yang melampaui batas dan ragu-ragu. (Yaitu) orang-orang yang
memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka. Amat
besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang
beriman. Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan
sewenang-wenang."
(QS. al-Mu'min: 30-35)
Kita perhatikan dalam
pembicaraan tersebut terdapat perbezaan dengan pembicaraan sebelumnya. Lelaki
mukmin itu berusaha menguraikan pada pembicaraan akhirnya tentang bukti-bukti
sejarah. Ia menyampaikan kepada Firaun dan kaumnya argumentasi-argumentasi yang
cukup untuk menunjukkan kebenaran Musa. Ia memperingatkan mereka agar jangan
sampai mengganggu Musa. Sebelum masa mereka, terdapat umat-umat yang menentang
rasul-rasul yang dikirim oleh Allah s.w.t, lalu Allah s.w.t menghancurkan mereka.
Mereka adalah kaum Nuh, kaum 'Ad, dan kaum Tsamud. Zaman mereka tidak terlalu
jauh dengan zaman sekarang.
Sejarah Mesir menunjukkan
bukti kebenaran ucapannya di mana Nabi Yusuf datang dengan membawa bukti yang
jelas kemudian terdapat orang-orang yang merugikan dakwahnya lalu mereka
beriman padanya setelah keselamatan hampir saja tercabut dari mereka. Lalu apa
keanehan di balik pengutusan para rasul dari Allah s.w.t? Sejarah masa lalu
harus menjadi bahan renungan. Bukankah kelompok minoriti orang- orang mukmin
memperoleh kemenangan ketika mereka benar-benar beriman atas kelompok majoriti
yang kafir? Bukankah Allah s.w.t telah menghancurkan orang- orang kafir? Allah
s.w.t menenggelamkan mereka dengan taufan dan Allah s.w.t menghancurkan mereka
dengan kilat atau Allah s.w.t menenggelamkan mereka dalam bumi. Apa yang kita
tunggu sekarang dan dari mana kita tahu bahawa usaha kita membela Fir'aun
mati-matian akan membawa keuntungan bagi kita semua?
Pembicaraan lelaki mukmin
yang intelektual itu mengandung beberapa peringatan yang mengerikan. Tampaknya
ia berhasil memuaskan para hadirin bahawa ide membunuh Musa adalah ide yang
tidak aman. Atau dengan kata lain, itu adalah ide yang tidak menjamin
keselamatan mereka. Oleh kerana itu, ide tersebut hendaklah ditinggalkan.
Setelah itu, lelaki mukmin itu berusaha untuk menunjukkan kepada mereka
kebenaran yang dibawa oleh Musa. Ia yang semula menggunakan bahasa isyarat,
kini berusaha untuk menggunakan bahasa yang terang dan gamblang. Ia telah
berani menampakkan kebenaran:
"Orang yang beriman itu
berkata: 'Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang
benar. Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan
(sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal. Barang siapa mengerjakan
perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan
kejahatan itu. Dan barang siapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki
mahupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk
syurga, mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab.'"
(QS. al-Mu'min: 38-40)
Akhirnya, keimanan lelaki
mukmin itu pun tersingkap. Ia diketahui sebagai seorang mukmin yang tidak lagi
menyembunyikan keimanannya. Pada akhir pembicaraannya, ia menegaskan:
"Hai kaumku,
bagaimanakah kamu, aku menyeru kamu kepada keselamatan, tetapi kamu menyeru aku
ke neraka? (Mengapa) kamu menyeruku kafir kepada Allah dan mempersekutukan-Nya
dengan apa yang tidak aku ketahui padahal aku menyeru kamu (beriman) kepada
Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun? Sudah pasti bahawa apa yang kamu seru
supaya aku (beriman) kepadanya tidak dapat memperkenankan seruan apa pun baik
di dunia mahupun di akhirat. Dan sesungguhnya kita kembali kepada Allah dan
sesungguhnya orang-orang yang melampaui batas, mereka itulah penghuni neraka.
Kelak kamu akan mengingat kepada apa yang kukatakan kepada kamu. Dan aku
menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan
hamba-hamba-Nya."
(QS. al-Mu'min: 41-44)
Lelaki mukmin itu
mengakhiri pembicaraan dengan kata-kata yang berani ini. Kami kira, Allah s.w.t
telah mengirim lelaki mukmin ini dari kalangan Fir'aun agar Fir'aun melupakan
Musa. Konteks Al-Quran menyingkap bahawa lelaki ini merupakan salah seorang
intelektual Mesir yang mengetahui sejarah dan mampu menganalisis serta memiliki
kemampuan untuk menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa yang lain
sehingga ia mengetahui sebab-sebab dan akhir dari suatu peristiwa.
Orang yang beriman itu
mampu menggiring akal mereka menuju kebenaran. Fir'aun tersibukkan dengan
lelaki mukmin ini hingga beberapa saat ia lupa untuk memikirkan Musa. Lelaki
mukmin itu berasal dari keluarga Fir'aun. Ia adalah kerabat dekatnya dan salah
seorang pejabat negaranya. Keimanannya terhadap kebenaran menjadikan istana
Fir'aun terbagi menjadi dua kubu: kubu pro Musa dan kubu anti Musa. Ini bererti
kemenangan yang besar bagi Musa. kerana itu, membunuh lelaki mukmin itu akan
mengganggu atau menggoyangkan keberadaan cendekiawan Mesir di mana ia adalah
salah seorang dari mereka.
Demikianlah, Fir'aun
menghadapi masalah yang rasa-rasanya sulit atau mustahil untuk terpecahkan.
Membunuh lelaki mukmin itu tidak akan memberikan dampak yang baik, begitu juga
membiarkannya hidup juga tidak memberikan dampak yang baik. Akhirnya, mereka
membikin suatu konspirasi untuk menyingkirkannya. Kemudian di sinilah bimbingan
Allah s.w.t diturunkan:
"Maka Allah
memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Fir'aun beserta kaumnya
dikepung oleh azab yang amat buruk."
(QS. al-Mu'min: 45)
Untuk beberapa saat, Fir'aun
disibukkan dengan masalah baru ini, tetapi Fir'aun adalah Fir'aun. Ia tetap
memakai busana kesombongannya; ia tetap menyeksa Bani Israil, menghina mereka
dan menodai kehormatan wanita-wanita serta membunuh anak-anak. Akhirnya,
tibalah waktunya bagi Allah s.w.t untuk bersikap keras kepada keluarga Fir'aun.
Allah s.w.t menurunkan bencana kepada mereka dan menakut-nakuti mereka dengan
azab sehingga mereka mengurungkan niat untuk menghancurkan Musa dan laki-laki
mukmin itu, dan sebagai pembuktian atas kebenaran kenabian Musa. Allah s.w.t
menurunkan tahun-tahun yang kering dan tandus kepada orang-orang Mesir di mana
bumi tampak kering kontang dan sungai Nil pun mengering hingga buah-buahan
jarang sekali ditemukan dan harga semakin mencekik leher. Akibatnya, kelaparan
melanda di sana-sini. Dalam keadaan demikian, orang-orang Mesir menganggap
bahawa kehidupan mereka terancam. Adalah hal yang maklum bahawa seksa yang
seperti ini akan selalu menimpa manusia ketika mereka berpaling dari keimanan
dan takwa.
Allah s.w.t berfirman:
"Jikalau sekitarnya
penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat
Kami) itu, maka Kami seksa mereka disebabkan perbuatannya."
(QS. al-A'raf: 96)
Hukum yang lama
diperlakukan atas penduduk Mesir kerana dua sebab: pertama, sikap dingin mereka
terhadap pembunuhan yang dilakukan Fir'aun kepada para tukang sihir, kedua,
sikap dingin mereka terhadap kelaliman penguasa mereka. Aneh sekali ketika kaum
Fir'aun mengembalikan masa paceklik ini dan musibah kelaparan ini pada suatu
sebab yang sangat menghairankan. Mereka mengatakan bahawa apa yang menimpa
mereka kerana kesialan yang dibawa oleh Musa. Kelaparan yang melanda mereka,
kefakiran, dan kekurangan buah-buahan yang mereka rasakan saat ini adalah
disebabkan oleh adanya Musa di tengah-tengah mereka.
Kemudian kefakiran mereka
semakin meningkat dan mereka semakin menjauh dari kebenaran. Mereka meyakini
bahawa sihir Musa adalah yang bertanggungjawab terhadap apa yang menimpa mereka
pada musim paceklik ini. Mereka mengira dengan kebodohan mereka bahawa
kekeringan yang melanda negeri mereka adalah sebagai alat atau kekuatan yang
digunakan oleh Musa untuk menyihir mereka. Namun perlu diperhatikan bahawa
pemikiran demikian tidak mewakili pemikiran umumnya masyarakat saat itu, tetapi
pemikiran ini datang dan dihembuskan oleh kelompok-kelompok yang berkuasa.
Akhirnya, Allah s.w.t menurunkan azab yang lebih keras kepada mereka. Allah
s.w.t berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami
telah menghukum (Fir'aun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang
panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran. Kemudian
apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: 'Ini adalah kerana
(usaha) kami.' Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab
kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah,
sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi
kebanyakan neraka tidak mengetahuinya. Mereka berkata: 'Bagaimanapun kamu
mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan itu
maka, kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu.' Maka Kami kirimkan kepada
mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi
mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa.
(QS. al-A'raf: 130-133)
Allah s.w.t mengirimkan
berbagai macam azab dengan harapan agar mereka kembali kepada Allah s.w.t dan
melepaskan Bani Israil serta membiarkan mereka pergi bersama Musa. Allah s.w.t
mengirim taufan kepada mereka. Setelah masa paceklik, datanglah tahun yang
penuh dengan air sehingga bumi pun tenggelam dengan air sehingga mereka tidak
dapat bercucuk tanam. Setelah mereka diseksa dengan sedikitnya air maka kali
ini mereka mendapatkan limpahan air yang luar biasa. Mereka segera datang
kepada Nabi Musa sambil berkata:
"Dan ketika mereka
ditimpa azab (yang telah diterangkan itu) mereka pun berkata: 'Hai Musa,
mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu dengan (perantaraan) kenabian yang
diketahui Allah ada pada sisimu. Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan
azab itu dari kami, pasti kami akan beriman kepadamu dan akan kami biarkan Bani
Israil pergi bersamamu.'"
(QS. al-A'raf: 134)
Kemudian Nabi Musa berdoa
kepada Tuhannya sehingga azab disingkirkan dari mereka. Air yang memancar
dengan dahsyat itu berhenti dan bumi kembali mengambil air yang cukup sehingga
layak untuk dibuat bercucuk tanam. Nabi Musa meminta kepada mereka untuk
mewujudkan janji mereka, yaitu melepaskan tawanan Bani Israil. Tapi mereka
tidak memenuhinya. Kemudian datanglah tanda kebesaran yang lain yaitu dalam
bentuk turunnya belalang. Allah s.w.t mengirim sekawanan belalang yang memenuhi
tanaman dan buah-buahan. Ketika belalang- belalang itu terbang maka
tanaman-tanaman mereka dan buah-buahan mereka tersembunyi dari pandangan kerana
saking banyaknya belalang- belalang itu. Belalang itu memakan makanan
orang-orang Mesir.
Melihat keadaan demikian,
mereka pun pergi ke Musa dan meminta kepadanya agar berdoa kepada Tuhannya agar
menyingkirkan seksaan ini dari mereka dan mereka berjanji untuk melepaskan
padanya Bani Israil. Nabi Musa pun lagi-lagi berdoa kepada Tuhannya sehingga
Allah s.w.t menyingkirkan azab itu dari mereka. Dan belalang-belalang itu
kembali ke tempat asalnya. Mereka dapat menanami kembali bumi dengan baik. Lalu
Nabi Musa meminta kepada mereka untuk melepaskan Bani Israil namun mereka
menunda-nundanya sehingga Nabi Musa mengetahui bahawa sebenarnya mereka tidak
serius untuk memenuhi janji mereka.
Kemudian datanglah seksaan
Allah s.w.t yang lain, yaitu dikirim-Nya berbagai macam hama. Tersebarlah hama
yang membawa penyakit. Lagi- lagi mereka datang kepada Nabi Musa dan mengulangi
janji mereka dan Nabi Musa pun berdoa kepada Allah s.w.t. Kali ini mereka pun
tetap mengingkari janji mereka. Lalu datanglah seksaan Allah s.w.t yang lain
dalam bentuk dikirim-Nya katak di mana bumi dipenuhi dengan katak. Katak itu
melompat-lompat ke sana-sini dan memenuhi makanan orang- orang Mesir serta berada
di rumah mereka sehingga mereka sangat terganggu dengan kehadiran katak-katak
liar itu. Lagi-lagi mereka menemui Nabi Musa dan kembali mengulangi janji
mereka dan meminta padanya agar ia berdoa kepada Tuhannya agar Allah s.w.t
menyingkirkan azab dari mereka. Tetapi mereka pun tetap mengingkari janji
mereka.
Selanjutnya, Allah s.w.t
menurunkan azab yang lain yaitu darah di mana sungai Nil berubah menjadi darah
sehingga tidak seorang pun dapat meminumnya. Kita ketahui bahawa
mukjizat-mukjizat pertama berupa sesuatu yang biasa terjadi pada tanaman.
Berkurangnya air Nil atau bertambahnya air tersebut atau serangan belalang atau
hama dan katak, semua ini adalah bukan hal baru bagi orang-orang Mesir. Yang
baru adalah kejadian ini terjadi dengan sangat tiba-tiba dan sangat mencekam.
Sedangkan mukjizat atau azab yang lain adalah azab yang tidak biasa terjadi di
daerah Mesir, yaitu azab yang belum pernah terjadi sebelumnya di mana air
sungai Nil berubah menjadi darah.
Perubahan sungai itu
menjadi darah hanya terjadi di kalangan orang- orang Mesir sedangkan Musa dan
kaumnya dapat meminum airnya seperti biasanya. Namun ketika seorang Mesir
memenuhi tempat gelasnya dengan air maka ia akan mendapati bahawa gelasnya
penuh dengan darah. Melihat peristiwa tersebut, orang-orang Mesir tergoncang
sebagaimana istana Fir'aun juga tergoncang melihat seksa yang mengerikan dan
baru ini. Lagi-lagi mereka menuju ke Nabi Musa dan meminta kepadanya agar
berdoa kepada Tuhannya dan mereka berjanji pada kali ini untuk membebaskan orang-orang
Bani Israil. Nabi Musa pun berdoa kepada Tuhannya sehingga azab itu
disingkirkan dari orang-orang Mesir. Meski demikian. istana Fir'aun tidak
mengizinkan Musa untuk menemui kaumnya dan pergi bersama mereka. Lalu bagaimana
sikap Fir'aun sendiri? Fir'aun tetap menunjukkan pembangkangnya dan
kesombongannya. Fir'aun mengumumkan di tengah-tengah kaumnya bahawa dia tuhan.
Bukankah - kata Fir'aun - dia memiliki kerajaan Mesir dan sungai-sungai ini
mengalir di bawah kekuasaannya? Fir'aun memberitahu bahawa Musa adalah tukang
sihir yang bohong dan ia hanya seorang fakir yang tidak mampu menggunakan satu
kalung emas dan satu gelang emas.
Allah s.w.t berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami
telah mengutus Musa dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami kepada Fir'aun dan
pemuka-pemuka kaumnya. Maka Musa berkata: 'Sesungguhnya aku adalah dari utusan
Tuhan seru sekalian alam. Maka tatkala dia datang kepada mereka dengan membawa
mukjizat-mukjizat Kami dengan serta merta mereka mengetawakannya. Dan tidakkah
Kami perlihatkan kepada mereka sesuatu mukjizat kecuali mukjizat itu lebih
besar dari mukjizat-mukjizat sebelumnya. Dan Kami timpakan kepada mereka azab
supaya mereka kembali (kejalan yang benar). Dan mereka berkata: 'Hai ahli sihir
berdoalah kepada Tuhanmu untuk (melepaskan) kami sesuai dengan apa yang telah
dijanjikan-Nya kepadamu; sesungguhnya kami (jika doamu dikabulkan) benar-benar
akan menjadi orang yang mendapat petunjuk. Maka tatkala Kami menghilangkan azab
itu dari mereka, dengan serta merta mereka memungkiri (janjinya). Dan Fir'aun
berseru kepada kaumnya (seraya) berkata: 'Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir
ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku; maka
apakah kamu tidak melihat(nya)?' Bukankah aku lebih baik dari orang yang hina
ini dan yang hampir tidak dapat dijelaskan (perkataannya)? Mengapa tidak
dipakaikan kepadanya gelang dari emas atau malaikat datang bersama-sama dia
untuk mengiringkannya.' Maka Fir'aun mempengaruhi kaumnya dengan (perkataannya
itu) lalu mereka patuh kepadanya. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang
fasik."
(QS. az-Zukhruf: 46-54)
Perhatikanlah ungkapkan
Al-Quran: Maka Fir'aun mempengaruhi kaumnya dengan (perkataannya itu) lalu
mereka patuh kepadanya. Fir'aun memenjara akal mereka, membelenggu kebebasan
mereka, dan menutup masa depan mereka yang cerah. Fir'aun menodai kemanusiaan
mereka sehingga mereka mentaatinya. Bukankah ketaatan ini aneh? Namun keanehan
ini hilang ketika kita mengetahui bahawa mereka adalah orang- orang yang fasik.
Kefasikan menjadikan seseorang tidak peduli dengan masa depannya dan
kepentingannya serta urusannya. Pada akhirnya, ia akan mendapati kehancuran.
Demikianlah yang terjadi pada kaum Fir'aun.
Allah s.w.t berfirman:
"Maka tatkala
mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereka lalu Kami tenggelamkan mereka
semuanya (di laut), dan Kami jadikan mereka sebagai pelajaran dan contoh bagi
orang-orang yang kemudian."
(QS. az-Zukhruf: 55-56)
Tampak jelas bahawa
Fir'aun tidak beriman kepada Musa. Fir'aun tidak menghentikan usaha untuk
menyeksa Bani Israil dan ia tetap merendahkan kaumnya. Maka melihat kenyataan
yang demikian, Musa dan Harun berdoa buruk untuk Fir'aun:
"Musa berkata: 'Ya Tuhan
kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka
kaumnya dengan perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, ya Tuhan
kami, akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami,
binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka
tidak beriman hingga mereka melihat seksaan yang pedih.' Allah berfirman:
'Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah
kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah sekali-kali mengikuti jalan
orang-orang yang tidak mengetahui.'"
(QS. Yunus: 88-89)
Kemudian datanglah izin
kepada Nabi Musa untuk meninggalkan Mesir dengan disertai oleh kaumnya yang
mengikutinya. Sikap kaum Nabi Musa sangat aneh. Tidak semua kaumnya beriman
kepadanya. Allah s.w.t berfirman:
"Maka tidak ada yang
beriman kepada Musa, melainkan pemuda- pemuda dari kaumnya (Musa) dalam keadaan
takut bahawa Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya akan menyeksa mereka.
Sesungguhnya Fir'aun itu sewenang-wenang di muka bumi. Dan sesungguhnya dia
termasuk orang-orang yang melampaui batas."
(QS. Yunus: 83)
Selesailah urusan. Allah
s.w.t telah menetapkan untuk membuat suatu keputusan hukum terhadap Fir'aun.
Allah s.w.t memerintahkan kepada Musa untuk keluar dan mengizinkan Bani Israil
untuk pergi. Mereka bersiap-bersiap untuk keluar dan pergi bersama Musa. Mereka
membawa perhiasan-perhiasan mereka lalu datanglah malam kepada mereka. Nabi
Musa berjalan bersama mereka dan menyeberangi Laut Merah dan menuju ke negeri
Syam. Sementara itu, utusan Fir'aun dan intelejennya bergerak. Sampailah berita
kepada Fir'aun bahawa Musa telah pergi beserta kaumnya. Fir'aun mengeluarkan
perintahnya di segenap penjuru kota agar pasukan yang besar berkumpul. Fir'aun
menyampaikan alasan yang aneh di balik pengumpulan tentera itu sebagaimana
disampaikan oleh Al-Quran:
"Dan sesungguhnya
mereka membuat hal-hal yang menimbulkan amarah kita. "
(QS. asy-Syu'ara': 55)
Fir'aun telah naik pitam
melihat aksi Musa. "Secara peribadi aku telah marah padanya. Jumlah mereka
sedikit namun kemarahan kita terhadap mereka sungguh banyak. Kalau demikian,
ini adalah peperangan." Fir'aun benar-benar seorang penjahat kelas kakap.
Ia tidak berusaha menyembunyikan niatnya di balik kata-kata besarnya. Misalnya,
secara diplomasi ia dapat mengatakan bahawa keamanan kerajaan terancam atau
sistem ekonomi akan hancur jika para pekerja ini yang digaji dengan sangat
murah ini akan keluar. Fir'aun tidak mengatakan semua itu tetapi ia hanya
menyatakan bahawa ia sedang emosi. Nabi Musa membuatnya naik pitam dan ini
sudah cukup untuk mengeluarkan perintah agar para tentera dikumpulkan. Manusia
membenarkan tindakan Fir'aun untuk seribu kalinya setelah membohongkannya.
Tiada seorang pun yang menentangnya dan tidak ada seorang pun yang mempersoalkan
sebab kenapa di balik pengumpulan tentera itu.
Akhirnya, bergeraklah
tentera Fir'aun dengan membawa persenjataan yang lengkap dan mereka berusaha
mengejar Nabi Musa. Fir'aun duduk di atas kenderaan perangnya dan mengawasi
tentera di sekitamya sambil tersenyum. Barangkali ia membayangkan, jika sejak
semula ia melakukan itu maka gerak-geri Musa akan dapat dipatahkannya dan ia
dapat membunuhnya. Alhasil, ia sekarang berada di jalan untuk menangkap Musa
dan membunuhnya dan menyelesaikan masalah seluruhnya.
Nabi Musa berdiri di depan
Laut Merah. Tampak dari kejauhan bahawa debu yang ditebarkan oleh tentera
Fir'aun mulai mendekat. Lalu setelah itu tampak panji-panji tentera. Melihat
hal itu, kaum Nabi Musa merasakan ketakutan. Mereka menghadapi situasi sangat sulit
dan berbahaya: di depan mereka ada laut sementara di belakang mereka ada musuh.
Mereka tidak memiliki kesempatan sedikit pun untuk berperang dengan pasukan
Fir'aun kerana mereka hanya terdiri dari wanita-wanita, anak-anak kecil, dan
orang-orang lelaki yang tidak bersenjata. Fir'aun akan menyembelih mereka
semuanya.
Tiba-tiba terdengarlah
teriakan dari kaum Nabi Musa: "Fir'aun akan menyusul kita dan menangkap
kita." Nabi Musa berusaha menenangkan mereka sambil berkata: "Tidak.
Sesungguhnya Tuhanku bersamaku dan Dia pun akan membimbingiku." Kita tidak
mengetahui bagaimana perasaan Nabi Musa saat itu atau apa yang difikirkannya.
Yang jelas, ia tidak mendapat kepercayaan seperti ini kecuali setelah Allah
s.w.t mewahyukan kepadanya agar ia memukulkan tongkatnya ke lautan itu.
Kemudian Nabi Musa pun memukulkan tongkat yang dibawanya kepada lautan itu.
Demikianlah bahawa
kehendak Allah s.w.t pasti terlaksana meskipun harus bertentangan dengan logik
manusia. Allah s.w.t ingin menunjukkan mukjizat, kemudian Allah s.w.t
mewahyukan kepada Musa untuk memukulkan tongkatnya kepada lautan. Pemukulan
tongkat terhadap lautan hanya sekadar sebab yang kemudian diikuti dengan
terbelahnya lautan. Belum sampai Nabi Musa mengangkat tongkatnya sehingga
malaikat Jibril turun ke bumi lalu Nabi Musa memukulkan tongkatnya ke lautan.
Tiba-tiba laut itu terbelah menjadi dua bahagian: satu bahagian menjadi kering
kontang di mana di sebelah kanannya terdapat ombak dan di sebelah kirinya juga
terdapat ombak. Nabi Musa bersama kaumnya berjalan sehingga mereka dapat
melewati lautan. Ini adalah mukjizat yang sangat besar. Ombak bergelombang:
meninggi dan menurun sehingga tampak ada tangan tersembunyi yang mencegahnya
agar jangan sampai menenggelamkan Nabi Musa atau bahkan membasahinya sekalipun.
Demikianlah Nabi Musa dan
kaumnya berhasil melewati lautan. Sementara itu, Fir'aun sampai ke lautan. Ia
menyaksikan mukjizat ini. Ia melihat lautan terdapat jalan kering yang terbelah
menjadi dua. Fir'aun saat itu merasakan ketakutan tetapi lagi-lagi keras
kepalanya dan pembangkangnya tetap menyalakan api peperangan sehingga ia
menyuruh pasukannya untuk maju. Ketika Musa selesai menyeberangi lautan, ia
menoleh ke lautan dan ia ingin memukulkan dengan tongkatnya sehingga kembali
sebagaimana mestinya, tetapi Allah s.w.t mewahyukan kepadanya agar ia
membiarkan lautan seperti semula. Seandainya ia memukulkan tongkatnya kepada
lautan dan laut itu kembali seperti semula nescaya Nabi Musa akan selamat dan
Fir'aun pun akan selamat, sedangkan Allah s.w.t telah berkehendak untuk
menenggelamkan Fir'aun. Oleh kerana itu, Musa diperintahkan untuk membiarkan
lautan seperti semula. Allah s.w.t mewahyukan kepadanya:
"Dan biarlah laut
itu tetap terbelah. Sesungguhnya mereka adalah tentera yang akan
ditenggelamkan."
(QS. ad-Dukhan: 24)
Fir'aun bersama tenteranya
sampai di tengah lautan. Ia sudah melewati separuhnya dan ia akan sampai ke
tepi yang lain. Kemudian Allah s.w.t memerintahkan kepada Jibril. Lalu Jibril
menggerakkan ombak sehingga ombak itu menerpa Fir'aun dan menenggelamkannya
beserta tenteranya. Fir'aun dan tenteranya tenggelam. Pembangkang telah
tenggelam sedangkan keimanan kepada Allah s.w.t telah selamat.
Ketika tenggelam, Fir'aun
melihat tempatnya di neraka. Kini. ia sedar dan tabir telah terkuak di depannya.
Fir'aun telah menjemput sakaratul maut. Ia telah menyedari bahawa Musa adalah
seorang yang benar dan ia telah menyia-nyiakan dirinya dengan menentangnya dan
berusaha memeranginya. Fir'aun berusaha menunjukkan keimanannya.
"Hingga bila
Fir'aun itu hampir tenggelam berkatalah dia: 'Saya percaya bahawa tidak ada
Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk
orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).'"
(QS. Yunus: 90)
Taubat Fir'aun tidak
berguna dan tidak diterima; taubat yang justru disampaikan ketika ia
menyaksikan azab dan akan memasuki pintu kematian. Jibril berkata kepadanya:
"Apakah sekarang
(baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah derhaka sejak dahulu, dan
kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerosakan."
(QS. Yunus: 91)
Yakni, tidak ada taubat
bagimu. Sungguh telah selesai waktu taubat bagimu dan engkau telah binasa.
Selesailah urusan ini dan tiadalah keselamatan bagimu. Yang selamat hanyalah
tubuhmu dan engkau akan dilemparkan oleh ombak ke tepi sehingga tubuhmu sebagai
bukti kebesaran Allah s.w.t bagi orang-orang yang hidup sesudahmu:
"Maka pada hari ini Kami
selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi peringatan bagi orang-orang yang
datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari
tanda-tanda kekuasaan Kami."
(QS. Yunus: 92)
Apa yang terjadi pada
Fir'aun merupakan sunatullah yang abadi yang terjadi sebagai pelajaran bagi
hamba-hamba Allah s.w.t.
Allah s.w.t berfirman:
"Maka tatkala
mereka melihat azab Kami, mereka berkata: 'Kami beriman hepada Allah saja dan
kami kafir kepada sembahan- sembahan yang telah kami persekutukan dengan
Allah.'"
(QS. al- Mu'min: 84)
Allah s.w.t menceritakan
sikap Fir'aun bersama Musa dalam firman-Nya:
"Dan Kami wahyukan
(perintahkan) kepada Musa: 'Pergilah di malam hari dengan membawa
hamba-hamba-Ku (Bani Israil), kerana sesungguhnya kamu sekalian akan disusuli.
Kemudian Fir'aun mengirimkan orang yang mengumpulkan (tenteranya) ke kota-kota.
(Fir'aun berkata): 'Sesungguhnya mereka (Bani Israil) benar-benar golongan
kecil-kecil, dan sesungguhnya mereka membuat hal-hal yang menimbulkan amarah
kita, dan sesungguhnya kita benar-benar golongan yang selalu berjaga-jaga.'
Maka Kami keluarkan Fir'aun dari kaumnya dari taman-taman dan mata air, dan
(dari) perbendaharaan dan kedudukan yang mulia, demikianlah halnya dan Kami
anugerahkan semuanya (itu) kepada Bani Israil. Maka Fir'aun dan bala tenteranya
dapat menyusuli mereka di waktu matahari terbit. Maka setelah kedua golongan
itu saling melihat, berkatalah pengikut- pengikut Musa: 'Sesungguhnya kita
benar-benar akan disusul.' Musa menjawab: 'Sekali-kali kita tidak akan
tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk
kepadaku.' Dan di sanalah Kami dekatkan golongan yang lain. Dan Kami selamatkan
Musa dan orang-orang yang besertanya semuanya. Dan Kami tenggelamkan golongan
yang lain itu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu
tanda yang besar (mukji- zat) dan tetapi adalah kebanyakan mereka tidak
beriman. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa lagi
Maha Penyayang."
(QS. asy-Syu'ara':
52-68)
Tersingkaplah kejahatan
dan kelaliman Fir'aun. Ombak lautan menggiring tubuhnya ke tepi. Kami tidak
mengetahui tepi mana yang dimaksud, yang menggiring tubuh seseorang yang
mengaku dirinya sebagai tuhan; seseorang yang tidak ada seorang pun yang berani
menentangnya. Diduga kuat bahawa ombak menggiring jasadnya ke tepi barat lalu
orang-orang Mesir melihatnya dan mengetahui bahawa tuhan mereka yang mereka
sembah, yang mereka taati adalah sekadar seseorang yang tidak mampu menjauhkan
kematian dari lehernya.
Setelah itu, orang-orang
Mesir mengetahui kebenaran secara sempurna. Al-Quran al-Karim tidak
menceritakan kepada kita apa yang mereka perbuat setelah jatuhnya rejim Fir'aun
dan setelah tenteranya tenggelam; Al-Quran tidak menceritakan kepada kita
bagaimana reaksi mereka setelah Allah s.w.t menghancurkan apa yang diperbuat
oleh Fir'aun dan kaumnya dan apa yang mereka bangun; Al-Quran tidak menyinggung
semua itu; Al-Quran justru memfokuskan keadaan Musa dan Harun dan bagaimana
peristiwa yang dialami Bani Israil bersama kedua nabi itu.
Fir'aun Mesir telah mati.
Ia tenggelam di hadapan mata orang-orang Mesir dan Bani Israil. Meskipun ia
telah mati, tetapi pengaruhnya tetap membekas pada jiwa orang-orang Mesir dan
Bani Israil. Sungguh sangat sulit untuk menghilangkan pengaruh kehinaan yang
sekian lama atau sekian tahun tertanam dalam jiwa dan kemudian jiwa itu menjadi
mulia. Fir'aun telah menanamkan pada jiwa Bani Israil sesuatu yang akan kita
ketahui dari ayat-ayat Al-Quran. Fir'aun telah membiasakan mereka untuk
mendapatkan kehinaan. Fir'aun telah menghancurkan jiwa mereka dari dalam.
Fir'aun telah merosak suasana rohani mereka yang bersih. Fir'aun telah merosak
fitrah mereka sehingga mereka menyeksa Musa dan menyakiti Musa dengan sikap
penentangan dan kebodohan.
Mukjizat pembelahan lautan
masih segar di fikiran mereka. Pasir-pasir laut yang basah masih membekas dan masih
terdapat dalam sandal- sandal Bani Israil ketika mereka lewat di depan kaum
yang menyembah berhala. Seharusnya mereka menampakkan kemarahan mereka atas
kelaliman terhadap akal, dan mereka memuji kepada Allah s.w.t kerana mereka
mendapatkan petunjuk pada jalan keimanan dan kebenaran. Tetapi mereka justru
menoleh kepada Musa dan meminta kepadanya agar menjadikan tuhan lain bagi
mereka yang dapat mereka sembah seperti orang-orang itu. Mereka merasa cemburu
ketika melihat orang-orang yang menyembah berhala itu dan mereka pun
menginginkan hal yang sama. Mereka merasakan kerinduan kepada hari-hari syirik
yang lalu yang mereka dapati di bawah naungan Fir'aun. Nabi Musa mengetahui
betapa bodohnya mereka.
Allah s.w.t berfirman:
"Dan Kami seberangkan
Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai pada suatu kaum
yang tetap menyembah berhala mereka, Bani Israil berkata: 'Hai Musa, buatlah
untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan
(berhala).' Musa menjawab: 'Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak
mengetahui (sifat-sifat Tuhan).' Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan
kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan. Musa
menjawab: 'Patutkah aku mencari Tuhan untuk kamu yang selain daripada Allah,
padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas segala umat. Dan (ingatlah hai
Bani Israil), ketika Kami menyelamatkan kamu dari (Fir'aun) dan kaumnya, yang
mengazab kamu dengan azab yang sangat jahat, yaitu mereka membunuh anak-anak
lelakimu dan membiarkan hidup wanita-wanitamu. Dan pada yang demikian itu
cubaan yang besar dari Tuhanmu. "
(QS. al-A'raf: 138-141)
Musa berjalan bersama
kaumnya di Saina', yaitu suatu gurun yang di dalamnya terdapat pohon yang dapat
melindungi dari sengatan matahari dan di dalamnya terdapat makanan dan air.
Kemudian rahmat Allah s.w.t turun kepada mereka di mana mereka mendapatkan
al-Manna dan Salwa dan mereka dinaungi oleh awan. Al-Manna adalah makanan yang
rasanya mendekati manis dan ia dihasilkan oleh sebahagian pohon-pohon yang
berbuah di mana angin membawa kepada mereka rasa demikian ini dari daun-daun
pohon. Allah s.w.t juga mengirim kepada mereka as-Salwa, yaitu salah satu
burung yang bernama as-Saman.
Ketika mereka merasakan
kehausan yang sangat saat di Saina' tidak ada setitis air pun maka Nabi Musa
memukulkan dengan tongkatnya kepada batu sehingga batu itu memancarkan dua
belas mata air. Bani Israil terbagi menjadi dua belas cucu maka Allah s.w.t
mengirim air tersebut kepada setiap kelompok. Meskipun mereka mendapatkan
kemuliaan dan kehormatan yang sedemikian rupa, tetapi lagi-lagi jiwa mereka
yang sakit tidak dapat menyedarkan mereka untuk mensyukuri nikmat-nikmat ini.
Mereka justru mendebat Nabi Musa dan mengatakan bahawa mereka bosan dengan
makanan ini dan mereka ingin memiliki bawang merah dan bawang putih serta
kacang-kacangan. Semua makanan ini adalah makanan tradisional Mesir. Bani
Israil meminta kepada Nabi mereka untuk berdoa kepada Allah s.w.t dan
mengeluarkan dari bumi makanan- makanan ini. Nabi Musa melihat bahawa mereka
menganiaya diri mereka sendiri, dan Nabi Musa menyedari betapa mereka
merindukan kehinaan mereka saat mereka bersama Fir'aun. Mereka berani menolak
makanan- makanan yang baik dan makanan-makanan yang mulia, dan sebagai gantinya,
mereka malah menginginkan makanan-makanan yang rendah mutunya. Allah s.w.t
berfirman:
"Dan ingatlah ketika
kamu berkata: 'Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam
makanan saja. Sebab itu, mohon-kanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan
bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu: 'Sayur-sayuran, ketimunnya,
bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya.' Musa berkata: 'Maukah
kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah
kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta.' Lalu
ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan
dari Allah. Hal itu (terjadi) kerana mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah
dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikianlah itu (terjadi)
kerana mereka selalu berbuat derhaka dan melampaui batas. "
(QS. al-Baqarah: 61)
Nabi Musa berjalan bersama
kaumnya menuju Baitul Maqdis. Nabi Musa memerintahkan kaumnya untuk memasukinya
dan memerangi siapa pun yang ada di dalamnya serta berusaha menguasai tempat
itu. Demikianlah telah datang ujian terakhir kepada mereka setelah mereka
menyaksikan mukjizat dan ayat-ayat Allah s.w.t serta hal-hal yang luar biasa.
Telah datang saat ujian kepada mereka untuk berperang - kerana mereka sebagai
orang-orang mukmin - melawan kaum penyembah berhala. Namun kaum Nabi Musa
menolak untuk memasuki tanah suci. Nabi Musa berusaha menyedarkan mereka dengan
menceritakan bagaimana nikmat Allah s.w.t yang turun kepada mereka; bagaimana
Allah s.w.t menjadikan di tengah-tengah mereka para nabi dan menjadikan mereka
raja-raja yang mewarisi kerajaan Fir'aun; dan bagaimana mereka diberi suatu
kekayaan dan anugerah yang tidak dapat didapatkan oleh seseorang pun di dalam
dunia.
Kaum Nabi Musa takut
kepada peperangan dan beralasan bahawa di dalamnya terdapat kaum yang perkasa
dan mereka tidak akan masuk ke tanah suci sehingga orang-orang yang kuat itu
keluar darinya. Kitab-kitab kuno mengatakan bahawa mereka keluar dalam jumlah
enam ratus ribu. Nabi Musa tidak dapat mendapatkan seseorang pun di antara
mereka yang siap melakukan peperangan kecuali dua orang. Kedua orang ini
berusaha untuk menyedarkan kaum agar mereka memasuki tanah suci itu dan
berperang. Mereka berdua berkata: "Sungguh hanya sekadar kalian memasuki
pintu darinya maka kalian akan mendapatkan kemenangan." Tetapi Bani Israil
menampakkan ketakutan dan tubuh mereka tampak gementar.
Pada kali yang lain -
sesuai dengan tabiat mereka - mereka merindukan menyembah berhala ketika
melihat ada kaum yang menyembah berhala. Mereka telah rosak dan mereka telah
kalah dari dalam diri mereka; mereka telah biasa mendapatkan kehinaan sehingga
mereka tidak mampu berperang. Yang tersisa hanyalah, mereka mampu untuk
bersikap tidak sopan pada Nabi Musa as dan kepada Tuhannya. Kaum Nabi Musa
berkata kepadanya dalam kalimat yang terkenal:
"Pergilah kamu
bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk
menanti di sini saja."
(QS. al-Maidah: 24)
Mereka mengucapkan
kata-kata tersebut dengan lantang dan jelas serta tanpa rasa malu. Nabi Musa
mengetahui bahawa kaumnya sangat jauh dari kebaikan. Fir'aun telah mati tetapi
pengaruhnya tetap tertanam dalam jiwa mereka di mana untuk mengubatinya
memerlukan waktu yang lama. Nabi Musa kembali kepada Tuhannya dan
memberitahu-Nya bahawa ia tidak memiliki sesuatu pun kecuali dirinya dan
saudaranya. Nabi Musa berdoa buruk kepada kaumnya agar Allah s.w.t memisahkan
antara dirinya dan mereka. Allah s.w.t menurunkan keputusan-Nya kepada generasi
ini yang telah rosak fitrahnya. Yaitu keputusan yang berupa: mereka disesatkan
selama empat puluh tahun sehingga generasi ini mati atau mereka mencapai usia
senja dan kemudian akan lahir generasi yang baru; generasi yang belum rosak
jiwanya dan mereka akan dapat berperang dan memperoleh kemenangan.
Allah s.w.t berfirman:
"Dan (ingatlah) ketika
Musa berkata kepada kaumnya: 'Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika
Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang
merdeka, dan diberikannya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada
seseorang pun di antara umat-umat yang lain.' Hai kaumku, masuklah ke tanah
suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke
belakang (kerana takut kepada musuh) maka kamu menjadi orang-orang yang rugi.
Mereka berkata: 'Hai Musa, sesungguhnya di dalam negeri itu ada orang-orang
yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya
sebelum mereka keluar darinya. Jika mereka keluar darinya, pasti kami akan
memasukinya.' Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut (kepada
Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: 'Serbulah mereka dengan
melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya nescaya kamu akan
menang. Dan hanya kepada Allah hendaklah kamu bertawakal, jika kamu benar-benar
orang yang beriman.' Mereka berkata: 'Hai Musa, kami sekali-kali tidak
memasukinya selama-lamanya selagi mereka ada di dalamnya, kerana itu pergilah
kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya
duduk menanti di sini saja.' Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, aku tidak menguasai
kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan
orang-orang yang fasik itu. 'Allah berfirman: '(Jika demikian), maha
sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun,
(selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu.
Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik
itu."
(QS. al-Maidah: 20-26)
Dimulailah hari-hari
kesesatan. Mereka melewati tempat yang tertutup. Mereka memulai dari tempat
yang mereka akhiri dan sebaliknya. Alhasil, mereka berjalan tanpa tujuan
sepanjang siang-malam, pagi-sore. Mereka memasuki daratan di daerah Saina'.
Nabi Musa kembali ke tempat yang beliau bertemu di dalamnya untuk pertama
kalinya dengan kalimat- kalimat Allah s.w.t. Bani Israil turun dari at-Thur,
dan Nabi Musa mendaki gunung sendirian. Di sana diturunkan Taurat dan Tuhannya
berdialog dengannya. Sebelum Nabi Musa naik untuk bertemu dengan Tuhannya, ia
menjadikan saudaranya, Harun, sebagai khalifahnya untuk kaumnya. Harun
diangkatnya sebagai wakilnya yang bertanggungjawab untuk mengurus kaumnya. Dan
Musa pun pergi menuju Tuhannya.
Allah s.w.t berfirman:
"Dan telah Kami jadikan
kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan
Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka
sempurnakanlah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan
berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: 'Gantikanlah aku dalam (memimpin)
kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang
membuat kerosakan'"
(QS. al-A'raf: 142)
Orang-orang dahulu
mengatakan bahawa Nabi Musa berpuasa selama tiga puluh hari sepanjang malam dan
siang tanpa mencecah makanan sedikit pun kemudian Nabi Musa tidak ingin untuk
berdialog kepada Tuhannya sementara mulutnya dalam keadaan seperti mulut orang
yang berpuasa. Lalu beliau memakan sedikit dari tanaman bumi dan beliau
mengunyahnya. Tuhannya berkata kepadanya: "Mengapa engkau berbuka?"
Musa menjawab: "Ya Tuhanku, aku tidak ingin berbicara denganmu kecuali
mulutku dalam keadaan baik baunya." Allah s.w.t menjawab: "Tidakkah
engkau mengetahui wahai Musa bahawa mulut orang yang berpuasa di sisi-Ku lebih
baik daripada bau misik. Kembalilah engkau berpuasa selama sepuluh hari
kemudian datanglah kepada-Ku." Nabi Musa as pun melaksanakan perintah-Nya.
Kami tidak mengetahui
secara pasti, mengapa Nabi Musa berpuasa selama empat puluh malam, bukan tiga
puluh hari. Yang kita ketahui bahawa Allah s.w.t menambah sepuluh hari yang
lain. Setelah itu, turunlah Taurat; turunlah kepadanya sepuluh wasiat:
1. Perintah untuk hanya
menyembah kepada Allah s.w.t dan tidak
menyekutukan-Nya.
2. Larangan untuk
bersumpah bohong atas nama Allah s.w.t.
3. Menjaga
kehormatan pada hari Sabtu. Dengan pengertian, memfokuskan hari
Sabtu sebagai hari ibadah.
4. Perintah
untuk menghormati ayah dan ibu.
5. menyedari
bahawa Allah s.w.t yang dapat memberi dan membagi.
6. Janganlah
engkau membunuh.
7. Janganlah
engkau berzina.
8. Janganlah
engkau mencuri.
9. Janganlah
memberikan kesaksian yang palsu.
10. Jangan engkau merasa
tertipu atau terpikat kepada rumah temanmu atau
Isterinya atau budaknya
atau sapinya atau keledainya.
Para ulama salaf
mengatakan bahawa kandungan sepuluh wasiat ini telah terdapat dalam dua ayat
dalam Al-Quran, yaitu dalam firman-Nya:
"Katakanlah: 'Marilah
kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: Janganlah kamu
mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua ibu dan
bapakmu, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu kerana takut kemiskinan.
Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati
perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang tampak di antaranya mahupun yang
tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.' Demikian itu yang
diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahaminya. Dan janganlah kamu
mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga
sampai ia dewasa. Dan sempurnakan takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak
memikulkan beban kepada seseorang melainkan dengan kesanggupannya. Dan apabila
kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah
kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah
kepadamu agar kamu ingat. "
(QS. al-An'am: 151- 152)
Allah s.w.t menceritakan
kepada kita bagaimana keadaan Musa ketika ia pergi untuk menemui janji dengan
Tuhannya. Musa ketika berpuasa selama empat puluh malam bermaksud untuk lebih
mendekat kepada Tuhannya. Ketika Allah s.w.t berdialog dengannya, maka Musa
merasakan cinta yang semakin bergelora kepada Tuhannya. Kami tidak mengetahui
perasaan apa yang ada di hati Musa ketika ia meminta kepada Tuhannya agar dapat
melihatnya. Seringkali cinta yang ada di dalam manusia mendorong dirinya untuk
meminta sesuatu yang mustahil. Lalu bagaimana bayangan Anda terhadap cinta yang
berhubungan dengan cinta kepada Allah s.w.t. Ia adalah hakikat cinta. Kedalaman
perasaan Nabi Musa kepada Tuhannya dan kecintaannya kepada sang Pencipta, semua
ini mendorongnya untuk meminta kepada Allah s.w.t agar dapat melihatnya.
Allah s.w.t berfirman:
"Dan tatkala Musa datang
untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah
berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: 'Ya Tuhanku, tampakkanlah
(diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau.'"
(QS. al- A'raf: 143)
Demikianlah dorongan cinta
dari para pencinta sejati. Musa bertanya dan meminta kepada Tuhannya sesuatu
yang menakjubkan tetapi Allah s.w.t menjawabnya:
"Tuhan berfirman:
'Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku."
(QS. al-A'raf: 143)
Seandainya Allah s.w.t
hanya mengatakan demikian maka ini pun sebagai bentuk keadilan dari-Nya, tetapi
keadaan di sini adalah keadaan cinta Ilahi dari Musa. Dorongan cinta yang
dibalas dengan dorongan cinta. Demikianlah Nabi Musa mendapatkan rahmat dari
Tuhannya. Allah s.w.t memberitahunya bahawa ia tidak akan mampu melihat-Nya
kerana tak satu pun dari makhluk yang tidak dapat "menangkap cahaya"
dari Allah s.w.t. Allah s.w.t memerintahkannya agar melihat gunung, dan jika gunung
itu masih menetap di tempatnya maka ia akan dapat melihat Tuhannya.
Allah s.w.t berfirman:
"Tetapi lihatlah ke
bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) nescaya kamu
dapat melihat-Ku. Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu,
dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pengsan.
(QS. al-A'raf: 143)
Tiada seorang pun yang
dapat "menangkap" cahaya Allah s.w.t. Nabi Musa mengetahui hakikat
ini dan menyaksikan sendiri. Ash'aq adalah al-Maut (kematian) atau al-Ighma'
(keadaan tidak sedarkan diri atau pengsan). Kami tidak mengetahui bagaimana
keadaan yang dialami Nabi Musa ketika ia kehilangan kehidupannya atau
kesedarannya.
"Maka setelah Musa
sedar kembali, dia berkata: 'Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan
aku orang yang pertama-tama beriman.'"
(QS. al-A'raf: 143)
Para mufasir klasik cukup
serius meneliti dan memperbincangkan ayat- ayat ini. Misalnya, mereka
bertanya-tanya: bagaimana Nabi Musa meminta kepada Allah s.w.t agar dapat
melihat-Nya, padahal ia tahu bahawa itu adalah hal yang tidak mungkin atau
mustahil. Mereka berselisih pendapat dalam hal itu dan saling adu argumentasi.
Mu'tazilah memiliki pendapat yang lain dan Ahlusunah pun memiliki pendapat yang
lain lagi. Pokok pembicaraan semuanya berkisar pada: bagaimana seorang nabi
tidak mengetahui - padahal ia adalah makhluk Allah s.w.t yang paling dekat
dengan-Nya - bahawa melihat Allah s.w.t adalah hal yang sangat mustahil?
Kami kira bahawa sikap
Nabi Musa tersebut menggambarkan puncak cinta dan kedalaman dari hatinya, yang
ini merupakan gambaran yang tinggi dari sejarah yang dilalui oleh Nabi Musa.
Kita sekarang berada di hadapan puncak cinta kepada Allah s.w.t. Dan seorang
pencinta tidak menginginkan selain melihat "wajah" kekasihnya. Menurut
logik akal bahawa melihat Allah s.w.t adalah hal yang mustahil, tetapi kapan
cinta pernah peduli dengan logik itu. Nabi Musa terdorong untuk mendapatkan
pengalaman baru yaitu suatu pengalaman yang kayaknya ia sengaja melakukannya
untuk mewakili kita semua. Nabi Musa nekad dan mendorong kita untuk meminta. Ia
lebih dahulu merasakan keadaan tidak sedarkan diri dan ia telah membuktikan
kepada kita dengan tubuhnya yang mulia dan rohnya yang suci bahawa tak seorang
pun dapat "menangkap" cahaya Allah s.w.t. Nabi Musa dalam keadaan tak
sedarkan diri lalu ketika bangun ia memuja-muja Allah s.w.t dan bertaubat serta
meminta ampun kepadaNya:
"Dia berkata: 'Maha
Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau.'"
(QS. al-A'raf: 143)
Mengapa Nabi Musa
bertaubat? Orang-orang sufi berkata: Ia bertaubat dari dorongan cinta yang
besar di mana ia meminta sesuatu yang mustahil, padahal ia menyedari itu adalah
mustahil. Ini adalah tafsiran yang memuaskan yang didukung oleh konteks
ayat-ayat tersebut. Perhatikanlah ayat-ayat (tanda-kebesaran) Allah s.w.t dan
bagaimana Dia mengingatkan Musa terhadap apa-apa yang diterimanya dari berbagai
macam nikmat. Allah s.w.t berkata kepada Musa:
"Hai Musa, sesungguhnya
Aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa
risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku. Sebab itu, berpegang
teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk
orang-orang yang bersyukur. Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh
(Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu;
maka (Kami berfirman): 'Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu
berpegang kepada (perintah-perintahnya) dengan sebaik-baiknya.'"
(QS. al-A'raf: 144-145)
Ahli tafsir memperhatikan
firman Allah s.w.t kepada Musa: "Sesungguhnya Aku memilih (melebihkan)
kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk
berbicara langsung dengan-Ku."
Kemudian dilakukanlah
perbandingan antara Nabi Musa dan nabi-nabi yang lain. Dikatakan bahawa
pemilihan ini dikhususkan hanya kepadanya dan di zamannya saja, dan tidak
berlaku di zaman sebelumnya kerana ada Nabi Ibrahim di zaman itu, sedangkan
Nabi Ibrahim lebih baik dari Nabi Musa. Begitu juga pemilihan ini tidak berlaku
pada zaman setelahnya kerana ada Nabi Muhammad bin Abdullah saw dan ia lebih
baik dari mereka berdua.
Kami ingin menghindari
perdebatan ini, bukan kerana kami percaya bahawa semua nabi sama. Memang Allah
s.w.t memberitahu kita bahawa Dia mengutamakan sebahagian nabi atau sebahagian
yang lain dan mengangkat darjat sebahagian mereka atau sebahagian yang lain,
tetapi pengutamaan ini adalah hal yang tidak boleh kita sentuh. Hendaklah kita
beriman kepada seluruh nabi dan kita harus menunjukkan penghormatan kita kepada
mereka semua. Adalah bukan hal yang sopan jika kita mencuba
membanding-bandingkan di antara para nabi. Yang utama adalah, hendaklah kita
meyakini dan mengimani mereka semua. Akhirnya, selesailah perjumpaan Musa
dengan Tuhannya. Kemudian Nabi Musa kembali kepada kaumnya dalam keadaan marah
dan jengkel. Di alam wujud tidak ada seorang manusia yang memiliki kelembutan
dan kerelaan hati yang begitu besar seperti Nabi Musa, tetapi ia diberitahu
oleh Tuhannya bahawa kaumnya telah menyimpang dari jalannya. Oleh kerana itu,
ia kembali dalam keadaan marah dan jengkel kepada mereka. Allah s.w.t
berfirman:
"Mengapa kamu datang
lebih cepat daripada kaummu, hai Musa? Berkata Musa: 'Itulah mereka sedang
menyusuli aku dan aku bersegera kepada-Mu, ya Tuhanku, agar supaya Engkau redha
(kepadaku). Allah berfirman: 'Maka sesungguhnya, Kami telah menguji kaummu
sesudah kamu tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri. Kemudian Musa
kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. "
(QS. Thaha: 83-86)
Musa turun dari gunung dan
membawa papan Taurat. Rasa-rasanya hatinya mendidih dan jengkel. Kita dapat
membayangkan bagaimana emosi yang membakar Nabi Musa saat ia mengayunkan
langkahnya menuju kaumnya. Betapa tidak, belum lama Nabi Musa meninggalkan
kaumnya dan menemui Tuhannya, mereka mendapatkan fitnah melalui Samiri. Fitnah
ini adalah, bahawa Bani Israil - ketika keluar dari Mesir - membawa
banyak dari harta perhiasan orang-orang Mesir dan emas-emas mereka. Mereka
mengambilnya untuk mereka memanfaatkan dalam pesta perayaan mereka. Kemudian
mereka selamat kerana mukjizat pembelahan lautan di mana lautan menenggelamkan
Fir'aun dan tenteranya sehingga harta mereka yang berupa emas dimiliki oleh
Bani Israil.
Harun mengetahui bahawa
emas tersebut bukan milik mereka lalu Harun memintanya dari mereka dan
menimbunnya di tanah. Bani Israil tidak memerlukannya kerana saat ini mereka
sedang tersesat. Mereka berjalan di tengah-tengah gurun sehingga tidak
bermanfaat bagi mereka emas- emas itu. Harun, saudara kandung Musa, menggali
tanah dan meletakkan emas-emas itu lalu menimbunkan di atasnya tanah. Samiri
melihat apa yang dilakukan oleh Harun. Setelah itu, dia mengeluarkannya dan
membuat sebuah patung sapi yang menyerupai sapi Ibis sesembahan orang-orang
Mesir. Samiri adalah seorang pemahat yang mahir. Dia mampu membuat anak sapi
yang menarik di mana ketika dia meletakkannya di arah angin maka akan masuk
darinya udara dari celah bahagian belakangnya lalu keluar dari hidungnya.
Samiri membuat suara yang menyerupai suara sapi yang sebenamya.
Konon, rahsia kehebatan
sapi ini adalah kerana Samiri telah mengambil segenggam tanah yang dilalui
Jibril ketika ia turun ke bumi dalam peristiwa mukjizat pembelahan laut. Yakni
Samiri melihat sesuatu yang tidak dilihat oleh kaum Nabi Musa. Kemudian dia mengambil
segenggam tanah dari bekas yang dilalui seorang utusan (Jibril) dan
meletakkannya bersama emas. Samiri membuat darinya anak sapi. Jibril as tidak
berjalan di atas sesuatu kecuali sesuatu itu menjadi hidup. Ketika Samiri
menambahkan tanah itu ke emas lalu membuat darinya anak sapi maka anak sapi itu
dapat bersuara seperti anak sapi yang sebenarnya. Demikianlah kisah Samiri.
Kita mengetahui sekarang bahawa jika tanah ditambahkan ke emas dan melebur maka
tanah itu akan terpisah dari emas dan akan meninggalkan bekas (lubang) di
tempat terpisahnya itu. Diduga kuat bahawa Samiri menggunakan tanah itu seperti
tanah yang lain dalam usaha untuk mengeringkan bahagian dalam dari anak sapi di
mana patung itu berubah menjadi patung yang mempunyai suara.
Setelah itu, Samiri keluar
menemui Bani Israil dengan membawa apa yang dibuatnya. Mereka bertanya
kepadanya: "Apa ini, hai Samiri?" Ia menjawab: "Ini adalah tuhan
kalian dan tuhan Musa." Mereka berkata: "Bukankah Musa sedang menemui
Tuhannya?" Samiri menjawab: "Musa telah lupa ia pergi untuk menemui
tuhannya di sana, padahal sebenarnya tuhannya ada di sini." Akhirnya, Bani
Israil menyembah anak sapi ini.
Barangkali pembaca akan
merasa hairan terhadap fitnah ini. Bagaimana akal kaum itu dapat tunduk sampai
pada keadaan seperti ini? Bukankah mereka telah menyaksikan mukjizat yang
besar? Bagaimana mereka dengan mudah menyembah berhala? Kebingungan tersebut
segera hilang ketika kita lihat keadaan kejiwaan kaum yang menyembah anak sapi
itu. Mereka telah terdidik di Mesir pada saat mereka menyembah berhala dan
sangat mengkultuskan anak sapi Ibis. Mereka terdidik di bawah kehinaan dan
perbudakan sehingga jiwa mereka menjadi ternoda dan fitrah mereka menjadi
tercemar. Mereka menyaksikan mukjizat-mukjizat dari Allah s.w.t tetapi mukjizat
itu berbenturan dengan jiwa-jiwa yang putus asa. Mukjizat ini tidak mampu
memuaskan mereka untuk mempercayai kebenaran. Mereka masih saja dihinggapi
keinginan untuk menyembah berhala. Mereka adalah para penyembah berhala seperti
tokoh-tokoh Mesir yang dahulu. Oleh kerana itu, mereka menyembah anak sapi.
Sikap mereka ini tidak terlalu mengagetkan kita. Sebab, setelah mereka
menyaksikan mukjizat pembelahan lautan, mereka melihat suatu kaum yang
menyembah berhala, lalu mereka minta kepada Nabi Musa agar menjadikan tuhan
bagi mereka seperti kaum yang menyembah berhala itu.
Jadi, masalahnya adalah
masalah klasik. Pada hakikatnya, hasrat untuk menyembah berhala bererti
menyembah berhala itu sendiri. Apa yang dilakukan Samiri adalah, ia
memanfaatkan kerinduan kaum untuk menyembah berhala. Kemudian Samiri memilih
agar anak sapi yang diciptakannya berbentuk emas kerana ia mengetahui bahawa
umumnya Bani Israil lemah (mudah terpedaya) pada emas. Akhirnya, fitnah yang
ditimbulkan oleh Samiri tersebar di sana sini. Harun sangat terpukul ketika
mengetahui Bani Israil menyembah anak sapi dari emas. Mereka terbagi menjadi
dua kelompok: minoriti dari mereka beriman dan mengetahui bahawa ini adalah
tipu daya dan kebohongan semata, sedangkan majoriti mereka mengingkari Harun
dan tetap melampiaskan kerinduan mereka untuk menyembah berhala. Harun berdiri
di tengah- tengah kaumnya dan mulai menasihati mereka. Ia berkata kepada
mereka: "Sesungguhnya kalian tertipu dengannya. Ini adalah fitnah
(godaan). Samiri telah memanfaatkan kebodohan kalian dengan menciptakan anak
sapi itu. Lembu itu bukan tuhan kalian dan bukan juga tuhan Musa:
"Sesungguhnya
Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka ikutilah ahu dan taatilah
perintahku."
(QS. Thaha: 90)
Para penyembah anak sapi
menolak nasihat Harun. Kelompok orang- orang yang bodoh itu tidak mahu lagi
menerima nasihat. Harun kembali memperingatkan mereka dan menceritakan kembali
kepada mereka bagaimana mukjizat-mukjizat Allah s.w.t dapat menyelamatkan mereka,
dan bagaimana Allah s.w.t memuliakan dan menjaga mereka. Tetapi mereka menutup
telinga dan menolak segala nasihatnya. Mereka justru melemahkan posisi Harun
dan nyaris saja membunuhnya. Adalah jelas bahawa Harun lebih lemah daripada
Musa, sehingga para kaum tidak takut lagi. Harun khuatir jika ia menggunakan
kekuatan dan menghancurkan berhala-berhala yang mereka sembah, maka akan
terjadi fitnah di tengah-tengah kaum dan akan tercipta perang saudara.
Akhirnya, Harun memilih untuk menunda hal itu sampai kedatangan Musa. Harun
mengetahui bahawa Musa seorang yang kuat yang mampu mengatasi fitnah ini tanpa
harus menumpahkan darah. Sementara itu, Bani Israil terus menari di sekitar
anak sapi. Samiri - mudah-mudahan Allah s.w.t melaknatnya - adalah penyebab fitnah
ini, dan ia menari-nari serta berputar-putar di sekeliling berhala.
Al-Qurthubi dalam
tafsirnya pada juz kesebelas menyebutkan fitnah yang timbulkan oleh Samiri.
Qurthubi berkata: "Imam Abu Bakar at-Thurthusi ditanya: "Apa yang
dikatakan oleh pemimpin kita al-Faqih tentang kelompok lelaki yang memperbanyak
zikrullah dan menyebut Muhammad saw. Sebahagian mereka menari-nari sehingga
pengsan. Mereka menghadirkan sesuatu dan memakannya. Apakah hadir bersama
mereka boleh atau tidak? Berilah kami fatwa, mudah-mudahan engkau diberi
pahala." Qurthubi menjawab pertanyaan ini dengan menukil penjelasan
gurunya: "Mazhab sufi (yang beliau maksudkan adalah orang-orang yang
menari-nari yang dipraktikkan oleh sebahagian aliran sufi untuk mengekspresikan
zikir) berdasarkan kebodohan dan kesesatan serta sesuatu yang sia-sia. Islam
hanya berdasarkan Kitab Allah s.w.t dan sunah Rasul-Nya. Praktik tari-tarian
seperti itu adalah sesuatu yang pertama kali diciptakan oleh pengikut-pengikut
Samiri ketika mereka menjadikan anak sapi sebagai tuhan mereka. Mereka
menari-nari di sekitarnya dan berkumpul di situ. Itu adalah agama kekufuran dan
penyembahan terhadap anak sapi."
Nabi saw duduk bersama
sahabatnya dan seakan-akan di atas kepala mereka terdapat burung, kerana saking
hormatnya mereka terhadap beliau. Hendaklah penguasa dan wakilnya mencegah
orang-orang itu untuk hadir di masjid dan selainnya. Dan tidak diperkenankan
bagi seorang pun yang beriman kepada Allah s.w.t dan hari kemudian untuk hadir
bersama orang-orang itu atau membantu kebatilan mereka. Ini adalah pendapat
mazhab Malik, Abu Hanifah, Syafi'i, Ahmad bin Hambal, dan lain-lain dari para
imam kaum Muslim.
Demikianlah pernyataan
al-Qurthubi berkaitan dengan masalah tersebut. Anda dapat membayangkan sejauh
mana kecemerlangan fikirannya dan sejauh mana ketakwaannya. Selanjutnya, kita
kembali kepada kisah Nabi Musa. Nabi Musa turun dari gunung untuk kembali
menemui kaumnya. Kemudian ia mendengar teriakan kaum saat mereka menari-nari di
sekitar anak sapi. Kaum itu berhenti ketika melihat Nabi Musa muncul di depan
mereka. Dan tiba-tiba keheningan menyelimuti mereka. Nabi Musa berteriak dan
berkata:
"Dan tatkala Musa telah
kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati, berkatalah dia: 'Alangkah
buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku!'"
(QS. al-A'raf: 150)
Musa berjalan menuju ke
Harun, lalu ia meletakkan papan Taurat dengan tangannya di atas tanah.
Tampaknya api kemarahan telah membakamya. Musa memegang Harun dari rambut
kepalanya sampai rambut janggutnya sambil berkata:
"Hai Harun, apa
yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat, (sehingga) kamu
tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja) menderhakai
perintahku?"
(QS. Thaha: 92-93)
Musa bertanya,
"Apakah Harun tidak mentaati perintahnya, bagaimana ia mendiamkan fitnah
ini; bagaimana ia tetap bersama mereka dan tidak meninggalkan mereka serta
berlepas diri dari perbuatan mereka; bagaimana ia tetap diam dan tidak berusaha
melawan mereka, bukankah orang yang diam atau membiarkan suatu kesalahan itu
bertanda bahawa ia merestuinya atau bahagian dari kesalahan itu?"
Keheningan semakin meningkat ketika gelora api kemarahan Musa semakin membara.
Harun berbicara kepada Musa dan meminta kepadanya untuk melepaskan kepalanya
dan janggutnya kerana mereka berdua berasal dari ibu yang satu. Harun
mengingatkan Musa akan kedekatan hubungannya melalui ibu, bukan melalui ayah
agar hal itu lebih dapat membuat Musa merasa kasihan kepadanya:
"Harun menjawab:
'Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula)
kepalaku.'"
(QS. Thaha: 94)
Harun memberi pengertian
kepada Musa bahawa ia sama sekali tidak bermaksud menentang perintahnya, dan ia
pun tidak menunjukkan sikap merestui penyembahan anak sapi, tetapi ia khuatir
jika ia meninggalkan mereka dan pergi lalu Musa bertanya kepadanya, mengapa ia
tidak tetap tinggal bersama mereka? Mengapa seorang yang bertanggungjawab
kepada mereka justru meninggalkan mereka? Di samping itu, ia juga khuatir jika
ia memerangi mereka dengan kekerasan maka terjadi peperangan di antara mereka.
Lalu Musa akan bertanya kepadanya, mengapa ia membikin perpecahan di antara
mereka dan mengapa ia tidak menunggu kembalinya Musa:
No comments:
Post a Comment