Monday, 9 January 2017

Wali Paidi 30


Diceritakan pada beberapa edisi yg lalu tentang perjalanan (salik) nya wali paidi ketika mondok disebuah pesanten, cerita kilas balik sejarah asal mula sosok wali paidi, dan sekarang penulis akan mengisahkan sepotong cerita masa kecil wali paidi....
***
Berjalanlah dg menunduk seorang kiai kampung yg sudah sepuh, tampak sarung BHS nya yg lusuh pemberian orang 5 tahun yg lalu dan baju takwa yg sudah tidak bisa dibilang putih menghiasi tubuhnya yg ringkih kiai ini menuju musholla sederhana yg berada disamping rumahnya, kiai ini mendengar suara tangisan seorang anak kecil yg begitu menyayat hati dari dalam kamarnya ketika sholat dhuha, setelah mencarinya ternyata suara itu berasal dari dalam musholla disamping rumahnya
Kiai sepuh ini dg agak gemetar memasuki musholla, setelah membuka pintu pagar dari kayu yg sudah lapuk, kiai ini masuk kedalam, dilihatnya ada anak kecil yg bersandarkan dinding duduk bersila dg memangku sebuah alqur'an, tampak pundak anak kecil terlihat berguncang-guncang karena menahan tangisannya yg memilukan kiai sepuh ini mendekati anak tersebut, setelah dekat barulah kiai sepuh ini mengenali siapa anak ini
" lho, nak paidi....mengapa kok nangis begitu.." ucap kiai dg memegang pundak paidi kecil
" ini mbah, dalam surat albaqoroh diterangkan kalau kayu bakar neraka itu adalah para manusia...." ucap paidi kecil dg suara terbata-bata 
" nak....kamu kan masih kecil, kamu masih suci, kamu gak akan masuk neraka..." ucap kiai menghibur dg suara bergetar paidi kecil ini menjawab :
" mbah, kalau panjenengan pernah lihat tungku pembakaran, pasti yg dimasukkan ke tungku pertama kali untuk menyalakan api adalah ranting-ranting kecil ..."
paidi kecil menunduk, terdengar suara tangisannya semakin keras, tampak qur'an yg dipangkunya basah terkena air matanya
kiai sepuh ini gemetar kakinya mendengar jawaban paidi kecil, dan kiai sepuh ini jatuh terduduk, kiai sepuh ini menangis sesunggukan....
" ya Allah.....astagfirullah....." rintih kiai sepuh 
paidi kecil terkejut, serta merta dia merangkul kiai sepuh, dia merasah bersalah karena menyebabkan kiai sepuh besedih, jadilah keduanya saling bertangis-tangisan.....
" mbah...njenengan gak usah bersedih, saya tahu dan bersedia menjadi saksi kalau mbah kiai adalah orang yg baik, dan saya yakin kalau mbah kiai kelak terhindar dari api neraka..." ucap paidi kecil menghibur 
dg masih menangis kiai sepuh ini menjawab :
" nak....dalam tungku pembakaran, kayu yg paling lama dan terakhir dibakar adalah kayu bongkotan, kayu yg sudah tua seperti aku ini....."
tidak bisa dicegah pecahlah tangisan kedua, mereka saling berangkulan dan sama-sama menangis, pemandangan yg begitu menyayat hati......
esok harinya kiai sepuh ini sakit, kiai sepuh tiada henti- hentinya menangis, kalau ditanya orang-orang yg menjenguknya mengapa kiai tiada berhenti menangis, kiai hanya menggelengkan kepala dan terus menangis satu minggu kemudian mbah kiai ini dipanggil yg maha kuasa.....

Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un....

BERSAMBUNG …

No comments:

Post a Comment