Diceritakan
pada beberapa edisi yg lalu tentang perjalanan (salik) nya wali paidi ketika
mondok disebuah pesanten, cerita kilas balik sejarah asal mula sosok wali
paidi, dan sekarang penulis akan mengisahkan sepotong cerita masa kecil wali
paidi....
***
Berjalanlah
dg menunduk seorang kiai kampung yg sudah sepuh, tampak sarung BHS nya yg lusuh
pemberian orang 5 tahun yg lalu dan baju takwa yg sudah tidak bisa
dibilang putih menghiasi tubuhnya yg ringkih kiai ini menuju musholla sederhana
yg berada disamping rumahnya, kiai ini mendengar suara tangisan seorang anak
kecil yg begitu menyayat hati dari dalam kamarnya ketika sholat dhuha, setelah
mencarinya ternyata suara itu berasal dari dalam musholla disamping rumahnya
Kiai
sepuh ini dg agak gemetar memasuki musholla, setelah membuka pintu pagar dari
kayu yg sudah lapuk, kiai ini masuk kedalam, dilihatnya ada anak kecil yg
bersandarkan dinding duduk bersila dg memangku sebuah alqur'an, tampak pundak
anak kecil terlihat berguncang-guncang karena menahan tangisannya yg memilukan
kiai sepuh ini mendekati anak tersebut, setelah dekat barulah kiai sepuh ini
mengenali siapa anak ini
"
lho, nak paidi....mengapa kok nangis begitu.." ucap kiai dg memegang
pundak paidi kecil
"
ini mbah, dalam surat albaqoroh diterangkan kalau kayu bakar neraka itu adalah
para manusia...." ucap paidi kecil dg suara terbata-bata
"
nak....kamu kan masih kecil, kamu masih suci, kamu gak akan masuk
neraka..." ucap kiai menghibur dg suara bergetar paidi kecil ini menjawab
:
"
mbah, kalau panjenengan pernah lihat tungku pembakaran, pasti yg dimasukkan ke
tungku pertama kali untuk menyalakan api adalah ranting-ranting kecil ..."
paidi
kecil menunduk, terdengar suara tangisannya semakin keras, tampak qur'an yg
dipangkunya basah terkena air matanya
kiai
sepuh ini gemetar kakinya mendengar jawaban paidi kecil, dan kiai sepuh ini
jatuh terduduk, kiai sepuh ini menangis sesunggukan....
"
ya Allah.....astagfirullah....." rintih kiai sepuh
paidi
kecil terkejut, serta merta dia merangkul kiai sepuh, dia merasah bersalah
karena menyebabkan kiai sepuh besedih, jadilah keduanya saling
bertangis-tangisan.....
"
mbah...njenengan gak usah bersedih, saya tahu dan bersedia menjadi saksi kalau
mbah kiai adalah orang yg baik, dan saya yakin kalau mbah kiai kelak terhindar
dari api neraka..." ucap paidi kecil menghibur
dg
masih menangis kiai sepuh ini menjawab :
"
nak....dalam tungku pembakaran, kayu yg paling lama dan terakhir dibakar adalah
kayu bongkotan, kayu yg sudah tua seperti aku ini....."
tidak
bisa dicegah pecahlah tangisan kedua, mereka saling berangkulan dan sama-sama
menangis, pemandangan yg begitu menyayat hati......
esok
harinya kiai sepuh ini sakit, kiai sepuh tiada henti- hentinya menangis, kalau
ditanya orang-orang yg menjenguknya mengapa kiai tiada berhenti menangis, kiai
hanya menggelengkan kepala dan terus menangis satu minggu kemudian mbah kiai
ini dipanggil yg maha kuasa.....
Inna
lillahi wa inna ilaihi roji'un....
BERSAMBUNG …
No comments:
Post a Comment