Borobudur merupakan Candi Budha yang terletak di di
Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Tepatnya
sekitar 100 km di sebelah barat daya Semarang, atau 86 km di sebelah barat
Surakarta, atau 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta.
Meski banyak buku-buku yang ditemukan membahas tentang
Candi Borobudur, namun belum diketahui secara pasti kapan candi ini didirikan.
Kajian tentang waktu pembangunan candi menemukan bukti bahwa candi ini dibangun
pada akhir abad ke-8 sampai awal abad ke-9. Ini dianalisis dari
prasasti-prasasti disekitar candi berupa tulisan singkat yang di pahatkan di
atas pigura relief kaki asli Candi Borobudur.
Kesimpulan tersebut di atas itu ternyata sesuai benar
dengan dengan kerangka sejarah Indonesia pada umumnya dan juga sejarah yang
berada di daerah jawa tengah pada khususnya periode antara abad ke 8 dan
pertengahan abad ke 9 di terkenal dengan abad Emas Wangsa Syailendra kejayaan
ini di tandai di bangunnya sejumlah besar candi yang di lereng-lereng gunung
kebanyakan berdiri khas bangunan hindu sedangkan yang bertebaran di
dataran-dataran adalah khas bangunan Budha tapi ada juga sebagian khas Hindu.
Dengan demikian dapat di tarik kesimpulan bahwa Candi
Borobudur di bangun oleh bangsa Syailendra yang terkenal dalam sejarah karena
karena usaha untuk menjunjung tinggi dan mengagungkan agama Budha Mahayana.
Tahap Pembangunan Borobudur
Tahap Pertama sekitar tahun 775 Masehi. Pada awalnya
dibangun tata susun bertingkat. Sepertinya dirancang sebagai piramida berundak,
tetapi kemudian diubah. Sebagai bukti ada tata susun yang dibongkar. Dibangun
tiga undakan pertama yang menutup struktur asli piramida berundak dan
penambahan dua undakan persegi, pagar langkan dan satu undak melingkar yang
diatasnya langsung dibangun stupa tunggal.
Tahap Kedua sekitar tahun 790 Masehi. Banyak arkeolog
menduga perancangan Candi Borobudur sekarang ini didasarkan pada perancangan
awal candi tersebut. Perancangan awal Borobudur ditengarai adalah stupa tunggal
yang sangat besar memahkotai puncaknya yang membahayakan tubuh dan kaki
sehingga memutuskan untuk membongkar stupa raksasa diganti dengan tiga barisan
stupa kecil dan stupa induk seperti sekarang ini. Pada periode ini bersamaan
dengan pembangunan Candi Kalasan,tahap kedua Lumbung tahap kedua dan
Sojiwan.tahap pertama.
Tahap Ketiga sekitar tahun 810 Masehi. Terjadi
perubahan rancang bangun, undak atas lingkaran dengan stupa tunggal induk besar
dibongkar dan diganti tiga undak lingkaran. Stupa-stupa yang lebih kecil
dibangun berbaris melingkar pada pelataran undak-undak ini dengan satu stupa
induk yang besar di tengahnya. Karena alasan tertentu pondasi diperlebar,
dibangun kaki tambahan yang membungkus kaki asli sekaligus menutup relief
Karmawibhangga. Para arkeolog menduga bahwa Borobudur semula dirancang berupa stupa
tunggal yang sangat besar memahkotai batur-batur teras bujur sangkar. Karena
itulah diputuskan untuk membongkar stupa induk tunggal yang besar dan
menggantikannya dengan teras-teras melingkar yang dihiasi deretan stupa kecil
berterawang dan hanya satu stupa induk. Untuk menopang agar dinding candi tidak
longsor maka ditambahkan struktur kaki tambahan yang membungkus kaki asli.
Struktur ini adalah penguat dan berfungsi bagaikan ikat pinggang yang mengikat
agar tubuh candi tidak ambrol dan runtuh keluar, sekaligus menyembunyikan
relief Karmawibhangga pada bagian Kamadhatu. Pada periode tahap ketiga ini
bersamaan dengan dibangunnya Candi Kalasan III, Sewa III, Lumbung III, Sojiwan
II
Tahap Keempat sekitar tahun 835 Masehi. Ada perubahan
kecil seperti penyempurnaan relief, penambahan pagar langkan terluar, perubahan
tangga dan pelengkung atas gawang pintu, serta pelebaran ujung kaki. Pada tahun
835 Masehi bersamaan dengan pembangunan Candi Gedong Songo tahap pertama,
Sambisari, Badut tahap pertama, Kuning, Banon, Sari dan Plaosan.
Setelah selesai dibangun, selama seratus lima puluh
tahun, Borobudur merupakan pusat ziarah megah bagi penganut Budha. Keagungan
Candi Borobudur tidak bisa dilepaskan dari tangan dingin perancang bangunan
tersebut yaitu Gunadharma. Tetapi dengan runtuhnya Kerajaan Mataram sekitar
tahun 930 M, pusat kekuasaan dan kebudayaan pindah ke Jawa Timur dan Borobudur
pun hilang terlupakan karena gempa dan letusan Gunung Merapi, candi itu melesat
mempercepat keruntuhannya. Sedangkan semak belukar trofis tumbuh menutupi
Borobudur dan pada abad-abad selanjutnya lenyap ditelan sejarah.
Kemenangan Inggris terhadap Belanda dalam memperebutkan
Pulau Jawa membawa pengaruh besar terhadap perubahan yang terjadi di Pulau
Jawa. Dibawah kekuasaan Pemerintahan Kerajaan Inggris pada kurun 1811 hingga
1816, Sir Thomas Stamford Raffles menjabat Letnan Gubernur di Pulau Jawa.
Minatnya yang dalam terhadap kesenian Jawa kuno dan membuat catatan mengenai
sejarah kebudayaan Jawa dikumpulkannya dan perjumpaannya dengan rakyat setempat
dalam perjalanannya keliling Jawa. Tahun 1814 ketika melakukan kunjungan kerja
di Semarang, beliau mendapatkan kabar tentang keberadaan sebuah monument besar
terdapat di dalam hutan dekat desa Bumisegoro.
Melalui utusannya HC Cornelius seorang insinyur Belanda
berhasil membersihkan lapisan tanah yang mengubur bangunan ini. HC Cornelius
melaporkan penemuannya kepada Sir Thomas Stamford Raffles dalam bentuk sketsa
Candi Borobudur. Meskipun penemuan ini hanya bersifat awal Sir Thomas Stamford Raffles
dianggap berjasa menjadi pemrakarsa atas penemuan kembali monumen ini. Pada
1873, monograf pertama dan penelitian lebih detil atas Borobudur diterbitkan,
dilanjutkan edisi terjemahannya dalam bahasa Perancis setahun kemudian.
Keagungan Candi Borobudur sempat hilang tertimbun tanah
selama berabad-abad akibat erupsi Gunung Merapi. Gundukan tanah telah ditumbuhi
semak belukar sehingga menyerupai bukit yang tidak terurus. Banyak misteri yang
menyelimuti alasan kenapa setelah erupsi Candi Borobudur ditelantarkan oleh
banyak orang. Periode 928 sampai dengan 1006, Raja Mpu Sindok hijrah ke kawasan
Jawa Timur setelah serangkaian bencana alam vulkanik. Tahun 1976 sejarawan
Seokmono membuat kesimpulan popular bahwa candi ini mulai benar-benad
ditinggalkan sejak penduduk sekitar beralih keyakinan agama Islam pada abad
ke-15. Banyak cerita sebelum diketemukan kembali tentang keberadaan Candi
Borobudur, melalui dongeng rakyat keagungan Candi Borobudur menjadi kisah yang
bersifat takhayul yang selalu dikaitkan dengan nasib sial penuh kemalangan dan
penderitaan. Melalui cerita rakyat pada waktu itu, Bukit Redi Borobudur menjadi
semacam tempat yang membuat sial keluarga kerajaan Mataram. Pada tahun 1757
Pangeran Monconagoro mengunjungi bukit ini dan meninggal sehari setelah
mengunjungi bukit ini. Dalam kepercayaan Jawa pada masa Mataram Islam,
reruntuhan bangunan percandian dianggap sebagai tempat bersemayamnya roh halus
dan dianggap wingit (angker) sehingga dikaitkan dengan kesialan atau kemalangan
yang mungkin menimpa siapa saja yang mengunjungi dan mengganggu situs ini.
Meskipun secara ilmiah diduga, mungkin setelah situs ini tidak terurus dan
ditutupi semak belukar, tempat ini pernah menjadi sarang wabah penyakit seperti
demam berdarah atau malaria.
Dua tahun setelah Krakatau meletus tepatnya pada tahun
1885 Candi Borobudur kembali menarik perhatian masyarakat umum, melalui Ketua
Masyarakat Arkeologi Yogyakarta Yzerman menemukan bagian kaki candi yang
tersembunyi. Didasarkan atas penemuan ini, pemerintah Hindia Belanda mengambil
kebijakan untuk menjaga kelestarian monumen ini, tahun 1900 pemerintahan
membentuk komisi tiga yang terdiri dari Brandes, seorang sejarawan seni,
Theodoor van Erp, seorang insinyur yang juga anggota tentara Belanda, dan Van
de Kamer, insinyur ahli konstruksi bangunan dari Departemen Pekerjaan Umum.
Kurun waktu 1902-1911 komisi ini melakukan pemugaran
diawali dengan mengajukan proposal tiga langkah rencana pelestarian Borobudur
kepada pemerintah Hindia Belanda. Langkah pertama mengatur kembali sudut-sudut
bangunan serta memindahkan batu yang membahayakan batu lain. Langkah kedua
memagari halaman candi serta memperbaiki dan memlihara saluran sistem drainase,
untuk langkah ketiga atau terakhir semua batuan lepas dan longgar harus
dipindahkan, monumen ini dibersihkan hingga pagar langkan pertama, batu yang
rusak dipindahkan dan stupa utama dipugar.
Kemudian pada tahun 1975-1982 pemerintah Indonesia
melakukan pemugaran Candi Borobudur. Badan dunia UNESCO turut membantu dalam
pemugaran candi tersebut dengan melakukan renovasi yang menghabiskan biaya
7.000.000 dollar AS dan melibatkan 600 orang lebih.
Setelah renovasi pada tahun 1991, UNESCO kemudian
memasukan Candi Borobudur dalam jajaran keajaiban dunia. Candi ini masuk dalam
kategori budaya yang merepresentasikan beberapa kriteria mewakili mahakarya
kretivitas manusia yang jenius, menampilkan pertukaran penting dalam
nilai-nilai manusiawi dalam rentang waktu tertentu di dalam suatu wilayah
budaya di dunia, dalam pembangunan arsitektur dan teknologi, seni yang
monumental, perencanaan tata kota dan rancangan lansekap serta mencakup karya
seni sastra yang memiliki makna universal yang luar biasa.
Pencapaian ini menjadi titik kebangkitan Borobudur dan
menjadi wisata andalan Yogyakarta. Berbagai wisatan domestik maupun mancanegara
beratangan untuk melihat warisan leluhur ini.
No comments:
Post a Comment