Saturday 10 December 2016

Sejarah Berdirinya Candi Borobudur



Borobudur merupakan Candi Budha yang terletak di di Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Tepatnya sekitar 100 km di sebelah barat daya Semarang, atau 86 km di sebelah barat Surakarta, atau 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta.
Meski banyak buku-buku yang ditemukan membahas tentang Candi Borobudur, namun belum diketahui secara pasti kapan candi ini didirikan. Kajian tentang waktu pembangunan candi menemukan bukti bahwa candi ini dibangun pada akhir abad ke-8 sampai awal abad ke-9. Ini dianalisis dari prasasti-prasasti disekitar candi berupa tulisan singkat yang di pahatkan di atas pigura relief kaki asli Candi Borobudur.
Kesimpulan tersebut di atas itu ternyata sesuai benar dengan dengan kerangka sejarah Indonesia pada umumnya dan juga sejarah yang berada di daerah jawa tengah pada khususnya periode antara abad ke 8 dan pertengahan abad ke 9 di terkenal dengan abad Emas Wangsa Syailendra kejayaan ini di tandai di bangunnya sejumlah besar candi yang di lereng-lereng gunung kebanyakan berdiri khas bangunan hindu sedangkan yang bertebaran di dataran-dataran adalah khas bangunan Budha tapi ada juga sebagian khas Hindu.
Dengan demikian dapat di tarik kesimpulan bahwa Candi Borobudur di bangun oleh bangsa Syailendra yang terkenal dalam sejarah karena karena usaha untuk menjunjung tinggi dan mengagungkan agama Budha Mahayana.

Tahap Pembangunan Borobudur
Tahap Pertama sekitar tahun 775 Masehi. Pada awalnya dibangun tata susun bertingkat. Sepertinya dirancang sebagai piramida berundak, tetapi kemudian diubah. Sebagai bukti ada tata susun yang dibongkar. Dibangun tiga undakan pertama yang menutup struktur asli piramida berundak dan penambahan dua undakan persegi, pagar langkan dan satu undak melingkar yang diatasnya langsung dibangun stupa tunggal.
Tahap Kedua sekitar tahun 790 Masehi. Banyak arkeolog menduga perancangan Candi Borobudur sekarang ini didasarkan pada perancangan awal candi tersebut. Perancangan awal Borobudur ditengarai adalah stupa tunggal yang sangat besar memahkotai puncaknya yang membahayakan tubuh dan kaki sehingga memutuskan untuk membongkar stupa raksasa diganti dengan tiga barisan stupa kecil dan stupa induk seperti sekarang ini. Pada periode ini bersamaan dengan pembangunan Candi Kalasan,tahap kedua Lumbung tahap kedua dan Sojiwan.tahap pertama.
Tahap Ketiga sekitar tahun 810 Masehi. Terjadi perubahan rancang bangun, undak atas lingkaran dengan stupa tunggal induk besar dibongkar dan diganti tiga undak lingkaran. Stupa-stupa yang lebih kecil dibangun berbaris melingkar pada pelataran undak-undak ini dengan satu stupa induk yang besar di tengahnya. Karena alasan tertentu pondasi diperlebar, dibangun kaki tambahan yang membungkus kaki asli sekaligus menutup relief Karmawibhangga. Para arkeolog menduga bahwa Borobudur semula dirancang berupa stupa tunggal yang sangat besar memahkotai batur-batur teras bujur sangkar. Karena itulah diputuskan untuk membongkar stupa induk tunggal yang besar dan menggantikannya dengan teras-teras melingkar yang dihiasi deretan stupa kecil berterawang dan hanya satu stupa induk. Untuk menopang agar dinding candi tidak longsor maka ditambahkan struktur kaki tambahan yang membungkus kaki asli. Struktur ini adalah penguat dan berfungsi bagaikan ikat pinggang yang mengikat agar tubuh candi tidak ambrol dan runtuh keluar, sekaligus menyembunyikan relief Karmawibhangga pada bagian Kamadhatu. Pada periode tahap ketiga ini bersamaan dengan dibangunnya Candi Kalasan III, Sewa III, Lumbung III, Sojiwan II
Tahap Keempat sekitar tahun 835 Masehi. Ada perubahan kecil seperti penyempurnaan relief, penambahan pagar langkan terluar, perubahan tangga dan pelengkung atas gawang pintu, serta pelebaran ujung kaki. Pada tahun 835 Masehi bersamaan dengan pembangunan Candi Gedong Songo tahap pertama, Sambisari, Badut tahap pertama, Kuning, Banon, Sari dan Plaosan.
Setelah selesai dibangun, selama seratus lima puluh tahun, Borobudur merupakan pusat ziarah megah bagi penganut Budha. Keagungan Candi Borobudur tidak bisa dilepaskan dari tangan dingin perancang bangunan tersebut yaitu Gunadharma. Tetapi dengan runtuhnya Kerajaan Mataram sekitar tahun 930 M, pusat kekuasaan dan kebudayaan pindah ke Jawa Timur dan Borobudur pun hilang terlupakan karena gempa dan letusan Gunung Merapi, candi itu melesat mempercepat keruntuhannya. Sedangkan semak belukar trofis tumbuh menutupi Borobudur dan pada abad-abad selanjutnya lenyap ditelan sejarah.
Kemenangan Inggris terhadap Belanda dalam memperebutkan Pulau Jawa membawa pengaruh besar terhadap perubahan yang terjadi di Pulau Jawa. Dibawah kekuasaan Pemerintahan Kerajaan Inggris pada kurun 1811 hingga 1816, Sir Thomas Stamford Raffles menjabat Letnan Gubernur di Pulau Jawa. Minatnya yang dalam terhadap kesenian Jawa kuno dan membuat catatan mengenai sejarah kebudayaan Jawa dikumpulkannya dan perjumpaannya dengan rakyat setempat dalam perjalanannya keliling Jawa. Tahun 1814 ketika melakukan kunjungan kerja di Semarang, beliau mendapatkan kabar tentang keberadaan sebuah monument besar terdapat di dalam hutan dekat desa Bumisegoro.
Melalui utusannya HC Cornelius seorang insinyur Belanda berhasil membersihkan lapisan tanah yang mengubur bangunan ini. HC Cornelius melaporkan penemuannya kepada Sir Thomas Stamford Raffles dalam bentuk sketsa Candi Borobudur. Meskipun penemuan ini hanya bersifat awal Sir Thomas Stamford Raffles dianggap berjasa menjadi pemrakarsa atas penemuan kembali monumen ini. Pada 1873, monograf pertama dan penelitian lebih detil atas Borobudur diterbitkan, dilanjutkan edisi terjemahannya dalam bahasa Perancis setahun kemudian.
Keagungan Candi Borobudur sempat hilang tertimbun tanah selama berabad-abad akibat erupsi Gunung Merapi. Gundukan tanah telah ditumbuhi semak belukar sehingga menyerupai bukit yang tidak terurus. Banyak misteri yang menyelimuti alasan kenapa setelah erupsi Candi Borobudur ditelantarkan oleh banyak orang. Periode 928 sampai dengan 1006, Raja Mpu Sindok hijrah ke kawasan Jawa Timur setelah serangkaian bencana alam vulkanik. Tahun 1976 sejarawan Seokmono membuat kesimpulan popular bahwa candi ini mulai benar-benad ditinggalkan sejak penduduk sekitar beralih keyakinan agama Islam pada abad ke-15. Banyak cerita sebelum diketemukan kembali tentang keberadaan Candi Borobudur, melalui dongeng rakyat keagungan Candi Borobudur menjadi kisah yang bersifat takhayul yang selalu dikaitkan dengan nasib sial penuh kemalangan dan penderitaan. Melalui cerita rakyat pada waktu itu, Bukit Redi Borobudur menjadi semacam tempat yang membuat sial keluarga kerajaan Mataram. Pada tahun 1757 Pangeran Monconagoro mengunjungi bukit ini dan meninggal sehari setelah mengunjungi bukit ini. Dalam kepercayaan Jawa pada masa Mataram Islam, reruntuhan bangunan percandian dianggap sebagai tempat bersemayamnya roh halus dan dianggap wingit (angker) sehingga dikaitkan dengan kesialan atau kemalangan yang mungkin menimpa siapa saja yang mengunjungi dan mengganggu situs ini. Meskipun secara ilmiah diduga, mungkin setelah situs ini tidak terurus dan ditutupi semak belukar, tempat ini pernah menjadi sarang wabah penyakit seperti demam berdarah atau malaria.
Dua tahun setelah Krakatau meletus tepatnya pada tahun 1885 Candi Borobudur kembali menarik perhatian masyarakat umum, melalui Ketua Masyarakat Arkeologi Yogyakarta Yzerman menemukan bagian kaki candi yang tersembunyi. Didasarkan atas penemuan ini, pemerintah Hindia Belanda mengambil kebijakan untuk menjaga kelestarian monumen ini, tahun 1900 pemerintahan membentuk komisi tiga yang terdiri dari Brandes, seorang sejarawan seni, Theodoor van Erp, seorang insinyur yang juga anggota tentara Belanda, dan Van de Kamer, insinyur ahli konstruksi bangunan dari Departemen Pekerjaan Umum.
Kurun waktu 1902-1911 komisi ini melakukan pemugaran diawali dengan mengajukan proposal tiga langkah rencana pelestarian Borobudur kepada pemerintah Hindia Belanda. Langkah pertama mengatur kembali sudut-sudut bangunan serta memindahkan batu yang membahayakan batu lain. Langkah kedua memagari halaman candi serta memperbaiki dan memlihara saluran sistem drainase, untuk langkah ketiga atau terakhir semua batuan lepas dan longgar harus dipindahkan, monumen ini dibersihkan hingga pagar langkan pertama, batu yang rusak dipindahkan dan stupa utama dipugar.
Kemudian pada tahun 1975-1982 pemerintah Indonesia melakukan pemugaran Candi Borobudur. Badan dunia UNESCO turut membantu dalam pemugaran candi tersebut dengan melakukan renovasi yang menghabiskan biaya 7.000.000 dollar AS dan melibatkan 600 orang lebih.
Setelah renovasi pada tahun 1991, UNESCO kemudian memasukan Candi Borobudur dalam jajaran keajaiban dunia. Candi ini masuk dalam kategori budaya yang merepresentasikan beberapa kriteria mewakili mahakarya kretivitas manusia yang jenius, menampilkan pertukaran penting dalam nilai-nilai manusiawi dalam rentang waktu tertentu di dalam suatu wilayah budaya di dunia, dalam pembangunan arsitektur dan teknologi, seni yang monumental, perencanaan tata kota dan rancangan lansekap serta mencakup karya seni sastra yang memiliki makna universal yang luar biasa.

Pencapaian ini menjadi titik kebangkitan Borobudur dan menjadi wisata andalan Yogyakarta. Berbagai wisatan domestik maupun mancanegara beratangan untuk melihat warisan leluhur ini.

No comments:

Post a Comment