Monday 28 November 2016

Barata


Barata


Barata di sini yang tersebut dalam kitab Ramayana, adalah putra Prabu Dasarata, raja negara Ayodya dengan permaisuri ketiga Dewi Kekayi, putri Prabu Kekaya raja negara Padnapura. Ia mempunyai dua orang adik kandung bernama;
Satrugna dan Dewi Kawakwa. Barata juga mempunyai dua orang saudara seayah lain ibu masing-masing bernama ; Ramawijaya, dari permaisuri Dewi Kusalya, dan Leksmana dari permaisuri Dewi Sumitra. Barata berwajah tampan.
Oleh para brahmana ia diyakini sebagai penjelmaan Dewa Darma yang berwatak adil, jantan dan jujur. Dengan tegas Barata menolak naik tahta menjadi raja negara Ayodya menggantikan ayahnya, Prabu Dasarata yang meninggal karena sakit mendadak. Barata menentang dan menolak keinginan ibunya, Dewi Kekayi karena ia merasa tidak berhak menjadi raja negara Ayodya sebagai negara leluhur Dewi Kusalya, ibu Ramawijaya.
Barata baru bersedia menjadi raja negara Ayodya mewakili Ramawijaya setelah ia bertemu dengan Ramawijaya di atas gunung Citrakuta/Kutarunggu dan mendapat wejangan ajaran Astabrata yang berisi delapan pedoman kepemimpinan seorang raja.
Barata menjadi raja Ayodya selama 13 tahun, sampai Ramawijaya kembali dari pengasingan setelah berakahirnya perang Alengka. Ia kemudian hidup brahmacari sampai meninggalnya.

Resi Baratmadya


Resi Baratmadya


Resi Baratmadya atau Baratwaja (pedalangan Jawa) adalah putra Resi Maruta di Hargajembangan, jasirah Atasangin. Ia masih keturunan ke-lima dari Sanghyang Brahma dengan permaisuri Dewi Saci.
Dari perkawinannya dengan Dewi Kumbini, ia memperoleh tiga orang putra, masng-masing bernama ; Bambang Kumbayaka, Bambang Kumbayana dan Dewi Kumbayani.
Resi Baratmadya adalah seorang pendeta yang sangat dapat menguasai/ mumpuni (jawa) segala ilmu, baik lahiriah maupun batiniah. Ia juga menguasai ilmu pengetahuan tentang kehidupan kemasyarakatan, pelayaran, perbintangan, keprajuritan, kekebalan, kesaktian, keagamaan dan sebagainya. Maka tidaklah mengherankan apabila salah seorang putranya, Bambang Kumbayana/Resi Dorna sangat mahir dalam segala ilmu pengetahuan, keprajuritan dan kesaktian.
Dalam penguasaannya, perguruan Hargajembangan mempunyai pengaruh yang sangat besar di jasirah Atasangin, sehingga banyak para satria dan raja-raja seberang lautan yang berdatangan ke Hargajembangan untuk berguru kepadanya, termasuk Arya Sucitra, putra Arya Dupara, saudara sepupunya – (Arya Dupara adalah putra Arya Sengara, adik Arya Maruta, ayah Resi Baratmadya). Arya Sucitra kemudian pergi ke negra Astina mengabdi pada Prabu Pandu dan akhirnya menjadi raja negara Pancala bergelar Prabu Drupada, menggantikan kedudukan mertuanya, Prabu Gandabayu.

Bathara Baruna


Bathara Baruna


Bathara Baruna sering disebut pula dengan nama Bathara Waruna. Ia masih keturunan Sanghyang Wenang dari keturunan Sanghyang Nioya. Bathara Baruna berwujud Dewa berwajah ikan dan seluruh badannya bersisik ikan. Karena itu Bathara Baruna dapat hidup di darat dan di air, mempunyai cupu berisi air kehidupan Mayausadi.
Bathara Baruna bertempat tinggal di kahyangan Dasar Samodra. Ia bertugas menjaga kesejahteraan makhluk di dalam samodra. Pada jaman Maespati, Bathara Baruna pernah mengalami kesulitan, air narmada tidak mengalir karena terhalang oleh tubung Prabu Arjunasasra yang tidur bertiwikrama menjadi brahalasewu membendung muara Narmada, sehingga mengahalangi aliran sungai dan menimbulkan banyak kematian.
Bathara Baruna dapat menyelesaikan persoalan itu dengan memberikan Cupu Banyu Panguripan (air kehidupan) kepada Prabu Arjunasasra. Air Kehidupan itu dipergunakan Prabu Arjunansasra untuk menghidupkan kembali Dewi Citrawati dan para putri Maespati yang mati bunuh diri karena hasutan/tipu daya ditya Sukasarana, anak buah Prabu Dasamuka.Bathara Baruna juga banyak berjasa membantu Ramawijaya, dengan mengerahkan ikan-ikan besar membendung samodra hingga pembuatan tambak untuk jembatan menyeberangkan jutaan laskar kera Gowa Kiskenda ke negara Alengka dapat terlaksana.


Prabu Basudewa


Prabu Basudewa


Prabu Basudewa adalah putra sulung Prabu Basukunti raja negara Mandura dengan permaisuri Dewi Dayita, putri Prabu Kunti, raja Boja.
Basudewa mempunyai tiga orang saudara kandung masing-masing bernama: Dewi Prita/Dewi Kunti, Arya Prabu Rukma dan Arya Ugrasena.
Prabu Basudewa mempunyai tiga orang isteri/permaisuri dan 4 (empat) orang putra.
Dengan permaisuri Dewi Mahira ia berputra Kangsa. Kangsa sebenaranya putra Prabu Gorawangsa, raja raksasa negara Gowabarong yang dengan beralih rupa menjadi Prabu Basudewa palsu dan berhasil mengadakan hubungan asmara dengan Dewi Mahira.
Dengan permaisuri Dewi Mahindra Prabu Basudewa memperoleh dua orang putra bernama; Kakrasana dan Narayana. Sedangkan dengan permaisuri Dewi Badrahini berputra Dewi Wara Sumbadra/Dewi Lara Ireng.
Secara tidak resmi, Prabu Basudewa juga mengawini Ken Sagupi, swaraswati Keraton Mandura, dan memperoleh seorang putra bernama Arya Udawa.
Prabu Basudewa sangat sayang kepada keluarganya. Basudewa pandai olah keprajuritan dan mahir memainkan senjata panah dan lembing.
Setelah usia lanjut, ia menyerahkan Kerajaan Mandura kepada putranya, Kakrasana, dan hidup sebagai pendeta di Pertapaan Randugumbala.


Bilung


Bilung


Bilung seorang raksasa kecil yang bersahabat dengan Togog dan kemana mana selalu berdua.Setiap bertemu dengan Petruk selalu menantang berkelahi & mengeluarkan suara kukuruyuk seperti ayam jago.
Tapi sekali dipukul oleh Petruk dia langsung kalah & menangis.  Bilung berperan menjadi Punakawan yang memihak musuh, biasanya
Bilung akan memberi masukan yang baik kepada majikannya, tetapi bila masukannya tidak didengarkan oleh majikannya dia akan berbalik memberi berbagai masukan yang buruk.


Bisma


Bisma


Sesuai takdir dewata, Bhisma berumur sangat panjang. Apalagi ia juga mewarisi Aji Swasshandamarana dari ayahnya, dimana dengan memiliki Aji Swasshandamarana, maka Bisma akan menjalani hidup di dunia sangat lama. Bhisma hidup dalam tujuh masa pemerintahan kerajaan Astina sejak jaman pemerintahan ayahnya, Prabu Sentanu, kemudian Prabu Citranggada, Prabu Wicitrawirya, Prabu Kresna Dwipayana (Abyasa), Prabu, Prabu Drestarastra dan terakhir Prabu Duryudana.
Sebagai generasi ke VI (enam) dari wangsa Kuru, Bhisma juga benar-benar melaksanakan dharma untuk wangsa Kuru, wangsa yang dibangun oleh Prabu Kuru, raja ke21 negara Astina. Prabu Kuru adalah putra Prabu Sumbarana dengan Dewi Tapati, putri Sanghyang Aditya, dan merupakan generasi ke-5 dari Prabu Hasti, atau keturunan ke-29 dari Bhatara Darma. Prabu Kuru pula yang telah membangun tanah Kurusetra sebagai tempat pemujaan bagi anak keturunannya dan rakyat Astina.
Resi Bisma yang waktu mudanya bernama Dewabrata, adalah putra Prabu Santanu, raja negara Astina dengan Dewi Gangga/Dewi Jahnawi. Karena itu ia juga dikenal dengan nama Ganggadata. Bisma yang sejak lahir ditinggal ibunya, akhirnya disusui oleh Dewi Durgandini. Ia menjadi saudara satu susu dengan Abiyasa, putra Durgandini dengan Palasara.
Bisma memiliki watak pribadi ; sangat berbakti kepada ayahnya, sayang kepada keluarganya, memegang teguh segala apa telah dijanjikan. Bisma merelakan tahta negara Astina kepada Dewi Durgandini/Dewi Setyawati sebagai persyaratan/maskawin kesediaan Dewi Durgandini menjadi istri ayahnya, Prabu Santanu. Ia melakukan sumpah wadat, tidak akan kawin karena brahmacari. Karena keluhurannya budinya itu, Bisma mendapat anugrah Dewata, tidak dapat mati kalau tidak atas kehendaknya sendiri. Ia tinggal di kesatrian Talkanda, masih dalam wilayah negara Astina.
Dengan kesaktiannya, Bisma memenangkan sayembara di negara Kasi, dan memboyong Dewi Amba, Dewi Ambika dan Dewi Ambiki/Ambalika, ketiganya putri Prabu Darmahambara dengan Dewi Swargandini ke negara Astina. Dewi Ambika dikawinkan dengan Citragada, sedangkan Dewi Ambiki dengan Wicitrawirya. Sayang, akhirnya Bisma berutang pati dengan Dewi Amba, karena tanpa sengaja telah membunuh wanita tersebut.
Sumpah Dewi Amba yang akan membalas dendam pada Bisma, dibuktikan dalam perang Bharatayuda. Arwah Dewi Amba manunggal dalam tubuh Dewi Srikandi, yang menjadi perantara kematian Resi Bisma.

Sunday 27 November 2016

Sanghyang Wisnu


Sanghyang Wisnu


Sanghyang Wisnu adalah Dewa keadilan atau kesejahteraan. Badannya berkulit hitam sebagai lambang keabadian. Ia mempunyai kendaraan berwujud garuda bernama Garuda Briawan, mempunyai pusaka bernama Kembang Wijayakusuma danCangkok Wijayamulya. Bila bertiwikrama, Sanghyang Wisnu mempunyai prabawa yang sangat dahsyat dan berganti rupa menjadi Brahalasewu
Sanghyang Wisnu adalah putra kelima Sanghyang Manikmaya, raja Tribuana dengan Dewi Umayi. Ia mempunyai lima saudara kandung masing-masing bernama; Sanghyang Sambo, Sanghyang Brahma, Sanghyang Indra, Sanghyang Bayu dan Bhatara Kala. Sanghyang Wisnu juga mempunyai tiga orang saudara seayah lain ibu, putra Dewi Umarakti, yaitu ; Sanghyang Cakra, Sanghyang Mahadewa dan Sanghyang Asmara.
Sanghyang Wisnu bersemayam di Kahyangan Untarasegara. Mempunyai 3 orang permaisuri dan 18 orang putra (14 pria dan 4 wanita). Dengan Dewi Sri Widowati/Srisekar, Sanghyang Wisnu berputra ; Bathara Srigata, Bathara Srinada dan Bathari Srinadi. Dari Dewi Pratiwi berputra ; Bambang Sitija dan Dewi Siti Sundari. Sedangkan dengan Dewi Sri Pujawati berputra 13 orang masing-masing bernama ; Bathara Heruwiyana, Bathara Ishawa, Bathara Bhisawa, Bathara Isnawa, Bathara Isnapura, Bathara Madura, Bathara Madudewa, Bathara Madusadana, Dewi Srihuna, Dewi Srihuni, Bathara Pujarta, Bathara Panwaboja danBathara Sarwedi/Hardanari.
Untuk membasmi angkara murka, Sanghyang Wisnu pernah menjelma/menitis menjadi ; Matswa (ikan) untuk membunuh raksasa Hargragiwa yang mencuri Kitab Weda. Menjadi Narasingha (orang berkepala hariamau) untuk membinasakan Prabu Hiranyakasipu, berupa Wimana (orang kerdil) untuk mengalahkan Ditya Bali. Sanghyang Wisnu juga menitis pada Ramaparasu untuk menumpas para gandarwa, menitis pada Arjunasasra/Arjunawijaya untuk mengalahkan Prabu Dasamuka. menitis pada Ramawijaya untuk membinasakan Prabu Dasamuka, dan terakhir menitis pada Prabu Kresna untuk menjadi parampara/penasehat agung para Pandawa guna melenyapkan keserakahan dan kejahatan yang dilakukan oleh para Kurawa.
Sanghyang Wisnu juga pernah turun ke Arcapada menjadi raja negara Medangpura bergelara Maharaja Suman untuk menaklukan Maharaja Balya, raja negara Medanggora penjelmaan Bathara Kala. Menjadi raja di negara Medangkamulan bergelar Prabu Satmata, untuk menaklukan Prabu Watugunung yang bertindak keliru dan nyasar mengawini ibunya sendiri.

Sanghyang Sambo


Sanghyang Sambo


Sanghyang Sambo atau Sambu adalah putra sulung Sanghyang Manikmaya, raja Tribuana dengan permaisuri pertama Dewi Umayi. Ia mempunyai lima orang saudara kandung masing-masing bernama ; Sanghyang Brahma, Sanghyang Indra, Sanghyang Bayu, Sanghyang Wisnu dan Bathara Kala. Sanghyang Sambo juga mempunyai tiga orang saudara seayah lain ibu, yaitu putra Dewi Umarakti, masing-masing bernama ; Sanghyang Cakra, Sanghyang Mahadewa dan Sanghyang Asmara.
Sanghyang Sambo bersemayam di kahyangan Swelagringging. Ia menikah dengan Dewi Hastuti, putri Sanghyang Darmastuti, cucu Sanghyang Tunggal dengan Dewi Darmani. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh empat orang putra masing-masing bernama ; Bathara Sambosa, Bathara Sambawa, Bathara Sambujana dan Bathara Sambodana.
Bathara Sambo memiliki sifat dan perwatakan ; jujur dan terpercaya, bertanggung jawab, dan cakap. Karena itu apabila ada masalah yang harus dirundingkan atau diselesaikan, Bathara Sambolah yang diminta menyelesaikannya. Ia sangat sakti, dan apabila bertiwikrama dari tubuhnya akan keluar prabawa hawa yang dapat menundukkan lawannya. Bathara Sambo pernah turun ke arcapada dan menjadi raja di negara Medangprawa bergelar Sri Maharaja Maldewa.

Sanghyang Bayu


Sanghyang Bayu


Sanghyang Bayu disebut pula Hyang Pawaka (angin), Dewa yang melambangkan kekuatan. Ia putra ke-empat Sanghyang Manikmaya, raja Tribuana dengan permaisuri Dewi Umayi.
Sanghyang Bayu mempunyai lima orang saudara kandung masing - masing bernama; Sanghyang Sambo, Sanghyang Brahma, Sanghyang Indra, Sanghyang Wisnu dan Bhatara Kala. Ia juga mempunyai tiga orang saudara seayah lain ibu, putra Dewi Umarakti, yaitu ; Sanghyang Cakra, Sanghyang Mahadewa dan Sanghyang Asmara.
Sanghyang Bayu menurut wujudnya telah mencerminkan wataknya yang gagah berani, kuat, teguh santosa, bersahaja, pendiam dan dahsyat. Sanghyang Bayu bersemayam di Kahyangan Panglawung. Ia menikah dengan Dewi Sumi, putri Bathara Soma, dan berputra empat orang masing-masing bernama ; Bathara Sumarma, Bathara Sangkara, Bathara Sudarma dan Bathara Bismakara.
Menurut kitab Mahabharata, Sanghyang Bayu berputra pula dari Dewi Anjani, putri sulung Resi Gotama dari pertapaan Erriya/Grastina seorang anak berwujud kera putih yang diberi nama Maruti/Anoman. Sedangkan menurut pedalangan Jawa, Anoman merupakan putra Dewi Anjani dengan Bathara Guru/Sanghyang Manikmaya.
Sanghyang Bayu pernah turun ke Arcapada menjadi raja di negara Medanggora bernama Resi Boma.

Sanghyang Brahma


Sanghyang Brahma


Sanghyang Brahma atau Brama adalah putra kedua Sanghyang Manikmaya, raja Tribuana dengan permaisuri pertama Dewi Umayi.
Ia mempunyai lima orang saudara kandung masing - masing bernama ; Sanghyang Sambo, Sanghyang Indra, Sanghyang Bayu, Sanghyang Wisnu dan Bathara Kala. Sanghyang Brahma juga mempunyai tiga orang saudara seayah lain ibu, yaitu putra Dewi Umarakti, masing-masing bernama ; Sanghyang Cakra, Sanghyang Mahadewa dan Sanghyang Asmara.
Sanghyang Brahma bersemayam di Kahyangan Daksinageni. Ia mempunyai tiga orang permaisuri dan dua puluh satu putra, 14 pria dan 7 wanita. Dari permaisuri Dewi Saci berputra dua orang bernama ; Bathara Maricibana dan Bathara Naradabrama. Dengan Dewi Sarasyati mempunyai lima orang putra bernama; Bathara Brahmanasa, Bathara Bramasadewa, Bathara Bramanasadara, Bathara Bramanarakanda dan Bathara Bramanaresi. Sedangkan dengan Dewi Rarasyati/Raraswati mempunyai empat belas orang putra dan putri, masing-masing bernama ; Dewi Bramani, Dewi Bramanistri, Bathara Bramaniskala, Bathara Bramanawara, Dewi Bramanasita, Dewi Bramaniyati, Dewi Bramaniyodi, Bathara Bramanayana, Bathara Bramaniyata, Bathara Bramanasatama, Dewi Bramanayekti, Dewi Bramaniyuta, Dewi Dresanala dan Dewi Dresawati.
Sanghyang Brahma adalah Dewa Api, maka bila bertikikrama ia dapat mengeluarkan prabawa api. Ia seorang panglima perang yang ulung, dan berkedudukan sebagai senapati angkatan perang Suralaya/Kadewatan. Sanghyang Brahma pernah turun ke Arcapada, menjadi raja di negara Medanggili bergelar Maharaja Sunda/Rajapati.

Prabu Bomantara


Prabu Bomantara


Prabu Bomantara  adalah raja negara Trajutisna/Prajatisa. Prabu Bomantara masih keturunan Bathara Kalayuwana, putra Bathara Kala dengan Bathari Durga/Dewi Pramuni dari kahyangan Setragandamayit. Karena ketekunanya bertapa, ia menjadi sangat sakti.
Berwatak angkara murka, kejam, bengis dan selalu menurutkan kata hatinya.
Prabu Bomantara pernah menyerang Suralaya dan mengalahkan para Dewa.
Prabu Bomantara kemudian menyerang negara Gowasiluman, menewaskan Prabu Arimbaji untuk menguasai wilayah hutan Tunggarana.
Belum puas dengan kekuasaan yang dimiliki, Prabu Bomantara kemudian menyerang negara Surateleng.Akhirnya Prabu Bomantara tewas dalam pertempuran melawan Prabu Narakasura yang waktu mudanya bernama Bambang Sitija, raja negara Surateleng, putra Prabu Kresna dengan Dewi Pretiwi.
Arwahnya manunggal dalam tubuh Prabu Sitija. Negara Surateleng dan Prajatisa oleh Prabu Sitija/Narakasura dijadikan satu, Prabu Sitija kemudian bergelar Prabu Bomanarakasura.

Saturday 26 November 2016

Bathara Bremani


Bathara Bremani


Bathara Brahmanaresi dikenal pula dengan nama Bathara Bremani (pedalangan). Bathara Brahmanaresi adalah putra ke-lima Sanghyang Brahma dengan permaisuri Dewi Sarasyati. Ia mempunyai empat orang saudara kandung masing-masing bernama; Bathara Brahmanasa, Bathara Brahmanasadewa, Bathara Brahmanaraja dan Bathara Brahmanakanda. Ia juga mempunyai 16 orang saudara seayah lain ibu, putra-putri Dewi Saci dan Dewi Rarasyati. Diantara mereka yang dikenal adalah Dewi Bramanisri yang dianugerahkan kepada Garuda Briawan dan menurunkan golongan Garuda, Dewi Dresanala yang dianugerahkan kepada Arjuna, satria Pandawa dan berputra Wisanggeni, dan Dewi Bremani yang menikah dengan Prabu Banjaranjali dan menurunkan raja-raja Alengka termasuk Prabu Dasamuka.
Bathara Brahmanaresi menikah dengan Dewi Srihuna, putri Sanghyang Wisnu dengan Dewi Pujayanti, menggantikan kakaknya, Bathara Brahmanaraja yang semula dijodohkan tetapi menolak. Namun setelah Dewi Srihuna hamil dan diboyong ke Kahyangan Daksinageni, Bathara Brahmanaraja jatuh cinta pada Dewi Srihuna. Karena cintanya pada sang kakak, Dewi Srihuna diserahkan kepada Bathara Brahmanaraja dengan syarat menunggu setelah Dewi Srihuna melahirkan.
Bayi kemudian lahir laki-laki yang setelah dibawa ke Kahyangan Untarasegara, oleh Sanghyang Wisnu diberi nama Bambang Parikenan. Bathara Brahmanaresi kemudian turun ke Arcapada, hidup sebagai brahmana di pertapaan Paremana, salah satu dari tujuh puncak Gunung Saptaarga.

Durmagati


Durmagati


Durmagati adalah salah seorang diantara 100 orang keluarga Kurawa (Sata Kurawa) yang terkemuka.
Ia putra Prabu Drestarasta, raja negara Astina dengan Dewi Gandari, putri Prabu Gandara dengan Dewi Gandini dari negara Gandaradesa. Dari 100 orang saudaranya yang dikenal dalam pedalangan adalah ; Duryudana (raja negara Astina), Bogadatta (raja negara Turilaya), Bomawikata, Wikataboma, Citraksa, Citraksi, Citraboma, Citrayuda, Carucitra, Dursasana (Adipati Banjarjumut), Durmuka, Durgempo, Gardapati (raja negara Bukasapta), Gardapura, Kartamarma (raja negara Banyutinalang), Kartadenta, Surtayu, Surtayuda, Windandini (raja negara Purantara) dan Dewi Dursilawati.
Durmagati memiliki perwatakan ; lucu, acuh tak acuh, banyak akal dan pandai bicara.
Ia juga mahir dalam olah keprajuritan mempermainkan senjata gada dan trisula.Ketika berlangsung perang Bharatayuda, Durmagati bersama beberapa orang saudaranya, diantaranya; Citrakundala, Durbahu, Durgama, Jalasaha, Jalasantana, Jalasuma dan Bimasuwala bermaksud mengeroyok Bima yang sedang ngamuk menuntuk balas atas kematian Gatotkaca. Dalam peperangan tersebut, Durmagati dan sembilan orang saudaranya tewas terkena hantaman gada Rujakpala.


Arimba


Arimba


Arimba atau Hidimba (Mahabarata) adalah putra sulung Prabu Trembaka/Arimbaka, raja raksasa negara Pringgandani dengan Dewi Hadimba. Ia mempunyai tujuh orang adik kandung masing-masing bernama ; Dewi Arimbi/Hidimbi, Brajamusti, Prabakesa, Brajalamatan, Brajawikalpa, Brajadenta, dan Kalabendana.
Arimba naik tahta kerajaan Pringgandani menggantikan kedudukan ayahnya, Prabu Trembaka yang meninggal terbunuh oleh Prabu Pandu. Prabu Arimba menikah dengan Dewi Rumbini, dan mempunyai seorang putra bernama Arimbaji.
Prabu Arimba tewas dalam perang tanding melawan Bima. Peristiwanya terjadi ketika keluarga Pandawa hidup di hutan setelah selamat dari upaya pembunuhan yang dilakukan oleh keluarga Kurawa dalam kisah Rumah Damar di hutan Wanayasa (kisah Balai Sigala-gala).

Abimanyu


Abimanyu


Abimanyu dikenal pula dengan nama : Angkawijaya, Jaya Muricita, Jaka Pangalasan, Partasuta, Kirityatmaja, Sumbadraatmaja, Wanudara dan Wirabatana.
Ia merupakan putra Arjuna, salah satu dari lima satria Pandawa dengan Dewi Subadra, putri Prabu Basudewa, raja negara Mandura dengan Dewi Badrahini. Ia mempunyai 13 orang saudara lain ibu, yaitu : Sumitra, Bratalaras, Bambang Irawan, Kumaladewa, Kumalasakti, Wisanggeni, Wilungangga, Endang Pergiwa, Endang Pergiwati, Prabakusuma, Wijanarka, Anantadewa dan Bambang Sumbada.
Sejak dalam kandungan ia telah mendapat “Wahyu Hidayat”, yang mempunyai daya : mengerti dalam segala hal. Setelah dewasa ia mendapat “Wahyu Cakraningrat”, suatu wahyu yang dapat menurunkan raja-raja besar. Abimanyu mempunyai sifat dan perwatakan ; halus, baik tingkah lakunya, ucapannya terang, hatinya keras, besar tanggungjawabnya dan pemberani. Dalam olah keprajuritan ia mendapat ajaran dari ayahnya, Arjuna. Sedang dalam olah ilmu kebatinan mendapat ajaran dari eyangnya, Begawan Abyasa. Abimanyu tinggal di kesatrian Palangkawati, setelah mengalahkan Prabu Jayamurcita. Ia mempunyai dua orang isteri, yaitu : 1. Dewi Siti Sundari, putri Prabu Kresna, raja negara Dwarawati dengan Dewi Pratiwi, dan istri keduanya adalah Dewi Utari putri Prabu Matswapati dengan Dewi Ni Yutisnawati dari negara Wirata. Dengan Dewi Utari, Abimanyu dianugerahi seorang anak laki-laki bernama Parikesit. Sedangkan dengan Dewi Siti Sundari tidak dikaruniai anak.
Dalam perang Baratayuda Abimanyu gugur pada hari ke 13 dalam jebakan formasi tempur Cakrabyuha yang dipimpin oleh Jayadrata. Ia mati dikeroyok oleh para kesatria Kurawa, dihujani panah dan dipukul dengan pusaka Gada Wesi Glinggang oleh Jayadrata. Lakon ini sering disebut sebagai Jaya Ranjapan.

Batara Aswin


Batara Aswin
  


Batara Aswin adalah putra dari Batara Guru dengan Dewi Umaranti. Ia memiliki saudara kembar bernama Batara Aswan/Aswi yang memiliki keampuhan sama seperti dirinya dalam bidang tanaman obat dan penyakit. Mereka tinggal bersama saudara lainnya yang sekandung yaitu Batara Asmara di kahyangan Mayaretna. Di jaman Mahabarata Batara Aswin dan Aswan/Aswi menjadi saksi kelahiran Nakula dan Sadewa.


Aswani


Aswani


Aswani adalah bidadari Suralaya keturunan Sanghyang Triyarta. Oleh Sanghyang Manikmaya/Bathara Guru ia bersama dua bidadari lainnya, yaitu Dewi Tari – putrid Sanghyang Indra, dan Dewi Triwati, dianugerahkan kepada Prabu Dasamuka/Rahwana bersauadara sebagai sarana perdamaian atas kekalahan para dewa menghadapi serangan putra-putra Alengka.
Dewi Aswani menikah dengan Arya Kumbakarna, putra kedua Resi Wisrawa dengan Dewi Sukesi. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh dua orang putra, masing-masing bernama ; Ditya Aswanikumba dan Ditya Kumbaswani (Kumba-kumba — pedalangan Jawa).
Dewi Aswani tinggal di kesatrian/Negara Leburgangsa. Setelah berakhirnya perang Alengka dimana Kumbakana tewas dalam peperangan melawan Ramawijaya dan Laksmana, Dewi Aswani kembali ke Suralaya hidup sebagai bidadari.


Aruni


Aruni



Aruni dikenal pula dengan nama Garuda Suwarna (Mahabharata) atau Ngruni (pedalangan Jawa). Ia berwujud burung garuda, bungsu dari dua saudara putra Dewi Winata dengan Resi Kasyapa. Kakak kandungnya yang juga berwujud burung garuda bernama Aruna atau Ngruna (pedalangan Jawa).
Aruni lahir ketika ibunya Dewi Winarta sedang hidup sebagai budak mengasuh ular-ular anak Dewi Kadru. Memenuhi permintaan Dewi Kadru, Aruni pergi ke Suralaya untuk mendapatkan Cupu Saktiwisa sebagai syarat pembebasan ibunya, Dewi Winata dari perbudakan.
Ketika terbang diantara mega-mega, Aruni bertemu dengan Garuda Aruna dan terjadi peperangan sangat dahsyat. Demiian hebatnya pertarungan itu sehingga keduanya berguling-guling jatuh di kahyangan Daksina (Tursina Geni), tempat Batara Brahma. Oleh Hyang Brahmanayana kedua burung garuda itu dihadapkan kepada Hyang Brahma, yang kemudian menjelaskan kalau Aruna dan Aruni masih bersaudara kandung dan cucu Hyang Brahma sendiri. Mengehui apa yang menjadi tujuan Aruni, Hyang Brahma menyuruh Brahmanayana untuk meminjamkan Cupu Saktiwisa kepada Aruni.
Dengan meminjamkan Cupu berisi Saktiiwisa kepada Dewi Kadru, Aruni berhasil membebaskan Dewi Winata, ibunya dari perbudakan. Karena keperkasaannya, garuda Aruni kemudian menjadi kendaraan Batara Wisnu dan diberinama garuda Briawan karena keindahan bulunya. Bersama Batara Wisnu, Aruni pernah melawan Prabu Hiranyakasipu raja Alengka dan Prabu Hiranyawreka, raja Kasi yang menyerang Suralaya karena ingin memperistri Dewi Bremani. Dalam peperangan itu Aruni berhasil menewaskan Prabu Hiranyawreka, sedang Prabu Hiranyakasipu tewas oleh Batara Wisnu. Karena jasanya itu Aruni mendapat anugrah Dewi Barhmanistri, putri Hyang Brahma sebagai istrinya. Dari perkawinan itu ia mempunyai anak yang diberi nama Bribrahma, yang turun temurun menurunkan golongan burung garuda dalam pewayangan.

Anjani


Anjani


Anjani adalah putri sulung Resi Gotama, brahmana dari pertapaan Erraya/Agrastina, dengan Dewi Indradi/Windradi, putri Batara Asmara. Ia mempunyai dua orang saudara kandung bernama ; Subali/Guwarsi dan Sugriwa/Guwarsa. Dewi Anjani memiliki mustika Cupumanik Astagina pemberian ibunya, hadiah perkawinan Dewi Indradi dari Batara Surya. Cupumanik Astagina adalah pusaka kadewatan. Bila mustika Cupu itu dibuka di pada mangkuk bagian dalamnya akan tampak gambaran swargaloka yang serba menakjubkan dan penuh warna warni yg mempesona. Sedangkan pada tutup bagian dalamnya dapat dilihat berbagai panorama menakjubkan yang ada di seluruh jagad raya, tampil berganti ganti dari satu pemandangan ke pemandangan lain bagaikan keadaan yg nyata, seolah yg melihatnya sedang dibawa berkelana berkeliling mayapada, menikmati keindahan alam dari ketinggian, memandang gunung kebiruan, hutan menghijau, sungai berkelok, mega berarakan dan langit biru menyejukkan.
Pada suatu hari, Subali dan Sugriwa memergoki Dewi Anjani yang sedang bermain dengan Cupu tersebut. Karena tidak boleh meminjamnya, Subali dan Sugriwa mengadu kepada ayahnya, Dewi Anjani dipanggil dan diminta oleh Resi Gotama. Dewi Indradi yang tetap membisu tak mau mengaku dari mana ia mendapatkan mustika tersebut, dikutuk Resi Gotama menjadi tugu batu yang kemudian dibuang ke udara dan jatuh ke wilayah negara Alengka.
Cupumanik lalu dilempar ke udara oleh Resi Gotama yang kemudian diperebutkan oleh ketiga anaknya. Cupu jatuh di hutan terpecah menjadi dua bagian. Tutup Cupu berubah menjadi telaga Sumala dan mangkuk Cupunya berubah menjadi telaga Nirmala. Dewi Anjani, Subali dan Sugriwa yang terus mengejar akhirnya masuk ke dalam telaga Sumala, mereka semuanya berubah wujud menjadi wanara/kera.
Untuk menebus kesalahan dan agar bisa kembali lagi menjadi manusia, atas petunjuk ayahnya, Dewi Anjani melakukan tapa Nyantika (seperti katak) di telaga Madirda. Dalam tapanya itulah ia hamil karena menelan “air kama” Batara Guru melalui selembar daun sinom. Dewi Anjani kemudian melahirkan jabang bayi berwujud kera putih yang diberi nama Anoman. Beberapa saat setelah melahirkan Anoman, Dewi Anjani terbebas dari kutukannya. Ia kembali menjadi putri berparas cantik dan diangkat ke kahyangan Suralaya sebagai bidadari.

Aruna


Aruna



Aruna atau Ngruna (pedalangan Jawa) berwujud burung garuda. Ia sulung dari dua saudara putra Dewi Winata dengan Resi Kasyapa. Adik kandungnya yang juga berujud burung garuda bernama Aruni / Suwarna atau Ngruni (pedalangan Jawa).
Aruna lahir atau menetas sebelum waktunya. Hal ini akibat ketidak sabaran Dewi Winata setelah mengetahui telur-telur yang dilahirkan Dewi Kadru, kakaknya yang juga menjadi istri Resi Kasyapa semuanya menetas berujud ular. Aruna yang lahir sebelum waktunya karena tubuhnya belum tumbuh bulu, merintih-rintih kesakitan. Akibat tak tahan menahan rasa sakit, Aruna yang marah mengutuk ibunya, bahwa
kelak kehidupan Dewi Winata akan mengalami kesengsaraan hidup yang penuh dengan penderitaan karena menjadi budak.
Kutukan Aruna menjadi kenyataan. Akibat kalah menebak warna kuda Ucirawas, karena Dewi Kadru dibantu anak-anaknya yang berwujud ular melilit tubuh kuda Ucirawas, menyebabkan tubuh kuda yang putih mulus menjadi belang-belang, Dewi Winata kemudian menjadi budak Dewi Kadru bekerja mengasuh ribuan ular anaknya.
Aruna mengetahui penderitaan ibunya itu, ia sangat menyesal dan bersedih hati, karena kutuk pada ibunya itu langsung mengena pada dirinya pula yang menjadi kurang terawat. Tapi ia tak bisa berbuat sesuatu apapun. Setelah bulu sayapnya kuat membawa tubuhnya, Aruna kemudian pergi terbang tinggi ke angkasa, meninggalkan ibunya yang penuh dengan derita kesengsaraan.
Aruna kemudian bersemayam di kolong langit, hinggap di mega-mega dengan membawa kesedihan dan penyesalan. Kesedihan dan penyesalan Aruna baru berakhir setelah Garuda Aruni, adiknya berhasil membebaskan Dewi Winata dari perbudakan dengan penebusan berupa cupu berisi Saktiwisa.


Dewi Agnyanawati


Dewi Angnyanawati


Dewi Agnyanawati adalah putri Prabu Narashinga/Prabu Krentagnyana raja Dwarawati yang ditaklukan oleh Prabu Kresna. Ia merupakan titisan Bathari Dermi, istri Bathara Derma, yang menitis pada Raden Samba/Wisnubrata, putra Prabu Krtesna dengan permaisuri Dewi Jembawati
Setelah Prabu Narakasura tewas dalam peperangan di negara Dwarawati melawan Bambang Sitija.
Putra Prasbu Kresna dengan Dewi Pertiwi dan negara Surateleng dikuasai Bambang Sitija, Dewi Agnyanawati diperistri oleh Bambang Sitija yang setelah menjadi raja negara Surateleng dan Prajatisa bergelar Prabu Bomanarakasuira.
Dari perkawinan ini ia memperoleh seorang putra yang diberi nama ; Arya Watubaji.
Sesuai dengan ketentuan Dewata, karena tiba saatnya titis Bathari Dermi harus bersatu kembali dengan titis Bathara Derma, suaminya, dengan bantuan Dewi Wilutama, Dewi
Agnyanawati dipertemukan dengan Raden Samba, di keputrian negera Surateleng. Setelah ada kesepakatan, mereka kemudian meninggalkan keputrian Surateleng pergi ke negara Dwarawati.
Perbuatan Dewi Agnyanawati dan Raden Samba ini membangkitkan kemarahan Prabu Bomanarakasura, yang segera menyerang negara Dwarawati untuk merebut kembali Dewi Agnyanawati istrinya. Prabu Bomanarakasura tewas dalam peperangan melawan Prabu Kresna, ayahnya sendiri.
Dewi Agnyanawati kemudian menjadi istri Raden Samba, sesuai dengan takdir dewata.

Akhir riwayatnya diceritakan, Dewi Agnyanawati mati bunuh diri terjun ke dalam pancaka (api pembakaran jenasah) bela mati atas kematian Raden Samba yang tewas dalam peristiwa perang gada sesama wangsa Yadawa.

Anggisrana


Anggisrana



Anggisrana adalah kepala barisan raksasa negara Awangga pada masa pemerintahan Prabu Kalakarna. Anggisrana berwujud raksasa dengan gigi tonggos, berpangkat tumenggung
Anggisrana memiliki sifat pemberani, tangkas, trengginas, banyak tingkah dan pandai bicara. Ia berwatak kejam, serakah, selalu menurutkan kata hati dan mau menang sendiri. Sebagai tumenggung, Anggisrana pandai dalam olah keprajuritan, khususnya memainkan senjata gada dan keris.
Karena lebih banyak tinggal di perbatasan, Anggisrana berjiwa liar. Ia suka merampas harta penduduk juga mengganggu ketentraman hidup para brahmana. Akhir riwayatnya diceritakan, Anggisrana tewas dalam peperangan melawan Arjuna, tatkala keluarga Pandawa membantu Basukarna menyerbu negara Awangga dalam upaya merebut Dewi Surtikanti, putri Prabu Salya, raja Mandaraka yang diculik Prabu Kalakarna.


Anggraini


Anggraini



Anggraini adalah istri Prabu Ekalaya/Palgunadi, raja negara Paranggelung. Ia berwajah cantik karena putri hapsari/bidadari Warsiki. Dewi Anggraini mempunyai sifat dan perwatakan setia, murah hati, baik budi, sabar dan jatmika (selalu dengan sopan santun), menarik hati dan sangat berbakti terhadap suami.
Ketika terjadi permusuhan antara Prabu Ekalaya dengan Arjuna akibat dari perbuatan Arjuna yang mengganggu dirinya, dan suaminya, Prabu Ekalaya mati dibunuh Arjuna yang dibantu oleh Kresna dengan mensiasati patung Resi Dorna yang meminta cincin mustika Ampal dijari kelingking Prabu Ekalaya. Dewi Anggraini menunjukan kesetiannya sebagai istri sejati. Ia melakukan belapati, bunuh diri untuk kehormatan suami dan dirinya sendiri.
Dewi Anggraini mati sebagai lambang kesetiaan seorang istri terhadap suaminya. Walaupun menghadapi godaan yang berwujud keindahan dan kelebihan orang lain, namun Dewi Anggraini tetap teguh cinta dan kesetiaannya kepada Prabu Ekalaya/Palgunadi, pelindungnya dalam kebahagiaan cinta.


Anantaswara


Anantaswara


Anantaswara adalah putra kedua dari naga jin bernama Anantawisesa dari perkawinannya dengan Dewi Sayati, putri Sanghyang Wenang dengan Dewi Saoti. Ia mempunyai kakak kandung benama Anantadewa, dan kedua-duanya sama-sama berujud tatsaka atau naga.
Sebagai cucu langsung Sanghyang Wenang dan putra naga jin yang sangat sakti, Anantaswara dikenal sangat sakti. Selain memiliki Ilmu kawastawan (kewaspadaan) dan Ilmu Kemayan yang dapat beralih rupa sesuai dengan kehendaknya, Anantaswara juga memiliki ilmu andalan berupa gema suaranya yang selain mengandung hawa beracun, juga mimiliki daya kekuatan menghancurkan benda apa saja.
Dari perkawinannya dengan peri putri jin keturunan Hyang Balijan, Anantaswawa mempunyai seorang putri yang berujud bidadari yang diberi nama Dewi Wasu. Setelah dewasa Dewi Wasu menikah dengan saudara sepupunya Bathara Anantanaga, berujud naga, putra Bathara Anantadewa dengan peri ciptaan Sanghyang Wenang. Dari perkawinan ini lahir seekor naga lelaki yang diberi nama Anantaboga, yang kemudian secara turun temurun melahirkan bangsa Tatsaka atau Naga.


Friday 25 November 2016

Anantadewa


Anantadewa


Anantadewa adalah dewa berujud tatsaka atau naga. Ia putra naga jin bernama Anantawisesa dari perkawinannya dengan Dewi Sayati, putri Sanghyang Wenang dengan Dewi Saoti. Anantadewa mempunyai saudara kandung yang juga berujud naga bernama Anantaswara.
Sebagai cucu langsung Sanghyang Wenang dan putra naga jin yang sangat sakti, Anantadewa juga memiliki berbagai ilmu kesaktian. Selain dapat berubah wujud menjadi apa saja sesuai dengan kehendaknya, ia juga memiliki ilmu andalan berujud gumpalan-gumpalan api yang keluar dari mulutnya tanpa putus, yang daya kekuatannya dapat menghanguskan, menghancurkan dan melebuir apa saja.
Dari perkawinannya dengan peri daya cipta Sanghyang Wenang dari gumpalan tanah, Anantadewa mempunyai seorang putra yang berujud naga yang diberi nama Anantanaga, yang setelah dewasa menikah dengan Dewi Wasu, putri pamannya sendiri, Bathara Anantaswara. Perkawinan antara Anantanaga dengan Dewi Wasu melahirkan Anantaboga. Dari sinilah awal mula lahirnya bangsa Tatsaka atau Naga.