Monday, 7 November 2016

Kisah Sunan Giri


·        Asal Usul Sunan Giri


Sunan Giri adalah putra syekh maulana ishaq, seorang ulama dari gujarat yang menetap di pasai, yang kini bernama aceh. Ibunya bernama dewi sekardadu, putri raja hindu blambangan, jawa timur, yang bernama prabu menak sembuyu. Kisah sunan giri bermula ketika maulana ishaq tertarik untuk mengunjungi jawa timur karena ingin menyebarkan agama islam. setelah bertemu dengan sunan ampel yang masih sepupunya, maka ia disarankan berdakwah di daerah blambangan, sebelah selatan banyuwangi, jawa timur. Ketika itu, masyarakat blambangan sedang tertimpa wabah penyakit. Bahkan putri raja blambangan, dewi sekardadu, ikut terjangkit. Semua tabib tersohor tidak berhasil mengobatinya.
Asal usul sunan giri – Akhirnya, sang raja mengumumkan sebuah sayembara. “Barang siapa yang berhasil mengobati sang dewi, jika seorang laki-laki maka ia akan dijodohkan dengannya. Jika perempuan maka ia akan dijadikan saudara angkat sang dewi” katanya
Tadi, tidak ada seorang pun yang sanggup memenangkan sayembara itu. di tengah keputusasaan, sang prabu mengutus bajul sengara mencari pertapa sakti. Dalam pencarian itu, sang patih sempat bertemu dengan seorang pertapa sakti yang bernama resi kandayana. Dan, resi inilah yang memberi informasi tentang syekh maulana ishaq. Rupanya, maulana ishaq mau mengobati dewi sekardadu, jika prabu menak sembuyu dan keluarganya bersedia masuk islam.
Setelah dewi sekardadu sembuh, syarat maulana ishaq pun dipenuhi. Seluruh keluarga raja memeluk agama islam. Setelah itu dewi, sekardadu dinikahkan dengan maulana ishaq. Sayangnya, prabu menak sembuyu tidak menjadi seorang muslim dengan sepenuh hati. ia malah iri menyaksikan maulana ishaq berhasil meng Islam kan sebagian besar rakyatnya. Lalu ia berusaha menghalangi syiar islam, bahkan mengutus orang kepercayaannya untuk membunuh maulana ishaq.
Pada akhirnya, maulana ishaq meninggalkan blambangan dan kembali ke pasai, aceh, karena merasa jiwanya terganggu. Sebelum berangkat ia hanya berpesan kepada dewi sekardadu yang sedang mengandung tujuh bulan agar anaknya diberi nama raden paku. Setelah bayi laki-laki itu lahir, prabu menak sembuyu melampiskan kebenciannya kepada anak maulana ishaq dengan membuatnya ke lau dalam sebuah peti.
Menurut buku kisah teladan wali songo, peti tersebut ditemukan oleh awak kapal dagang dari gresik yang sedan menuju pulau bali. Bayi tersebut kemudian diserahkan kepada nyai ageng pinatih, pemiliki kapal tersebut. Maka, bayi yang kelak dikenal sebagia Sunan giri dijadikan anak angkat nyai ageng pinatih, seorang saudagar kaya raya, dari gresik.
Sejak saat itu, bayi laki laki yang kemudian dinamai Joko Samudro itu diasuh dan dibesarkan oleh Nyi Ageng pinatih. Joko samudro yang menginjak usia tujuh tahun dititipkan di padepokan Sunan Ampel di surabaya untuk belajar agama islam. Lalu, anak itu diberi gelar oleh Sunan Ampel dengan sebutan “Maulana ainul yaqin” karena kecerdasannya.
Setelah bertahun tahun belajar agama di padepokan, joko samudro dan putra sunan ampel, raden maulana makhdum ibrahim (sunan bonang), diutus sunan ampel untuk menimba ilmu di makka. Tapi, mereka harus singgah terlebih dahulu untuk menemui syekh maulana ishaq, yang sesungguhnya ayah dari joko samudro atau raden paku.
Ternyata, Sunan Ampel ingin mempertemukan raden paku dengan ayah kandungnya. Akhirnya, ayah dan anak itu pun bertemu. Setelah belajar selama tujuh tahun di pasai kepada syekh maulana ishaq, mereka kembali ke jawa. Pada saat itulah, maulana ishaq membekali raden paku dengan segenggam tanah, lalu memintanya mendirikan pesantren di sebuah tempat yang warna dan bau tanahanya sama dengan yang diberikannya.

·        Silsilah Sunan Giri
Sunan Giri bin Maulana Ishaq bin Ibrahim Zainuddin Al-Akbar bin Maulana Husin Jumadil Kubro bin Ahmad Syah Jalaluddin bin ’Abdullah Azmatkhan bin Abdul Malik Azmat Khan bin ‘Alwi ‘Ammil Faqih bin Muhammad Shohib Mirbath bin ‘Ali Khali Qasam bin ‘Alwi Shohib Baiti Jubair bin Muhammad Maula Ash-Shaouma’ah bin ‘Alwi al-Mubtakir bin ‘Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin ‘Isa An-Naqib bin Muhammad An-Naqib bin ‘Ali Al-’Uraidhi bin Imam Ja’far Ash-Shadiq bin Imam Muhammad al-Baqir bin Imam ‘Ali Zainal ‘Abidin bin Imam Husain Asy-Syahid bin Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah Saw.
Sunan Giri disebutkan memiliki dua orang istri, yaitu Dewi Murtasiah binti Sunan Ampel dan Dewi Wardah binti Ki Ageng Bungkul. Melalui istrinya Dewi Murtasiyah, Sunan Giri memiliki delapan anak, yaitu :
Ratu Gede Kukusan
Sunan Dalem
Sunan Tegalwangi
Nyai Ageng Seluluhur
Sunan Kidul
Ratu Gede Saworasa
Sunan Kulon (Panembahan Kulon)
Sunan Waruju
Sementara dari Dewi Wardah, beliau memiliki dua anak bernama : Pangeran Pasirbata dan Siti Rohbayat.

·        Adipati Blambangan
Di awal abad 14 M, kerajaan Blambangan diperintah oleh Prabu Mena Sembuyu, salah seorang keturunan Prabu Hayam Wuruk dari kerajaan Majapahit. Raja dan rakyatnya memeluk agam Hindu dan sebagian ada yang memeluk agama Budha.
Pada suatu hari Parbu Menak Sembuyu gelisah, demikian pula permaisurinya pasalnya puteri mereka satu-satunya jatuh selama beberapa bulan. Sudah diusahakan mendatangkan tabib dan dukun untuk mengobati tapi sang puteri belum sembuh juga.
Memang pada waktu itu kerajaan Blambangan sedang dilanda wabah penyakit. Banyak sudah korban berjatuhan. Menurut gambaran babad tanah jawa esok sakit sorenya mati. Seluruh penduduk sangat prihatin, berduka dan hampir semua kegiatan sehari-hari menjadi macet total.
Atas saran permaisuri Prabu Menak Sembuyu mengadakan sayembara, siapa yang dapat menyembuhkan puterinya akan diambil menantu dan siapa yang dapat mengusir wabah penyakit di Blambangan akan diangkat sebagai Bupati atau Raja Muda. Sayembara disebar hampir keseluruh pelosok  negeri. Tapi sudah berbulan-bulan tidak juga ada yang dapat memenangkan sayembara tersebut.
Permaisuri makin sedih hatinya, prabu Menak Sembuyu berusaha menghibur isterinya dengan menugaskan Patih Baju Sengara untuk mencari pertapa sakti guna mengobati penyakit puterinya.
Diiringi beberapa prajurit pilihan, Patih Baju Sengara berangkat melaksanakan tugasnya. Para pertapa biasanya tinggal dipuncak lereng-lereng gunung, maka kesanalah tujuan Patih Bajul Sengara.
Patih Bajul Sengara akhirnya bertemu dengan Resi Kandabaya yang mengetahui adanya tokoh sakti dari negeri seberang. Orang yang dimaksud adalah Syekh Maulana Ishak yang sedang berdakwah secara sembunyi-sembunyi dinegeri Blambangan.
Patih Bajul Sengara bertemu dengan Syekh Maulana Ishak yang sedang bertafakkur disebuah goa. Syekh Maulana Ishak mau mengobati puteri Prabu Menak Sembuyu dengan syarat Prabu mau masuk atau memeluk agama Islam. Syekh Maulana Ishak memang piawai dibidang ilmu kedokteran, puteri Dewi Sekar Dadu sembuh sekali diobati. Wabah penyakit juga lenyap dari wilayah Blambangan. Sesuai janji Raja maka Syekh Maulana Ishak dikawinkan dengan Dewi Sekardadu. Kemudian diberi kedudukan sebagai Adipati untuk menguasai sebagian wilayah Blambangan.

·        Hasutan Sang Patih
Tujuh bulan sudah Syekh Maulana Ishak menjadi adipati baru di Blambangan, makin hari semakin bertambah banyak penduduk Blambangan yang memeluk agama Islam. Sementara Patih Bajul Sengara tak henti-hentinya mempengaruhi sang prabu dengan hasutan-hasutan jahatnya. Hati Prabu Menak Sembuyu jadi panas mengetahui hal ini.
Patih Bajul Sengara sendiri sepengetahuan sang Prabu sudah mengadakan teroe pada pengikut Syekh Maulana Ishak. Tidak sedikit penduduk Kadipaten yang dipimpin Syekh Maulana Ishak diculik, disiksa dan dipaksa kembali pada agama lama.
Pada saat itu Dewi Sekardadu sedang hamil tujuh bulan, Syekh Maulana Ishak sadar bila diteruskan akan terjadi pertumpahan darah yang seharusnya tidak perlu. Kasihan rakyat jelata yang harus menanggung akibatnya. Maka dia segera pamit kepada isterinya untuk meninggalkan Blambangan.
Akhirnya, pada tengah malam dengan hati yang berat karena harus meninggalkan isteri tercinta yang hamil tujuh bulan, Syekh Maulana Ishak berangkat meninggalkan Blambangan seorang diri. Esok harinya sepasukan besar prajurit Blambangan yang dipimpin Patih Bajul Sengara menerobos masuk wilayah Kadipaten yang sudah ditinggalkan Syekh Maulana Ishak.
Dua bulan kemudian dari rahim Sekardadu lahir bayi laki-laki yang elok rupanya. Sesungguhnya Prabu Menak Sembuyu dan permaisurinya merasa senagn dan bahagia melihat kehadiran cucunya yang montok dan rupawan itu. Bayi itu lain daripada yag lain, wajahnya mengeluarkan cahaya terang.
Lain halnya dengan Patih Bajul Sengara, dibiarkannya bayi itu mendapat limpahan kasih sayang keluarganya selama empat puluh hari. Sesudah itu dia menghasut Prabu Menak Sembuyu. Kebetulan pada saat itu wabah penyakit berjangkit kembali di Blambangan, maka Patih baju Sengara berulah lagi..
Bayi itu! Benar Gusti Prabu! Cepat atau lambat bayi itu akan menjadi bencan dikemudian hari. Wabah penyakit inipun menurut dukun-dukun terkenal diBlambangan ini disebabkan adanya hawa panas yang memancar dari jiwa bayi itu! Kilah patih Bajul Sengara dengan alasan yang dibuat-buat.
Sang Prabu tidak cepat mengambil keputusan, dikarenakan dalam hatinya dia terlanjur menyukai kehadiran cucunya itu. Namun sang Patih tiada bosan-bosannya menteror dengan hasutan dan tuduhan keji yang akhirnya sang Prabu terpengaruh juga.
Walau demikian tiada tega juga dia memerintahkan pembunuhan atas cucunya itu secara langsung. Bayi yang masih berusia empat puluh hari dimasukkan kedalam peti dan diperintahkan untuk dibuang ke samudera.

·        Joko Samudra
Pada suatu malam ada sebuah perahu dagang dari Gresik melintasi selat Bali. Ketika perahu itu berada ditengah-tengah selat Bali tiba-tiba terjadi keanehan, perahu itu tidak dapat bergerak, maju tak bisa mundurpun tak bisa.
Nahkota memerintahkan awak kapal untuk memeriksa sebab-sebab kemacetan ini, meungkinkah perahunya membentur karang. Setelah diperiksa ternyata perahu itu hanya menabrak sebuah peti berukir indah, seperti peti milik kaum bangsawan yang digunakan menyimpan barang berharga. Nahkoda memerintahkan mengambil peti itu. Semua orang terkejut karena didalamnya terdapat seorang bayi mungil yang bertubuh montok dan rupawan. Nahkoda merasa gembira menyelamatkan jiwa si bayi mungil itu, tapi juga mengutuk orang yang tidak berprikemanusiaan.
Nahkoda kemudian memerintahkan awak kapal untuk melanjutkan pelayaran ke pulau Bali. Tapi perahu tidak dapat bergerak maju. Ketika perahu diputar dan digerakkan  kearah Gresik ternyata perahu itu melaju dengan cepatnya.
Dihadapan Nyai Ageng Pinatih janda kaya raya pemilik Kapal Nahkoda berkata sambil membuka peti itu. Peti inilah yang menyebabkan kami kembali ke Gresik dalam waktu secepat ini. Kami tak dapat meneruskan pelayaran ke Pulau Bali, kata sang nahkoda.
Bayi…? Bayi siapa ini ? gumam Nyai Ageng Pinatih sembari mengangkat bayi itu dari dalam peti.
Kami menemukannya di tengah samudera selat Bali, jawab nahkoda kapal.
Bayi ini kemudian mereka serahkan kepada Nyai Ageng Pinatih untuk diambil sebagai anak angkat. Memang sudah lama dia menginginkan seorang anak. Karena bayi ini ditemukan di tengah smudera  maka Nyai Ageng Pinatih kemudian memberinya nama Joko Samudra.
Ketika berumur 11 tahun, Nyai Ageng Pinatih mengantarkan Joko Samudra untuk berguru kepada Raden Rahmat atau Sunan Ampel di Surabaya. Menurut beberapa sumber mula pertama  Joko Samudra setiap hari pergi ke Surabaya dan sorenya kembali ke Gresik. Sunan Ampel kemudian menyarankan agar anak itu mondok saja dipesantren Ampeldenta supaya lebih konsentrasi dalam mempelajari agama Islam.
Pada suatu malam, seperti biasanya Raden Rahmat hendak mengambil air wudhu guna melaksanakan sholat Tahajjud, mendoakan muridnya dan mendoakan umat agar selamat di dunia dan di akhirat. Sebelum berwudhu Raden Rahmat menyempatkan diri melihat-lihat para santri yang tidur di asrama.
Tiba-tiba Raden Rahmat terkejut. Ada sinar terang memancar dari salah seorang santrinya. Selama beberpa saat beliau tertegun, sinar terang itu menyilaukan mata. Untuk mengetahui siapakah murid yang wajahnya bersinar itu maka Sunan ampel memberi ikatan pada sarung murid itu.
Esok harinya, sesudah sholat subuh Sunan Ampel memanggil murid-muridnya itu.
Siapakah diantara kalian yang waktu bangun tidur kain sarungnya ada ikatan? Tanya Sunan Ampel.
Saya Kanjeng Sunan…..ujar Joko Samudra.
Melihat yang mengacungkan tangan adalah Joko Samudra, Sunan Ampel makin yakin bahwa anak itu pastilah bukan anak sembarangan. Kebetulan pada saat itu Nyai Ageng Pinatih datang untuk menengok Joko Samudra, kesempatan itu digunakan Sunan Ampel untuk bertanya lebih jauh tentang asal-usul Joko Samudra.
Nyai Ageng Pinatih menjawab sejujur-jujurnya. Bahwa Joko Samudra ditemukan ditengah selat Bali ketika masih bayi. Peti yang digunakan untuk membuang bayi itu hingga sekarang masih tersimpan rapi dirumah Nyai Ageng Pinatih.
Teringat pada pesan Syekh Maulana Ishak sebelum berangkat ke negeri Pasai maka Sunan Ampel kemudian mengusulkan Nyai Ageng Pinatih agar nama anak itu diganti menjadi Raden Paku. Nyai Ageng Pinatih menurut saja apa kata Sunan Ampel, dia percaya penuh  kepada wali besar yang dihormati masyarakat bahkan juga masih terhitung seorang Pangeran Majapahit itu.

·        Raden Paku
Sewaktu mondok dipesantren Ampeldenta, Raden Paku sangat akrab bersahabat dengan putera Raden Rahmat yang bernama Raden Makdum Ibrahim. Keduanya bagai saudara kandung saja, saling menyayangi dan saling mengingatkan.
Setelah berusia 16 tahu, kedua pemuda itu dianjurkan untuk menimba ilmu pengetahuan yang lebih tinggi di negeri seberang sambil meluaskan pengetahuan.
Di negeri Pasai banyak orang pandai dari berbagai negeri. Disana juga ada ulama besar yang bergelar Syekh Awwallul Islam. Dialah ayah kandung yang nama aslinya adalah Syekh Maulana Ishak. Pergilah kesana tuntutlah ilmunya yang tinggi dan teladanilah kesabarannya dalam mengasuh para santri dan berjuang menyebarkan agama Islam. Hal itu akan berguna kelak bagi kehidupanmu di masa yang akan datang.
Pesan itu dilaksanakan oleh Raden Paku dan Raden Makdum Ibrahim. Dan begitu sampai di negeri Pasai keduanya disambut gembira, penuh rasa haru dan bahagia oleh Syekh Maulana Ishak ayah kandung Raden Paku yang tak pernah melihat anaknya sejak bayi.
Raden Paku menceritakan riwayat hidupnya sejak masih kecil ditemukan ditengah samudera dan kemudian diambil anak angkat oleh Nyai Ageng Pinatih dan berguru pada Sunan Ampel di Surabaya.
Sebaliknya Syekh Maulana Ishak kemudian menceritakan pengalamannya di saat berdakwah di Blambangan sehingga dipaksa harus meninggalkan isteri yang sangat dicintainya.
Raden Paku menangis sesegukan mendengar kisah itu. Bukan menangis kemalangan dirinya yang disia-siakan kakeknya yaitu Prabu Menak Sembuyu tetapi memikirkan nasib ibunya yang tak diketahui lagi tempatnya berada. Apakah ibunya masih hidup atau sudah meninggal dunia.
Di negeri Pasai banyak ulama besar dari negeri asing yang menetap dan membuka pelajaran agama Islam kepada penduduk setempat, hal ini tidak disia-siakan oleh Raden Paku dan Maulana Makdum Ibrahim. Kedua pemuda itu belajar agama dengan tekun, baik kepada Syekh Maulana Ishak sendiri maupun kepada guru-guru agama lainnya.
Ada yang beranggapan bahwa Raden Paku dikaruniai Ilmu Laduni yaitu ilmu yang langsung berasal dari Tuhan, sehingga kecerdasan otaknya seolah tiada bandingnya. Disamping belajar ilmu Tauhid mereka juga mempelajari ilmu Tasawuf dari ulama Iran, Bagdad dan Gujarat yang banyak menetap di negeri Pasai.
Ilmu yang dipelajari itu berpengaruh dan menjiwai kehidupan Raden Paku dalam perilakunya sehari-hari sehingga kentara benar bila ia mempunyai ilmu tingkat tinggi, ilmu yang sebenarnya hanya dimiliki ulama yang berusia lanjut dan berpengalaman. Gurunya kemudian memberinya gelar Syekh Maulana Ainul Yaqin.
Setelah tiga tahun berada di pusat Pasai. Dan masa belajarnya itu sudah dianggap cukup oleh Syekh Maulana Ishak, kedua pemuda itu diperintahkan kembali ke tanah jawa. Oleh ayahnya, Raden Paku diberi sebuah bungkusan kain putih berisi tanah.
Kelak, bila tiba masanya dirikanlah pesantren di Gresik, carilah tanah yang sama betul dengan tanah dalam bungkusan ini disitulah kau membangun pesantren, demikianlah pesan anahnya.
Kedua pemuda itu kemudian kembali ke Surabaya. Melaporkan segala pengalamannya kepada Sunan Ampel. Sunan Ampel memerintahkan Makdum Ibrahim  berdakwah di Tuban, sedangkan Raden Paku diperintah pulang ke Gresik kembali ke ibu angkatnya yaitu Nyai Ageng Pinatih.

·        Membersihkan Diri
Pada usia 23 tahun, Raden Paku diperintah oleh ibunya untuk mengawal barang dagangan ke pulau Banjar atau Kalimantan. Tugas ini diterimanya dengan senang hati. Nahkoda kapal diserahkan  kepada pelaut kawakan yaitu Abu Hurairah. Walau pucuk pimpinan berada di tangan Abu Hurairah tapi Nyai Ageng Pinatih memberi kuasa pula kepada Raden Paku untuk ikut memasarkan dagangan di Pulau Banjar.
Tiga buah kapal berangkat meninggalkan pelabuhan Gresik dengan penuh muatan. Biasanya, sesudah dagangan itu habis terjual di Pulau Banjar maka Abu Hurairah diperintah membawa barang dagangan dari pulau Banjar yang sekiranya laku di pulau Jawa, seperti rotan, damar, emas dan lain-lain. Dengan demikian keuntungan yang diperoleh menjadi berlipat ganda, tapi kali tidak, sesudah kapal merapat dipelabuhan Banjar, Raden paku membagi-bagikan barang dagangannya dari Gresik itu secara gratis kepada penduduk setempat.
Tentu saja hal ini membuat Abu Hurairah menjadi cemas. Dia segera memprotes tindakan Raden Paku, Raden….kita pasti akan mendapat murka Nyai Ageng Pinatih. Mengapa barang dagangan kita diberikan secara cuma-cuma?
Jangan kuatir paman, kada Raden Paku. Tindakan saya ini sudah tepat. Penduduk Banjar saat ini sedang dilanda musibah. Mereka dilanda kekeringan dan kurang pangan. Sedangkan ibu sudah terlalu banyak mengambil keuntungan dari mereka, sudahkah ibu memberikan hartanya dengan membayar zakat kepada mereka?
Saya kira belum, nah sekaranglah saatnya ibu mengeluarkan zakat untuk membersihkan diri.
Itu diluar wewenang saya Raden, kata Abu Hurairah. Jika kita tidak memperoleh uang lalu dengan apa kita mengisi perahu supaya tidak oleng dihantam gelombang dan badai?
Raden Paku terdiam beberapa saat. Dia sudah maklum bila dagangan habis biasanya Abu Hurairah akan mengisi kapal atau perahu dengan barang dagangan dari Kalimantan. Tapi sekarang tak ada uang dengan apa dagangan pulau Banjar akan dibeli.
Paman tak usah risau, kata Raden Paku dengan tenangnya. Supaya kapal tidak oleng isilah karung-karung kita dengan batu dan pasir.
Memang benar, mereka dapat berlayar hingga dipantai Gresik dalam keadaan selamat. Tapi hati Abu Hurairah menjadi kebat-kebit sewaktu berjalan meninggalkan kapal untuk bertemu dengan Nyai Ageng Pinatih.
Dugaan Abu Hurairah benar. Nyai Ageng Pinatih terbakar amarahnya demi mendengar perbuatan Raden Paku yang dianggap tidak normal.
Sebaiknya ibu lihat dulu pinta Raden Paku.
Sudah, jangan banyak bicara. Buang saja pasir dan batu itu. Hanya mengotori karung-karung kita saja hardik Nyai Ageng Pinatih.
Tapi ketika awak kapal membuka karung-karung itu mereka terkejut. Karung-karung itu isinya menjadi barang-barang dagangan yang biasa mereka bawa dari banjar, seperti rotan, damar , kain dan emas serta intan. Bila ditaksir harganya jauh lebih besar ketimbang dagangan yang disedekahkan kepada penduduk Banjar.

·        Perkawinan Raden Paku
Al-kisah ada seorang bangsawan Majapahit bernama Ki Ageng Supa Bungkul ia mempunyai sebuah pohon delima yang aneh didepan rumahnya. Setiap kali ada orang yang hendak mengambil buah delima yang berbuah satu itu pasti mengalami nasib celaka, kalau tidak ditimpa penyakit berat tentulah orang tersebut meninggal dunia. Suatu ketika Raden Paku tanpa sengaja lewat didepan pekarangan  Ki Ageng Supa Bungkul. Begitu ia berjalan dibawah pohon delima tiba-tiba pohon itu jatuh mengenai kepala Raden Paku.
Ki Ageng Bungkul pun tiba-tiba muncul dan mencegat Raden Paku dan ia berkata, kau harus kawin dengan puteriku Dewi Wardah.
Memang, Ki Ageng Bungkul telah mengadakan sayembara, siapa saja yang dapat memetik buah delima itu dengan selamat maka ia akan dijodohkan dengan puterinya yang bernama Dewi Wardah. Raden Paku bingung menghadapi hal itu. Maka peristiwa itu disampaikan kepada Sunan Ampel.
Tak usah bingung, Ki Ageng Bungku adalah serang muslim yang baik. Aku yakin Dewi Wardah juga seorang muslimah yang baik. Karena hal itu menjadi niat Ki Ageng Bungkul kuharap kau tidak mengecewakan niat baiknya itu. Demikian kata Sunan Ampel.
Tapi…….bukankah saya hendak menikah dengan puteri Kanjeng Sunan Yaitu dengan Dewi Murtasiah ujar Raden Paku.
Tidak mengapa? Kata Sunan Ampel. Sesudah melangsungkan akad nikah dengan Dewi Murtasiha selanjutnya kau akan melangsungkan perkawinan dengan Dewi Wardah.
Itulah liku-liku perjalan hidup Raden Paku. Dalam sehari ia menikah dua kali. Menjadi menantu Sunan Ampel, kemudian menjadi menantu Ki Ageng Bungkuk seorang bangsawan Majapahit yang hingga sekarang makamnya terawat baik di Surabaya.
Sesudah berumah tangga, Raden Paku makin giat berdagang dan berlayar antar pulau. Sambil berlayar  itu beliau menyiarkan agama Islam pada penduduk setempat sehingga namanya cukup terkenal di kepulauan nusantara.
Lama-lama kegiatan dagang tersebut tidak memuaskan hatinya, ia ingin berkonsentrasi menyiarkan agama Islam dengan mendirikan pondok pesantren. Ia pun minta izin kepada ibunya untuk meninggalkan dunia perdagangan.
Nyai Ageng Pinatih yang kaya raya itu tidak keberatan, andaikata hartanya yang banyak itu dimakan setiap hari dengan anak dan menantunya rasanya tiada akan habis, terlebih juragan Abu Hurairah orang kepercayaan Nyai Ageng Pinatih menyatakan kesanggupannya untuk mengurus seluruh kegiatan perdagangan miliknya, maka wanita itu ikhlas melepaskan Raden Paku yang hendak mendirikan pesantren.
Mulailah Raden Paku bertafakkur digoa yang sunyi, 40 hari 40 malam beliau tidak keluar goa. Hanya bermunajat kepada Allah. Tempat Raden Paku bertafakkur itu hingga sekarang masih ada yaitu desa Kembangan dan Kebomas.
Usai bertafakkur teringatlah Raden Paku pada pesan ayahnya sewaktu belajar di negeri Pasai. Dia pun berjalan berkeliling daerah yang tanahnya mirip dengan tanah yang dibawa dari negeri Pasai.
Melalui desa Margonoto, sampailah Raden Paku didaerah perbukitan yang hawanya sejuk, hatinya terasa damai, ia pun mencocokkan tanah yang dibawanya dengan tanah ditempat itu. Ternyata cocok sekali. Maka di desa Sidomukti itulah ia kemudian mendirikan pesantren. Karena tempat itu adalah dataran tinggi atau gunung maka dinamakanlah Pesantren Giri. Giri dalam bahasa sansekerta artinya gunung.
Atas dukkungan isteri-isteri dan ibunya juga dukungan spiritual dari Sunan ampel, tidak begitu lama hanya dalam waktu tiga tahun pesantren Giri sudah terkenal ke seluruh nusantara.
Menurut Dr.H.J. De Graaf, sesudah pulang dari pengembaraannya atau berguru ke negeri Pasai, ia memperkenalkan diri kepada dunia, kemudian berkedudukan diatas bukit di Gresik dan ia menjadi orang pertama yang paling terkenal dari Sunan-sunan Giri yang ada. Diatas gunung tersebut seharusnya ada istana karena dikalangan rakyat dibicarakan adanya Giri Kedatin (Kerajaan Giri). Murid-murid Sunan Giri berdatangan dari segala penjuru, seperti Maluku, Madura, Lomnok, Makasar, Hitu dan Ternate. Demikian menurut De Graaf.
Menurut babad tanah jawa murid-murid Sunan Giri itu justru bertebaran hampir diseluruh penjuru benua besar, seperti Eropa (Rum), Arab, Mesir, Cina dan lain-lain. Semua itu adalah penggambaran nama Sunan Giri sebagai ulama besar yang sangat dihormati orang pada jamannya. Disamping pesantrennya yang besar ia juga membangun mesjid sebagai pusat ibadah dan pembentukan iman umatnya. Untuk para santri yang datang dari jauh beliau juga membangun asrama yang luas.
Disekitar bukti tersebut sebenarnya dahulu jarang dihuni oleh penduduk dikarenakan sulitnya mendapatkan air. Tetapi dengan adanya Sunan Giri masalah air itu dapat diatasi. Cara Sunan Giri membuat sumur atau sumber air itu sangat aneh dan gaib hanya beliau seorang yang mampu melakukannya.

·        Peresmian Mesjid Demak
Dalam peresmian mesjid Demak Sunan Kalijaga mengusulkan agar dibuka dengan pertunjukkan wayang kulit yang pada waktu itu bentuknya masih wayang beber yaitu gambar manusia yang dibeber pada sebuah kulit binatang.
Usul Sunan Kalijaga ditolak oleh Sunan Giri, karena wayang yang bergambar manusia haram hukumnya dalam ajaran Islam, demikian menurut Sunan Giri.
Jika sunan Kalijaga mengusulkan peresmian mesjid Demak dengan membuka pagelaran wayang kulit, kemudian diadakan dakwah dan rakyat berkumpul boleh masuk setelah mengucapkan syahadat, maka Sunan Giri mengusulkan agar mesjid Demak diresmikan pada saat hari Jum’at sembari melaksanakan Sholat jamaah Jum’at.
Sunan Kalijaga berjiwa besar kemudian mengadakan kompromi dengan Sunan Giri. Sebelum Sunan Kalijaga telah merubah bentuk wayang kulit sehingga gambarannya tidak bisa disebut sebagai gambar manusia lagi, lebih mirip karikatur seperti bentuk wayang yang ada sekarang ini.
Sunan Kalijaga membawa wayang kreasinya itu dihadapan Sidang para wali. Keran tidak bisa disebut gambar manusia maka akhirnya Sunan Giri menyetujui wayang kulit itu digunakan sebagai media dakwah.
Perubahan bentuk wayang kulit itu adalah dikarenakan sanggahan Sunan Giri. Karena itu Sunan Kalijaga memberi tanda khusus pada momentum penting itu. Pemimpin para dewa dalam pewayangan oleh Sunan Kalijaga dinamakan Sang Hyang Girinata yang arti sebenarnya adalah sunan Giri yang menata.
Maka perdebatan tentang peresmian mesjid Demak bisa diatasi. Peresmian itu akan diawali dengan  sholat jum’at kemudian diteruskan dengan pertunjukkan wayang kulit yang dimainkan oleh ki dalang Sunan Kalijaga.

·        Jasa-jasa Sunan Giri
Jasa yang terbesar tentu saja perjuangannya dalam menyebarkan agama Islam di tanah jaw bahkan ke nusantara.
Beliau pernah menjadi hakim dalam perkara pengadilan Syekh Siti Jenar, seorang wali yang dianggap murtad karena menyebarkan faham Pantheisme dan meremehkan syariat Islam yang disebarkan para wali lainnya. Dengan demikian sunan Giri ikut  menghambat tersebarnya aliran yang bertentangan dengan faham Ahlussunnah wal jama’ah.
Keteguhannya dalam menyiarkan agama Islam secara murni dan konsekuen membawa dampak positif bagi generasi Islam berikutnya. Islam yang disiarkannya adalah Islam sesuai ajaran Nabi tanpa dicampuri dengan adat istiadat lama.
Di dalam kesenian beliau juga berjasa besar, karena beliaulah yang pertama kali menciptakan Asmaradana dan Pucung, beliau pula yang menciptakan tembang dan tembang dolanan anak-anak yang bernafas Islam antara lain: jamuran, Cublak-ublak Suweng, Jithungan dan Delikan.
Sembari melakukan permainan yang disebut jelungan itu biasanya anak-anak akan menyanyikan lagu Padhang Bulan  :
“Padhang-padhang bulan, ayo gage dha dolanan,
Dolanane na ing latar,
Ngalap padhang gilar-gilar,
Nundhung begog hangetikar.”

(malam terang bulan, marilah lekas bermain, bermain dihalaman, mengambil dihalaman, mengambil manfaat benderangnya rembulan, mengusir gelap yang lari terbirit-birit)
Maksud dari lagu dolanan padhang bulan ;
Agama Islam telah datang, maka marilah kita segera menuntut penghidupan, dimuka bumi ini, untuk mengambil manfaat dari agama Islam, agar hilang lenyaplah kebodohan dan kesesatan.

·        Para Pengganti Sunan Giri
Sunan Giri atau Raden Paku lahir pada tahun 1412 M, memerintah kerajaan Giri kurang lebih 20 tahun. Sewaktu memerintah Giri Kedaton beliau bergelar Prabu Satmata.
Pengaruh Sunan giri sangatlah besar terhadap kerajaan Islam di jawa maupun di luar jawa. Sebagi buktinya adalah adanya kebiasaan bahwa apabila seorang hendak dinobatkan menjadi raja haruslah mendapat pengesahan dari Sunan Giri.
Giri Kedaton atau Kerajaan Giri berlangsung selama 200 tahun. Sesudah Sunan Giri meninggal dunia beliau digantikan anak keturunannya yaitu:
1.       Sunan Dalem
2.       Sunan Sedomargi
3.       Sunan Giri Prapen
4.       Sunan Kawis Guwa
5.       Panembahan Ageng Giri
6.       Panembahan Mas Witana Sideng Rana
7.       Pangeran Singonegoro (bukan keturunan Sunan Giri
8.       Pengeran Singosari
Pangeran Singosari ini berjuang gigih mempertahankan diri dari serbuan Sunan Amangkurat II yang dibantu oleh VOC dan Kapten Jonker.
Sesudah pangeran Singosari wafat pada tahun 1679, habislah kekuasaan Giri Kedaton. Meski demikian kharisma Sunan Giri sebagai ulama besar wali terkemuka tetap abadi sepanjang masa.

·        Beberapa Karomah Sunan Giri
Raden Paku mengawal kapal dagang Setelah Raden Paku dewasa, ia diperintahkan oleh ibu angkatnya untuk mengawal kapal dagang milik ibu angkatnya ke pulau Kalimantan. Tiga kapal segera berangkat menuju ke pulau Kalimantan dengan dipimpin juragan Abu Hurairah. Setelah tiba di Kalimantan, oleh Raden Paku barang-barang tersebut tidak dijual secara kontan melainkan dihutangkan dalam tempo sepuluh hari. Karena merasa bertanggung jawab dengan barang-barang dagangan ini, Abu Hurairah merasa khawatir karena kebanyakan penduduk setempat kurang dapat dipercaya. Selain itu sebagian barang-barang yang ada oleh Raden Paku dibagikan kepada penduduk setempat yang tidak mampu.
Melihat tindakan Raden Paku yang demikian Abu Hurairah berkat
“Raden, bagaimana nanti bila Nyai Ageng memarahi saya karena tindakan Raden Paku ini ?”
“Tenanglah paman, semua ini menjadi tanggung jawabku” jawab Raden Paku dengan tenang.
“Bagaimana nanti bila saya dipecat?” Tanya Abu Hurairah dengan penuh rasa cemas.
“Kujamin paman tidak akan dipecat.” Jawab Raden Paku untuk menghilangkan kecemasan Abu Hurairah.
Setelah tiba masa pembayaran barang-barang yang dihutangkan tersebut, tidak ada satupun orang yang kelihatan batang hidungnya, alias tidak ada yang membayar. Sementara Abu Hurairah semakin cemas dibuatnya, sebab ia merasa khawatir bila nanti dimarah Nyai Ageng. Namun Raden Paku tetap tenang, dan dalam hati berkat
“Jika begini keadaannya, berarti kekayaan ibuku selama ini tidak bersih, alias masih tercampur dengan harta fakir miskin. Biarlah orang-orang tidak ada yang membayar, itu sebagai zakat yang harus dikeluarkan oleh ibuku”.
“Jika begini keadaannya, tak urung nanti kita dimarahi oleh Nyai Ageng” kata Abu Hurairah. “Tapi bagaimana kita pulang dengan perahu-perahu kosong, bias-bisa nanti perahu menjadi oleng bila diterjang badai, dan kita semua bisa mati tenggelam”. Ucap Raden Paku.
Dalam keberangkatan pulang ke Gresik, Raden Paku menyuruh Abu Hurairah dan anak buahnya untuk mengisi perahu-perahu dengan pasir pantai. Abu Hurairah tidak membantah, dia hanya menggerutu dalam hati, karena apa yang dilakukan oleh Raden Paku itu hanya pantas dikerjakan oleh orang-orang yang tidak waras.
Setibanya di Gresik, hati Abu Hurairah ketar-ketir takut kalau Nyai Ageng marah. Benar dugaan Abu Hurairah si janda kaya itu marah setelah diberi penjelasan oleh Abu Hurairah.
“Cepat panggil Paku kemari” bentak Nyai Ageng.
Raden Paku segera menghadap dan langsung bersimpuh dihadapan ibunya. Nyai Ageng marah-marah terhadap Raden Paku. Namun Raden Paku bersikap tenang tanpa mengeluarkan sepatah kata pun kepada ibunya. Baru setelah ibunya selesai menumpahkan kemarahannya, Raden Paku angkat bicara.
“Wahai ibu, jangan terburu marah, lebih baik lihat dulu sesungguhnya apa isi ketiga perahu tersebut” ujar Raden Paku dengan santun terhadap ibu angkatnya.
“Apa yang harus dilihat, bukankah perahu-perahu itu kau isi dengan pasir laut, Abu Hurairah tidak pernah berbohong kepadaku. Cepat buang pasir itu” Kata Nyai Ageng dengan marah.
“Tenanglah bu, tenanglah, sebaiknya kita lihat dulu apa isinya perahu-perahu tersebut” Kata Raden Paku dengan penuh sopan.
Akhirnya Nyai Ageng menurut apa yang dikatakan Raden Paku. Dia naik keatas perahu dan memeriksa isi karung tersebut. Dengan terkejut ternyata karung-karung tersebut berisikan barang dagangan yang sangat dibutuhkan orang-orang Gresik. Melihat hal demikian, Nyai Ageng segera minta maaf kepada Raden Paku. Sejak saat itulah Nyai Ageng sadar bahwa anaknya telah memiliki karomah yang luar biasa. Dia yakin anaknya nanti akan menjadi orang yang sangat berpengaruh seperti halnya Sunan Ampel. Setelah peristiwa itu, Nyai Ageng insyaf. Dia menjadi orang yang lebih taat dan patuh terhadap segala perintah agama. Sedang Raden Paku sendiri lebih giat dalam menyebarkan agama islam dengan dukungan Sunan Ampel dan bantuan Sunan Bonang. Sehingga agam Islam tersebar luas di wilayah Gresik dan sekitarnya.
Demikianlah keajaiban karomah Sunan Giri dengan izin alloh, karung-karung yang tadinya di isi pasir laut bisa berubah menjadi barang dagangan yang sangat dibutuhkan dan dengan peristiwa itu dapat menyadarkan ibunya yang tadinya pelit.

Sunan Giri menikah dua kali dalam sehari
Konon menurut cerita, Ki Ageng Bungkil mengadakan sayembara, bahwa barang siapa yang dapat memetik buah delima dipekarangannya, dia akan diambil sebagai mantu. Banyak orang mengikuti sayembara itu namun gagal. Raden Paku yang berada di tempat itu mencoba mengikuti sayembara tersebut, padahal esoknya ia akan menikah dengan putri Sunan Ampel bernama Dewi Murtasiah.
Tanpa memanjat, dipandangnya buah delima yang ada dipohon tersebut, tak lama kemudian buah delima tersebut jatuh. Karuan saja para penonton menjadi kagum akan kejadian tersebut, terutama Ki Ageng Bungkul sendiri. Sesuai dengan janjinya, akhirnya Ki Ageng Bungkul menikahkan putrinya Dewi Wardah dengan Raden Paku pada keesokan harinya, dan pada hari itu juga Raden Paku menikah dengan Dewi Murtasiah putri Sunan Ampel.
Sunan Giri mendapat tantangan dari Begawan Minto Semeru seorang pertapa dari Gunung Lawu
Kurang lebih tiga tahun lamanya Sunan Giri mendirikan pondok pesantren yang terletak di gunung giri, termasyurlah nama pondok itu ke seluruh penjuru Pulau Jawa. Dan dalam pada itu, tersebutlah di Gunung Lawu terdapat sebuah padepokan yang dipimpin oleh seorang Begawan sakti bernama Minto Semeru. Konon kabarnya Begawan Minto ini sangat sakti.
Suatu ketika Begawan Minto semeru mendengar nama Sunan Giri yang baru mendirikan padepokan di Gunung Giri. Mendengar hal ini, Begawan Minto merasa tersaingi, karena itu berangkatlah Begawan Minto ke padepokan Giri. Pada saat Begawan Minto tiba, Sunan Giri sedang mengerjakan sholat. Dia hanya bertemu dengan salah satu muridnya yang menjaga pintu gerbang padepokan Giri.
“Dapatkah aku bertemu dengan Sunan Giri?”, Tanya sang Begawan
“Siapakah tuan ini, dan dari mana asalnya?”, Tanya si penjaga gerbang
“Katakan aku ingin bertemu dengan pemimpin padepokan ini”, ujar Begawan Minto tidak serantan.
“Kanjeng Sunan sedang Sholat” sahut penjaga pintu.
“Sudah cepat katakan ada tamu dari jauh ingin bertemu” ujar sang Begawan.
Akhirnya penjaga pintu gerbang itu segera menemui Kanjeng Sunan di tempat sholat. Kebetulan kanjeng sunan sudah selesai sholat.
“Ada apa muridku?” Tanya Kanjeng Sunan.
“Ada seorang tamu dari jauh ingin bertemu dengan Kanjeng Sunan” jawab muridnya dengan santun.
“Suruh dia masuk” ujar Kanjeng Sunan.
Akhirnya murid Kanjeng Sunan tersebut menemui sang Begawan tersebut seraya mengajaknya masuk kedalam lingkungan pesantren. Sementara Sunan Giri menyambut kedatangannya dengan ramah, sedikitpun tak ada kecurigaan bahwa kedatangan sang Begawan untuk mengajak adu kesaktian.
“Kisanak ini berasal dari mana?” Tanya Kanjeng Sunan seraya hendak berkenalan.
“Namaku Begawan Minto Semeru, datang dari Gunung Lawu. Aku mendengar berita bahwa tuan adalah guru besar padepokan Gunung Giri, seorang guru sakti berilmu tinggi. Terus terang saja, kedatanganku kemari ingin mencoba kesaktian tuan guru” ujar Begawan Minto dengan mantap.
“Mencoba kesaktianku?” Tanya Kanjeng Sunan.
“Ya, bila nanti aku yang kalah, aku bersedia mengabdi kepada tuan guru sebagai murid. Dan bila tuan guru yang kalah, maka akan kupenggal leher tuan guru agar di tanah Jawa ini tidak ada seorang pun yang dianggap sakti kecuali aku” kata Begawan Semeru dengan yakin.
“Ketahuilah kisanak, bahwa semua yang ada dialam semesta ini adalah kepunyaan Allah, dia Maha Kuasa lagi Maha Sakti. Karena itu jika kisanak hendak mengalahkan aku dan memenggal leherku, maka jika Tuhan tidak menghendaki, sejuta orang seperti kisanak pun tidak akan mampu melaksanakannya”, ujar Kanjeng Sunan dengan sopan.
“Jelasnya tuan guru telah menerima tantanganku”, ujar Begawan Minto.
“Silahkan bila tuan ingin mencoba ilmu ciptaan Tuhan kepadaku”, sahut Kanjeng Sunan.
Kedua orang itu kemudian keluar dari lingkungan Pesantren menuju lapangan luas dan saling berhadapan.
“Sebelum memulai pertarungan, marilah kita main tebak dahulu, aku akan mengubur binatang di atas Gunung Pertukangan, tuan tinggal menebak binatang apa yang aku kubur itu?”, kata sang Begawan sambil tertawa terkekeh-kekeh.
“Silakan”. Sahut Kanjeng Sunan.
Dengan gerakan cepat, Begawan Minto Semeru melesat menuju Gunung Pertukangan. Di sana dia menciptakan dua ekor angsa, jantan dan betina, lalu kedua angsa itu dikubur hidup-hidup. Setelah selesai dia kembali ke tempat semula Kanjeng Sunan berada.
“Nah, binatang apa yang saya kubur di gunung itu tuan guru?” Tanya sang Begawan serasa mengejek.
“Yang tuan kubur itu adalah sepasang ular naga” jawab Kanjeng Sunan kalem.
Serentak Begawan Minto tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban sunan seraya berkata “tebakan tuan salah, salah besar”. Selanjutnya sang Begawan berkata ”yang saya kubur adalah sepasang angsa”.
“Apa tuan tidak salah lihat, sebaiknya tuan kembali dan bongkarlah apa yang tuan kubur itu”. Kata Kanjeng Sunan meyakinkan.
“Justru tuanlah yang harus melihatnya, agar tuan menerima kekalahan tuan, sahut sang Begawan.
“Kalau begitu marilah kita lihat bersama-sama” kata Kanjeng Sunan.
Hanya beberapa kejap mata, kedua orang itu tiba di Gunung Pertukangan. Begawan Minto Semeru membongkar binatang ciptaannya yang dikubur itu. Tiba-tiba keluarlah sepasang ular naga. Sang Begawan terkejut seraya bergumam “Kali ini aku kalah, tapi awas untuk yang kedua kalinya”.
Berkali-kali sang Begawan mengeluarkan ilmu kesaktiannya, dan berkali-kali pula ia tidak dapat mengalahkan ilmu Kanjeng Sunan, hingga akhirnya sang Begawan mengeluarkan ilmu andalannya.
Sang Begawan melepaskan ikat kepalanya, lalu dilemparkan ke udara dengan ilmu andalannya, ikat kepala itu melesat ke udara dengan kecepatan yang sulit dipandang mata. Namun Kanjeng Sunan tidak tinggal diam, dilemparkan pula sorbannya dan melesat ke udara memburu ikat kepala sang Begawan. Sorban Kanjeng Sunan dapat menyusul ikat kepala sang Begawan bahkan dapat menumpangi ikat kepala Begawan Minto Semeru. Dengan lambaian tangan Kanjeng Sunan, kedua benda itu meluncur kebawah, dan tepat jatuh dihadapan sang Begawan. Sorban Kanjeng Sunan tetap berada diatas, sementara ikat kepala sang Begawan berada di bawah. Hal tersebut menandakan bahwa sang Begawan tetap kalah. Sang Begawan semakin penasaran, dicobanya adu kesaktian sekali lagi. Sang Begawan menciptakan beberapa butir telur. Telur-telur itu disusunnya dari bawah ke atas. Anehnya, telur-telur itu tidak jatuh. Melihat permainan itu, Kanjeng Sunan tidak mau kalah. Telur-telur itu diambilnya satu persatu dari bawah, dan lebih aneh lagi, telur-telur itu tidak jatuh ke bawah hingga telur itu dapat diambil semuanya.
Dengan diliputi rasa malu di hadapan para penonton, akhirnya sang Begawan Minto mengajak duel Kanjeng Sunan dengan jurus-jurus pamungkas. Setelah keduanya siap, mulailah sang Begawan menyerang Kanjeng Sunan dengan jurus-jurus andalannya. Secepat kilat pukulan sang Begawan menghantam Kanjeng Sunan, secepat kilat pula Kanjeng sunan mengembalikan pukulan itu kepada sang Begawan dengan dorongan telapak tangannya. Tak ayal lagi pukulan itu mengenai sang Begawan sendiri. Sesuai dengan janji, akhirnya sang Begawan mengaku kalah dan berlutut dihadapan Kanjeng Sunan seraya meminta maaf atas kesombongannya.
“Kali ini kuserahkan jiwa ragaku kepada Kanjeng Sunan, aku bersedia menjadi murid Kanjeng Sunan” kata Begawan Minto Semeru.
“Soal itu mudah, yang penting tuan kenali dulu ajaran agama islam” kata Kanjeng Sunan.
“Semula aku berjanji, jika aku yang kalah, aku bersedia menjadi murid Kanjeng.
Dan itu berarti aku harus belajar ilmu-ilmu yang Kanjeng miliki” sahut Begawan Minto Semeru.
Demikianlah hasil adu kesaktian sang Begawan Minto Semeru dengan Kanjeng Sunan Giri yang dimenangkan oleh Kanjeng Sunan Giri dan akhirnya Begawan Minto Semeru menjadi murid Kanjeng Sunan Giri.
Setelah dirasa sudah cukup lama menimba ilmu dari Kanjeng Sunan Giri, akhirnya Begawan Minto Semeru kembali ke Gunung Lawu. Disana sang Begawan mengajak murid-muridnya untuk mengenal ajaran agama Islam.
Sampai akhir hayatnya, Raden Paku atau Sunan Giri tetaplah merupakan pahlawan islam yang sangat diagungkan. Beliau merupakan orang yang banyak menyebarkan ajaran Islam di Indonesia terutama di Pulau Jawa dan sekitarnya. Tepat pada hari Senin bulan Dzulhijjah beliau meninggal dunia. Jenazahnya dimakamkan di Gunung Giri Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik. Sampai saat ini banyak peziarah dari penjuru tanah air datang ke makam beliau karena jasa-jasa beliau dalam menyebarkan agama Islam. Semoga jasa-jasa beliau dalam menegakkan ajaran agama Islam diterima di sisi allah SWT. Amien Ya Robbal Aalamien.

Konon menurut catatan sejarah, silsilah Sunan Giri bila dilihat dari jalur ayahnya Syekh Maulana Ishaq masih berhubungan dengan Baginda Rasullulah SAW. Dan bila silsilah keturunan dari ibunya Dewi Sekardadu masih ada hubungan dengan Raja Majapahit Prabu Hayam Wuruk.

No comments:

Post a Comment