·
Asal Usul Sunan Giri
Sunan Giri adalah putra
syekh maulana ishaq, seorang ulama dari gujarat yang menetap di pasai, yang
kini bernama aceh. Ibunya bernama dewi sekardadu, putri raja hindu blambangan,
jawa timur, yang bernama prabu menak sembuyu. Kisah sunan giri bermula
ketika maulana ishaq tertarik untuk mengunjungi jawa timur karena ingin
menyebarkan agama islam. setelah bertemu dengan sunan ampel yang masih
sepupunya, maka ia disarankan berdakwah di daerah blambangan, sebelah selatan
banyuwangi, jawa timur. Ketika itu, masyarakat blambangan sedang tertimpa wabah
penyakit. Bahkan putri raja blambangan, dewi sekardadu, ikut terjangkit. Semua
tabib tersohor tidak berhasil mengobatinya.
Asal usul sunan giri –
Akhirnya, sang raja mengumumkan sebuah sayembara. “Barang siapa yang berhasil
mengobati sang dewi, jika seorang laki-laki maka ia akan dijodohkan dengannya.
Jika perempuan maka ia akan dijadikan saudara angkat sang dewi” katanya
Tadi, tidak ada seorang
pun yang sanggup memenangkan sayembara itu. di tengah keputusasaan, sang prabu
mengutus bajul sengara mencari pertapa sakti. Dalam pencarian itu, sang patih
sempat bertemu dengan seorang pertapa sakti yang bernama resi kandayana. Dan,
resi inilah yang memberi informasi tentang syekh maulana ishaq. Rupanya,
maulana ishaq mau mengobati dewi sekardadu, jika prabu menak sembuyu dan
keluarganya bersedia masuk islam.
Setelah dewi sekardadu
sembuh, syarat maulana ishaq pun dipenuhi. Seluruh keluarga raja memeluk agama
islam. Setelah itu dewi, sekardadu dinikahkan dengan maulana ishaq. Sayangnya,
prabu menak sembuyu tidak menjadi seorang muslim dengan sepenuh hati. ia malah
iri menyaksikan maulana ishaq berhasil meng Islam kan sebagian besar rakyatnya.
Lalu ia berusaha menghalangi syiar islam, bahkan mengutus orang kepercayaannya
untuk membunuh maulana ishaq.
Pada akhirnya, maulana
ishaq meninggalkan blambangan dan kembali ke pasai, aceh, karena merasa jiwanya
terganggu. Sebelum berangkat ia hanya berpesan kepada dewi sekardadu yang
sedang mengandung tujuh bulan agar anaknya diberi nama raden paku. Setelah bayi
laki-laki itu lahir, prabu menak sembuyu melampiskan kebenciannya kepada anak
maulana ishaq dengan membuatnya ke lau dalam sebuah peti.
Menurut buku kisah teladan
wali songo, peti tersebut ditemukan oleh awak kapal dagang dari gresik yang
sedan menuju pulau bali. Bayi tersebut kemudian diserahkan kepada nyai ageng
pinatih, pemiliki kapal tersebut. Maka, bayi yang kelak dikenal sebagia Sunan
giri dijadikan anak angkat nyai ageng pinatih, seorang saudagar kaya raya,
dari gresik.
Sejak saat itu, bayi laki
laki yang kemudian dinamai Joko Samudro itu diasuh dan dibesarkan oleh Nyi
Ageng pinatih. Joko samudro yang menginjak usia tujuh tahun dititipkan di padepokan Sunan Ampel di surabaya untuk belajar
agama islam. Lalu, anak itu diberi gelar oleh Sunan Ampel dengan sebutan
“Maulana ainul yaqin” karena kecerdasannya.
Setelah bertahun tahun
belajar agama di padepokan, joko samudro dan putra sunan ampel, raden maulana
makhdum ibrahim (sunan bonang), diutus sunan ampel untuk menimba ilmu di makka.
Tapi, mereka harus singgah terlebih dahulu untuk menemui syekh maulana ishaq,
yang sesungguhnya ayah dari joko samudro atau raden paku.
Ternyata, Sunan Ampel
ingin mempertemukan raden paku dengan ayah kandungnya. Akhirnya, ayah dan anak
itu pun bertemu. Setelah belajar selama tujuh tahun di pasai kepada syekh
maulana ishaq, mereka kembali ke jawa. Pada saat itulah, maulana ishaq
membekali raden paku dengan segenggam tanah, lalu memintanya mendirikan
pesantren di sebuah tempat yang warna dan bau tanahanya sama dengan yang
diberikannya.
·
Silsilah Sunan Giri
Sunan Giri bin Maulana
Ishaq bin Ibrahim Zainuddin Al-Akbar bin Maulana Husin Jumadil Kubro bin Ahmad
Syah Jalaluddin bin ’Abdullah Azmatkhan bin Abdul Malik Azmat Khan bin ‘Alwi
‘Ammil Faqih bin Muhammad Shohib Mirbath bin ‘Ali Khali Qasam bin ‘Alwi Shohib
Baiti Jubair bin Muhammad Maula Ash-Shaouma’ah bin ‘Alwi al-Mubtakir bin
‘Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin ‘Isa An-Naqib bin Muhammad An-Naqib bin
‘Ali Al-’Uraidhi bin Imam Ja’far Ash-Shadiq bin Imam Muhammad al-Baqir bin Imam
‘Ali Zainal ‘Abidin bin Imam Husain Asy-Syahid bin Fathimah Az-Zahra binti Nabi
Muhammad Rasulullah Saw.
Sunan Giri disebutkan
memiliki dua orang istri, yaitu Dewi Murtasiah binti Sunan Ampel dan Dewi
Wardah binti Ki Ageng Bungkul. Melalui istrinya Dewi Murtasiyah, Sunan
Giri memiliki delapan anak, yaitu :
Ratu Gede Kukusan
Sunan Dalem
Sunan Tegalwangi
Nyai Ageng Seluluhur
Sunan Kidul
Ratu Gede Saworasa
Sunan Kulon (Panembahan Kulon)
Sunan Waruju
Sementara dari Dewi
Wardah, beliau memiliki dua anak bernama : Pangeran Pasirbata dan Siti
Rohbayat.
·
Adipati Blambangan
Di awal abad 14 M,
kerajaan Blambangan diperintah oleh Prabu Mena Sembuyu, salah seorang keturunan
Prabu Hayam Wuruk dari kerajaan Majapahit. Raja dan rakyatnya memeluk agam
Hindu dan sebagian ada yang memeluk agama Budha.
Pada suatu hari Parbu
Menak Sembuyu gelisah, demikian pula permaisurinya pasalnya puteri mereka
satu-satunya jatuh selama beberapa bulan. Sudah diusahakan mendatangkan tabib
dan dukun untuk mengobati tapi sang puteri belum sembuh juga.
Memang pada waktu itu
kerajaan Blambangan sedang dilanda wabah penyakit. Banyak sudah korban
berjatuhan. Menurut gambaran babad tanah jawa esok sakit sorenya mati. Seluruh
penduduk sangat prihatin, berduka dan hampir semua kegiatan sehari-hari menjadi
macet total.
Atas saran permaisuri
Prabu Menak Sembuyu mengadakan sayembara, siapa yang dapat menyembuhkan
puterinya akan diambil menantu dan siapa yang dapat mengusir wabah penyakit di
Blambangan akan diangkat sebagai Bupati atau Raja Muda. Sayembara disebar
hampir keseluruh pelosok negeri. Tapi sudah berbulan-bulan tidak juga ada
yang dapat memenangkan sayembara tersebut.
Permaisuri makin sedih
hatinya, prabu Menak Sembuyu berusaha menghibur isterinya dengan menugaskan
Patih Baju Sengara untuk mencari pertapa sakti guna mengobati penyakit
puterinya.
Diiringi beberapa prajurit
pilihan, Patih Baju Sengara berangkat melaksanakan tugasnya. Para pertapa
biasanya tinggal dipuncak lereng-lereng gunung, maka kesanalah tujuan Patih
Bajul Sengara.
Patih Bajul Sengara
akhirnya bertemu dengan Resi Kandabaya yang mengetahui adanya tokoh sakti dari
negeri seberang. Orang yang dimaksud adalah Syekh Maulana Ishak yang sedang
berdakwah secara sembunyi-sembunyi dinegeri Blambangan.
Patih Bajul Sengara
bertemu dengan Syekh Maulana Ishak yang sedang bertafakkur disebuah goa. Syekh
Maulana Ishak mau mengobati puteri Prabu Menak Sembuyu dengan syarat Prabu mau
masuk atau memeluk agama Islam. Syekh Maulana Ishak memang piawai dibidang ilmu
kedokteran, puteri Dewi Sekar Dadu sembuh sekali diobati. Wabah penyakit juga
lenyap dari wilayah Blambangan. Sesuai janji Raja maka Syekh Maulana Ishak
dikawinkan dengan Dewi Sekardadu. Kemudian diberi kedudukan sebagai Adipati
untuk menguasai sebagian wilayah Blambangan.
·
Hasutan Sang Patih
Tujuh bulan sudah Syekh
Maulana Ishak menjadi adipati baru di Blambangan, makin hari semakin bertambah
banyak penduduk Blambangan yang memeluk agama Islam. Sementara Patih Bajul
Sengara tak henti-hentinya mempengaruhi sang prabu dengan hasutan-hasutan
jahatnya. Hati Prabu Menak Sembuyu jadi panas mengetahui hal ini.
Patih Bajul Sengara
sendiri sepengetahuan sang Prabu sudah mengadakan teroe pada pengikut Syekh
Maulana Ishak. Tidak sedikit penduduk Kadipaten yang dipimpin Syekh Maulana
Ishak diculik, disiksa dan dipaksa kembali pada agama lama.
Pada saat itu Dewi
Sekardadu sedang hamil tujuh bulan, Syekh Maulana Ishak sadar bila diteruskan
akan terjadi pertumpahan darah yang seharusnya tidak perlu. Kasihan rakyat
jelata yang harus menanggung akibatnya. Maka dia segera pamit kepada isterinya
untuk meninggalkan Blambangan.
Akhirnya, pada tengah
malam dengan hati yang berat karena harus meninggalkan isteri tercinta yang
hamil tujuh bulan, Syekh Maulana Ishak berangkat meninggalkan Blambangan
seorang diri. Esok harinya sepasukan besar prajurit Blambangan yang dipimpin
Patih Bajul Sengara menerobos masuk wilayah Kadipaten yang sudah ditinggalkan
Syekh Maulana Ishak.
Dua bulan kemudian dari
rahim Sekardadu lahir bayi laki-laki yang elok rupanya. Sesungguhnya Prabu
Menak Sembuyu dan permaisurinya merasa senagn dan bahagia melihat kehadiran cucunya
yang montok dan rupawan itu. Bayi itu lain daripada yag lain, wajahnya
mengeluarkan cahaya terang.
Lain halnya dengan Patih
Bajul Sengara, dibiarkannya bayi itu mendapat limpahan kasih sayang keluarganya
selama empat puluh hari. Sesudah itu dia menghasut Prabu Menak Sembuyu.
Kebetulan pada saat itu wabah penyakit berjangkit kembali di Blambangan, maka
Patih baju Sengara berulah lagi..
Bayi itu! Benar Gusti
Prabu! Cepat atau lambat bayi itu akan menjadi bencan dikemudian hari. Wabah
penyakit inipun menurut dukun-dukun terkenal diBlambangan ini disebabkan adanya
hawa panas yang memancar dari jiwa bayi itu! Kilah patih Bajul Sengara dengan
alasan yang dibuat-buat.
Sang Prabu tidak cepat
mengambil keputusan, dikarenakan dalam hatinya dia terlanjur menyukai kehadiran
cucunya itu. Namun sang Patih tiada bosan-bosannya menteror dengan hasutan dan
tuduhan keji yang akhirnya sang Prabu terpengaruh juga.
Walau demikian tiada tega
juga dia memerintahkan pembunuhan atas cucunya itu secara langsung. Bayi yang masih
berusia empat puluh hari dimasukkan kedalam peti dan diperintahkan untuk
dibuang ke samudera.
·
Joko Samudra
Pada suatu malam ada
sebuah perahu dagang dari Gresik melintasi selat Bali. Ketika perahu itu berada
ditengah-tengah selat Bali tiba-tiba terjadi keanehan, perahu itu tidak dapat
bergerak, maju tak bisa mundurpun tak bisa.
Nahkota memerintahkan awak
kapal untuk memeriksa sebab-sebab kemacetan ini, meungkinkah perahunya
membentur karang. Setelah diperiksa ternyata perahu itu hanya menabrak sebuah
peti berukir indah, seperti peti milik kaum bangsawan yang digunakan menyimpan
barang berharga. Nahkoda memerintahkan mengambil peti itu. Semua orang terkejut
karena didalamnya terdapat seorang bayi mungil yang bertubuh montok dan rupawan.
Nahkoda merasa gembira menyelamatkan jiwa si bayi mungil itu, tapi juga
mengutuk orang yang tidak berprikemanusiaan.
Nahkoda kemudian
memerintahkan awak kapal untuk melanjutkan pelayaran ke pulau Bali. Tapi perahu
tidak dapat bergerak maju. Ketika perahu diputar dan digerakkan kearah
Gresik ternyata perahu itu melaju dengan cepatnya.
Dihadapan Nyai Ageng
Pinatih janda kaya raya pemilik Kapal Nahkoda berkata sambil membuka peti itu.
Peti inilah yang menyebabkan kami kembali ke Gresik dalam waktu secepat ini.
Kami tak dapat meneruskan pelayaran ke Pulau Bali, kata sang nahkoda.
Bayi…? Bayi siapa ini ?
gumam Nyai Ageng Pinatih sembari mengangkat bayi itu dari dalam peti.
Kami menemukannya di
tengah samudera selat Bali, jawab nahkoda kapal.
Bayi ini kemudian mereka
serahkan kepada Nyai Ageng Pinatih untuk diambil sebagai anak angkat. Memang
sudah lama dia menginginkan seorang anak. Karena bayi ini ditemukan di tengah
smudera maka Nyai Ageng Pinatih kemudian memberinya nama Joko Samudra.
Ketika berumur 11 tahun,
Nyai Ageng Pinatih mengantarkan Joko Samudra untuk berguru kepada Raden Rahmat
atau Sunan Ampel di Surabaya. Menurut beberapa sumber mula pertama Joko
Samudra setiap hari pergi ke Surabaya dan sorenya kembali ke Gresik. Sunan
Ampel kemudian menyarankan agar anak itu mondok saja dipesantren Ampeldenta
supaya lebih konsentrasi dalam mempelajari agama Islam.
Pada suatu malam, seperti
biasanya Raden Rahmat hendak mengambil air wudhu guna melaksanakan sholat
Tahajjud, mendoakan muridnya dan mendoakan umat agar selamat di dunia dan di
akhirat. Sebelum berwudhu Raden Rahmat menyempatkan diri melihat-lihat para
santri yang tidur di asrama.
Tiba-tiba Raden Rahmat
terkejut. Ada sinar terang memancar dari salah seorang santrinya. Selama
beberpa saat beliau tertegun, sinar terang itu menyilaukan mata. Untuk
mengetahui siapakah murid yang wajahnya bersinar itu maka Sunan ampel memberi
ikatan pada sarung murid itu.
Esok harinya, sesudah
sholat subuh Sunan Ampel memanggil murid-muridnya itu.
Siapakah diantara kalian
yang waktu bangun tidur kain sarungnya ada ikatan? Tanya Sunan Ampel.
Saya Kanjeng Sunan…..ujar
Joko Samudra.
Melihat yang mengacungkan
tangan adalah Joko Samudra, Sunan Ampel makin yakin bahwa anak itu pastilah
bukan anak sembarangan. Kebetulan pada saat itu Nyai Ageng Pinatih datang untuk
menengok Joko Samudra, kesempatan itu digunakan Sunan Ampel untuk bertanya
lebih jauh tentang asal-usul Joko Samudra.
Nyai Ageng Pinatih
menjawab sejujur-jujurnya. Bahwa Joko Samudra ditemukan ditengah selat Bali
ketika masih bayi. Peti yang digunakan untuk membuang bayi itu hingga sekarang
masih tersimpan rapi dirumah Nyai Ageng Pinatih.
Teringat pada pesan Syekh
Maulana Ishak sebelum berangkat ke negeri Pasai maka Sunan Ampel kemudian
mengusulkan Nyai Ageng Pinatih agar nama anak itu diganti menjadi Raden Paku.
Nyai Ageng Pinatih menurut saja apa kata Sunan Ampel, dia percaya penuh
kepada wali besar yang dihormati masyarakat bahkan juga masih terhitung seorang
Pangeran Majapahit itu.
·
Raden Paku
Sewaktu mondok dipesantren
Ampeldenta, Raden Paku sangat akrab bersahabat dengan putera Raden Rahmat yang
bernama Raden Makdum Ibrahim. Keduanya bagai saudara kandung saja, saling
menyayangi dan saling mengingatkan.
Setelah berusia 16 tahu,
kedua pemuda itu dianjurkan untuk menimba ilmu pengetahuan yang lebih tinggi di
negeri seberang sambil meluaskan pengetahuan.
Di negeri Pasai banyak
orang pandai dari berbagai negeri. Disana juga ada ulama besar yang bergelar
Syekh Awwallul Islam. Dialah ayah kandung yang nama aslinya adalah Syekh
Maulana Ishak. Pergilah kesana tuntutlah ilmunya yang tinggi dan teladanilah
kesabarannya dalam mengasuh para santri dan berjuang menyebarkan agama Islam.
Hal itu akan berguna kelak bagi kehidupanmu di masa yang akan datang.
Pesan itu dilaksanakan
oleh Raden Paku dan Raden Makdum Ibrahim. Dan begitu sampai di negeri Pasai
keduanya disambut gembira, penuh rasa haru dan bahagia oleh Syekh Maulana Ishak
ayah kandung Raden Paku yang tak pernah melihat anaknya sejak bayi.
Raden Paku menceritakan
riwayat hidupnya sejak masih kecil ditemukan ditengah samudera dan kemudian
diambil anak angkat oleh Nyai Ageng Pinatih dan berguru pada Sunan Ampel di
Surabaya.
Sebaliknya Syekh Maulana
Ishak kemudian menceritakan pengalamannya di saat berdakwah di Blambangan
sehingga dipaksa harus meninggalkan isteri yang sangat dicintainya.
Raden Paku menangis
sesegukan mendengar kisah itu. Bukan menangis kemalangan dirinya yang
disia-siakan kakeknya yaitu Prabu Menak Sembuyu tetapi memikirkan nasib ibunya
yang tak diketahui lagi tempatnya berada. Apakah ibunya masih hidup atau sudah
meninggal dunia.
Di negeri Pasai banyak
ulama besar dari negeri asing yang menetap dan membuka pelajaran agama Islam
kepada penduduk setempat, hal ini tidak disia-siakan oleh Raden Paku dan
Maulana Makdum Ibrahim. Kedua pemuda itu belajar agama dengan tekun, baik
kepada Syekh Maulana Ishak sendiri maupun kepada guru-guru agama lainnya.
Ada yang beranggapan bahwa
Raden Paku dikaruniai Ilmu Laduni yaitu ilmu yang langsung berasal dari Tuhan,
sehingga kecerdasan otaknya seolah tiada bandingnya. Disamping belajar ilmu
Tauhid mereka juga mempelajari ilmu Tasawuf dari ulama Iran, Bagdad dan Gujarat
yang banyak menetap di negeri Pasai.
Ilmu yang dipelajari itu
berpengaruh dan menjiwai kehidupan Raden Paku dalam perilakunya sehari-hari
sehingga kentara benar bila ia mempunyai ilmu tingkat tinggi, ilmu yang
sebenarnya hanya dimiliki ulama yang berusia lanjut dan berpengalaman. Gurunya
kemudian memberinya gelar Syekh Maulana Ainul Yaqin.
Setelah tiga tahun berada
di pusat Pasai. Dan masa belajarnya itu sudah dianggap cukup oleh Syekh Maulana
Ishak, kedua pemuda itu diperintahkan kembali ke tanah jawa. Oleh ayahnya,
Raden Paku diberi sebuah bungkusan kain putih berisi tanah.
Kelak, bila tiba masanya
dirikanlah pesantren di Gresik, carilah tanah yang sama betul dengan tanah
dalam bungkusan ini disitulah kau membangun pesantren, demikianlah pesan
anahnya.
Kedua pemuda itu kemudian
kembali ke Surabaya. Melaporkan segala pengalamannya kepada Sunan Ampel. Sunan
Ampel memerintahkan Makdum Ibrahim berdakwah di Tuban, sedangkan Raden
Paku diperintah pulang ke Gresik kembali ke ibu angkatnya yaitu Nyai Ageng
Pinatih.
·
Membersihkan Diri
Pada usia 23 tahun, Raden
Paku diperintah oleh ibunya untuk mengawal barang dagangan ke pulau Banjar atau
Kalimantan. Tugas ini diterimanya dengan senang hati. Nahkoda kapal
diserahkan kepada pelaut kawakan yaitu Abu Hurairah. Walau pucuk pimpinan
berada di tangan Abu Hurairah tapi Nyai Ageng Pinatih memberi kuasa pula kepada
Raden Paku untuk ikut memasarkan dagangan di Pulau Banjar.
Tiga buah kapal berangkat
meninggalkan pelabuhan Gresik dengan penuh muatan. Biasanya, sesudah dagangan
itu habis terjual di Pulau Banjar maka Abu Hurairah diperintah membawa barang
dagangan dari pulau Banjar yang sekiranya laku di pulau Jawa, seperti rotan,
damar, emas dan lain-lain. Dengan demikian keuntungan yang diperoleh menjadi
berlipat ganda, tapi kali tidak, sesudah kapal merapat dipelabuhan Banjar,
Raden paku membagi-bagikan barang dagangannya dari Gresik itu secara gratis
kepada penduduk setempat.
Tentu saja hal ini membuat
Abu Hurairah menjadi cemas. Dia segera memprotes tindakan Raden Paku,
Raden….kita pasti akan mendapat murka Nyai Ageng Pinatih. Mengapa barang
dagangan kita diberikan secara cuma-cuma?
Jangan kuatir paman, kada
Raden Paku. Tindakan saya ini sudah tepat. Penduduk Banjar saat ini sedang
dilanda musibah. Mereka dilanda kekeringan dan kurang pangan. Sedangkan ibu
sudah terlalu banyak mengambil keuntungan dari mereka, sudahkah ibu memberikan
hartanya dengan membayar zakat kepada mereka?
Saya kira belum, nah
sekaranglah saatnya ibu mengeluarkan zakat untuk membersihkan diri.
Itu diluar wewenang saya
Raden, kata Abu Hurairah. Jika kita tidak memperoleh uang lalu dengan apa kita
mengisi perahu supaya tidak oleng dihantam gelombang dan badai?
Raden Paku terdiam
beberapa saat. Dia sudah maklum bila dagangan habis biasanya Abu Hurairah akan
mengisi kapal atau perahu dengan barang dagangan dari Kalimantan. Tapi sekarang
tak ada uang dengan apa dagangan pulau Banjar akan dibeli.
Paman tak usah risau, kata
Raden Paku dengan tenangnya. Supaya kapal tidak oleng isilah karung-karung kita
dengan batu dan pasir.
Memang benar, mereka dapat
berlayar hingga dipantai Gresik dalam keadaan selamat. Tapi hati Abu Hurairah
menjadi kebat-kebit sewaktu berjalan meninggalkan kapal untuk bertemu dengan
Nyai Ageng Pinatih.
Dugaan Abu Hurairah benar.
Nyai Ageng Pinatih terbakar amarahnya demi mendengar perbuatan Raden Paku yang
dianggap tidak normal.
Sebaiknya ibu lihat dulu
pinta Raden Paku.
Sudah, jangan banyak
bicara. Buang saja pasir dan batu itu. Hanya mengotori karung-karung kita saja
hardik Nyai Ageng Pinatih.
Tapi ketika awak kapal
membuka karung-karung itu mereka terkejut. Karung-karung itu isinya menjadi
barang-barang dagangan yang biasa mereka bawa dari banjar, seperti rotan, damar
, kain dan emas serta intan. Bila ditaksir harganya jauh lebih besar ketimbang
dagangan yang disedekahkan kepada penduduk Banjar.
·
Perkawinan Raden Paku
Al-kisah ada seorang
bangsawan Majapahit bernama Ki Ageng Supa Bungkul ia mempunyai sebuah pohon
delima yang aneh didepan rumahnya. Setiap kali ada orang yang hendak mengambil
buah delima yang berbuah satu itu pasti mengalami nasib celaka, kalau tidak
ditimpa penyakit berat tentulah orang tersebut meninggal dunia. Suatu ketika
Raden Paku tanpa sengaja lewat didepan pekarangan Ki Ageng Supa Bungkul.
Begitu ia berjalan dibawah pohon delima tiba-tiba pohon itu jatuh mengenai
kepala Raden Paku.
Ki Ageng Bungkul pun
tiba-tiba muncul dan mencegat Raden Paku dan ia berkata, kau harus kawin dengan
puteriku Dewi Wardah.
Memang, Ki Ageng Bungkul
telah mengadakan sayembara, siapa saja yang dapat memetik buah delima itu
dengan selamat maka ia akan dijodohkan dengan puterinya yang bernama Dewi
Wardah. Raden Paku bingung menghadapi hal itu. Maka peristiwa itu disampaikan
kepada Sunan Ampel.
Tak usah bingung, Ki Ageng
Bungku adalah serang muslim yang baik. Aku yakin Dewi Wardah juga seorang
muslimah yang baik. Karena hal itu menjadi niat Ki Ageng Bungkul kuharap kau
tidak mengecewakan niat baiknya itu. Demikian kata Sunan Ampel.
Tapi…….bukankah saya
hendak menikah dengan puteri Kanjeng Sunan Yaitu dengan Dewi Murtasiah ujar
Raden Paku.
Tidak mengapa? Kata Sunan
Ampel. Sesudah melangsungkan akad nikah dengan Dewi Murtasiha selanjutnya kau
akan melangsungkan perkawinan dengan Dewi Wardah.
Itulah liku-liku perjalan
hidup Raden Paku. Dalam sehari ia menikah dua kali. Menjadi menantu Sunan
Ampel, kemudian menjadi menantu Ki Ageng Bungkuk seorang bangsawan Majapahit
yang hingga sekarang makamnya terawat baik di Surabaya.
Sesudah berumah tangga,
Raden Paku makin giat berdagang dan berlayar antar pulau. Sambil berlayar
itu beliau menyiarkan agama Islam pada penduduk setempat sehingga namanya cukup
terkenal di kepulauan nusantara.
Lama-lama kegiatan dagang
tersebut tidak memuaskan hatinya, ia ingin berkonsentrasi menyiarkan agama
Islam dengan mendirikan pondok pesantren. Ia pun minta izin kepada ibunya untuk
meninggalkan dunia perdagangan.
Nyai Ageng Pinatih yang
kaya raya itu tidak keberatan, andaikata hartanya yang banyak itu dimakan
setiap hari dengan anak dan menantunya rasanya tiada akan habis, terlebih
juragan Abu Hurairah orang kepercayaan Nyai Ageng Pinatih menyatakan
kesanggupannya untuk mengurus seluruh kegiatan perdagangan miliknya, maka
wanita itu ikhlas melepaskan Raden Paku yang hendak mendirikan pesantren.
Mulailah Raden Paku
bertafakkur digoa yang sunyi, 40 hari 40 malam beliau tidak keluar goa. Hanya
bermunajat kepada Allah. Tempat Raden Paku bertafakkur itu hingga sekarang
masih ada yaitu desa Kembangan dan Kebomas.
Usai bertafakkur
teringatlah Raden Paku pada pesan ayahnya sewaktu belajar di negeri Pasai. Dia
pun berjalan berkeliling daerah yang tanahnya mirip dengan tanah yang dibawa
dari negeri Pasai.
Melalui desa Margonoto,
sampailah Raden Paku didaerah perbukitan yang hawanya sejuk, hatinya terasa
damai, ia pun mencocokkan tanah yang dibawanya dengan tanah ditempat itu.
Ternyata cocok sekali. Maka di desa Sidomukti itulah ia kemudian mendirikan
pesantren. Karena tempat itu adalah dataran tinggi atau gunung maka dinamakanlah
Pesantren Giri. Giri dalam bahasa sansekerta artinya gunung.
Atas dukkungan
isteri-isteri dan ibunya juga dukungan spiritual dari Sunan ampel, tidak begitu
lama hanya dalam waktu tiga tahun pesantren Giri sudah terkenal ke seluruh
nusantara.
Menurut Dr.H.J. De Graaf,
sesudah pulang dari pengembaraannya atau berguru ke negeri Pasai, ia
memperkenalkan diri kepada dunia, kemudian berkedudukan diatas bukit di Gresik
dan ia menjadi orang pertama yang paling terkenal dari Sunan-sunan Giri yang
ada. Diatas gunung tersebut seharusnya ada istana karena dikalangan rakyat
dibicarakan adanya Giri Kedatin (Kerajaan Giri). Murid-murid Sunan Giri
berdatangan dari segala penjuru, seperti Maluku, Madura, Lomnok, Makasar, Hitu
dan Ternate. Demikian menurut De Graaf.
Menurut babad tanah jawa
murid-murid Sunan Giri itu justru bertebaran hampir diseluruh penjuru benua
besar, seperti Eropa (Rum), Arab, Mesir, Cina dan lain-lain. Semua itu adalah
penggambaran nama Sunan Giri sebagai ulama besar yang sangat dihormati orang
pada jamannya. Disamping pesantrennya yang besar ia juga membangun mesjid
sebagai pusat ibadah dan pembentukan iman umatnya. Untuk para santri yang
datang dari jauh beliau juga membangun asrama yang luas.
Disekitar bukti tersebut
sebenarnya dahulu jarang dihuni oleh penduduk dikarenakan sulitnya mendapatkan
air. Tetapi dengan adanya Sunan Giri masalah air itu dapat diatasi. Cara Sunan
Giri membuat sumur atau sumber air itu sangat aneh dan gaib hanya beliau
seorang yang mampu melakukannya.
·
Peresmian Mesjid Demak
Dalam peresmian mesjid
Demak Sunan Kalijaga mengusulkan agar dibuka dengan pertunjukkan wayang kulit
yang pada waktu itu bentuknya masih wayang beber yaitu gambar manusia yang dibeber
pada sebuah kulit binatang.
Usul Sunan Kalijaga
ditolak oleh Sunan Giri, karena wayang yang bergambar manusia haram hukumnya
dalam ajaran Islam, demikian menurut Sunan Giri.
Jika sunan Kalijaga
mengusulkan peresmian mesjid Demak dengan membuka pagelaran wayang kulit,
kemudian diadakan dakwah dan rakyat berkumpul boleh masuk setelah mengucapkan
syahadat, maka Sunan Giri mengusulkan agar mesjid Demak diresmikan pada saat
hari Jum’at sembari melaksanakan Sholat jamaah Jum’at.
Sunan Kalijaga berjiwa besar
kemudian mengadakan kompromi dengan Sunan Giri. Sebelum Sunan Kalijaga telah
merubah bentuk wayang kulit sehingga gambarannya tidak bisa disebut sebagai
gambar manusia lagi, lebih mirip karikatur seperti bentuk wayang yang ada
sekarang ini.
Sunan Kalijaga membawa
wayang kreasinya itu dihadapan Sidang para wali. Keran tidak bisa disebut
gambar manusia maka akhirnya Sunan Giri menyetujui wayang kulit itu digunakan
sebagai media dakwah.
Perubahan bentuk wayang
kulit itu adalah dikarenakan sanggahan Sunan Giri. Karena itu Sunan Kalijaga
memberi tanda khusus pada momentum penting itu. Pemimpin para dewa dalam
pewayangan oleh Sunan Kalijaga dinamakan Sang Hyang Girinata yang arti
sebenarnya adalah sunan Giri yang menata.
Maka perdebatan tentang
peresmian mesjid Demak bisa diatasi. Peresmian itu akan diawali dengan
sholat jum’at kemudian diteruskan dengan pertunjukkan wayang kulit yang
dimainkan oleh ki dalang Sunan Kalijaga.
·
Jasa-jasa Sunan Giri
Jasa yang terbesar tentu
saja perjuangannya dalam menyebarkan agama Islam di tanah jaw bahkan ke
nusantara.
Beliau pernah menjadi
hakim dalam perkara pengadilan Syekh Siti Jenar, seorang wali yang dianggap
murtad karena menyebarkan faham Pantheisme dan meremehkan syariat Islam yang
disebarkan para wali lainnya. Dengan demikian sunan Giri ikut menghambat
tersebarnya aliran yang bertentangan dengan faham Ahlussunnah wal jama’ah.
Keteguhannya dalam
menyiarkan agama Islam secara murni dan konsekuen membawa dampak positif bagi
generasi Islam berikutnya. Islam yang disiarkannya adalah Islam sesuai ajaran
Nabi tanpa dicampuri dengan adat istiadat lama.
Di dalam kesenian beliau
juga berjasa besar, karena beliaulah yang pertama kali menciptakan Asmaradana
dan Pucung, beliau pula yang menciptakan tembang dan tembang dolanan anak-anak
yang bernafas Islam antara lain: jamuran, Cublak-ublak Suweng, Jithungan dan
Delikan.
Sembari melakukan
permainan yang disebut jelungan itu biasanya anak-anak akan menyanyikan lagu
Padhang Bulan :
“Padhang-padhang bulan, ayo
gage dha dolanan,
Dolanane na ing latar,
Ngalap padhang gilar-gilar,
Nundhung begog hangetikar.”
(malam terang bulan,
marilah lekas bermain, bermain dihalaman, mengambil dihalaman, mengambil
manfaat benderangnya rembulan, mengusir gelap yang lari terbirit-birit)
Maksud dari lagu dolanan
padhang bulan ;
Agama Islam telah datang, maka marilah kita
segera menuntut penghidupan, dimuka bumi ini, untuk mengambil manfaat dari
agama Islam, agar hilang lenyaplah kebodohan dan kesesatan.
·
Para Pengganti Sunan Giri
Sunan Giri atau Raden Paku
lahir pada tahun 1412 M, memerintah kerajaan Giri kurang lebih 20 tahun.
Sewaktu memerintah Giri Kedaton beliau bergelar Prabu Satmata.
Pengaruh Sunan giri
sangatlah besar terhadap kerajaan Islam di jawa maupun di luar jawa. Sebagi
buktinya adalah adanya kebiasaan bahwa apabila seorang hendak dinobatkan
menjadi raja haruslah mendapat pengesahan dari Sunan Giri.
Giri Kedaton atau Kerajaan
Giri berlangsung selama 200 tahun. Sesudah Sunan Giri meninggal dunia beliau
digantikan anak keturunannya yaitu:
1. Sunan
Dalem
2. Sunan
Sedomargi
3. Sunan
Giri Prapen
4. Sunan
Kawis Guwa
5. Panembahan
Ageng Giri
6. Panembahan
Mas Witana Sideng Rana
7. Pangeran
Singonegoro (bukan keturunan Sunan Giri
8. Pengeran
Singosari
Pangeran Singosari ini
berjuang gigih mempertahankan diri dari serbuan Sunan Amangkurat II yang
dibantu oleh VOC dan Kapten Jonker.
Sesudah pangeran Singosari wafat pada tahun
1679, habislah kekuasaan Giri Kedaton. Meski demikian kharisma Sunan Giri
sebagai ulama besar wali terkemuka tetap abadi sepanjang masa.
·
Beberapa Karomah Sunan Giri
Raden Paku mengawal kapal
dagang Setelah Raden Paku dewasa, ia diperintahkan oleh ibu angkatnya untuk
mengawal kapal dagang milik ibu angkatnya ke pulau Kalimantan. Tiga kapal
segera berangkat menuju ke pulau Kalimantan dengan dipimpin juragan Abu
Hurairah. Setelah tiba di Kalimantan, oleh Raden Paku barang-barang tersebut
tidak dijual secara kontan melainkan dihutangkan dalam tempo sepuluh hari.
Karena merasa bertanggung jawab dengan barang-barang dagangan ini, Abu Hurairah
merasa khawatir karena kebanyakan penduduk setempat kurang dapat dipercaya.
Selain itu sebagian barang-barang yang ada oleh Raden Paku dibagikan kepada
penduduk setempat yang tidak mampu.
Melihat tindakan Raden
Paku yang demikian Abu Hurairah berkat
“Raden, bagaimana nanti
bila Nyai Ageng memarahi saya karena tindakan Raden Paku ini ?”
“Tenanglah paman, semua
ini menjadi tanggung jawabku” jawab Raden Paku dengan tenang.
“Bagaimana nanti bila saya
dipecat?” Tanya Abu Hurairah dengan penuh rasa cemas.
“Kujamin paman tidak akan
dipecat.” Jawab Raden Paku untuk menghilangkan kecemasan Abu Hurairah.
Setelah tiba masa pembayaran
barang-barang yang dihutangkan tersebut, tidak ada satupun orang yang kelihatan
batang hidungnya, alias tidak ada yang membayar. Sementara Abu Hurairah semakin
cemas dibuatnya, sebab ia merasa khawatir bila nanti dimarah Nyai Ageng. Namun
Raden Paku tetap tenang, dan dalam hati berkat
“Jika begini keadaannya,
berarti kekayaan ibuku selama ini tidak bersih, alias masih tercampur dengan
harta fakir miskin. Biarlah orang-orang tidak ada yang membayar, itu sebagai
zakat yang harus dikeluarkan oleh ibuku”.
“Jika begini keadaannya,
tak urung nanti kita dimarahi oleh Nyai Ageng” kata Abu Hurairah. “Tapi
bagaimana kita pulang dengan perahu-perahu kosong, bias-bisa nanti perahu
menjadi oleng bila diterjang badai, dan kita semua bisa mati tenggelam”. Ucap
Raden Paku.
Dalam keberangkatan pulang
ke Gresik, Raden Paku menyuruh Abu Hurairah dan anak buahnya untuk mengisi
perahu-perahu dengan pasir pantai. Abu Hurairah tidak membantah, dia hanya
menggerutu dalam hati, karena apa yang dilakukan oleh Raden Paku itu hanya
pantas dikerjakan oleh orang-orang yang tidak waras.
Setibanya di Gresik, hati
Abu Hurairah ketar-ketir takut kalau Nyai Ageng marah. Benar dugaan Abu
Hurairah si janda kaya itu marah setelah diberi penjelasan oleh Abu Hurairah.
“Cepat panggil Paku
kemari” bentak Nyai Ageng.
Raden Paku segera
menghadap dan langsung bersimpuh dihadapan ibunya. Nyai Ageng marah-marah
terhadap Raden Paku. Namun Raden Paku bersikap tenang tanpa mengeluarkan
sepatah kata pun kepada ibunya. Baru setelah ibunya selesai menumpahkan
kemarahannya, Raden Paku angkat bicara.
“Wahai ibu, jangan terburu
marah, lebih baik lihat dulu sesungguhnya apa isi ketiga perahu tersebut” ujar
Raden Paku dengan santun terhadap ibu angkatnya.
“Apa yang harus dilihat,
bukankah perahu-perahu itu kau isi dengan pasir laut, Abu Hurairah tidak pernah
berbohong kepadaku. Cepat buang pasir itu” Kata Nyai Ageng dengan marah.
“Tenanglah bu, tenanglah,
sebaiknya kita lihat dulu apa isinya perahu-perahu tersebut” Kata Raden Paku
dengan penuh sopan.
Akhirnya Nyai Ageng
menurut apa yang dikatakan Raden Paku. Dia naik keatas perahu dan memeriksa isi
karung tersebut. Dengan terkejut ternyata karung-karung tersebut berisikan
barang dagangan yang sangat dibutuhkan orang-orang Gresik. Melihat hal demikian,
Nyai Ageng segera minta maaf kepada Raden Paku. Sejak saat itulah Nyai Ageng
sadar bahwa anaknya telah memiliki karomah yang luar biasa. Dia yakin anaknya
nanti akan menjadi orang yang sangat berpengaruh seperti halnya Sunan Ampel.
Setelah peristiwa itu, Nyai Ageng insyaf. Dia menjadi orang yang lebih taat dan
patuh terhadap segala perintah agama. Sedang Raden Paku sendiri lebih giat
dalam menyebarkan agama islam dengan dukungan Sunan Ampel dan bantuan Sunan
Bonang. Sehingga agam Islam tersebar luas di wilayah Gresik dan sekitarnya.
Demikianlah keajaiban
karomah Sunan Giri dengan izin alloh, karung-karung yang tadinya di isi pasir
laut bisa berubah menjadi barang dagangan yang sangat dibutuhkan dan dengan
peristiwa itu dapat menyadarkan ibunya yang tadinya pelit.
Sunan
Giri menikah dua kali dalam sehari
Konon menurut cerita, Ki
Ageng Bungkil mengadakan sayembara, bahwa barang siapa yang dapat memetik buah
delima dipekarangannya, dia akan diambil sebagai mantu. Banyak orang mengikuti
sayembara itu namun gagal. Raden Paku yang berada di tempat itu mencoba
mengikuti sayembara tersebut, padahal esoknya ia akan menikah dengan putri
Sunan Ampel bernama Dewi Murtasiah.
Tanpa memanjat,
dipandangnya buah delima yang ada dipohon tersebut, tak lama kemudian buah delima
tersebut jatuh. Karuan saja para penonton menjadi kagum akan kejadian tersebut,
terutama Ki Ageng Bungkul sendiri. Sesuai dengan janjinya, akhirnya Ki Ageng
Bungkul menikahkan putrinya Dewi Wardah dengan Raden Paku pada keesokan
harinya, dan pada hari itu juga Raden Paku menikah dengan Dewi Murtasiah putri
Sunan Ampel.
Sunan Giri mendapat
tantangan dari Begawan Minto Semeru seorang pertapa dari Gunung Lawu
Kurang lebih tiga tahun
lamanya Sunan Giri mendirikan pondok pesantren yang terletak di gunung giri,
termasyurlah nama pondok itu ke seluruh penjuru Pulau Jawa. Dan dalam pada itu,
tersebutlah di Gunung Lawu terdapat sebuah padepokan yang dipimpin oleh seorang
Begawan sakti bernama Minto Semeru. Konon kabarnya Begawan Minto ini sangat
sakti.
Suatu ketika Begawan Minto
semeru mendengar nama Sunan Giri yang baru mendirikan padepokan di Gunung Giri.
Mendengar hal ini, Begawan Minto merasa tersaingi, karena itu berangkatlah
Begawan Minto ke padepokan Giri. Pada saat Begawan Minto tiba, Sunan Giri sedang
mengerjakan sholat. Dia hanya bertemu dengan salah satu muridnya yang menjaga
pintu gerbang padepokan Giri.
“Dapatkah aku bertemu
dengan Sunan Giri?”, Tanya sang Begawan
“Siapakah tuan ini, dan
dari mana asalnya?”, Tanya si penjaga gerbang
“Katakan aku ingin bertemu
dengan pemimpin padepokan ini”, ujar Begawan Minto tidak serantan.
“Kanjeng Sunan sedang
Sholat” sahut penjaga pintu.
“Sudah cepat katakan ada
tamu dari jauh ingin bertemu” ujar sang Begawan.
Akhirnya penjaga pintu
gerbang itu segera menemui Kanjeng Sunan di tempat sholat. Kebetulan kanjeng
sunan sudah selesai sholat.
“Ada apa muridku?” Tanya
Kanjeng Sunan.
“Ada seorang tamu dari
jauh ingin bertemu dengan Kanjeng Sunan” jawab muridnya dengan santun.
“Suruh dia masuk” ujar
Kanjeng Sunan.
Akhirnya murid Kanjeng
Sunan tersebut menemui sang Begawan tersebut seraya mengajaknya masuk kedalam
lingkungan pesantren. Sementara Sunan Giri menyambut kedatangannya dengan
ramah, sedikitpun tak ada kecurigaan bahwa kedatangan sang Begawan untuk
mengajak adu kesaktian.
“Kisanak ini berasal dari
mana?” Tanya Kanjeng Sunan seraya hendak berkenalan.
“Namaku Begawan Minto
Semeru, datang dari Gunung Lawu. Aku mendengar berita bahwa tuan adalah guru
besar padepokan Gunung Giri, seorang guru sakti berilmu tinggi. Terus terang
saja, kedatanganku kemari ingin mencoba kesaktian tuan guru” ujar Begawan Minto
dengan mantap.
“Mencoba kesaktianku?”
Tanya Kanjeng Sunan.
“Ya, bila nanti aku yang
kalah, aku bersedia mengabdi kepada tuan guru sebagai murid. Dan bila tuan guru
yang kalah, maka akan kupenggal leher tuan guru agar di tanah Jawa ini tidak
ada seorang pun yang dianggap sakti kecuali aku” kata Begawan Semeru dengan
yakin.
“Ketahuilah kisanak, bahwa
semua yang ada dialam semesta ini adalah kepunyaan Allah, dia Maha Kuasa lagi
Maha Sakti. Karena itu jika kisanak hendak mengalahkan aku dan memenggal
leherku, maka jika Tuhan tidak menghendaki, sejuta orang seperti kisanak pun
tidak akan mampu melaksanakannya”, ujar Kanjeng Sunan dengan sopan.
“Jelasnya tuan guru telah
menerima tantanganku”, ujar Begawan Minto.
“Silahkan bila tuan ingin
mencoba ilmu ciptaan Tuhan kepadaku”, sahut Kanjeng Sunan.
Kedua orang itu kemudian
keluar dari lingkungan Pesantren menuju lapangan luas dan saling berhadapan.
“Sebelum memulai
pertarungan, marilah kita main tebak dahulu, aku akan mengubur binatang di atas
Gunung Pertukangan, tuan tinggal menebak binatang apa yang aku kubur itu?”,
kata sang Begawan sambil tertawa terkekeh-kekeh.
“Silakan”. Sahut Kanjeng
Sunan.
Dengan gerakan cepat,
Begawan Minto Semeru melesat menuju Gunung Pertukangan. Di sana dia menciptakan
dua ekor angsa, jantan dan betina, lalu kedua angsa itu dikubur hidup-hidup.
Setelah selesai dia kembali ke tempat semula Kanjeng Sunan berada.
“Nah, binatang apa yang
saya kubur di gunung itu tuan guru?” Tanya sang Begawan serasa mengejek.
“Yang tuan kubur itu
adalah sepasang ular naga” jawab Kanjeng Sunan kalem.
Serentak Begawan Minto tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban sunan seraya berkata “tebakan tuan salah, salah besar”. Selanjutnya sang Begawan berkata ”yang saya kubur adalah sepasang angsa”.
Serentak Begawan Minto tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban sunan seraya berkata “tebakan tuan salah, salah besar”. Selanjutnya sang Begawan berkata ”yang saya kubur adalah sepasang angsa”.
“Apa tuan tidak salah
lihat, sebaiknya tuan kembali dan bongkarlah apa yang tuan kubur itu”. Kata
Kanjeng Sunan meyakinkan.
“Justru tuanlah yang harus
melihatnya, agar tuan menerima kekalahan tuan, sahut sang Begawan.
“Kalau begitu marilah kita
lihat bersama-sama” kata Kanjeng Sunan.
Hanya beberapa kejap mata, kedua orang itu tiba di Gunung Pertukangan. Begawan Minto Semeru membongkar binatang ciptaannya yang dikubur itu. Tiba-tiba keluarlah sepasang ular naga. Sang Begawan terkejut seraya bergumam “Kali ini aku kalah, tapi awas untuk yang kedua kalinya”.
Hanya beberapa kejap mata, kedua orang itu tiba di Gunung Pertukangan. Begawan Minto Semeru membongkar binatang ciptaannya yang dikubur itu. Tiba-tiba keluarlah sepasang ular naga. Sang Begawan terkejut seraya bergumam “Kali ini aku kalah, tapi awas untuk yang kedua kalinya”.
Berkali-kali sang Begawan
mengeluarkan ilmu kesaktiannya, dan berkali-kali pula ia tidak dapat
mengalahkan ilmu Kanjeng Sunan, hingga akhirnya sang Begawan mengeluarkan ilmu
andalannya.
Sang Begawan melepaskan
ikat kepalanya, lalu dilemparkan ke udara dengan ilmu andalannya, ikat kepala
itu melesat ke udara dengan kecepatan yang sulit dipandang mata. Namun Kanjeng
Sunan tidak tinggal diam, dilemparkan pula sorbannya dan melesat ke udara
memburu ikat kepala sang Begawan. Sorban Kanjeng Sunan dapat menyusul ikat
kepala sang Begawan bahkan dapat menumpangi ikat kepala Begawan Minto Semeru.
Dengan lambaian tangan Kanjeng Sunan, kedua benda itu meluncur kebawah, dan
tepat jatuh dihadapan sang Begawan. Sorban Kanjeng Sunan tetap berada diatas,
sementara ikat kepala sang Begawan berada di bawah. Hal tersebut menandakan
bahwa sang Begawan tetap kalah. Sang Begawan semakin penasaran, dicobanya adu
kesaktian sekali lagi. Sang Begawan menciptakan beberapa butir telur.
Telur-telur itu disusunnya dari bawah ke atas. Anehnya, telur-telur itu tidak
jatuh. Melihat permainan itu, Kanjeng Sunan tidak mau kalah. Telur-telur itu
diambilnya satu persatu dari bawah, dan lebih aneh lagi, telur-telur itu tidak
jatuh ke bawah hingga telur itu dapat diambil semuanya.
Dengan diliputi rasa malu
di hadapan para penonton, akhirnya sang Begawan Minto mengajak duel Kanjeng
Sunan dengan jurus-jurus pamungkas. Setelah keduanya siap, mulailah sang
Begawan menyerang Kanjeng Sunan dengan jurus-jurus andalannya. Secepat kilat
pukulan sang Begawan menghantam Kanjeng Sunan, secepat kilat pula Kanjeng sunan
mengembalikan pukulan itu kepada sang Begawan dengan dorongan telapak
tangannya. Tak ayal lagi pukulan itu mengenai sang Begawan sendiri. Sesuai
dengan janji, akhirnya sang Begawan mengaku kalah dan berlutut dihadapan
Kanjeng Sunan seraya meminta maaf atas kesombongannya.
“Kali ini kuserahkan jiwa
ragaku kepada Kanjeng Sunan, aku bersedia menjadi murid Kanjeng Sunan” kata
Begawan Minto Semeru.
“Soal itu mudah, yang
penting tuan kenali dulu ajaran agama islam” kata Kanjeng Sunan.
“Semula aku berjanji, jika
aku yang kalah, aku bersedia menjadi murid Kanjeng.
Dan itu berarti aku harus
belajar ilmu-ilmu yang Kanjeng miliki” sahut Begawan Minto Semeru.
Demikianlah hasil adu
kesaktian sang Begawan Minto Semeru dengan Kanjeng Sunan Giri yang dimenangkan
oleh Kanjeng Sunan Giri dan akhirnya Begawan Minto Semeru menjadi murid Kanjeng
Sunan Giri.
Setelah dirasa sudah cukup
lama menimba ilmu dari Kanjeng Sunan Giri, akhirnya Begawan Minto Semeru
kembali ke Gunung Lawu. Disana sang Begawan mengajak murid-muridnya untuk
mengenal ajaran agama Islam.
Sampai akhir hayatnya,
Raden Paku atau Sunan Giri tetaplah merupakan pahlawan islam yang sangat
diagungkan. Beliau merupakan orang yang banyak menyebarkan ajaran Islam di
Indonesia terutama di Pulau Jawa dan sekitarnya. Tepat pada hari Senin bulan
Dzulhijjah beliau meninggal dunia. Jenazahnya dimakamkan di Gunung Giri
Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik. Sampai saat ini banyak peziarah dari
penjuru tanah air datang ke makam beliau karena jasa-jasa beliau dalam
menyebarkan agama Islam. Semoga jasa-jasa beliau dalam menegakkan ajaran agama
Islam diterima di sisi allah SWT. Amien Ya Robbal Aalamien.
Konon menurut catatan
sejarah, silsilah Sunan Giri bila dilihat dari jalur ayahnya Syekh Maulana
Ishaq masih berhubungan dengan Baginda Rasullulah SAW. Dan bila silsilah
keturunan dari ibunya Dewi Sekardadu masih ada hubungan dengan Raja Majapahit
Prabu Hayam Wuruk.
No comments:
Post a Comment