Ketika
terjadi Fathul Makkah, Harits bin Hisyam dan Abdullah bin Abu Rabiah datang ke
rumah Ummu Hani bin Abi Thalib yang telah memeluk Islam, untuk meminta
perlindungan, dan Ummu Hani bersedia. Tak lama berselang datang Ali bin Abi
Thalib untuk menjenguk saudaranya itu. Melihat dua orang musyrik ini, ia
menodongkan pedangnya tetapi dihalangi oleh Ummu Hani. Setelah melaporkan
kepada Nabi SAW, Ummu Hani memberitahukan bahwa keduanya aman dengan jaminan
perlindungan darinya, Harits dan Abdullah-pun pulang ke rumahnya masing-masing. Suatu
kali, Harits bin Hisyam dan Abdullah bin Abu Rabiah berada di suatu majelis
dengan pakaian yang berbau wangi za'faran. Aneh memang, masih tetap dalam
kekafiran dan dalam keadaan “kalah” perang dan selamat karena “budaya”
perlindungan yang memang sangat dihormati masyrakat Arab, tetapi tampil di
depan umum dengan berlebihan. Kondisi yang cukup ironi ini disampaikan kepada
Nabi SAW, dan beliau hanya bersabda, "Tidak ada jalan untuk menyakiti
orang itu, karena kita telah memberikan jaminan keselamatan kepadanya."
Sabda
Nabi SAW ini sampai ke telinga Harits, dan ia merasa sangat malu kalau-kalau
beliau sampai melihat dirinya. Ia masih ingat bagaimana pandangan Nabi SAW
kepadanya ketika ia berada di antara orang-orang musyrik yang memusuhi beliau.
Dan ia juga ingat bagaimana kebaikan dan kasih sayang beliau. Keadaan ini akhirnya
mendorong Harits menuju masjid menemui Nabi SAW, mengucap salam dan mengucapkan
syahadat untuk memeluk Islam.
Nabi
SAW begitu gembira menyambut keislaman Harits ini, dan beliau
bersabda,"Segala puji bagi Allah yang telah memberikan hidayah kepadamu,
tidak pantas orang seperti kamu tidak mengenal Islam..!”
Harits
adalah seorang pembesar Quraisy, keterlambatannya memeluk Islam membuat ia
merasa tertinggal begitu jauh dalam amal kebaikan dibanding orang-orang Quraisy
yang terdahulu masuk Islam. Ia berkata, "Sungguh, andai gunung-gunung di
Makkah berubah menjadi emas dan aku sedekahkan semuanya di jalan Allah, itu
tidaklah sebanding dengan satu hari dari hari-hari mereka. Kalau mereka telah
mendahului kami di dunia, maka kami harus berusaha menyamai mereka di akhirat."Kemudian
ia dan beberapa orang lainnya memutuskan untuk bergabung dengan pasukan muslim
yang sedang berjihad di daerah Syam. Penduduk Makkahpun sedih dengan
keputusannya. Mereka mengantarkan kepergiannya hingga di luar Makkah, yakni di
tempat bernama al Bath-ha, diringi dengan tangisan sedih.
Dalam
perang Yarmuk, ketika Ikrimah bin Abu Jahal yang masih keponakannya mengajak
berba'iat untuk maut (yakni, berjuang hingga memperoleh syahid), ia segera
menyambutnya, begitu juga dengan Dhirar bin Azwar. Mereka bertempur tanpa rasa
takut meskipun musuh lebih banyak. Harits bin Hisyam terluka parah dan meminta
air. Ketika dibawakan, ia melihat Ikrimah memandangnya, maka ia menyuruh
pembawa air itu memberikannya pada Ikrimah. Ketika akan minum, Ikrimah melihat
Ayyasy bin Abu Rabiah yang juga kehausan, dan menyuruh membawakannya ke Ayyasy.
Sebelum sempat minum ternyata Ayyasy wafat, begitu pembawa air tersebut kembali
ke Ikrimah, ia juga wafat, dan ketika air dibawa kembali ke Harits, iapun telah
wafat juga. Tiga orang syahid bersamaan, yang Allah tidak rela mereka
“berbuka” dengan air dunia, tetapi Dia memberikan kesegaran yang baik untuk
“berbuka” mereka di alam akhirat.
No comments:
Post a Comment