Friday, 4 November 2016

Kisah Nabi Bani Israil


Tak seorang pun yang dapat keluar dari keadaan tersesat dari orang- orang yang bersama Musa kecuali dua orang, yaitu kedua laki-laki yang memberitahu masyarakat Bani Israil untuk memasuki desa yang dihuni oleh orang-orang yang jahat. Para mufasir berkata bahawa salah seorang di antara mereka berdua adalah Yusya' bin Nun. Ia adalah seorang pemuda yang ikut bersama Musa dalam kisah perjalanan Musa bersama Khidir. Dan sekarang ia menjadi Nabi yang diutus untuk Bani Israil. Ia juga seorang pemimpin pasukan yang menuju ke bumi yang Allah s.w.t memerintahkan mereka untuk memasukinya. Allah s.w.t telah memerintah Musa untuk mempersiapkan Bani Israil dan menjadikan mereka para pemimpin, sebagaimana firman-Nya:
"Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat di antara mereka dua belas orang pemimpin dan Allah berfirman:
'Sesungguhnya Aku berserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan solat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul- rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam syurga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai. Maka barang siapa yang kafir di antaramu sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus."
(QS. al-Maidah: 12)

Demikianlah kita melihat perjanjian yang bersyarat di mana Allah s.w.t meletakkan janji atas mereka, yaitu agar mereka berperang dan tidak lari dari medan peperangan, dan hendaklah mereka mendirikan solat dan mengeluarkan zakat serta beriman kepada para rasul dimulai dari Nabi Musa yang diturunkan kepadanya kitab Taurat dan diakhiri oleh Nabi Muhammad saw yang Allah s.w.t telah menyampaikan berita gembira tentang kedatangannya di dalam Taurat ketika Taurat masih otentik, yang belum disentuh oleh penyimpangan dan kebohongan.
Yusya' bin Nun keluar dan selamat dari keadaan tersesat yang dialami oleh Bani Israil. Lalu beliau menuju ke tanah suci. Beliau berjalan bersama mereka sehingga melewati sungai Jordan dan sampai ke Ariha, yaitu tempat atau kota yang paling kuat pagarnya dan istana yang paling tinggi dan paling padat penduduknya. Beliau mengepungnya selama enam bulan. Kemudian pada suatu hari mereka mengelilinginya dan menyembunyikan trompet. Tiba-tiba, pagar kota itu menjadi rosak dan roboh. Kita lihat bahawa senjata yang pertama kali mereka gunakan dalam peperangan mereka sangat mengagumkan. Para penyerang menggunakan kekuatan suara untuk pertama kalinya sebagai senjata. Desakan yang keras dari trompet-trompet itu menjadi penyebab hancurnya atau rosaknya pagar-pagar kota. Kami tidak mengetahui, apakah Allah s.w.t mewahyukan kepada Yusya' bin Nun untuk melakukan tindakan ini, atau ini inisiatif peribadinya sebagai pemimpin pasukan, atau hal itu terjadi secara kebetulan. Mereka tetap menyembunyikan trompet-trompet tanduk selama enam bulan, yaitu masa pengepungan sehingga mereka dikejutkan dengan jatuhnya pagar-pagar kota.
Terdapat cerita bohong yang berkaitan dengan hal itu yang menyebutkan bahawa matahari sempat berhenti berputar sampai Yusya' bin Nun telah berhasil menaklukkan tanah suci. Cerita dongeng itu direkayasa oleh orang-orang Yahudi. Matahari dan bulan merupakan tanda-tanda kebesaran Allah s.w.t dan keduanya tidak akan berhenti kerana kematian seseorang atau kerana kehidupannya. Meskipun terdapat kejadian luar biasa dan mukjizat yang mengagumkan di tengah-tengah Bani Israil namun semua itu tidak bertentangan dengan hukum alam dan sistemnya.
Kemudian Allah s.w.t mengeluarkan perintah-Nya kepada Bani Israil untuk memasuki kota dalam keadaan sujud. Yakni, hendaklah mereka rukuk dan menundukkan kepala mereka sebagai wujud syukur kepada Allah s.w.t atas segala kurnia yang diberikan-Nya kepada mereka, yang berupa penaklukan kota itu. Ketika mereka memasuki kota itu, mereka diperintahkan untuk mengatakan:
"Bebaskanlah kami dari dosa kami."
(QS. al-A'raf: 161)

Yakni, hilangkanlah kesalahan kami yang dahulu dan jauhkanlah kami dari apa yang diperbuat oleh para orang tua kami. Tetapi, Bani Israil menentang dan tidak melaksanakan apa yang diperintahkan kepada mereka, baik dalam bentuk ucapan mahupun perbuatan. Mereka memasuki pintu dalam keadaan congkak dan sombong dan mereka mengganti ucapan yang tidak selayaknya mereka ucapkan. Oleh kerana itu, mereka terkena seksa Allah s.w.t atas kezaliman yang mereka perbuat. Kejahatan yang dilakukan orang tua adalah kehinaan, sedangkan kejahatan anak-anak adalah sikap sombong dan mendustakan kebenaran. Allah s.w.t berfirman:
"Dan (ingatlah) ketika dikatakan kepada mereka (Bani Israil): 'Diamlah di negeri ini saja (Baitul Maqdis) dan makanlah dari (hasil bumi)nya di mana saja kamu kehendaki.' Dan katakanlah: 'Bebaskanlah kami dari dosa kami dan masukilah pintu gerbangnya sambil membongkok, nescaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu.' Kelak akan Kami tambah (pahala) kepada orang-orang yang berbuat baik. Maha orang- orang yang zalim di antara mereka itu mengganti (perkataan itu) dengan perkataan yang tidak dikatakan kepada mereka, sehingga Kami timpakan kepada mereka azab dari langit disebabkan kezaliman mereka."
(QS. al-A'raf: 161-162)

Ini bukanlah kejahatan pertama kali yang dilakukan oleh Bani Israil dan juga bukan kejahatan yang terakhir kali. Mereka telah menyeksa rasul- rasul mereka yang cukup banyak setelah Nabi Musa. Taurat yang ada di tangan mereka berubah menjadi kertas-kertas yang mereka tampakkan sebahagiannya dan mereka sembunyikan sebahagian yang lain, bahkan mereka pun berani mempermainkan akidah. Al-Qur'an mencatat semua ini dalam surah al-An'am:
"Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya dikala mereka berkata: 'Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia.'
Katakanlah:
'Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu menjadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebahagiannya) dan kamu sembunyikan sebahagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui(nya)?' Katakanlah: 'Allah-lah (yang menurunkannya),' kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al-Qur'an kepada mereka, biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya.'"
(QS. al-An'am: 91)

Jika pernyataan tersebut berlaku kepada cucu-cucu Bani Israil yang hidup di jazirah Arab maka jelas sekali - melalui sejarah Bani Israil sendiri - bahawa Taurat tidak selamat dari usaha yang menyimpang ini atau usaha yang sia-sia ini di mana Taurat pun disembunyikan sebahagiannya dan ditampakkan sebahagian yang lain sesuai dengan tuntutan keadaan mereka dan kepentingan mereka. Sikap penentangan inilah yang melatarbelakangi datangnya seksaan-seksaan kepada Bani Israil. Bani Israil kembali menzalimi diri mereka sendiri. Mereka mengira bahawa mereka adalah bangsa pilihan Allah. Mereka menganggap - kerana pengaruh dari keyakinan ini - bahawa mereka berhak untuk melakukan apa saja sesuai dengan keinginan mereka, sehingga banyak sekali kesalahan dan dosa di tengah-tengah. Bahkan kejahatan yang mereka lakukan terhadap kitab-kitab suci kemudian menjalar kepada nabi mereka di mana mereka membunuh para nabi.
"Dan mereka membunuh para nabi tanpa alasan yang benar."
(QS. an- Nisa': 155)

Akibatnya, Allah s.w.t menjadikan mereka - setelah diliputi dengan rahmat para nabi - dikuasai oleh kekerasan para raja yang jahat. Para raja itu menyeksa mereka dan menumpahkan darah mereka. Allah s.w.t menjadikan mereka dikuasai oleh musuh-musuh mereka, dan harta-harta mereka dirampas. Namun bersama mereka masih ada peti perjanjian, yaitu peti yang masih menyimpan sebahagian yang ditinggalkan oleh Musa dan Harun. Dikatakan bahawa peti ini menyimpan papan-papan Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa dan tetap terpelihara dengan berlalunya waktu. Peti ini memiliki berkah yang sangat berpengaruh dalam kehidupan mereka dan peperangan mereka. Adanya peti di antara mereka pada saat peperangan, menjadikan mereka merasakan ketenangan dan ketegaran sehingga mereka pun mendapatkan kemenangan. Dan ketika mereka menganiaya diri mereka sendiri, Taurat dicabut dari hati mereka sehingga tidak ada lembaran Taurat yang bersama mereka. Lalu peti perjanjian itu hilang. Kemudian keadaan sulit menimpa Bani Israil kerana kesalahan dan dosa mereka serta keras kepalanya mereka. Lalu berlalulah tahun demi tahun dan kebutuhan akan kehadiran nabi sangat mereka dambakan. Mereka ingin lepas dari berbagai penderitaan dosa dan kesalahan.?

No comments:

Post a Comment