Saturday, 5 November 2016

Kisah Adzan Terakhir Bilal


Bilal bin Rabah sangatlah terkenal sebagai muadzin yang memiliki suara begitu indah. Kisah ini akan mengajarkan pada kita mengenai keimanan dan kecintaan kita pada Rasulullah SAW. Namun, kecintaan ini harus ditunjukkan dari cara perilaku dan perbuatan kita yang sesuai dengan ajaran Islam. 
Sejak Nabi Muhammad SAW wafat, Bilal meyakinkan dirinya agar tidak lagi mengumandangkan adzan di puncak Masjid Nabawi Madinah. Meskipun khalifah Abu Bakar telah membujuknya untuk kembali mengumandangkan adzan, tapi ia tetap tidak dapat dipenuhinya. Inilah kisah adzan terakhir Bilal bin Rabah.
Bilal meminta agar ia dibiarkan untuk menjadi muadzin Rasulullah. Jadi apabila Rasul meninggal, berarti ia tidak akan menjadi muadzin oleh siapa pun. Abu Bakar pun dapat memahami bagaimana kesedihan Bilal yang tidak ingin diminta lagi untuk menjadi muadzin di Masjid Nabawi, mengumandangkan adzan sebagai panggilan bagi umat muslim untuk mendirikan shalat fardhu.
Wafatnya Rasulullah membuat kesedihan begitu mendalam di dalam hatinya. Ia pun memilih untuk pergi dari Madinah dan bergabung dengan kaum Fath Islami yang hijrah ke negeri Syam. Kemudian, Bilal tinggal di Syria, yakni di Kota Homs.
Lamanya Bilal tidak mengunjungi Madinah membuatnya memimpikan Rasulullah. Di dalam mimpinya, Rasul bertanya mengapa ia tidak mengunjungi Rasul lagi, mengapa ia sampai berperilaku demikian.
Bilal pun langsung terbangun. Setelah itu, ia segera mulai mempersipkan diri untuk melakukan perjalanan kembali ke Madinah. Ia berniat untuk ziarah ke makam Nabi setelah lamanya ia meninggalkan Madinah.
Setibanya di makam Rasul, tangisnya tak dapat lagi dibendung. Rasa cinta dan rindunya kepada Rasul membuatnya sangat sedih karena tidak dapat bertemu dan mengobati rindunya ini. Cinta Bilal yang mendalam dan tulus pada Rasul adalah karena Allah. Kisah Bilal bin Rabah mencari Tuhan dan kebenaran akan memberikan pelajaran berharga bagi kita.
Pada saat itu juga, terdapat dua pemuda yang mendatangi Bilal. Mereka adalah cucu Rasul, yakni Husein dan Hasan. Sambil bercucuran air mata, Bilal pun memeluk kedua cucu Rasul tersebut.
Umar bin Khattab yang sudah menjadi Khalifah, juga merasakan haru melihat pertemuan tersebut. Salah satu cucu rasul pun mambuat sebuah permintaan pada Bilal. Mereka meminta agar Bilal mau mengumandangkan adzan untuk sekali saja karena mereka ingin mengenang kakeknya. Bahkan Umar bin Khattab juga memohon padanya. Akhirnya Bilal pun berkenan untuk mengabulkan permintaan tersebut.
Ketika tiba waktu shalat, Bilal kemudian naik ke puncak Masjid Nabawi, tempat dimana ia biasa mengumandangkan adzan pada masa Rasulullah.
Ketika lafadz “Allahu Akbar” dikumandangkan, seketika seluruh Madinah sunyi senyap. Semua kegiatan dan perdagangan seketika berhenti. Mereka pun terkejut mendengarkan adzan yang selama ini dirindukan.
Dilanjut dengan lafadz ‘Asyhadu an laa ilaha illallah”, masyarakat Madinah kemudian berhamburan dari tempat dimana ia berada untuk berlarian menuju Masjid Nabawi. Bahkan diceritakan jika ada para gadis dalam pingitan juga ikut berlarian mendekati asal suara Adzan yang merdu itu.
Tangis pun mulai pecah saat lafadz “Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah”. Seluruh penduduk Madinah pun menangis dan meratap pilu karena ingat dengan betapa indahnya ketika Rasulullah masih hidup dan betapa indahnya shalat berjamaah. Bahkan Khalifah Umar bin Khattab terdengar yang paling keras. Bilal pun ikut tersedu-sedu dalam tangis saat mengumandangkan adzan itu.
Pada saat itulah, Madinah mengenang lagi masa indah ketika Rasulullah masih hidup di antara mereka. Adzan tersebut adalah adzan pertama dan terakhir yang dikumandangkan Bilal setelah kepergian Rasulullah. Namun adzan itu tidak dapat diselesaikan karena kesedihan yang begitu mendalam oleh Bilal.

No comments:

Post a Comment