Imam
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam Shahih keduanya, Ubay bin Kaab pernah
mendengar Rasulullah saw. bersabda : “Sesungguhnya Nabi Musa pernah berdiri
memberikan ceramah kepada Bani Israil, lalu dia ditanya, ‘Siapakah orang yang
paling banyak ilmunya?’. Dia menjawab, ‘Aku’. Maka Allah menegurnya, karena dia
tidak mengembalikan ilmu kepada-Nya. Lalu Allah mewahyukan kepadanya,
‘Sesungguhnya Aku mempunyai seorang hamba yang berada di tempat pertemuan dua
laut, dia lebih berilmu daripada dirimu’. Nabi Musa berkata, ‘Ya Tuhanku,
bagaimana bisa aku menemuinya?’. Dia berfirman, ‘Pergilah dengan membawa seekor
ikan, letakkanlah ia di dalam keranjang. Dimana ikan itu hilang, maka disitulah
Nabi Khidir itu berada’.
Maka
Nabi Musa mengambil seekor ikan dan meletakkannya di dalam keranjang. Lalu dia
pergi bersama seorang pemuda (muridnya) yang bernama Yusya’ bin Nun.
“Dan
(ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: ‘Aku tidak akan berhenti
(berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan
sampai bertahun-tahun’.”
(QS. Al-Kahfi : 60).
Ketika
keduanya mendatangi batu karang, keduanya merebahkan kepala mereka dan
tertidur. Ikan itu menggelepar di dalam keranjang, hingga keluar darinya dan
jatuh ke laut.
“Kemudian ikan itu mengambil jalannya ke laut”.
(QS. Al-Kahfi : 61).
Allah
swt. menahan jalannya air dari ikan itu, maka jadilah air itu seperti
lingkaran. Kemudian sahabat Nabi Musa (Yusya’) terbangun dan lupa
memberitahukan kepada Nabi Musa tentang ikan itu. Mereka terus berjalan
menempuh perjalanan siang dan malam. Pada keesokan harinya, Nabi Musa berkata
kepada pemuda itu,
“Bawalah kemari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa
letih karena perjalanan kita ini.”
(QS. Al-Kahfi : 62).
Rasulullah
saw. menyebutkan bahwa Nabi Musa tidak merasa kelelahan sehingga dia berhasil
mencapai tempat ditunjukkan oleh Allah Ta’ala. Maka sahabatnya itu berkata,
“Tahukah
engkau, ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya
aku telah lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak ada yang menjadikanku
lupa untuk menceritakannya kecuali setan, dan ikan itu mengambil jalannya ke
laut dengan cara yang aneh sekali.”
(QS. Al-Kahfi : 63).
Beliau
berkata, ‘Ikan itu memperoleh jalan keluar, tetapi bagi Nami Musa dan
sahabatnya, yang demikian itu merupakan kejadian yang luar biasa’. Maka Nabi
Musa berkata kepadanya,
“Itulah
tempat yang kita cari. Lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula.”
(QS.
Al-Kahfi : 64).
Lebih
lanjut, Rasulullah saw. menceritakan, “Kemudian mereka berdua kembali lagi
mengikuti jejak mereka semula hingga akhirnya sampai ke batu karang. Tiba-tiba
dia mendapati seseorang yang mengenakan pakaian rapi. Nabi Musa mengucapkan
salam kepadanya”. Nabi Khidir pun berkata, “Sesungguhnya aku mendapatkan kedamaian
di negerimu ini”. “Aku Musa”, paparnya. Nabi Khidir bertanya, “Nabi Musa
pemimpin Bani Israil?”. Nabi Musa menjawab, “Ya, aku datang kepadamu supaya
engkau mengajarkan kepadaku apa yang engkau ketahui”. “Khidir menjawab,
‘Sesungguhnya
kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku.
(QS.
Al-Kahfi : 67).
Hai
Musa, aku mempunyai ilmu yang diberikan oleh Allah. Dia mengajariku hal-hal
yang tidak engkau ketahui. Dan engkau pun mempunyai ilmu Allah yang Dia ajarkan
kepadamu yang tidak kumiliki”. Maka Nabi Musa berkata, “Insya Allah,
engkau akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan
menentangmu dalam suatu urusan pun.”
(QS.
Al-Kahfi : 69).
Maka
Nabi Khidir berkata kepada Nabi Musa,
“Janganlah
kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri yang
menjelaskannya kepadamu”.
(QS.
Al-Kahfi : 70).
Maka
berjalanlah keduanya. Mereka berjalan menelusuri pantai, hingga akhirnya sebuah
perahu melintasi keduanya. Lalu keduanya meminta agar pemiliknya mau
mengantarnya. Mereka mengetahui bahwa orang itu adalah Nabi Khidir. Mereka pun
membawa keduanya tanpa upah. Ketika keduanya menaiki perahu itu, Nabi Musa
merasa terkejut karena Nabi Khidir melubangi perahu tersebut dengan kapak. Nabi
Musa pun berkata, “Orang-orang itu telah membawa kita tanpa upah, tetapi engkau
malah melubangi perahu mereka”.
“Mengapa
engkau melubangi perahu itu yang akibatnya engkau menenggelamkan penumpangnya?
Sesungguhnya engkau telah melakukan suatu kesalahan yang besar”.
(QS. Al-Kahfi : 71).
“Khidir
berkata, ‘Bukankah aku telah berkata, sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan
sabar bersama denganku.”
(QS.
Al-Kahfi : 72).
“Musa
berkata, ‘Janganlah engkau menghukumku karena kelupaanku dan janganlah engkau
membebaniku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku.”
(QS.
Al-Kahfi : 73)
Kemudian
Rasulullah saw. bersabda, “Yang pertama itu dilakukan Nabi Musa karena lupa.
Lalu ada burung hinggap di tepi perahu dan minum sekali atau dua kali patokan
ke laut. Maka Nabi Khidir berkata kepada Nabi Musa, ‘Jika ilmuku dan ilmumu
dibandingkan dengan ilmu Allah, maka ilmu kita itu tidak lain hanyalah seperti
air yang diambil oleh burung itu dengan paruhnya dari laut’.”
Setelah
itu keduanya keluar dari perahu. Ketika keduanya sedang berjalan di tepi laut,
Nabi Khidir melihat seorang anak yang tengah bermain dengan anak-anak lainnya.
Maka Nabi Khidir menjambak rambut anak itu dengan tangannya dan membunuhnya.
Nabi Musa berkata kepada Nabi Khidir,
“Mengapa
engkau membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain?
Sesungguhnya engkau telah melakukan sesuatu yang mungkar. Khidir berkata,
‘Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat
sabar bersamaku?’.”
(QS.
Al-Kahfi : 74 – 75).
Yang
kedua ini lebih parah dari yang pertama.
“Musa
berkata, ‘Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah dua kali ini, maka
janganlah engkau memperbolehkan diriku menyertaimu, sesungguhnya engkau telah
cukup memberikan uzur kepadaku’.”
(QS.
Al-Kahfi : 76).
“Maka
keduanya berjalan hingga ketika mereka sampai kepada penduduk suatu negeri,
mereka mimnta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu
tidak mau menjamu mereka. Kemudian keduanya mendapatkan di negeri itu dinding
rumah yang hampir roboh.”
(QS.
Al-Kahfi : 77)
Lalu
Nabi Khidir berdiri dan,
“Khidir
menegakkan dinding itu” dengan tangannya. Selanjutnya Nabi Musa berkata, “Kita
telah mendatangi suatu kaum tetapi mereka tidak mau menjamu kita dan tidak pula
menyambut kita, ‘Jikalau engkau mau, niscaya engkau dapat mengambil upah untuk
itu’.”
(QS.
Al-Kahfi : 77).
“Khidir
berkata, ‘Inilah perpisahan antara diriku dan dirimu, aku akan memberitahukan
kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat bersabar
terhadapnya.”
(QS.
Al-Kahfi : 78)
Kemudian
Rasulullah saw. bersabda, “Kami ingin Nabi Musa bisa bersabar sehingga Allah
menceritakan kepada kita tentang keduanya.”
Said
bin Jubair menceritakan, Ibnu Abbas membaca:
“dan
di hadapan mereka terdapat seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera yang
baik dengan cara yang tidak benar.”
(QS.
Al-Kahfi : 79).
Ia
juga membaca seperti ini,
“Dan adapun anak itu, maka kedua orang tuanya adalah mukmin.”
(QS. Al-Kahfi : 80)
No comments:
Post a Comment