Al
Hafizh Abu Hasan ath-Thayalisi meriwayatkan, Aisyah ra berkata, “Ketika para
sahabat Nabi Saw berkumpul –mereka berjumlah 38 orang – Abu Bakar mendesak
Rasulullah Saw untuk berdakwah secara terang-terangan. Rasulullah Saw berkata,
‘Wahai, Abu Bakar, jumlah kita masih sedikit.’ Tetapi Abu Bakar terus mendesak
hingga akhirnya Rasulullah Saw berdakwah terang-terangan. Kaum Muslimin ikut
berdakwah dan berpencar dalam sisi-sisi masjid. Setiap orang bersama
kelompoknya. Abu Bakar berdiri menyampaikan khutbah, sedangkan Rasulullah Saw
duduk. Jadi, Abu Bakar adalah khatib pertama yang mengajak beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya.
Kaum
musyrikin segera bereaksi. Mereka marah kepada Abu Bakar dan orang-orang Islam.
Mereka memukuli orang-orang Islam di semua sisi masjid dengan keras,
menginjak-injak Abu Bakar dan menganiayanya dengan sadis. Si fasik Utbah bin
Rabi’ah mendekati Abu Bakar dan memukulnya dengan dua sandalnya yang kasar
serta menamparkannya pada muka Abu Bakar. Ia melompat di perut dan tubuh Abu
Bakar sampai tidak bisa dikenali lagi bentuk mukanya.
Sejurus
kemudian, datanglah Bani Taim menyerang kaum musyrikin dan melepaskan Abu
Bakar. Bani Taim menggotong Abu Bakar dalam kain dan membawanya ke dalam
rumahnya. Mereka tidak meragukan lagi kematiannya. Lalu Bani Taim kembali masuk
masjid dan berkata, ‘Demi Allah, jika Abu Bakar mati maka akan kami bunuh Utbah
bin Rabi’ah!’ Lalu, mereka kembali ke rumah Abu Bakar. Abu Quhafah dan Bani
Taim mengajak bicara Abu Bakar sampai ia bisa menjawab, akhirnya ia bisa
berbicara pada petang hari dan berkata, ‘Apa yang terjadi pada Rasulullah?’
Mereka langsung mencela Abu Bakar dengan perkataan serta menghinanya, lalu
mereka berdiri dan berkata pada Ummu Khair, ‘Lihatlah, dan beri ia makan atau
minum.’ Ketika Ummu Khair hanya berdua dengan Abu Bakar, ia memaksanya untuk
berbicara dan berkatalah Abu Bakar, ‘Apa yang terjadi pada Rasulullah?’ Ummu
Khair menjawab, ‘Demi Allah, aku tidak tahu apa yang terjadi dengan sahabatmu.’
Dia berkata, ‘Pergilah ke Ummu Jamil binti Khathab dan tanyakan padanya tentang
beliau.’ Segera Ummu Khair pergi menjumpai Ummu Jamil, dan mengatakan, ‘Abu
Bakar menanyakan padamu tentang Muhammad bin Abdillah.’ Ummu Jamil menjawab,
‘Aku tida tahu Abu Bakar juga Muhammad bin Abdillah, bolehkah aku ikut denganmu
menemui anakmu?. ‘Ya’ jawabnya.
Berjalanlah
Ummu Jamil bersama Ummu Khair menjumpai Abu Bakar yang sakit parah. Ummu Jamil
mendekatinya, dan berkata dengan suara keras, ‘Demi Allah, sungguh orang-orang
yang memperlakukanmu seperti ini adalah benar-benar fasik dan kufur, aku
mengharap dari Allah agar membalaskan untukmu perbuatan mereka.’ Abu Bakar
bertanya, ‘Apa yang terjadi pada Rasulullah?’ Ummu Jamil berkata, ‘Ini ada
ibumu, ia mendengar.’ Abu Bakar menjawab, ‘Ia tidak berbahaya bagimu.’ Ummu
Jamil lalu mengabarkan, ‘Rasulullah sehat dan baik.’ ‘Dimana beliau?’ tanya Abu
Bakar. ‘Di rumah Ibnu Arqam,’ jawab Ummu Jamil. Abu Bakar lalu berkata, ‘Aku
bersumpah untuk Allah, aku tidak makan dan minum kalau tidak menemui
Rasulullah.’ Keduanya menahan Abu Bakar, sampai keadaan sepi dan manusia
tenang, mereka memapahnya keluar hingga memasukkannya menemui Rasulullah Saw.
Aisyah
ra berkata, ‘Rasulullah langsung merangkulnya dan menciumnya, hal itu diikuti
kaum Muslimin. Rasulullah sangat terharu padanya. Abu Bakar berkata, ‘Demi
bapak dan ibuku, wahai Rasulullah, aku tidak tertimpa apa-apa kecuali apa yang
ditimpakan orang fasik itu pada mukaku. Ini ibuku sangat baik pada putranya,
dan engkau adalah orang yang diberkahi, maka ajaklah ia beriman kepada Allah
dan doakanlah pada Allah untuknya, semoga dengan doamu Allah menyelamatan dia
dari neraka.’ Kemudian Rasulullah Saw mengajaknya beriman kepada Allah dan ia
pun masuk Islam.”
Rasulullah
Saw, tulis Syaikh Said Hawwa dalam bukunya, Ar-Rasul Saw, senantiasa
bergaul dan hidup bersama para sahabatnya dalam segala hal, makan, minum,
bepergian, shalat dan dalam pertemuan-pertemuan (majelis). Beliau menyukai
kesederhanaan dan keterusterangan, serta membenci sesuatu yang dibuat-buat dan
dipaksa-paksakan (takalluf). Sebagian sahabat menemani beliau sebelum dan
setelah kenabian selama puluhan tahun.
Ada
fenomena yang jelas dalam kehidupan para sahabat, termasuk pada sahabat Abu
Bakar Ash-Shiddiq, semakin bertambah intensitas pergaulan mereka dengan
Rasulullah Saw, maka semakin kuatlah keimanan mereka pada beliau. Bahkan, orang
yang paling banyak bergaul dengan Rasulullah Saw yang paling tinggi keimanan
dan ketaatannya pada beliau. Keimanan ini sampai pada satu tingkatan bahwa mati
untuk apa yang diinginkan Rasulullah Saw lebih mereka cintai daripada hidup.
Menginfakkan harta lebih mereka sukai daripada menyimpannya. Taat lebih mereka
cintai daripada maksiat. Agama Rasulullah Saw lebih mereka cintai daripada
harta, anak, tempat tinggal, istri, dan tanah air.
Ini
adalah bagian dari fenomena adanya rasa percaya dan keimanan yang sempurna pada
beliau, kalaulah tidak ada rasa percaya tentu ini semua tidak akan ada. Untuk
apa semua pengorbanan itu mereka lakukan kalaulah bukan karena puncak keimanan
dan kepercayaan mereka pada Rasulullah Saw.
Peristiwa
di atas adalah salah satu contoh dampak positif dari kepercayaan dan keimanan
yang sempurna, sekaligus merupakan bukti nyata atas keimanan itu. Para sahabat
membuktikan sendiri bahwa Rasulullah Saw adalah orang yang jujur, tak diragukan
lagi./suaraislam
No comments:
Post a Comment