Ketika cahaya tauhid padam
di muka bumi, maka kegelapan yang tebal hampir saja menyelimuti akal. Di sana
tidak tersisa orang-orang yang bertauhid kecuali sedikit dari orang-orang yang
masih mempertahankan nilai-nilai ajaran tauhid. Maka Allah SWT berkehendak
dengan rahmat- Nya yang mulia untuk mengutus seorang rasul yang membawa ajaran
langit untuk mengakhiri penderitaan di tengah-tengah kehidupan. Dan ketika
malam mencekam, datanglah matahari para nabi. Kedatangan Nabi tersebut sebagai
bukti terkabulnya doa Nabi Ibrahim as kekasih Allah SWT, dan sebagai bukti
kebenaran berita gembira yang disampaikan oleh Nabi Isa as.
Allah SWT menyampaikan
selawatnya kepada Nabi itu, sebagai bentuk rahmat dan keberkahan. Para malaikat
pun menyampaikan selawat kepadanya sebagai bentuk pujian dan permintaan
ampunan, sedangkan orang-orang mukmin berselawat kepadanya sebagai bentuk
penghormatan. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Allah
dan malaikat-malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman,
berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan
kepadanya."
(QS. al-Azhab: 56)
Sebelumnya Allah SWT
mengutus para nabi-Nya sebagai rahmat kepada kaum dan zaman mereka saja, namun
Allah SWT mengutus beliau saw sebagai rahmat bagi alam semesta. Beliau Nabi
Muhammad saw datang dengan membawa rahmat yang mutlak untuk kaum di zamannya
dan untuk seluruh zaman. Allah SWT berfirman, "Dan aku tidak mengutusmu
kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta."
Hakikat dakwah para nabi
sebelumnya adalah menyebarkan Islam, begitu juga ajaran yang dibawa oleh Nabi
yang terakhir adalah Islam. Beliau saw adalah Muhammad bin Abdillah bin Abdul
Muthalib, anak seorang wanita Quraisy. Beliau saw adalah pemimpin anak-anak
Nabi Adam as. Beliau saw adalah hamba Allah SWT dan Rasul-Nya, serta rahmat
Allah SWT yang dihadiahkan kepada umat manusia.
Beliau saw lahir di tanah
Arab. Ketika itu malam gelap, tiba-tiba Abdul Muthalib membayangkan bahawa
matahari telah terbit, lalu ia bangun dan ternyata mendapati dirinya di
pertengahan malam, keheningan yang luar biasa menyelimuti gurun yang
terbentang. Ia menuju pintu khemah, lalu menyaksikan bintang-bintang bersinar
di langit, dan dunia tampak di selimuti dengan malam. Ia kembali menutup pintu
khemah dan tidur. Belum lama ia dikuasai oleh rasa kantuk yang amat sangat,
sehingga ia kembali bermimpi untuk kedua kalinya. Segala sesuatunya tampak jela
s kali ini, Sesungguhnya sesuatu yang besar memerintahnya untuk melaksanakan
perintah yang sangat penting, "Galilah zamzam!" Dalam mimpinya Abdul
Muthalib bertanya: "Apakah itu zamzam?" Kemudian untuk kedua kalinya
perintah itu mengatakan bahawa ia diperintahkan untuk menggali zamzam. Belum
lama Abdul Muthalib melihat sesuatu yang bersembunyi itu, sehingga ia berdiri
di tempat tidurnya dan hatinya berdebar dengan keras. Abdul Muthalib bangkit,
lalu ia membuka pintu khemah kemudian pergi ke gurun yang luas. Apakah erti
zamzam? Tiba- tiba fikirannya dipenuhi dengan cahaya yang datang dari jauh,
bahawa pasti zamzam adalah sebuah sumur, tetapi apa yang diinginkan oleh suara
yang datang dalam tidur itu agar ia menggali sumur, di sana tidak ada jawapan
selain satu jawapan dari pertanyaan ini, yaitu agar orang- orang yang berhaji
dan berkeliling di sekitar Ka'bah dapat meminumnya. Tetapi apa nilai dari sumur
itu sendiri, bukankah di sana terdapat banyak sumur yang dapat diminum oleh
orang-orang yang berhaji.
Abdul Muthalib duduk di
tengah-tengah pasir gurun pada pertengahan malam, ia memikirkan bintang-bintang
sembari merenungkan cerita- cerita kuno yang mengatakan tentang sumur yang
memancar darinya air sebagai akibat dari pukulan kaki Nabi Ismail as, di sana
juga ada cerita yang mengatakan bahawa sumur itu telah binasa sesuai dengan
perjalanan zaman.
Matahari terbit di atas
gurun Jazirah Arab, Abdul Muthalib keluar menemui orang-orang, dan menceritakan
kepada mereka bahawa ia akan menggali sebuah sumur di tempat tertentu, ia
menunjukkan ke tempat yang di situ ia diberitahu oleh suara yang ada dalam
mimpinya. Orang- orang Quraisy menolaknya, Sesungguhnya tempat yang
diisyaratkan oleh Abdul Muthalib terletak di antara dua berhala dari
berhala-berhala yang biasa disembah oleh masyarakat setempat, yaitu di antara
berhala yang bernama Ashaf dan Nalah. Abdul Muthalib merasa bahawa usahanya
sia- sia untuk meyakinkan kaumnya agar mengizinkannya untuk menggali sumur.
Mereka mengetahui bahawa Abdul Muthalib tidak mempunyai sesuatu selain hanya
seorang anak. bahawasanya ia tidak memiliki anak- anak yang dapat menolong dan
memperkuatnya serta melaksanakan keinginan-keinginannya.
Pada saat itu di kawasan
negeri Arab dipenuhi dengan kabilah-kabilah yang terjalin suatu ikatan
fanatisme atau kesukuan yang kuat dan usaha untuk melindungi keluarga yang
sangat menonjol. Akhirnya Abdul Muthalib pergi dalam keadaan sedih, lalu ia
berdiri di hadapan Ka'bah dan mengungkapkan suatu nazar kepada Allah SWT. Ia
berkata: "Jika aku mendapat sepuluh anak laki-laki, dan mereka menginjak
usia dewasa, sehingga mereka mampu melindungiku saat aku menggali sumur Zamzam,
maka aku akan menyembelih salah seorang dari mereka di sisi Ka'bah sebagai
bentuk korban." Pintu langit pun terbuka untuk doanya. Belum sampai
berlangsung satu tahun, isterinya melahirkan anaknya yang kedua dan setiap
tahun ia melahirkan anak laki-laki sampai pada tahun yang ke sembilan, sehingga
Abdul Muthalib mempunyai sepuluh anak laki-laki. Kemudian berlalulah zaman dan
anak-anak Abdul Muthalib menjadi besar.
Abdul Muthalib akhirnya
menjadi seseorang yang memiliki kemampuan. Kemudian Abdul Muthalib berusaha
melakukan rencananya yang diisyaratkan dalam mimpinya itu, yaitu ia
bersiap-siap untuk mengorbankan salah satu anaknya sebagai bentuk
pelaksanaannya dari nazarnya. Maka dilakukanlah undian atas sepuluh anaknya,
lalu keluarlah nama anaknya yang paling kecil yaitu Abdullah. Ketika nama anak
itu keluar dalam undian, maka orang-orang yang ada disekitarnya berusaha
memberontak, mereka mengatakan bahawa mereka tidak akan membiarkan Abdullah
disembelih.
Abdullah saat itu terkenal
sebagai seseorang yang bersih di kawasan Arab, ia telah dapat menarik simpati
masyarakat di sekitarnya. Ia tidak pernah menyakiti seseorang pun. Bahkan ia
tidak pernah meninggikan suaranya lebih dari orang lain. Senyuman khas Abdullah
terkenal sebagai senyuman yang paling lembut di kawasan Jazirah Arab. Muatan
rohaninya demikian jernih, dan hatinya yang mulia menyerupai sebuah kebun di
tengah-tengah gurun hati-hati yang keras, oleh kerana itu semua manusia datang
kepadanya dan menentang usaha penyembelihannya. Para pembesar Quraisy berkata,
"Lebih baik kami menyembelih anak-anak kami daripada ia harus disembelih,
dan menjadikan anak-anak kami sebagai tebusan baginya. Kami tidak akan
menemukan seseorang pun yang lebih baik dari dia seandainya kami
menyembelihnya, pertimbangkanlah kembali masalah itu, dan biarkan kami bertanya
kepada dukun."
Abdul Muthalib tampak
tidak mampu menghadapi tekanan ini, lalu ia mempertimbangkan kembali apa yang
telah ditetapkannya. Kemudian mereka mendatangi seorang dukun. Si dukun
berkata: "Berapakah taruhan yang kalian miliki?" Mereka menjawab:
"Sepuluh ekor unta." Dukun itu berkata: "Datangkanlah sepuluh
unta, lalu lakukanlah kembali undian atasnya dan atas nama Abdullah, jika
undian datang padanya, maka tambahlah sepuluh ekor unta lagi, lalu ulangilah
terus undian tersebut, demikian hingga tidak keluar lagi nama Abdullah."
Kemudian dilakukanlah
undian atas nama Abdullah dan atas sepuluh ekor unta yang besar. Undian itu pun
mengeluarkan terus nama Abdullah, hingga Abdul Muthalib menambah sepuluh ekor
unta lagi, kemudian lagi- lagi yang keluar nama Abdullah sehingga mereka pun
menambah sepuluh ekor unta lagi sampai jumlah unta itu telah mencapai seratus
ekor unta. Setelah itu, datanglah nama unta tersebut. Maka saat itu, masyarakat
demikian gembiranya sehingga berlinangan air mata, kegembiraan dari mereka
kerana melihat Abdullah berhasil diselamatkan. Kemudian disembelihlah seratus
ekor unta di sisi Ka'bah, dan mereka membiarkannya di situ sehingga korban itu
tidak disentuh oleh seseorang pun dan juga disentuh oleh binatang-binatang buas.
Abdul Muthalib sangat
gembira atas keselamatan anaknya, Abdullah. Lalu ia menetapkan untuk
menikahkannya dengan gadis terbaik di Jazirah Arab, kemudian ia keluar
dengannya pada suatu hari dari Ka'bah ke rumah Wahab, dan di sana ia meminang
untuknya Aminah binti Wahab. Kemudian Aminah binti Wahab menikah dengan
Abdullah bin Abdul Muthalib, seorang pemuda yang paling mulia dan paling
dicintai oleh orang-orang Quraisy.
Dinyalakanlah api-api di
gunung-gunung Mekah, agar para musafir dan para tamu mengetahui tempat
diadakannya acara tersebut, yaitu acara pernikahan antara Abdullah dan Aminah.
Lalu disembelihlah haiwan- haiwan korban, dan manusia dari kalangan orang-orang
fakir bahkan binatang-binatang buas dan burung makan darinya. Abdullah tinggal
bersama isterinya dua bulan di rumah pernikahan, hingga suatu hari ada khabar
bahawa kafilah akan berangkat, lalu Abdullah pun mengikuti kafilah tersebut dan
melakukan perjalanan bersama kafilah perdagangan Quraisy menuju Syam, itu
adalah kesempatan terakhir yang diperoleh Aminah binti Wahab bersamanya. Wajah
Abdullah yang mulai tampak berseri-seri mengucapkan selamat tinggal kepada
Aminah, lalu setelah itu bayang- bayang wajahnya tersembunyi bersama kafilah
dan mereka pun hilang. Aminah tidak mengetahui bahawa itu adalah kesempatan
terakhirnya setelah dua bulan dari perkawinannya. Abdullah mengunjungi paman-
pamannya dari kabilah bani Najar di Madinah, dan di sana ia meletakkan jasadnya
di muka bumi, ia meninggal dunia.
Abdullah bin Abdul
Muthalib kini telah meninggal. Saat itu ia berusia dua puluh lima tahun. Khabar
kematiannya tiba-tiba tersebar dan sangat memilukan hati orang-orang yang
mendengarnya, sehingga khabar itu sampai ke isterinya. Aminah tampak menangis
tersedu-sedu dan ia tampak menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada dirinya dan
tidak mengetahui jawapannya, mengapa Allah SWT menebusnya dengan seratus unta
jika kemudian Dia menetapkan kematian baginya.
Tidak lama kemudian, lalu
bergeraklah dirahimnya janin dengan gerakan yang sedikit, ia tampak mulai mengetahui
bahawa ia sedang hamil. Aminah menangis dua kali, pertama ia menangis untuk
dirinya sendiri dan kali ini ia menangis untuk anak yang ditinggal mati ayahnya
sebelum ia sempat dilahirkan. Aminah tidak pernah mengetahui sebelumnya bahawa
janin yang dikandungnya akan menjadi anak yatim, ayahnya meninggal saat ia
dilahirkan. Anak yatim ini harus menanggung beban anak-anak yatim dan orang-
orang fakir serta orang-orang yang sedih di muka bumi. Ia akan menjadi Nabi
yang terakhir dan rasul-Nya kepada manusia. Ia akan menjadi rahmat yang
dihadiahkan kepada manusia dan tidak akan mengetahui makna rahmat kecuali orang
yang merasakan penderitaan dan kepahitan. Inilah anak kecil yang sebelum
dilahirkan telah menelan kesedihan. Dan berlalulah hari demi hari, lalu hilanglah
tangisan penderitaan dan mata Aminah pun telah mengering, namun kesedihannya
tampak menyerupai sebuah pohon yang tumbuh bersama kehausan
Kemudian kesedihannya hari
demi hari semakin ia rasakan tetapi kesedihannya itu mulai tidak tampak ketika
ia mendapatkan bahawa janin yang dikandungnya tidaklah memberatkannya,
sebaliknya ia merasakan betapa ringannya janin yang dikandungnya bagaikan
merpati yang berkeliling di seputar Ka'bah, dan seandainya kesedihannya yang
selalu mengitarinya, maka tidak ada wanita yang lebih bahagia darinya dengan
kehamilan yang ringan ini. Janin itu adalah manusia yang mulia di sisi Tuhan,
kemudian semakin dekatlah hari kelahirannya. Sementara itu, pasukan Abrahah
mendekati Mekah. Abrahah adalah seorang penguasa Yaman, yaitu pada saat Yaman
tunduk kepada Habasyah setelah penguasa Persia diusir. Di Yaman ia membangun
suatu gereja yang menunjukkan bangunan yang menakjubkan. Abrahah membangunnya
dengan niat agar orang-orang Arab berpaling dari Baitul Haram di Mekah. Ia
melihat betapa orang- orang Yaman tertarik dengan rumah tersebut. Dan ketika ia
tidak melihat gereja yang dibangunnya memiliki daya tarik seperti itu dan tidak
mampu menarik hati orang-orang Arab, maka ia berkeinginan kuat untuk
menghancurkan Ka'bah, sehingga orang-orang tidak menuju ke Ka'bah lagi
melainkan ke gerejanya. Demikianlah akhirnya ia menyiapkan pasukan yang besar
yang dipenuhi dengan berbagai senjata, kemudian pasukan itu menuju Ka'bah.
Pasukan Abrahah terdiri
dari kelompok gajah yang besar yang digunakannya untuk menghancurkan Ka'bah.
Gajah-gajah itu bagaikan tank-tank yang kita gunakan saat ini. Orang-orang Arab
pun mendengar rencana tersebut. Memang orang-orang Arab saat itu terkenal
sebagai penyembah berhala, meskipun demikian mereka sangat memberikan penghargaan
dan penghormatan terhadap Ka'bah, kerana mereka meyakini bahawa mereka adalah
anak-anak Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as pemelihara Ka'bah.
Perjalanan pasukan
tiba-tiba dihadang oleh seorang lelaki yang mulia dari penduduk Yaman yang
bernama Dunaher. Ia mengajak kaumnya dan dari kalangan orang-orang Arab untuk
memerangi Abrahah, sehingga ada beberapa orang yang mengikutinya. Abrahah
berhadapan dengan tentera tersebut tetapi pasukan yang sedikit itu dapat dengan
mudah dipatahkan oleh pasukan kafir yang besar itu. Kemudian Dunaher pun kalah
dan menjadi tawanan Abrahah. Pasukan Abrahah tersebut juga sempat ditentang
oleh Nufail bin Hubaid al-Aslami, namun Abrahah pun dapat mengalahkan mereka
dan berhasil menawan Nufail.
Kemudian ketika Abrahah melewati
kota Taif, menghadaplah kepadanya beberapa orang tokoh setempat, dan mereka
tampak gementar ketakutan dan berkata kepadanya bahawa sesungguhnya 'rumah'
yang ditujunya tidak berada di tempat mereka, tetapi berada di Mekah. Hal itu
mereka sampaikan dengan maksud untuk memalingkannya dari rumah berhala mereka,
di mana mereka membangun di dalamnya berhala yang bernama Latha kemudian mereka
mengutus seseorang yang akan menunjukkan kepada Abrahah letak Ka'bah. Ketika
Abrahah berada di antara Taif dan Mekah, ia mengutus seorang pemimpin
pasukannya sehingga ia melihat keadaan Mekah. Di sana ia merampas banyak harta
dari kaum Quraisy dan selain mereka, dan di antara yang dirampasnya adalah dua
ratus unta milik Abdul Muthalib bin Hasyim. Saat itu Abdul Muthalib adalah
salah seorang pembesar Quraisy dan pemimpin mereka, serta pengawas sumur
Zamzam.
Kedatangan utusan Abrahah
di Mekah telah menimbulkan gejolak pada kabilah-kabilah. Akhirnya kaum Quraisy
bergerak, begitu juga kaum Khananah. Kemudian mereka mengetahui bahawa mereka
tidak memiliki kemampuan untuk melawan Abrahah, sehingga mereka membiarkannya,
lalu tersebarlah di Jazirah Arab berita tentang datangnya pasukan yang kuat
yang sulit untuk ditandingi. Dalam surat yang dibawa oleh utusannya itu,
Abrahah menyampaikan bahawa ia tidak datang untuk memerangi mereka, namun ia
datang hanya untuk menghancurkan Ka'bah. Jika mereka tidak menentangnya, maka
darah mereka tidak akan ditumpahkan. Lalu utusan itu menemui Abdul Muthalib, ia
menceritakan tentang keinginan Abrahah. Abdul Muthalib berkata: "Kami
tidak ingin memeranginya kerana kami tidak memiliki kekuatan. Ka'bah adalah
rumah Allah SWT yang mulia dan suci, dan rumah kekasih-Nya Ibrahim. Jika Ia
mencegahnya, maka itu adalah rumah-Nya dan tempat suci-Nya, namun jika Ia
membiarkannya, maka demi Allah kami tidak memiliki kekuatan untuk
mempertahankannya." Kemudian utusan itu pergi bersama Abdul Muthalib
menuju Abrahah.
Abdul Muthalib adalah
seseorang yang sangat terpandang dan sangat mulia. Ia memiliki kewibawaan dan
kehormatan yang mengagumkan. Ketika Abrahah melihatnya, Abrahah menampakkan
penghormatan kepadanya. Abrahah memuliakannya dan mendudukannya di bawahnya, ia
tidak suka bahawa ia duduk bersamanya di kursi kekuasaannya. Lalu Abrahah turun
dari kerusinya dan duduk di atas sebuah permaidani dan mendudukkan Abdul
Muthalib di sisinya. Kemudian ia berkata kepada penerjemahnya: "Katakan
padanya apa kebutuhannya?" Abdul Muthalib berkata: "Kebutuhanku
adalah agar Abrahah mengembalikan dua ratus ekor unta yang diambilnya
dariku" Ketika Abdul Muthalib mengatakan demikian, wajah Abrahah berubah,
lalu ia berkata kepada penerjemahnya: "Katakan padanya sungguh aku merasa
kagum ketika melihatnya, kemudian aku merasakan kehati-hatian saat berbicara
dengannya, apakah engkau berbicara denganku tentang dua ratus ekor unta yang
telah aku ambil, lalu engkau membiarkan rumah yang merupakan simbol agamanya
dan datuk-datuknya, yang aku datang untuk menghancurkannya dan dia tidak
menyinggungnya sama sekali" Abdul Muthalib menjawab: "Aku adalah
pemilik unta, sedangkan pemilik rumah itu adalah Tuhan yang
melindunginya." Abrahah berkata: "Dia tidak akan mampu melindunginya
dariku." Abdul Muthalib menjawab: "Lihat saja nanti!"
Selesailah dialog antara
Abdul Muthalib dan Abrahah. Abrahah pun mengembalikan unta yang telah
dirampasnya. Abdul Muthalib pergi menemui orang-orang Quraisy dan menceritakan
apa yang dialaminya, dan ia memerintahkan mereka untuk meninggalkan Mekah dan
berlindung dibalik gua-gua di gunung. Akhirnya kota Mekah dikosongkan oleh
pemiliknya. Aminah binti Wahab keluar ke gunung-gunung di dekat kota Mekah
kemudian malaikat turun di bumi Jarzirah Arab.
Abdul Muthalib berdiri dan
memegangi pintu Ka'bah dan berdiri bersama dengan sekelompok orang-orang
Quraisy, mereka berdoa kepada Allah SWT dan meminta perlindungan-Nya, agar para
malaikat memerintahkan gajah-gajah tidak melangkahkan kakinya sehingga gajah
itu pun tetap di tempatnya dan mentaati perintah para malaikat, kemudian
gajah-gajah itu menerima pukulan yang dahsyat namun gajah-gajah itu tetap
berdiam di tempatnya, gajah-gajah itu tampak gementar dan berteriak tetapi
lagi-lagi gajah-gajah itu menolak untuk bergerak dan tidak bergerak selangkah
pun. Abrahah bertanya: "Mengapa pasukan tidak bergerak?" Kemudian dikatakan
kepadanya bahawa gajah-gajah menolak untuk bergerak. Abrahah mengangkat
cemetinya. Dengan muka emosi, ia ingin melihat apa yang sebenarnya terjadi
dengan gajah-gajahnya.
Matahari saat itu bersinar
dan ia duduk di khemahnya. Ketika ia keluar, matahari bersembunyi di balik
segerombolan burung. Abrahah mengangkat pandangannya ke arah langit. Mula-mula
ia membayangkan bahawa ia melihat sekawanan awan yang hitam. Kemudian ia
mengamat- amati awan itu. Dan ternyata ia bukan awan biasa. Itu adalah
sekelompok burung yang menutupi cahaya matahari dan menyerupai awan yang tebal.
Burung ababil, burung yang banyak.
Gajah-gajah semakin
berteriak dengan kencang dan tampak ketakutan. Dan rasa takut itu kini
menghinggapi seluruh pasukan. Abrahah berteriak di tengah-tengah pasukannya
agar gajah diusahakan untuk maju secara paksa. Kemudian terbukalah salah satu
jendela dari jendela al-Jahim, dan burung-burung itu menghujani pasukan dengan
batu dari Sijil, yaitu batu yang sama yang pernah dihujankan kepada kaum Nabi
Luth. Batu itu menyerupai bom-bom atom yang digunakan saat ini.
Jika Anda membaca
buku-buku kuno, maka Anda akan mengetahui bagaimana peristiwa yang menimpa
pasukan Abrahah. Anda akan membayangkan bahawa Anda berada di hadapan suatu
kekuatan yang menghancurkan yang tidak diketahui asal muasalnya. Dunia
mengenali sebahagian darinya setelah empat belas abad dari peristiwa tersebut.
Buku-buku itu mengatakan bahawa pasukan itu dihancurkan dengan penghancuran
yang dahsyat.
Para tentera Abrahah
kembali dalam keadaan binasa di mana daging- daging dari tubuh mereka
berciciran di jalan. Abrahah pun mendapatkan luka dan mereka keluar dari tempat
itu dalam keadaan dagingnya terpisah satu persatu. Abrahah pun terbelah dadanya
dan mati. Kemudian jasad para pasukannya tersebar dan berciciran di bumi,
seperti tanaman yang dimakan oleh binatang. Setelah mendekati setengah abad,
turunlah suatu surah di Mekah yang menceritakan tentang peristiwa itu:
"Apakah kamu tidak
memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentera gajah? Bukankah
Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka 'bah) itu
sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang
melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia
menjadikan mereka seperti daun yang dimakan (ulat)."
(QS. al-Fil: 1-5)
Pasukan gajah yang ingin
memporak-porandakan Mekah dikalahkan. Kemudian mereka dihancurkan dan Tuhan
pemilik Ka'bah berhasil melindungi rumah suci-Nya. Perlindungan tersebut bukan
sebagai penghormatan bagi orang yang tinggal di rumah itu dan bukan sebagai
bentuk pengkabulan doa kaum yang menyembah berhala yang memenuhi tempat itu.
Allah SWT sebagai Pelindung Ka'bah memeliharanya kerana adanya hikmah yang
tinggi; Allah SWT menginginkan sesuatu bagi rumah itu; Allah SWT ingin
melindunginya agar tempat itu menjadi tempat yang damai bagi manusia dan supaya
tempat itu menjadi pusat dari akidah yang baru dan menjadi tanah bebas yang
aman, yang tidak dikuasai oleh seseorang pun dari luar dan juga tidak
didominasi oleh pemerintahan asing yang akan membatasi dakwah. Yang demikian
itu kerana di sana terdapat rumah dari rumah-rumah di Mekah yang lahir di sana
seorang anak di mana ibunya bernama Aminah binti Wahab dan ayahnya adalah
Abdullah, salah seorang tokoh Arab. Anak itu belum dilahirkan dan belum dapat
tugas kenabian dan ia belum memikul Islam di atas pundaknya dan belum menjadi
rahmat bagi alam semesta. Kemudian datanglah Abrahah yang ingin menghancurkan
semua ini tanpa ia mengetahui semua rahsia ini.
Tragedi yang menimpa
Abrahah adalah kerana bahawa ia berusaha menentang kehendak Ilahi sehingga
kehendak Ilahi itu menghancurkannya dengan mukjizat yang mengagumkan. Datanglah
banyak burung dengan membawa batu-batuan yang tidak didengar suaranya. Kemudian
burung- burung melemparkan batu-batu itu kepada Abrahah berserta tenteranya.
Semua ini berdasarkan rencana Ilahi terhadap rumah-Nya dan agama-Nya serta
nabi-Nya sebelum orang mengetahui bahawa Nabi Islam telah bersiap-siap untuk
meninggalkan tempat tidurnya di perut ibunya dan mulai memasuki kehidupan yang
keras di muka bumi.
Di tengah-tengah
kegembiraan Mekah kerana keselamatan penghuninya dan selamatnya Ka'bah, Aminah
binti Wahab bermimpi: di tengah suatu malam ia menyaksikan dirinya berdiri
sendirian di tengah-tengah gurun, dan telah keluar dari dirinya suatu cahaya
besar yang menyinari timur dan barat dan terbentang hingga langit. Aminah
tiba-tiba terbangun dari tidurnya namun ia tidak mengetahui tafsir dari
mimpinya.
Berlalulah hari demi hari
dari tahun gajah. Dan pada waktu sahur dari malam Senin hari kedua belas dari
bulan Rabiul Awal, Aminah melahirkan seorang anak kecil yang yatim yang bernama
Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthalib, seorang cucu dari Ismail bin Ibrahim
bin Adam.
Sebelum ia dilahirkan,
dunia mati kerana kehausan padanya. Kehausan dunia sangat besar kepada cinta,
rahmat, dan keadilan. Sekarang teiah berlalu 600 tahun dari kelahiran al-Masih
dan orang-orang Masehi telah menjauhi ajaran cinta, bahkan keyakinan-keyakinan
berhalaisme telah meresap kepada sebahagian kelompok mereka dan kejernihan
ajaran tauhid telah ternodai. Sedangkan orang-orang Yahudi telah meninggalkan
wasiat-wasiat Musa dan mereka kembali menyembah lembu yang terbuat dari emas.
Dan setiap orang dari mereka lebih memilih untuk memiliki lembu emas yang
khusus. Demikianlah, berhalaisme telah menyerang di bumi. Bumi dipenuhi oleh
kegelapan. Akal disingkirkan dan Tuhan dilupakan dan mereka menyerahkan diri
mereka kepada pembohong.
Ketika jantung dunia telah
terkena kekeringan, maka memancarlah dari timur suatu mata air keimanan yang
jernih yang menjadi puas dengannya separa dunia. Dan mukjizat besar terjadi
ketika mata air ini mengeluarkan air yang jernih dari jantung gurun yang paling
besar ketandusannya di dunia, yaitu gurun jazirah Arab. Berkenaan dengan
penggambaran masa tersebut, dalam hadis yang mulia dikatakan:
"Sesungguhnya Allah melihat penduduk bumi lalu Dia murka kepada mereka,
baik orang-orang Arab mahupun orang-orang Ajam kecuali sebahagian kecil dari
Ahlul kitab."
Di tenda yang kasar,
lahirlah seorang anak yatim yang kemudian bertanggungjawab untuk memberikan
minum kepada dunia yang haus pada cinta, keadilan, kebebasan, serta kebenaran.
Sementara itu, beberapa langkah dari tempat kelahirannya terdapat
berhala-berhala yang memenuhi Baitul 'Athiq dan sekitar Ka'bah yang dibangun
oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail agar menjadi rumah Allah SWT dan Dia disembah
di dalamnya dan manusia merasa tenteram di dalamnya. Di rumah yang kuno ini -
yang dibangun sebelumnya oleh Adam - dipenuhi patung- patung tuhan yang terbuat
dari batu dan kayu. Ini menunjukkan betapa akal orang-orang Arab saat itu
mengalami titik terendah.
Sementara itu nun jauh di
sana, tepatnya di Yatsrib atau Madinah dipenuhi oleh orang-orang Yahudi yang
mereka datang di sana kerana melarikan diri dari penindasan orang-orang Romawi.
Mereka tinggal di situ bagaikan serigala-serigala di atas tanah yang tersubur
di mana mereka melakukan monopoli dalam perdagangan. Mereka membangun kejayaan
mereka dengan memanfaatkan orang-orang Arab dan kehairanan mereka terhadap diri
mereka sendiri.
Para cendekiawan Yahudi
memperdagangkan segala sesuatu, dimulai dari emas sampai Taurat. Mereka
menyembunyikan kertas-kertas darinya dan menampakkan sebahagiannya; mereka
mengubah kertas-kertas Taurat itu untuk memperkaya diri mereka. Pada saat
orang-orang Yahudi menyembah emas dan sangat lihai melakukan persekongkolan,
orang- orang Arab justru menyembah batu dan mereka pandai berperang. Mereka
juga lihai dalam membuat syair lalu menggantungkannya di atas tirai-tirai
Ka'bah. Orang-orang Arab hidup di bawah naungan sistem kesukuan di mana kepala
suku adalah pemimpin dan nilainya sebanding dengan anak buahnya, dan kemampuan
mereka dalam berperang. Dan keutamaan seseorang di lihat dari asal muasalnya serta
nilainya juga di lihat dari kefanatikannya serta kebanggaannya kepada nasab
yang merupakan kemuliaannya, juga kefanatikannya terhadap berhala tertentu yang
merupakan agamanya. Jadi, segala bentuk kemuliaan dan kewibawaan tidak
terbentuk kecuali dalam ruang lingkup yang sempit dalam kabilah atau kesukuan. Sedangkan
di tempat yang jauh dari Mekah, Romawi menyerupai burung rajawali yang lemah,
namun belum sampai kehilangan kekuatannya. Orang-orang Romawi sangat menyanjung
kekuatan. Sedangkan di belahan timur dari utara negeri Arab, orang-orang Persia
menyembah api dan air. Api tetap menyala di tempat peribadatan mereka di mana
manusia rukuk untuknya. Dan di sana terdapat danau Sawah yang dianggap suci
oleh mereka.
Sementara itu, Kisra, raja
kaum Persia duduk di atas singgahsananya dan memberikan keputusan terhadap
manusia. Keputusan Kisra selalu didengar dan dilaksanakan. Tidak ada seorang
pun yang berani menentangnya dan menolaknya. Orang-orang Persia berhasil
mengalahkan Romawi dan Yunani, sehingga mereka menjadi kekuatan yang dahsyat di
muka bumi. Meskipun mereka memiliki kekuatan yang sangat luar biasa, namun
penyembahan api jelas-jelas menunjukkan betapa bodohnya mereka dan betapa
kekuatan mereka diliputi oleh kebodohan sehingga akal mereka tercabut dan mereka
terhalangi untuk mencapai kebenaran. Alhasil, kegelapan semakin meningkat di
setiap penjuru bumi dan kehidupan berubah menjadi hutan yang lebat di mana di
dalamnya seorang yang kuat akan menyingkirkan seorang yang lemah dan di
dalamnya yang menang adalah kebatilan.
Di tengah-tengah suasana
yang demikian kelam, lahirlah seorang anak di tenda Mekah. Ketika anak tersebut
lahir, maka padamlah api yang disembah oleh kaum Persia dan keringlah danau
Sawah yang disucikan oleh manusia, bahkan robohlah empat belas loteng dari
istana Kisra. Dan syaitan merasa bahawa penderitaan yang besar telah
merobek-robek hatinya. Ini semua sebagai simbol dimulainya kehancuran kejahatan
atau keburukan di muka bumi dan terbebasnya akal manusia dari penyembahan
terhadap sesama manusia atau terhadap hal-hal yang bersifat khurafat. Manusia
diajak hanya untuk menyembah kepada Allah SWT. Kelahiran Rasul sebagai bukti
hilangnya kelaliman, sebagaimana kelahiran Nabi Musa yang menunjukkan kebebasan
Bani Israil dari kelaliman Fir'aun.
Ajaran Muhammad bin
Abdillah merupakan ajaran revolusi yang paling meyakinkan dan yang paling
penting yang pernah dikenal di dunia; ajaran yang bertugas untuk menyelamatkan
dan membebaskan akal dan materi. tentera Al-Quran adalah tentera yang paling
adil dan paling berani untuk menghancurkan orang-orang yang lalim. Kita akan
melihat dalam sejarah Nabi bahawa kejadian-kejadian luar biasa telah
mengelilingi Ka'bah sebelum kelahirannya. Kemudian terjadilah peristiwa luar
biasa setelah kelahirannya di mana terjadilah peristiwa pembelahan dada pada
saat beliau masih kecil, begitu juga beliau dinaungi oleh awan di waktu kecil,
bahkan beliau terkenal pada saat masih kecil dengan kecenderungan untuk
meninggalkan permainan-permainan yang biasa dimainkan oleh anak-anak kecil
seusia beliau. Allah SWT memberikan penjagaan khusus kepadanya sehingga Jibril
as turun kepadanya dengan membawa wahyu
Selanjutnya, mukjizatnya
yang pertama adalah mukjizat yang terdapat pada keperibadiannya dan
pemikiran-pemikirannya. Itulah yang menjadi mukjizatnya yang terbesar setelah
Al-Quran; itu adalah bangunan rohani yang tinggi di mana beliau mampu menahan
penderitaan di jalan Allah SWT. Dan dalam menegakkan kebenaran, beliau memikul
berbagai macam rintangan. Beliau melaksanakan amanat yang dikembangnya secara
sempurna dan sebaik-baik mungkin. Hal yang indah yang dikatakan tentang
mukjizat Nabi setelah diutusnya beliau adalah bahawa beliau tidak mempunyai
mukjizat selain usaha membebaskan akal: tanpa memiliki kekuatan luar biasa
selain membebaskan fikiran, tanpa dalil selain kalimat Allah SWT. Sedangkan Isa
bin Maryam telah berdakwah dan mengajak manusia untuk menciptakan kesamaan,
persaudaraan, dan cinta kasih di antara mereka, namun Muhammad saw diberi
kurnia untuk mewujudkan persamaan, persaudaraan, dan cinta kasih di antara
orang-orang mukmin di tengah- tengah kehidupannya dan setelah kehidupannya.
Ketika Nabi Isa mampu
menghidupkan orang-orang yang mati dan mengeluarkan mereka dari kuburan,
Muhammad bin Abdillah menghidupkan orang-orang hidup dari kematian mereka yang
tidak pernah mereka sedari. Itu adalah bentuk kematian yang paling berat.
Beliau juga mengeluarkan mereka dari kegelapan dan kebodohan menuju cahaya
ilmu, dan dari belenggu syirik dan kekufuran menuju dunia tauhid.
Sulaiman sebagai seorang
Nabi dan raja mampu memperkerjakan jin untuk mengabdi padanya, bahkan mereka
mampu terbang beribu-ribu mil untuk menghadirkan singgasana musuh-musuhnya agar
mereka semua tercengang terhadap kemampuannya, sehingga mereka masuk Islam.
Namun Muhammad saw justru mengabdi kepada Islam hanya sebagai seorang tentera
yang sederhana. Beliau mengetahui bahawa ketika beliau lalai sesaat saja dari
dakwah di jalan Allah SWT, maka kesempatannya dalam menyebarkan agama Islam
akan hilang.
Di saat terjadi peristiwa
besar dalam peperangan, tiba-tiba azan solat dikumandangkan, sehingga para
pasukan yang berperang mengerjakan solat. Tidak ada malaikat yang turun untuk
melindungi mereka ketika solat atau mencegah datangnya anak-anak panah dari
punggung mereka saat sujud. kerana itu, hendaklah para pasukan melindungi
dirinya sendiri. Para pasukan mukmin berusaha solat secara bergantian:
sebahagian mereka solat dan sebahagian mereka bertugas untuk menjaga.
Allah SWT berfirman:
"Dan apabila kamu berada
di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan solat
bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (solat)
bersertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka sujud (telah
menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk
menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum
bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka
bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin agar kamu lengah
terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan
sekaligus."
(QS. an-Nisa': 102)
Selesailah masalah itu dan
tidak ada malaikat yang turun untuk melindunginya dan menolongnya. Ini adalah
masa kematangan akal dan masa keletihan para nabi dan orang-orang mukmin. Dan
sesuai kadar keletihan mereka dalam menyampaikan ajaran Islam, mereka pun akan
mendapatkan balasan yang besar. Pada masa para nabi sebelum Nabi Muhammad saw,
mereka menghadirkan mukjizat-mukjizat kepada kaum mereka saat memulai dakwah,
sehingga kaum tersebut mempercayai apa saja yang mereka bawa, sedangkan Nabi
Muhammad bin Abdillah tidak menghadirkan kepada kaumnya selain dirinya dan
ketulusannya.
Allah SWT telah memutuskan
untuk melindungi Musa dan memerintahkannya untuk mengangkat gunung di atas
kaumnya hingga mereka beriman kepada Taurat, atau untuk menjatuhkan gunung
tersebut di atas mereka. Ketika mengetahui hal yang Demikian itu, orang-orang
Yahudi sujud dengan meletakkan pipi mereka di atas tanah dan mereka mengamati
bukit batu yang berada di atas kepala mereka yang diangkat oleh tangan yang
tersembunyi. Sedangkan Nabi Muhammad bin Abdillah tak pernah memaksa seseorang
pun. Berimanlah beberapa orang kepadanya dan puaslah beberapa orang kepadanya
dan matilah bersamanya orang-orang yang mati dalam keadaan puas. Beliau tidak
membawa pedang kecuali saat panah yang beracun mendekati jantung Islam dan
mengancamnya.
Dakwah para nabi menuntut
terjadinya mukjizat demi mukjizat. Ini kerana masa kekanak-kanakan manusia
serta kelemahan akal dan hilangnya panca indera menuntut rahmat Allah SWT untuk
mendatangkan mukjizat yang sesuai dengan masa turunnya mukjizat tersebut dan
budaya masyarakat setempat. Adalah hal yang maklum bahawa di tengah-tengah
penduduk Mekah saat itu tidak terdapat orang-orang yang cerdas atau orang-orang
yang bijak yang mampu menyerap kata-kata yang baik. Dan kesulitan yang dihadapi
oleh Islam adalah bahawa ia tidak diturunkan pada masa ini saja, tetapi Islam
diturunkan untuk setiap masa. Allah SWT mengetahui bahawa manusia telah
memasuki masa kematangan berfikir yang mengagumkan, maka hikmah-Nya menuntut
bahawa pernyataan yang pertama kali disebutkan dalam risalah-Nya adalah
"iqra'" (bacalah). Di samping itu, risalah tersebut mengandung
pemikiran yang universal, sistem yang membangun, dan hukum yang mempesona,
serta kebebasan yang diidamkan, dan manusia yang sempurna.
Adalah tidak mengurangi
kehormatan para nabi sebelum Nabi Muhammad saw di mana mereka tidak diutus di
masa-masa kematangan pemikiran, tetapi yang menambah kehormatan Nabi Muhammad
saw bahawa beliau diutus di tengah-tengah masa kematangan berfikir, dan beliau
diutus sebelum datangnya masa ini. Beliau memikul berbagai lipat cubaan yang
pernah dipikul oleh para nabi; beliau berdakwah dengan menanggung berbagai lipat
godaan dan cubaan; beliau mengalami seksaan yang pernah dialami oleh semua para
nabi; beliau mencintai Allah SWT sebagaimana para nabi mencintai-Nya. Allah SWT
memuliakannya ketika beliau mengimami mereka di saat solat pada saat beliau
melakukan Isra' dan Mi'raj. Meskipun demikian, ketika beliau keluar pada suatu
hari menemui sahabat-sahabatnya dan mendapati mereka mengutamakan para nabi dan
mendahulukannya atas mereka, maka beliau justru menampakkan kemarahan dan
wajahnya berubah. Beliau berkata: "Janganlah kalian mengutamakan aku atas
Yunus bin Mata."
Melalui pernyataan itu,
beliau berusaha meletakkan suatu pondasi pemikiran yang harus dilalui oleh kaum
Muslim di mana para nabi memang memiliki darjat tertentu di sisi Allah SWT.
Boleh jadi ada nabi yang lebih afdal atau yang lebih mulia daripada yang lain.
Siapakah yang menetapkan hal itu? Tidak ada seorang pun selain Allah SWT. Ada
pun kaum Muslim hendaklah mereka berhenti pada batas tertentu yang seharusnya
mereka berikan berkaitan dengan sopan santun terhadap para nabi. Selama Allah
SWT menyampaikan selawat kepada rasul sebagai bentuk penghormatan dan
memerintahkan mereka untuk menyampaikan selawat kepadanya, dan selama
Rasulullah seperti nabi-nabi yang lain, maka hendaklah mereka juga berselawat
kepada semua nabi tanpa perbezaan, meskipun pada bentuk selawat itu sendiri.
Sementara itu, bayi yang
mungil itu yang lahir di Mekah bergerak setelah tahun gajah. Kemudian berita
tersebar di sana sini dan Sampailah ke telinga datuknya bahawa cucunya telah
dilahirkan. Abdul Muthalib segera menuju ke tempat itu dan membawa cucunya yang
yatim lalu berkeliling dengannya di Ka'bah sambil memikirkan namanya. Abdul
Muthalib tidak merasa terpukau dengan nama-nama yang mulai beredar di benaknya.
Ia tampak bingung menentukan nama yang paling tepat buat cucunya, bahkan
kebingungannya itu berlanjutan sampai enam hari, sehingga sang Nabi di sunat.
Ketika malam telah menyelimuti kawasan Mekah, datanglah kepadanya suara yang
sama yang dulu pernah dilihatnya dan didengarnya yang memerintahkannya untuk
menggali zamzam. Di tengah-tengah tidurnya, suara itu membisikkan kepadanya
bahawa nama cucunya berasal dari al-Ham, yang berarti Muhammad atau Ahmad.
Orang-orang Quraisy
bertanya kepada Abdul Muthalib: "Nama apa yang engkau berikan kepada
cucumu?" Abdul Muthalib menjawab sambil mengingat bisikan suara yang
didengarnya saat mimpi, "Muhammad." Nama tersebut sebenamya tidak
umum di kalangan orang-orang Jahilliyah. Mereka bertanya, "Mengapa Abdul
Muthalib tidak memakai nama-nama datuk-datuknya dan nama-nama yang biasa
dipakai di kalangan mereka." Abdul Muthalib menjawab: "Aku ingin
Allah SWT memujinya di langit dan manusia memujinya di bumi."
Kami tidak mengetahui
dorongan apa yang membuat Abdul Muthalib untuk menyatakan kalimat tersebut.
Apakah kalimat itu bersumber dari realiti kebanggaan orang-orang Arab yang
popular atau berasal dari realiti kebanggaan tradisional? Atau, apakah
berangkat dari realiti kegembiraan yang dalam dengan kelahiran si cucu, ataukah
kalimat itu bersumber dari suasana rohani yang jernih dan bisikan alam ghaib?
Tentu kami tidak bisa menjawab. Yang dapat kami ketahui adalah bahawa seseorang
tidak akan layak menyandang predikat manusia yang dipuji di bumi dan dipuji
oleh Allah SWT di langit seperti predikat yang disandang oleh Muhammad bin
Abdillah.
Nabi Muhammad saw muncul
ke alam wujud dalam keadaan yatim. Beliau ditinggalkan oleh ayahnya saat beliau
masih janin di dalam perut ibunya. Allah SWT berfirman:
"Bukankah Dia
mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?"
(QS. adh-Dhuha: 6)
Allah SWT melindunginya.
Orang-orang sufi mengatakan bahawa sebab- sebab kemanusiaan seperti adanya
datuknya Abdul Muthalib dan bagaimana ia mengasuhnya dan melindunginya tidak
lain hanya bentuk lahiriah yang tidak begitu penting, sedangkan bentuk batiniah
yang sebenarnya adalah kita berada di hadapan manusia yang dilindungi dan
diasuh oleh Tuhannya sejak masih kecil. Allah SWT mendidiknya saat beliau masih
kecil, dan mengujinya dengan keyatiman saat beliau masih janin serta mengujinya
dengan kelaparan sejak masih kecil, dan dewasa dengan kematian si ibu, saat
beliau masih kecil dengan keterasingan di tengah-tengah keramaian, dan dengan
terjaga di tengah-tengah tidur serta dengan penderitaan demi penderitaan. Allah
SWT telah menyiapkannya sejak usia dini untuk memikul beban risalah terakhir.
Selanjutnya, ibunya
seringkali memeluknya lebih dari sebelumnya. Ia melihat bahawa banyak dari
wanita-wanita yang menyusui tidak berkenan untuk mengasuhnya. Adalah sudah
menjadi tradisi yang berkembang di Mekah di mana keluarga-keluarga yang mulia
mengirim anaknya ke kawasan dusun agar anak tersebut menyerap dan menghirup
udara segar serta memperoleh mainan yang memadai. Dan biasanya wanita-wanita
yang menyusui anak-anak lebih tertarik menyusui anak- anak dari orang-orang
kaya. Namun ketika pemimpin manusia seorang yang fakir, maka wanita-wanita yang
biasa menyusui tidak berminat kepadanya.
Marilah kita telusuri
bagaimana Halimah binti Abi Duaib menceritakan kisahnya bersama anak kecil yang
disusuinya: "Saat itu terjadi musim tandus dan kami tidak memiliki sesuatu
sehingga aku dan suamiku mengalami kemiskinan yang luar biasa. Lalu kami
menetapkan keluar ke Mekah dan menemani wanita-wanita dari Bani Sa'ad. Kami
semua mencari anak-anak yang masih menyusu agar orang tua mereka dapat membantu
kami untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Binatang yang aku
tunggangi sangat lemah dan sangat kurus yang itu semua disebabkan oleh
kekurangan makanan. Bahkan kami khawatir kalau-kalau ia berhenti di tengah
perjalanan dan mati. Dan kami tidak tidur semalaman kerana melihat kondisi anak
kecil yang bersama kami. Ia menangis kerana tidak menemukan makanan yang dapat
dimakannya. Ia menangis kerana kelaparan dan tidak mendapat air susu, baik dari
air susuku mahupun air susu unta yang dibawa oleh suamiku, sehingga kami tidak
dapat memuaskan dahaganya. Di tengah-tengah malam, aku merasakan keputusasaan.
Aku bertanya-tanya bagaimana aku dapat melakukan sesuatu dalam keadaan yang
demikian.
Akhirnya, kami sampai di
Mekah. Sementara itu, wanita-wanita yang ingin mencari anak-anak yang dapat
mereka susui telah mendahului kami. Mereka mengambil anak-anak kecil yang
mereka sukai, kecuali satu anak, yaitu Muhammad di mana ayahnya telah meninggal
dan ia berasal dari keluarga yang miskin meskipun sebenarnya kedudukannya
sangat mulia di antara tokoh-tokoh Quraisy. Oleh kerana itu, wanita-wanita
enggan untuk mengasuhnya. Namun aku dan suamiku tidak sefaham dengan mereka
kerana aku tidak peduli dengan keyatiman dan kefakirannya. Kemudian aku malu
untuk kembali dan tidak mengambil bayi yang dapat aku susui kemudian. Di
samping itu, aku malu jika mendapat cercaan dari wanita-wanita itu. Lalu aku
merasakan adanya kasih sayang yang memenuhi hatiku terhadap anak kecil yang
tampan itu yang akan diganggu oleh udara yang kotor."
Kisah tersebut mengatakan
bahawa saat anak-anak kecil mendapatkan wanita-wanita yang menyusuinya, maka
Muhammad bin Abdillah sedang tidur dalam keadaan lapar di ranjangnya yang
kasar, tanpa disusui oleh siapa pun. Suatu hikmah yang tinggi berkehendak agar
bayi yang masih menyusui itu menghadapi dunia dalam keadaan yatim dan dalam
keadaan kelaparan agar ia dapat merasakan penderitaan anak-anak yatim dan
orang-orang yang lapar sebelum ia menyelamatkan mereka.
Halimah mengatakan bahawa
ia meyakinkan suaminya bahawa ia merasakan keinginan yang kuat untuk mengambil
anak yatim ini, sehingga suaminya menyetujuinya. Halimah tidak mengetahui
rahsia keinginannya yang samar agar ia kembali untuk mengambil anak yatim yang
masih menyusu ini. Ia tidak mengetahui bahawa Allah SWT telah menanamkan rasa
cinta kepada anak kecil itu dalam hatinya seperti Allah SWT menanamkan cinta
kepada Musa pada hati isteri Fir'aun. Jika Musa menolak wanita-wanita lain
untuk menyusuinya kecuali ibunya setelah Allah SWT mencegahnya dari susuan
wanita-wanita lain agar ibunya merasa bahagia dan tidak bersedih, maka Muhammad
bin Abdillah - seorang anak kecil yang masih menyusu dan mulia - -justru
ditolak oleh wanita-wanita yang menyusui, sedangkan ia sendiri tidak pernah
menolak seseorang pun.
Halimah kembali kepadanya
dan ia memberitahu bahawa ia akan mengasuhnya. Nabi Muhammad saw adalah seorang
yang mulia. Halimah meletakkan tangannya di dadanya, sehingga anak kecil itu
tertawa. Halimah mencium di antara kedua matanya. la meletakkannya di kamarnya.
Halimah mengetahui bahawa kedua air susunya telah kering, namun tiba-tiba air
susunya memancar dengan keras sebagai bentuk kasih sayang dan tanda kebesaran
dari Allah SWT. Kini Halimah pun dapat menyusuinya. Apakah itu merupakan hikmah
yang tinggi di mana anak kecil tersebut merasa cukup dengan sesuatu yang
sedikit? Ataukah anak kecil itu sudah dapat mendidik dirinya untuk zuhud dan
qanaah sebelum ia mendidik orang-orang dewasa tentang pengorbanan dan
kesatriaan?
Halimah kembali ke gurun
Bani Sa'ad dan ia membawa Muhammad bin Abdillah. Belum lama ia menyaksikan
tanahnya yang tandus sehingga tiba-tiba kebaikan dunia terbuka dan mekar di
hadapannya, di mana bumi dipenuhi dengan kehijau-hijauan setelah mengalami masa
tandus. Pohon-pohon berbuah dan buah kurma tampak berseri-seri setelah
sebelumnya layu, bahkan susu-susu binatang pun mulai tampak banyak. Allah SWT
memberikan berkah-Nya kepada tempat tersebut. Halimah mengetahui bahawa
kebaikan ini telah datang bersama kedatangan anak kecil yang diberkahi,
sehingga cintanya kepada anak itu semakin bertambah. Bahkan suaminya pun
menjadi tawanan cinta yang lain kepada Muhammad saw.
Pada suatu hari ia berkata
kepada isterinya: "Apakah engkau mengetahui wahai Halimah bahawa engkau telah
mengambil seorang anak yang mulia?" Halimah berkata: "Anak kecil itu
tidak menangis dan tidak berteriak kecuali ketika ia telanjang." Ketika
anak kecil itu gelisah di tengah malam dan tidak tidur, maka Halimah membawanya
keluar dari khemah dan ia berhenti bersamanya di bawah sinar bintang. Saat itu
anak itu tampak bergembira ketika menyaksikan langit. Setelah kedua matanya
terpuaskan oleh pandangan ke arah langit, ia pun mulai tidur.
Ketika anak itu mencapai
tahun yang kedua, maka ia telah disapih, sehingga ibunya ingin mengambilnya,
tetapi Halimah tidak kuat untuk menahan perpisahan ini. Halimah menjatuhkan
dirinya di hadapan kedua kaki sang ibu dan ia mulai menciuminya dan ia meminta
agar membiarkannya bersama anaknya sehingga anak itu benar-benar kuat dan dapat
kembali menghirup udara segar gurun. Akhirnya, Rasulullah saw tinggal di tempat
Bani Sa'ad sampai lima tahun. Dan pada masa lima tahun ini terjadi peristiwa
penting yang terkenal dengan peristiwa pembelahan dada. Kehendak Ilahi telah
menetapkan kepada Ruhul Amin, yaitu Jibril untuk menemui Muhammad bin Abdillah
dan membelah dadanya dengan perintah Ilahi serta menyuci hatinya dengan rahmat
dan mengeringkannya dengan cahaya dan mengeluarkan bahagian dunia darinya.
Seperti biasanya
Rasulullah saw keluar pada suatu hari bersama saudara susuannya dengan
menunggangi sekawanan domba menuju tempat penggembalaan. Di tengah hari,
saudaranya berlari-lari dalam keadaan takut dan menangis sambil berteriak
bahawa Muhammad telah terbunuh. Muhammad diambil oleh dua orang laki-laki yang
memakai baju yang putih lalu kedua orang itu menelentangkannya dan membelah
dadanya.
Mendengar hal itu, Halimah
sangat kejut dan terpukul. Ia segera pergi sambil berlari mencari Muhammad dan
diikuti oleh suaminya yang mengikuti petunjuk anak kecil dari saudara Muhammad.
Akhirnya, mereka menemukan Muhammad sedang duduk di atas tanah di mana wajahnya
tampak pucat dan kedua matanya menyala.
Halimah dan suaminya
mencium dengan lembut dan mulai menampakkan kasih sayangnya. Kemudian mereka
bertanya, "apa yang terjadi?" Muhammad menjawab: "Ketika aku
memperhatikan domba-domba yang sedang bermain aku dikejutkan dengan kedatangan
dua orang yang memakai pakaian yang putih. Mula-mula aku menyangka bahawa
mereka adalah burung yang besar, namun ternyata aku salah. Mereka adalah dua
orang yang tidak aku kenal yang memakai pakaian warna putih. Salah seorang dari
mereka berkata kepada temannya dengan menunjuk ke arahku, "Apakah ini
anaknya?" Yang lain menjawab, "benar." Aku merasakan ketakutan
yang luar biasa. Lalu mereka mengambilku dan menidurkan aku serta membelah
dadaku dan mereka mengambil sesuatu darinya hingga mereka mendapatinya dan
membuangnya jauh-jauh. Setelah itu, mereka bersembunyi laksana bayangan."
Hadis tersebut
diriwayatkan oleh Anas dan juga diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad. Para
mufasir berbeza pendapat tentang simbolisme yang dalam ini. Sebahagian besar
ulama menakwilkan peristiwa tersebut. Pakar-pakar klasik, seperti Qurthubi
berpendapat bahawa peristiwa itu diisyaratkan oleh firman-Nya:
"Bukankah
Kami telah melapangkan untukmu dadamu?. " (QS. Alam Nasyrah: 1)
Sedangkan tokoh-tokoh
hadis, seperti Ghazali berpendapat bahawa manusia istimewa seperti Muhammad saw
tidak mungkin terlepas dari bimbingan Ilahi dan tidak mungkin terkena waswas
sekecil apa pun yang biasa menimpa manusia biasa. Jika suatu kejahatan menjadi
suatu gelombang yang memenuhi cakerawala, maka di sana terdapat hati yang
segera memungutnya dan terpengaruh dengannya, namun hati para nabi dengan
adanya bimbingan Allah SWT tidak akan terpanggil dan tidak terkena arus
kejahatan tersebut.
Dengan demikian, usaha
para nabi terfokus pada peningkatan kemajuan atau ketinggian, bukan memerangi
kerendahan. Diriwayatkan oleh Abdillah bin Mas'ud bahawa Rasulullah saw
bersabda: "Tidak ada seseorang di antara kalian kecuali ia diawasi oleh
temannya dari kalangan jin dan temannya dan dari kalangan malaikat." Para
sahabat berkata: "Apakah hal itu juga berlaku kepadamu wahai
Rasulullah?" Beliau menjawab: "Ya, tetapi Allah SWT membantuku,
sehingga ia berserah diri dan tidak memerintahkan kepadaku kecuali dalam
kebaikan."
Begitulah sikap
orang-orang yang dahulu dan para ahli hadis berkaitan dengan peristiwa
pembelahan dada. Kami kira bahawa kejadian yang luar biasa tersebut berhubungan
dengan persiapan Nabi untuk melalui Isra' dan Mi'raj. Ia merupakan perjalanan
di mana Rasulullah saw akan menebus alam angkasa dan akan mencapai alam langit.
Kemudian beliau akan melampaui alam ini, sehingga sampai di Sidratul Muntaha
yang di sana terdapat Janatul Ma'wah.
Pandangan tersebut kembali
kepada pendapat kami yang mengatakan bahawa peristiwa pembelahan dada berulang
lebih dari sekali saat Rasul saw mencapai usia lima puluh tahun. Dan peristiwa
pembelahan dada terjadi kedua kalinya pada malam Isra' dan Mi'raj.
Bukhari meriwayatkan dari
Malik bin Sh'asha'a bahawa Rasulullah saw menceritakan kepada mereka peristiwa
malam Isra' di mana beliau bersabda: "Ketika aku berada di Hathim - atau
beliau berkata di Hijr - saat aku dalam keadaan antara tidur dan bangun, maka
seorang datang kepadaku lalu ia membelah antara ini dan ini. Yaitu antara
kerongkongan dan perutnya. Beliau melanjutkan: Lalu ia mengeluarkan hatiku dan
membawa mangkok dari emas yang penuh dengan keimanan lalu ia menyuci hatiku.
Kemudian diulanginya."
Kami kira bahawa
pembelahan dada merupakan bentuk simbolis yang menunjukkan kesucian Rasul saw
dan sebagai bentuk penyiapannya untuk melalui Isra' dan Mi'raj. Itu merupakan
pemberitahuan dari Ilahi bahawa anak ini akan mencapai suatu kedudukan yang
belum pernah dicapai oleh manusia dan tidak akan dicapai manusia sesudahnya.
Setelah peristiwa pembelahan dada, berubahlah kehidupan anak kecil itu di mana
sebahagian besar waktunya digunakan untuk merenung dan menyendiri. Dari roman
wajahnya tampak keseriusan yang biasanya menghiasi wajah orang-orang dewasa.
Berlalulah hari demi hari,
tahun demi tahun dan Selesailah masa menetapnya bersama Halimah di dusun Bani
Sa'ad. Beliau sangat terpengaruh dan sangat terkesan dengan keadaan di sana.
Diriwayatkan bahawa beliau pernah mengingat masa kecilnya di Bani Sa'ad dan
beliau membanggakannya. Beliau menyebutkan pengorbanan mereka dan sikap mereka
yang baik. Beliau berkata: "Aku termasuk dari Bani Sa'ad, tanpa bermaksud
menyombongkan diri. Jika mereka berhadapan atau menyaksikan salah seorang
mereka lapar, maka mereka akan membagi makanan di antara mereka."
Kemudian Muhammad bin
Abdillah kembali ke Mekah saat usianya lima tahun. Beliau hidup beberapa hari
bersama ibunya di mana si ibu merasakan kesedihan yang dalam atas kepergian
ayahnya. Sesuai janji untuk mengingat ayahnya yang telah pergi, Aminah
menetapkan untuk mengunjungi kuburannya di Yatsrib. Jarak antara Mekah dan
Yatsrib lebih dari lima ratus kilo meter di gurun yang kering yang jauh dari
tanda- tanda kehidupan. Anak itu menempuh perjalanan yang berat. Setelah
perjalanan yang berat ini, Muhammad bin Abdillah tinggal di tempat paman-paman
dari ibunya di Madinah selama satu bulan. Muhammad melihat rumah yang di situ
ayahnya meninggal sebelum ia dilahirkan. Ia berziarah bersama ibunya ke kuburan
yang sederhana yang ayahnya dikuburkan di dalamnya. Mula-mula fikirannya
terfokus pada keadaan yatim sambil ia mulai memperhatikan linangan air mata
ibunya yang diam.
Selesailah masa satu bulan
keberadaannya di sisi paman-pamannya. Kemudian ibunya menemaninya untuk kembali
ke Mekah. Kedua anak manusia itu sampai di pertengahan jalan. Muhammad bin
Abdillah tidak mengetahui rahsia kepucatan wajah ibunya. Lalu malaikat maut
turun di suatu tempat yang bernama Abwa. Di situlah Aminah binti Wahab telah
bertemu dengan kekasihnya, Allah SWT.
Sang ibu meninggal dan
meninggalkan anak satu-satunya bersama seorang pembantu. Pembantu itu
menampakkan rasa kasihnya terhadap anak kecil yang kehilangan ayahnya saat
masih janin dan kehilangan ibunya saat berusia enam tahun. Muhammad bin
Abdillah kini menjadi sendiri dan ia dalam keadaan menangis. Ia mencapai
kematangan setelah ia melewati kesedihan kehidupan dan kerasnya kehidupan
sebagai anak yatim.
Rasulullah saw pernah
ditanya setelah masa diutusnya: "Bagaimana pandanganmu?" Beliau
menjawab: "Pengetahuan adalah modalku. Akal adalah dasar agamaku. Cinta
adalah pondasiku. Zikrullah adalah kesenanganku. Dan kesedihan adalah
temanku."
Allah SWT telah
menyiramkan kepadanya sungai-sungai kesedihan sehingga beliau dapat memberikan
kepada manusia buah dari kegembiraan dan ketulusan.
Anak kecil itu kembali ke
Mekah dalam keadaan sedih dan ia tampak terpaku. Lalu Abdul Muthalib, datuknya
menampakkan cinta yang luar biasa dan penghormatan padanya. Setelah dua tahun
ketika Muhammad bin Abdillah berusia delapan tahun, maka meninggallah salah
satu benteng yang terbaik yang menjaganya, yaitu datuknya Abdul Muthalib.
Kemudian anak kecil itu kini merenungi datuknya laksana orang dewasa. Ia tampak
tegar seperti layaknya orang dewasa.
Kita tidak mengetahui
mengapa terjadi demikian. Mengapa hikmah Allah SWT mencegah Nabi yang terakhir
untuk mendapatkan kasih sayang seorang ayah, kasih sayang seorang ibu, dan
bimbingan seorang datuk? Apakah Allah SWT ingin memberi Nabi yang terakhir
suatu kasih sayang dan cinta yang semata-mata bersumber dari sisi-Nya? Apakah
Allah SWT ingin mendidiknya dengan kesedihan dan memberinya perasaan-perasaan
yang penuh dengan penderitaan? Apakah Allah SWT ingin membuat hati Rasul-Nya
hanya tertuju kepadanya? Dahulu Allah SWT berkata kepada Musa:
"Dan Aku telah
memilihmu untuk diri-Ku."
(QS. Thaha: 41)
Dahulu Allah SWT memberi
khabar gembira kepada Musa di dalam Taurat sebagaimana Isa memberi khabar
gembira di dalam Injil dengan kedatangan seorang Nabi setelahnya yang bernama
Ahmad. Dan Nabi Musa meminta kepada Tuhannya agar memberinya dan memberi
umatnya puncak keutamaan, lalu Allah SWT menjawab bahawa Dia telah menetapkan
keutamaan ini kepada Nabi yang terakhir Ahmad dan umatnya.
Allah SWT telah memilih
Musa untuk diri-Nya. Meskipun Demikian, Dia tidak mencegahnya untuk mendapatkan
kasih sayang seorang ibu dan mendidiknya di tengah-tengah keluarganya. Namun
Dia berkehendak untuk menjadikan Nabi yang terakhir tercegah dari mendapatkan
kasih sayang seorang manusia dan cinta seorang manusia, sehingga Nabi tersebut
hanya mendapatkan kasih sayang Ilahi dan cinta Ilahi.
Allah SWT berfirman
menceritakan tentang keadaan Rasul terakhir:
"Bukankah Dia
mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu
sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu
sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. Adapun terhadap
anak yatim, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang
yang meminta-minta, maka janganlah kamu mengherdiknya. Dan terhadap nikmat
Tuhanmu maha hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur). "
(QS. ad-Dhuha: 6- 11)
Makna ayat tersebut secara
harfiah adalah bahawa beliau dalam keadaan yatim lalu Allah SWT melindunginya;
beliau dalam keadaan tersesat lalu Allah SWT memberinya petunjuk; beliau dalam
keadaan fakir lalu Allah SWT memampukannya. Allah SWT melindunginya dengan
mengasuhnya, membimbingnya, dan mencukupinya. Itu adalah darjat keutamaan yang
tidak pernah dicapai oleh seseorang pun di dunia.
Setelah kematian datuknya,
maka pamannya Abu Thalib mengasuhnya. Allah SWT telah meletakkan kecintaan pada
hati pamannya, sehingga pamannya mengutamakan Muhammad saw daripada
anak-anaknya dan memuliakannya serta menghormatinya, bahkan Abu Thalib
mendudukkannya di ranjangnya yang biasa dibentangkannya di hadapan Ka'bah di
mana tidak ada seorang pun yang duduk selainnya.
Muhammad bin Abdillah
hidup di jantung gurun Mekah sebagai seorang yang memiliki kesedaran yang
tinggi di antara kaum yang sedang lalai dan kaum yang mabuk-mabukan dan para
penyembah berhala serta para pedagang minuman keras dan para syair dan
orang-orang yang berperang dan tokoh-tokoh kabilah.
Muhammad bin Abdillah
seorang yang banyak diam dan ketika usianya semakin dewasa, maka ia bertambah
banyak diam. Beliau tidak berbicara kecuali jika diajak seseorang berbicara;
beliau tidak terlibat dalam permainan hura-hura anak-anak muda; beliau
merasakan kesedihan yang dalam; beliau sering menyendiri dan membuka matanya di
hamparan pasir-pasir. Mulutnya terdiam dan akalnya berfikir. Beliau merenungkan
di masa kecilnya bagaimana kaumnya bersujud terhadap berhala dan terpukau
dengannya; bagaimana orang-orang berakal mau bersujud kepada batu-batu yang
tidak memberikan mudarat dan manfaat dan tidak berbicara serta tidak dapat
melakukan apa-apa. Beliau mewarisi dari datuknya Ibrahim kebencian yang fitri
terhadap dunia berhala dan patung.
Di dalam dirinya terdapat
penghinaan yang besar terhadap sembahan- sembahan dari batu ini, suatu
penghinaan yang menjadikannya tidak mau mendekat selama-lamanya terhadap patung
tersebut. Namun hatinya yang besar dipenuhi dengan kesedihan yang lebih hebat
dari kesedihan datuknya Ibrahim. Beliau sedih kerana akal manusia menyembah
batu dan emas, kesombongan serta kekuasaan penguasa; beliau mendengar apa yang
dikatakan manusia dan mengamat-amati urusan kehidupan dan keadaan masyarakat;
beliau juga menyaksikan betapa banyak pertentangan dan perkelahian di antara
manusia yang justru disebabkan oleh masalah-masalah yang sepele, sehingga kehairanan
beliau semakin bertambah dan sudah barang tentu kesedihannya pun semakin dalam.
Tidakkah manusia mengetahui bahawa mereka akan mati seperti ayahnya, ibunya,
dan datuknya? Mengapa mereka menimbulkan pertentangan ini, hingga mereka
mendapatkan lebih banyak kejahatan?
Ketika usianya semakin
bertambah, maka bertambahlah kezuhudannya dalam hidup, dan sepak terjangnya
terus bersinar memenuhi penjuru Mekah. Beliau tidak sama dengan seseorang pun
dari kalangan pemuda saat itu. Meskipun kami kira bahawa kesedihannya
disebabkan oleh hal- hal yang umum, tetapi beliau tidak mengungkapkan
kegelisahan hatinya pada seseorang pun. Beliau belum bertujuan untuk
memperbaiki masyarakat atau kemanusiaan. Benar bahawa pertanyaan-pertanyaan
kritis timbul dalam benaknya dan ingin segera menemukan jawapan, tetapi akalnya
sendiri tidak dapat menemukan jawapan atau jalan keluar. Inilah yang dimaksud
dengan makna ayat:
"Dan Dia
mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk."
(QS. adh-Dhuha: 7)
Yang dimaksud ad-Dhalal
(kesesatan) di sini ialah kebingungan akal dalam menafsirkan kejahatan dan
usaha melawannya kerana ketiadaan senjata dan kecilnya usia. Semua itu justru
menambah sikap diam anak kecil itu dan menjauhkannya dari dunia yang akan
mencemari akal, sehingga akalnya selamat dari segala noda dan tetap di bawah
naungan kejernihannya.
Anak kecil itu tetap jauh
dari dosa-dosa yang dilakukan oleh kaumnya yang berupa kecenderungan untuk
menyembah berhala dan cinta kekuasaan dan kebanggaan. Ia selalu mendekat dan
lebih mendekat kepada hakikatnya yang suci; ia mampu mempengaruhi orang lain
dengan jiwanya yang bersih dan rahmatnya atau kasih sayangnya tertuju kepada
manusia, bahkan kepada binatang dan burung. Ketika ia duduk akan makan lalu ada
burung merpati berkeliling di seputar makanannya maka ia meninggalkan
makanannya untuk burung itu. Pada saat orang-orang memukul anjing yang mendekat
kepada makanan mereka, maka ia justru mencabut suapan yang ada di mulutnya dan
memberikannya pada anjing, kucing, anak-anak kecil, dan orang-orang fakir.
Bahkan seringkali di waktu malam ia tidur dalam keadaan lapar kerana ia
memberikan makanannya ke orang lain.
Muhammad saw adalah
seorang fakir yang harus bekerja agar dapat makan, maka beliau bekerja sebagai
penggembala kambing, seperti Nabi Daud, Nabi Musa, dan nabi-nabi yang lain yang
diutus oleh Allah SWT. Kemudian beliau melakukan perjalanan bersama kafilah
pamannya Abu Thalib menuju Syam saat beliau berusia tiga belas tahun. Beliau
menyaksikan keadaan umat-umat yang lain, maka kehairanannya semakin bertambah
terhadap masa Jahilliyah ini. Ketika beliau menyaksikan orang-orang tersesat,
maka kesedihannya semakin bertambah dan hatinya semakin tersentuh dan
fikirannya semakin dalam.
Pada saat perjalanan
menuju ke Syam ini terjadi suatu peristiwa terhadap anak kecil itu. Kemungkinan
besar itu justru menambah kebingungannya. Seorang pendeta yang bernama Buhaira
berdiri di jendela rumah yang menjadi tempat peribadatannya di Suria. Tiba-tiba
ia memperhatikan suatu awan putih - tidak seperti biasanya - yang menghiasi
langit yang biru. Saat itu udara sangat terang, sehingga munculnya awan
tersebut sangat menghairankan. Kemudian pandangan Buhaira yang tertuju ke
langit, kini tertuju ke bumi di mana ia mendapati awan itu menyerupai burung
yang putih yang menaungi kafilah kecil yang menuju ke arah utara. Buhaira
memperhatikan bahawa awan tersebut mengikuti kafilah.
Jantung Buhaira berdebar
dengan keras kerana ia mengetahui melalui buku-buku peninggalan kaum Masehi
yang otentik bahawa seorang nabi akan muncul ke dunia setelah Isa. Sifat dan
khabar nabi tersebut diceritakan dalam buku-buku kuno. Buhaira segera
meninggalkan tempatnya, lalu ia segera memerintahkan untuk menyiapkan makanan
yang besar. Kemudian ia mengutus seseorang untuk menemui kafilah tersebut dan
mengundang mereka untuk jamuan makan. Salah seorang mereka berkata dengan nada
bercanda kepada Buhaira: "Demi Lata dan 'Uzza, engkau hari ini tampak lain
wahai Buhaira. Engkau tidak pernah melakukan demikian kepada kami, padahal kami
telah melewati dan singgah di tempat ini lebih dari sekali. Ada peristiwa apa
gerangan wahai Buhaira?"
Buhaira menjawab:
"Hari ini kalian adalah tamu-tamuku." Pertanyaan orang tersebut tidak
dijawab dengan terang-terangan. Ia sengaja menghindarinya dan tidak
menyingkapkan rahsia kemuliaan yang datangnya tiba-tiba ini. Buhaira memberi
makan mereka dan mulai memperhatikan di antara mereka adanya seseorang yang
memiliki tanda- tanda yang dibacanya dalam kitab-kitabnya yang kuno tentang
seorang rasul yang ditunggu. Namun ia tidak menemukannya, hingga ia bertanya
kepada mereka: "Wahai kaum Quraisy, apakah ada seseorang yang tidak hadir
bersama jamuanku ini?" Mereka menjawab: "Benar, ada seseorang yang
tidak ikut bersama kami. Kami meninggalkannya kerana ia masih kecil."
Buhaira berkata: "Sungguh aku telah mengundang kamu semua. Panggillah ia
supaya hadir bersama kami dan memakan makanan ini." Salah seorang lelaki
dari kaum Quraisy berkata: "Demi Lata dan 'Uzza, sungguh tercela bagi kami
untuk meninggalkan Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthalib dari jamuan yang
kami diundang di dalamnya.
Pamannya meminta maaf
kerana Muhammad masih kecil, kemudian sebahagian mereka berdiri dan
menghadirkannya. Belum lama Buhaira memandangi kejernihan dua mata Muhammad,
sehingga ia mengetahui bahawa ia telah mendekati tujuannya. Buhairah terpaku
ketika memandangi Muhammad bin Abdillah sehingga kaum selesai makan dan mereka
berpisah.
Muhammad bin Abdillah
duduk sendirian. Buhaira menghampirinya dan berkata: "Wahai anak kecil,
demi kedudukan Lata dan 'Uzza, sudikah kiranya engkau memberitahu aku terhadap
apa yang aku tanyakan kepadamu?" Buhaira ingin mengetahui sikap anak ini
terhadap berhala kaumnya. Anak kecil itu menjawab: "Jangan engkau bertanya
kepadaku tentang Lata dan 'Uzza. Demi Allah, tidak ada sesuatu yang lebih aku
benci daripada keduanya." Buhaira berkata: "Dengan izin Allah aku
ingin bertanya kepadamu." Anak kecil itu menjawab: "Tanyalah apa saja
yang terlintas di benakmu."
Buhaira bertanya kepada
anak kecil itu tentang keluarganya, kedudukannya di tengah-tengah kaumnya,
mimpinya dan pendapat- pendapatnya. Dialog tersebut terjadi jauh dari pantauan
kaum kerana mereka tidak akan diam ketika mendengar bahawa Muhammad membenci
berhala-berhala mereka. Kemudian Muhammad menjawab pertanyaan-pertanyaan
Buhaira dengan yakin, hingga membuat Buhaira mantap bahawa ia sekarang duduk
bersama seorang Nabi yang khabar berita gembiranya disampaikan oleh Nabi Isa
sebagaimana disampaikan oleh nabi-nabi dari kaum Israil dari kaum Nabi Musa.
Setelah itu, ia bangkit meninggalkan anak kecil itu dan menuju ke Abu Thalib ia
bertanya tentang kedudukan anak kecil itu di sisinya. Abu Thalib menjawab:
"Ia adalah anakku." Buhaira berkata: "Tidak mungkin ayahnya
masih hidup." Abu Thalib berkata: "Benar. Ia anak saudaraku. Ayahnya
dan ibunya telah meninggal." Buhaira berkata: "Engkau benar,
kembalilah kamu ke negerimu dan hati-hatilah dari kaum Yahudi." Abu Thalib
bertanya tentang rahsia dari apa yang dikatakan oleh pendeta itu. Pendeta itu
mulai mengetahui bahawa ia telah berbicara lebih dari yang semestinya. Lalu ia
berkata: "Ia akan memiliki kedudukan tertentu." Buhaira tidak
menjelaskan lebih dari itu dan ia tidak menentukan kedudukan yang dimaksud.
Lalu berlalulah peristiwa
tersebut tanpa terlintas dari benak seseorang atau tanpa menggugah kesedaran di
antara mereka. Kisah tersebut tidak membawa pengaruh berarti bagi kafilah atau
kepada Nabi sendiri. Kafilah menganggap bahawa penghormatan pendeta kepada
Muhammad bin Abdillah dan memberitahunya akan kedudukan yang akan disandangnya
adalah semata-mata basa-basi yang biasa diucapkan di atas meja makan ketika
para tamu memuji kedermawanan tuan rumah. Dan sebagai balasannya, orang yang
mengundang akan memuji akhlak para pemuda mereka. Alhasil, peristiwa tersebut
tidak membawa pengaruh apa pun, baik bagi Muhammad mahupun bagi sahabat-sahabat
yang ikut dalam kafilah, sehingga mereka tidak mengetahui rahsia perkataan
pendeta dan mereka tidak menyebarkan pembicaraan yang mereka dengar darinya.
Peristiwa itu tersembunyi meskipun ia sungguh sangat membingungkan Muhammad.
Apa gerangan yang terjadi
antara dirinya dan orang-orang Yahudi, sehingga pendeta perlu mengingatkan
pamannya dari ancaman mereka? Apa kedudukan yang akan dikembangnya seperti yang
diceritakan oleh pendeta itu? Dan apa hubungan semua ini dengan kesedihan-
kesedihannya yang dalam serta kebingungannya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut
sedikit demi sedikit berputar di benaknya. Kemudian seperti biasanya kafilah
tersebut kembali ke Mekah. Muhammad kembali menuju keterasingannya. Ia
memperhatikan keadaan alam di sekitarnya. Kemudian ia melihat kembali
penderitaannya; ia berusaha untuk mendapatkan kehidupannya; ia mengabdi kepada
manusia dan mengorbankan apa saja demi kemuliaan mereka.
Hari demi hari berlalu.
Muhammad saw tampil dengan pakaian ketulusan kasih sayang, dan amanah serat
cinta, sebagaimana pelita dipenuhi oleh cahaya, sehingga kejujurannya terkenal
di tengah-tengah kaumnya. Bahkan kejujuran dan amanatnya tidak bakal diragukan
oleh seseorang pun dari penduduk Mekah. Dan ketika beliau datang dengan membawa
risalahnya dan beliau ditentang majoriti masyarakatnya, namun tak seorang pun
yang berani meragukan kejujurannya. Mereka hanya menuduh bahawa ia terkena
sihir atau kesedarannya telah hilang.
Pada tahun ketiga belas
dari masa kenabian, ketika semua kabilah sepakat untuk membunuhnya dan
mengucurkan darahnya di antara para kabilah dan mereka mengepung rumahnya, maka
di saat situasi yang sulit ini beliau menetapkan untuk berhijrah. Tetapi
sebelumnya beliau mewasiatkan kepada Ali bin Abi Thalib, anak pamannya untuk
tetap tinggal di rumahnya agar ia dapat mengembalikan amanat yang dititipkan
oleh semua musuhnya dan para sahabatnya. Ini beliau maksudkan agar Ali dapat
menyerahkan amanat tersebut di waktu pagi kepada para pemiliknya. Anda dapat
melihat betapa para musuhnya merasa aman terhadap harta mereka ketika dijaga
oleh Muhammad saw.
Hari demi hari berlalu dan
tahun demi tahun pun lewat. Sementara itu, kesucian dan kejujuran Muhammad saw
semakin meningkat. Dan di tengah lautan keheningan yang mencekam, ketika
Muhammad bin Abdillah menyebarkan layar perahunya yang putih, maka ia harus
menemui hakikat azali yang bertemu dengan-nya semua nabi dan rasul. Muhammad
bin Abdillah mengetahui bahawa alam yang besar ini mempunyai Tuhan Pengatur dan
Pencipta; Tuhan yang Maha Satu dan yang tiada tuhan selain-Nya.
Muhammad dijauhkan dari
suasana kenikmatan dan foya-foya yang biasa dilakukan oleh para pemuda
seusianya. Dan ketika pemuda Mekah berbangga-bangga dengan banyaknya minuman
keras yang mereka minum dan banyaknya bait-bait syair yang mereka katakan
tentang wanita, maka Muhammad bin Abdillah telah menemukan jati dirinya di
suatu gua yang tenang di gunung yang besar. Ia memilih untuk menghabiskan
waktunya di dalam keheningan gua tersebut. Ia merenung dengan hatinya tentang
keadaan alam; ia memikirkan keagungan rahsia-rahsianya dan rahmat Penciptanya
serta kebesaran-Nya.
Pada tahun yang kedua
puluh lima, beliau mengenal Ummul Mu'minin, isterinya yang pertama, yaitu
Khadijah binti Khuwailid yang saat itu berusia empat puluh tahun. Khadijah
adalah wanita yang mulia dan mempunyai cukup harta. Ia berdagang dan suaminya
telah meninggal. Banyak orang yang mendekatinya dengan alasan untuk mendapatkan
kekayaannya. Khadijah mencari seseorang laki-laki yang dapat membawa harta
dagangannya menuju Syam, lalu Khadijah mendengar berita yang cukup banyak
berkenaan dengan kejujuran dan amanat serta kesucian Muhammad bin Abdilah.
Akhirnya, Khadijah mengutus Muhammad saw untuk membawa barang dagangannya.
Muhammad saw pergi dalam perjalanannya yang kedua ke Syam saat beliau berusia
dua puluh lima tahun. Allah SWT memberkati perjalanannya di mana beliau kembali
dengan membawa keuntungan yang berlipat ganda yang diserahkannya kepada Khadijah.
Muhammad saw tidak peduli dengan harta Khadijah dan tidak peduli kepada
kecantikannya; Muhammad saw hanya memandang kemuliaan yang dipegangnya.
Kemudian Khadijah merasakan getaran cinta terhadap Muhammad saw. Dan Akhirnya,
ia mengutarakan keinginan untuk menikah dengannya, hingga Muhammad saw pun
setuju.
Paman Muhammad saw, Abu
Thalib berdiri dan menyampaikan khutbah pada saat perayaan perkawinannya:
Muhammad saw tidak dapat dibandingkan dengan seorang pun dari kaum Quraisy
kerana ia adalah seorang yang mulia, baik dari sisi akal mahupun rohani.
Meskipun ia seorang yang fakir namun harta adalah naungan yang akan hilang dan
benda yang bersifat sementara.
Setelah menikah, Muhammad
saw justru mendapatkan kesempatan yang lebih besar untuk merenung dan menyendiri
serta beribadah. Kemudian kehidupan yang dijalaninya justru meningkatkan
kemuliaannya, sehingga keutamaannya tersebar di sana sini. Beliau tidak pernah
terlibat dalam pergelutan yang keras untuk memperebutkan materi-materi dunia.
Beliau selalu menggunakan akal sehatnya daripada terlibat dalam kesesatan
mereka dan kegelapan berhala yang menyelimuti banyak orang pada saat itu.
Kemudian usianya kini mendekati empat puluh tahun.
Setelah merasakan
kesunyian di tengah-tengah masyarakat, beliau lebih memilih untuk menjauh dari
mereka. Beliau mencari-cari hakikat, sehingga Allah SWT membimbingnya untuk
menyendiri di gua Hira. Akhirnya, beliau dapat keluar dari Mekah. Beliau
berjalan beberapa mil. Kemudian beliau mulai mendaki dan mendaki. Setiap kali
ia mendaki gunung, maka tempat itu semakin luas. Udara tampak lembut dan
tersingkaplah hijab, dan pandangan semakin terbentang. Kemudian beliau memasuki
gua. Keheningan menyelimuti segala sesuatu, namun hati tetap sadar dan tidak
ada sesuatu yang dapat menghalang-halangi pandangan internal yang dalam. Dalam
suasana kesunyian terkadang lahirlah pemikiran-pemikiran yang cemerlang yang
kemudian menyebarkan sayap-sayapnya dan membumbung, pertama-tama di atas
angkasa gua lalu tersebar menuju ke tempat yang lebih luas. Tidak ada sesuatu
pun yang membatasinya atau mengekang kebebasannya.
Kita tidak mengetahui
fikiran-fikiran apa yang terlintas pada manusia termulia dan terbesar di atas
bumi itu saat beliau duduk di gua Hira beberapa bulan. Apa yang beliau fikirkan
dan apa gerangan yang beliau risaukan? Mimpi apa yang ada di benaknya dan
perasaan-perasaan apa yang lahir dalam hatinya? Bagaimana keadaan batu-batu
yang ada di sisinya? Apakah atom-atom batu yang berputar di sekelilingnya
menyahuti tasbihnya yang diam, seperti atom-atom batu yang bersahut- sahutan
bersama Daud saat ia membaca kitabnya Zabur.
Kami tidak mengetahui
secara pasti bentuk kelahiran yang terjadi dalam dirinya. Yang kita ketahui
adalah bahawa beliau tidak berfikir tentang kenabian dan beliau tidak berfikir
untuk memberikan petunjuk kepada manusia; beliau tidak melakukan
praktik-praktik sufisme kerana beliau sudah menjadi seorang sufi sebelum diutus
di tengah-tengah manusia. Kemudian Allah SWT memilihnya sebagai Nabi lalu
beliau meninggalkan uzlahnya dan turun ke medan serta membawa senjata. Beliau
mempertahankan kebenaran, sehingga beliau bertemu dengan Tuhannya. Mula-mula
lahirlah tasawuf dan setelahnya lahirlah jihad di jalan Allah SWT. Tasawuf bukanlah
puncak atau hasil sebagaimana diyakini oleh manusia sekarang, tetapi ia adalah
permulaan jalan yang panjang di mana pada akhirnya yang bersangkutan
menggunakan senjata sebagai bentuk usaha untuk membela manusia dan
kehormatannya.
Pada suatu hari beliau
duduk di gua Hira dan tiba-tiba beliau dikejutkan dengan kedatangan Jibril yang
berdiri di depan pintu gua. Malaikat tersebut memeluknya erat-erat lalu
memerintahkannya untuk membaca sambil berkata: "Bacalah!" Muhammad
bin Abdillah menjawab: "Aku tidak mampu membaca." Beliau ingin mengatakan
bahawa beliau tidak mengenal bacaan dan tulisan. Kalau begitu, apa yang harus
beliau baca? Malaikat kembali memeluknya dengan kuat sehingga Rasulullah saw
menganggap bahawa ia meninggal. Kemudian malaikat melepasnya dan
memerintahkannya untuk membaca. Beliau kembali menjawab: "Aku tidak bisa
membaca." Malaikat yang mulia kembali memeluknya dan kembali memerintahkan
untuk membaca. Dan lagi-lagi Rasulullah saw menjawab dengan gementar: "Apa
yang aku baca?" Kemudian Jibril membaca permulaan ayat-ayat yang turun
kepada beliau:
"Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu lah Yang Paling Pemurah. Yang mengajar
(manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang
tidak diketahuinya."
(QS. al-'Alaq: 1-5)
Setelah peristiwa itu,
Jibril menghilang secara tiba-tiba sebagaimana ia muncul secara tiba-tiba.
Rasulullah saw merasakan dalam dirinya kejadian yang luar biasa yang pernah
dirasakan oleh Nabi Musa saat beliau mendengar panggilan-panggilan suci di
lembah Thuwa. Sebagaimana Nabi Musa lari ketakutan, maka Muhammad bin Abdillah
pun segera menuju ke rumahnya dalam keadaan ketakutan. Ia turun ke gunung dan
kembali ke rumahnya dan kembali ke isterinya. Tubuhnya yang mulia bergetar
dengan keras dan beliau merasakan ketakutan dan kegelisahan.
Apakah beliau kali ini
berhubungan dengan jin atau alam perdukunan? Apakah beliau telah mengigau
sehingga beliau mendengar suara-suara dan melihat wajah-wajah yang belum pernah
dilihatnya? Rasulullah saw mengkhuatirkan dirinya kerana beliau sangat benci
kepada perdukunan. Beliau memasuki rumahnya dengan keadaan gementar. Beliau
berkata kepada isterinya: "Selimutilah aku, selimutilah aku!"
Kemudian isterinya segera menyelimuti dengan selimut dari wol dan mengusap
keringat yang berada di keningnya. Isterinya dikejutkan dengan kepucatan wajah
beliau yang mulia dan kegementaran tubuhnya.
Khadijah bertanya
kepadanya: "Apa yang sedang terjadi?" Kemudian Muhammad saw
menceritakan secara terperinci apa yang dialaminya. Kemudian ia berkata:
"Sungguh aku khawatir terhadap diriku." Khadijah mengetahui bahawa ia
sekarang berhadapan dengan masalah yang serius, suatu berita gembira yang ia
tidak mengetahui hakikatnya, suatu berita gembira yang seharusnya tidak
dihadapi Muhammad saw dengan kekhuatiran dan kegelisahan.
Khadijah berkata dengan
maksud untuk meredakan ketakutannya: "Tenanglah. Demi Allah, Allah SWT
tidak akan menghinakanmu selama- lamanya. Sungguh engkau adalah seorang yang
baik, yang menyambung tali silaturahmi, yang berbicara dengan jujur, dan yang
menghormati tamu."
Meskipun kalimat-kalimat
tersebut penuh dengan kedamaian dan kesejukan, tetapi kegelisahan Rasul saw
juga belum hilang. Kemudian Khadijah pergi bersama beliau ke rumah Waraqah bin
Nofel, yaitu anak dari paman Khadijah. Waraqah adalah seorang Nasrani dan dia
mampu menulis kitab dalam bahasa Ibrani dan ia cukup mengetahui kitab-kitab
Taurat dan Injil di mana matanya telah buta kerana masa tua.
Khadijah berkata
kepadanya: "Wahai putera pamanku, dengarlah dari anak saudaramu."
Waraqah berkata: "Wahai anak saudaraku, apa yang engkau lihat?"
Rasulullah saw menceritakan apa yang dialaminya secara sempurna. Waraqah
berkata sambil mengangkat kepalanya yang tampak kehairanan: "Itu adalah
Namus (Jibril) yang Allah SWT turunkan kepada Musa." Sebagai seorang yang
mengerti, Waraqah bin Nofel mengetahui bahawa ia berada di hadapan seorang Nabi
yang berita gembiranya disampaikan oleh Taurat dan Injil.
Setelah keheningan sesaat,
Waraqah berkata: "Seandainya aku masih hidup ketika kaummu mengeluarkanmu
dan mengusirmu." Rasulullah saw bertanya: "Mengapa aku harus diusir
oleh mereka?'' Waraqah menjawab: "Benar, tidak ada seorang pun yang akan
datang seperti dirimu kecuali engkau akan mengalami penderitaan dan pengusiran.
Seandainya aku hadir di saat itu nescaya aku akan menolongmu."
Demikianlah, akhirnya
Islam pun dikembangkan. Kehendak Allah SWT terlaksana dan Allah SWT telah
memilih Nabi yang terakhir di muka bumi dan orang Muslim yang pertama.
Barangkali pembaca akan bertanya: Apa hakikat dari Islam? Apabila Muhammad saw
sebagai Nabi yang terakhir yang diutus oleh Allah SWT di muka bumi dan kita
mengetahui bahawa para nabi semuanya sebagai Muslim, maka bagaimana beliau
dapat dikatakan mendahului mereka dalam keislaman dan menjadi orang Muslim yang
pertama?
Islam yang dibawa oleh
Muhammad saw tidak berbeza dalam esensinya dengan Islam yang dibawa oleh Nabi
Nuh, Nabi Musa, Nabi Isa atau nabi yang lain, tetapi yang berbeza adalah
bentuknya, sedangkan esensinya tetap seperti semula, yakni berdasarkan tauhid.
Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw berbeza dalam bentuknya dengan Islam
yang dibawa nabi-nabi sebelumnya kerana sebab yang penting, yakni bahawa Islam
ini merupakan ajaran yang universal dan berisi aspek kemanusiaan yang abadi.
Islam tidak terbatas atas orang-orang Arab tetapi ia berlaku atas semua
golongan. Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw tidak terbatas untuk kabilah
tertentu atau bangsa tertentu atau bumi tertentu atau lingkungan tertentu atau
zaman tertentu, tetapi ia untuk semua manusia. Atau dengan kata lain, ia
merupakan ajakan untuk membangkitkan akal manusia di mana saja mereka berada
tanpa ada batasan tempat atau waktu.
Universalitas ajaran Islam
tidak dikenal pada risalah-risalah Ilahi sebelumnya di mana setiap risalah itu
diperuntukkan bagi bangsa tertentu dan zaman tertentu. Oleh kerana itu,
mukjizat-mukjizat yang mengagumkan yang bersifat sementara seringkali mendukung
risalah- risalah yang dahulu. Ketika Islam datang sebagai bentuk ajakan untuk
menghidupkan akal manusia secara bebas, maka di sana tidak ada alasan untuk
membawa mukjizat yang mengagumkan. Hanya ada satu kata yang dapat dijadikan
pembuka untuk berdakwah dan membuka akal manusia, yaitu kata "iqra"'
(bacalah). Dan hendaklah bacaan ini berdasarkan nama Allah SWT. Dengan nama
Tuhanmu yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Cuba
Anda
renungkan permulaan pertumbuhan dan puncak
pencapaian. Di sini tersembunyi mukjizat yang hakiki jika Anda berusaha mencari
mukjizat yang hakiki.
Bacalah, dan Tuhanmu Yang Maha Mulia, yang
memberikan nikmat penciptaan dan rezeki serta rahmat dan kelembutan. Dia Maha
Mulia yang mengajarkan manusia apa saja yang tidak diketahuinya. Demikianlah
esensi dari Islam, yaitu ajakan untuk membaca. Ia adalah dakwah yang
menunjukkan kedudukan ilmu. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya yang
takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu
(ulama)."
(QS. Fathir: 28)
Takut kepada Allah SWT
tidak akan muncul kecuali berdasarkan ilmu. Mustahil kebodohan dengan bentuk
apa pun akan melahirkan rasa takut. Oleh kerana itu, dalam pandangan Islam ilmu
adalah hal yang pokok. Ia bukan kemewahan dan bukan hanya perhiasan. Kaum
Muslim telah mengalami masa kemuliaan dan kejayaan dan mereka berhasil
menguasai bumi ketika mereka memahami Islam secara benar, tetapi ketika
pemahaman ini jauh dari mereka, maka mereka kembali dalam keadaan yang paling
buruk, bahkan lebih buruk daripada masa jahiliah.
Jadi, ilmu dalam Islam
merupakan tujuan yang mulia dan utama dalam penciptaan alam wujud. Kisah Nabi
Adam dan Hawa, sebagaimana diceritakan oleh Al-Quran adalah bukan semata-mata
kisah kesalahan memakan pohon terlarang, tetapi ia juga kisah yang memiliki
dimensi- dimensi yang dalam dan aspek-aspek yang beraneka ragam. Ketika Anda
menyelami kedalamannya, maka Anda akan dapat menemukan simbol- simbol dari
makna-makna yang lebih penting.
Dialog internal yang
dialami oleh para malaikat tentang rahsia pemilihan Nabi Adam untuk memakmurkan
bumi dan menjadi khalifah di dalamnya serta pengajaran yang diperoleh Nabi Adam
tentang nama-nama semuanya dan bagaimana beliau mengemukakan nama-nama tersebut
kepada para malaikat, serta ketidaktahuan mereka tentang nama-nama itu,
kemudian usaha Nabi Adam untuk memberitahu mereka tentang apa yang diketahuinya
serta pengetahuan para malaikat tentang rahsia pemilihan Nabi Adam dan para
keturunannya untuk memakmurkan bumi, semua ini menjadikan tujuan dari
penciptaan manusia adalah pencapaian ilmu atau ma'rifah secara umum. Pandangan
tersebut dikuatkan oleh firman Allah SWT:
"Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-(Ku)."
(QS. adz-Dzariat: 56)
Lalu bagaimana kita
memahaminya saat ini dan bagaimana generasi yang pertama dari kaum Muslim dan
dari sahabat-sahabat Rasul saw dan para pengikutnya dan para tenteranya
memahaminya? Saat ini kita memahaminya dengan pemahaman yang sederhana. Kita
mengetahui bahawa kalimat "untuk menyembah-Ku " bererti ritual dalam
beribadah dan aspek-aspek lahiriahnya, seperti mengucapkan kalimat syahadat,
solat, puasa, haji, zakat dan lain-lain. Sehingga orang-orang yang solat
diperbolehkan untuk menyembah Allah SWT di negeri mereka atau di rumah-rumah
mereka, meskipun mereka hidup di bawah pemikiran orang-orang Barat dan membeli
produk-produk yang dibuat mereka serta memanfaatkan ilmu dan kecanggihan
teknologi orang-orang Barat. Namun mereka sendiri tidak menghasilkan apa-apa.
Mereka tidak dapat memberikan kontribusi kepada kehidupan; mereka tak ubah-nya
seperti bulu yang dimainkan oleh ombak. Sedangkan pemahaman yang dahulu
berkaitan dengan kalimat tersebut sebagai berikut:
"Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-(Ku). "
(QS. adz-Dzariat: 56)
Ibnu Abbas membacanya:
"Illa liya'rifuun." (Agar mereka mengetahui). Perhatikanlah bagaimana
pentingnya perbezaan antara praktek-praktek ibadah dengan bentuk-bentuknya dan
kedalamannya yang jauh dalam ma'rifah yang menyebabkan rasa takut kepada Allah
SWT. Orang Muslim yang pertama meyakini bahawa Allah SWT menciptakannya agar ia
mengetahui Allah SWT atau agar ia mengenal Allah SWT. Sehingga ambisi orang
Muslim yang pertama sangat mengagumkan. Mereka pergi untuk membebaskan dunia
semuanya: satu tangan berpegangan dengan Al- Quran dan tangan yang lain
memegang pedang untuk menghancurkan belenggu-belenggu yang menyeret manusia
kepada kesesatan.
Kemudian jatuhlah dari
Islam hakikat ilmu, sehingga umat Islam tidak dapat memimpin kehidupan dan
mereka justru mendapatkan kehinaan. Allah SWT berfirman:
"Allah menyatakan
bahawasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para
malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak
ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama
yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam."
(QS. Ali 'Imran: 18)
Setelah kesaksian kepada
Allah swt dan kesaksian kepada malaikat, maka disebutlah secara langsung
kesaksian kepada orang-orang yang berilmu. Maka, adakah penghormatan terhadap
ilmu yang lebih besar daripada penghormatan ini? Ilmu dalam Islam berbeza
dengan ilmu dalam peradaban Barat. Memang benar bahawa Islam yang
bertanggungjawab terhadap tumbuhnya pandangan ilmiah dan metode eksperimental
di mana berdasarkan metode ini tegaklah peradaban Barat yang kemudian
melahirkan berbagai produksi, pembuatan, dan penemuan. Dan metode eksperimental
adalah metode al-Istiqra, yaitu suatu metode yang mengikuti bahagian-bahagian
terkecil (parsial) melalui jalan eksperimen yang dapat tunduk terhadap eksperimen
dan melalui jalan memperhatikan hal-hal yang tidak dapat tunduk terhadap suatu
eksperimen, atau melalui jalan matematis murni yang membutuhkan kepada
matematis murni di mana hal itu bertujuan untuk menyingkap hukum-hukum yang
menguasai benda. Sistem ini bidangnya adalah alam dan alatnya adalah panca
indera dan akal. Sistem ini dimanfaatkan oleh seorang Eropa yang bernama Roger
Bikun. Ia mengakui bahawa ia sangat berhutang kepada kaum Muslim dan peradaban Islam.
Seorang guru yang bernama
Bruicll dalam bukunya Abna' al-Insaniah menceritakan tentang dasar-dasar
peradaban Barat di mana ia berkata: "Roger Bikun mempelajari bahasa Arab
dan ilmu-ilmu Arab di sekolah Oxford kepada guru-gurunya yang berasal dari Arab
di Andalus. Dan Roger Bikun dan Fenessis Bikun tidak dapat menisbatkan
keutamaan yang mereka peroleh dalam menciptakan sistem eksperimental kepada
diri mereka sendiri. Roger Bikun hanya seorang duta dari duta-duta ilmu. Oleh
kerana itu, ia tidak malu ketika menyatakan bahawa mempelajari bahasa Arab dan ilmu-ilmu
Arab adalah jalan satu-satunya untuk mengetahui kebenaran."
Demikianlah pernyataan
pakar-pakar Barat yang jujur. Yang demikian ini bisa dijadikan sanggahan
terhadap orang-orang Barat yang tidak jujur agar mereka mengetahui bahawa
mereka sebenarnya mengambil senjata yang sebenarnya berasal dari Islam. Dan
jika dikatakan bahawa rahsia kebangkitan Barat saat ini dan keunggulannya atas
Timur kembali kepada pengambilannya terhadap sebab-sebab metode eksperimental,
yaitu metode Islam, maka rahsia kehancuran Barat dan kebingungannya serta
kegelisahannya adalah kerana mereka tidak menghubungkan metode tersebut dengan
kebesaran Allah SWT sebagaimana semestinya. Metode eksperimen-tal - sebagaimana
diambil orang-orang Barat - dimulai dari alam dan berakhir kepadanya sebagai
sesuatu tujuan. Jadi, ruang lingkup pembahasan mereka adalah berkisar kepada
materi, dan alat-alat pembahasan adalah eksperimen dan pengamatan serta
istiqra.
Tiada setelah alam kecuali
kematian dan kematian adalah rahsia yang misteri dan melawannya adalah hal yang
mustahil. Kita tidak mengetahui apa yang terjadi setelah kematian; kita tidak
mengetahui sesuatu pun tentang roh. Tidak ada hubungan antara ilmu dan akhlak;
tidak ada jawapan dari ilmu tentang tujuan kehidupan ini. Kita hanya mempelajari
aspek-aspek lahiriah dan mencapai hukum-hukumnya saja. Demikianlah pandangan
Barat tentang ilmu di mana ia hanya sekadar alat dan sarana untuk mengatur alam
dan berusaha menguasainya. Sedangkan metode ilmiah dalam Islam menyatakan
bahawa gerakan atom dengan gerakan sistem tata suria di bawah kendali Zat Yang
Maha Tahu dan Zat Yang Maha Pencipta. Ilmu dalam Islam justru membimbing manusia
untuk menuju Allah SWT:
"Dan bahawasanya
kepada Tuhanmu lah kesudahan (segala sesuatu). "
(QS. an-Najm: 42)
Ilmu justru menghantarkan
manusia untuk mencapai rasa takut kepada Allah SWT sebagaimana membimbingnya
beribadah kepadanya dan mencintai-Nya:
"Sesungguhnya yang
takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu
(ulama)."
(QS. Fathir: 28)
Islam datang dan mengajak
manusia untuk membaca, mengetahui, dan takut kepada Allah SWT serta hanya
beribadah kepadanya. Jika ilmu merupakan sayap pertama di dalam Islam, maka
sayap yang kedua adalah kebebasan. Rasulullah saw memberitahu dan menyatakan
bahawa tidak ada Tuhan selain Allah SWT dan tidak ada sembahan selain Allah
SWT.
Seruan ini mengisyaratkan
keruntuhan tuhan-tuhan yang mengusai bumi semuanya, baik tuhan yang berupa
kepentingan-kepentingan peribadi, kekayaan, raja, penguasa, pemikiran-pemikiran
yang mengusai manusia, warisan para datuk dan nenek, berhala-berhala yang
terbuat dari batu dan kayu, mahupun berbagai macam tuhan lain yang bohong.
Adalah salah jika seseorang membayangkan bahawa kalimat "tiada Tuhan
selain Allah" hanya sekadar hiasan mulut seorang Muslim di mana segala
sesuatu yang ada di sekitarnya penuh dengan kebohongan dan tidak membenarkan
apa yang dikatakannya. Kalimat tersebut dalam Islam merupakan pergelutan besar
bersama kegelapan yang ada pada diri manusia, suatu pergelutan yang berakhir
pada penyerahan diri; pergelutan yang akan berpindah pada kehidupan yang lebih
berat, sehingga kehidupan akan berserah diri. Dan mustahil pergelutan itu akan
terjadi kecuali jika terpenuhi suatu kebebasan: kebebasan akal untuk meragukan
dan menolak dan kebebasan yang berakhir kepada pencapaian batas-batasnya dan
kemampuannya serta kebebasan yang meninggi untuk mencapai keimanan yang dalam
dan kukuh. Itu adalah tanggung jawab yang berarti bahawa ia harus memikul
senjata untuk membebaskan orang lain sebagaimana ia membebaskan dirinya
sendiri. Demikianlah esensi dari Islam, yaitu ilmu yang berdiri di atas
kebebasan dan tanggung jawab yang tumbuh dari kebebasan, dan buah terakhirnya
adalah tauhid dalam kedalamannya yang jauh.
Jika tauhid difahami
secara benar, maka manusia akan terbebas dari penyembahan selain Allah SWT:
manusia akan bebas terhadap rasa takut dari kematian, kekhuatiran atas rezeki,
manusia akan terbebas dari sikap bakhil dan ketakutan terhadap hari-hari yang
akan datang.
Muhammad bin Abdillah
datang untuk menyerukan bahawa hanya Allah SWT yang patut disembah dan bahawa
semua manusia adalah hamba- hamba-Nya. Dengan membebaskan manusia dari
menyembah sesama mereka, maka kebebasan yang hakiki telah dimulai. Rasulullah
saw memberitahu bahawa kematian adalah perpindahan dari satu rumah ke rumah
yang lain. Ia bukan akhiran yang misteri dari kehidupan yang tidak dapat
difahami, tetapi ia hanya sekadar perpindahan. Takut kepada kematian tidak akan
menyelamatkan dari kematian itu sendiri, dan cinta kepada kehidupan tidak akan
memanjangkan ajal. Pada setiap ajal ada ketentuannya. Maka keberanian merupakan
unsur dari unsur-unsur pembentukan keperibadian Islam dan bahagian dari
bahagian-bahagian sel yang ada dalam tubuh seorang Muslim.
Rasulullah saw juga
menyatakan bahawa rezeki di dunia sudah dijamin dan ditentukan oleh Allah SWT:
"Dan tidak ada
suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah- lah yang memberi rezekinya.
"
(QS. Hud: 6)
Jibril mewahyukan kepada
Rasul saw bahawa suatu jiwa tidak akan memenuhi ajalnya sehingga rezekinya
disempurnakan. Jika demikian halnya, maka tidak ada alasan bagi manusia untuk
khawatir terhadap rasa lapar dan gelisah terhadap hari esok. Semua ini terjadi
dalam ruang lingkup mengambil atau melalui jalan-jalan menuju sebab. Yakni
berusaha untuk mencapai rezeki yang merupakan kewajipan bagi orang Muslim dan
percaya terhadap kedermawan Allah SWT yang juga merupakan suatu kewajipan bagi
orang Muslim untuk mempercayainya. Allah SWT berfirman:
"Dan di langit
terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan
kepadamu. "
(QS. adz-Dzariat: 22)
Allah SWT telah menjamin
rezeki di dunia dan memerintahkan manusia untuk berusaha mencapai rezeki di
akhirat. Rezeki di dunia adalah sesuatu yang sudah dijamin, sehingga manusia
tidak perlu melakukan usaha yang terlalu sengit untuk mencapainya. Cukup
baginya untuk berusaha secara benar dan seimbang. Sedangkan berkenaan dengan
rezeki akhirat, Allah SWT memerintahkan manusia untuk berusaha mencapainya
kerana ia adalah rezeki yang Allah SWT tidak menjaminnya kecuali jika manusia
berhasil melampaui dua jihad: jihad yang besar dan jihad yang kecil. Jihad
besar adalah jihad melawan hawa nafsu dan jihad kecil adalah jihad melawan
musuh di medan perang.
Dengan terbebasnya seorang
Muslim dari kerisauan pada kematian, rezeki, dan rasa takut, maka Islam memberi
seorang Muslim senjatanya dan alat-alatnya dan ia memerintahkannya untuk mulai
memerangi kekuatan-kekuatan kelaliman di muka bumi. Allah SWT berfirman tentang
umat Islam:
"Kamu adalah umat
yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan
mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah."
(QS. Ali 'Imran: 110)
Perhatikanlah, bagaimana
Allah SWT menyebutkan amal makruf nahi mungkar sebelum keimanan kepada Allah
SWT. Ini dimaksudkan agar akal manusia tergugah akan pentingnya jihad di jalan
Allah SWT. Amal makruf dan nahi mungkar tidak terwujud semata-mata dengan
memegang tongkat dan mencambukannya kepada punggung orang-orang Islam yang
tidak solat; ia juga tidak berupa usaha untuk menahan orang-orang Muslim yang
tidak berpuasa. Masalah itu lebih penting dan lebih besar dari sekadar
memperhatikan hal-hal yang bersifat lahiriah, sedangkan hal-hal yang bersifat
batiniah tidak diperhatikan.
Ayat tersebut berarti,
hendaklah seorang Muslim membawa senjata dan berdakwah di jalan Allah SWT serta
memerangi orang-orang lalim di muka bumi. Abu Bakar berkata: "Wahai
manusia, kalian membaca ayat berikut ini:"
"Hai orang-orang
yang beriman, jagalah dirimu. Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi
mudarat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk,"
(QS. al-Maidah: 105)
Dan aku mendengar
Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya ketika masyarakat melihat orang
yang lalim dan mereka tidak menghentikannya, maka Allah SWT akan menimpakan
azab kepada mereka semua."
Penafsiran Abu Bakar
terhadap ayat tersebut sangat jelas ertinya. Yakni bahawa pelaksanaan ayat
tersebut dapat diwujudkan dengan adanya jihad di jalan Allah SWT dengan
mengangkat senjata sebagai usaha untuk menghentikan orang-orang yang lalim.
Setelah itu, seorang Muslim dapat mengatakan: "Aku telah melaksanakan
tugasku dan tidak akan berdampak kepadaku orang yang sesat setelah aku
memberikan petunjuk."
Demikianlah pemahaman
orang-orang Islam yang pertama. Maka bandingkanlah pemahaman tersebut dengan
pemahaman kita saat ini di mana kita telah kehilangan keberanian, dan rasa
takut telah menghinggapi tubuh orang-orang Islam. Kaum Muslim lebih
mengutamakan keselamatan diri mereka daripada memerangi orang- orang yang
lalim.
Muhammad bin Abdillah
datang dengan membawa risalah Islam yang di dalamnya terdapat perintah Ilahi
untuk memerangi orang-orang yang lalim dan mempertahankan kehormatan
orang-orang yang tertindas di muka bumi. Allah SWT berfirman:
"kerana itu, hendaklah
orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang di
jalan Allah. Barang siapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau
memperoleh kemenangan, maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang
besar. Mengapa kamu tidak mau berperang dijalan Allah dan (membela) orang-orang
yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita mahupun anak- anak yang semuanya
berdoa: 'Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang lalim
penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong
dari sisi-Mu. "
(QS. an-Nisa': 74-75)
Muhammad bin Abdillah
membacakan kepada kaumnya tentang penafsiran Allah SWT berkenaan dengan makna
kejayaan yang besar:
"Sesungguhnya Allah
telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan
syurga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau
terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil,
dan Al-Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada
Allah?, maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan
itulah kemenangan yang besar."
(QS. at- Taubah: 111)
Bacalah ayat tersebut dua
kali dan renungkanlah tentang kedermawan Allah SWT. Betapa tidak, Dia membeli
jiwa orang-orang mukmin dan harta mereka, padahal jiwa tersebut dan harta
tersebut pada hakikatnya adalah milik-Nya sendiri. Lihatlah bagaimana kemuliaan
Allah SWT di mana Dia membeli harta milik-Nya yang khusus dengan syurga dan
bagaimana Allah SWT menganjurkan orang-orang Islam untuk berperang, dan Dia
memberitahu mereka bahawa urusan memerangi orang-orang lalim dan orang-orang
yang tersesat bukanlah hal yang baru atas orang- orang Islam. Allah SWT telah
memerintahkan hal tersebut dalam Injil dan Taurat. Sebagaimana
Nabi Isa diutus dengan pedang, seperti yang
disebutkan dalam lembaran- lembaran atau buku-buku orang-orang Nasrani, maka
Nabi Musa pun diutus dengan membawa pedang. Dan ketika Bani Israil berkata
kepada Nabi Musa, "pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah, dan
kami hanya di sini duduk-duduk saja,", maka kehendak Ilahi menetapkan agar
mereka mendapatkan kesesatan selama empat puluh tahun sebagai akibat dari
perbuatan mereka itu, agar generasi yang lemah dan hina itu hancur yang mereka
justru tidak memenuhi panggilan Allah SWT dan mereka membiarkan Nabi Musa
bersama Tuhannya berperang, padahal peperangan itu merupakan tanggung jawab mereka
dan tugas mereka yang harus mereka emban sebagai pengikut Nabi Musa.
Demikianlah esensi dari ajaran Islam
sebagaimana yang dibawa oleh Muhammad bin Abdillah. Yakni ajakan untuk membaca
dan menggali ilmu serta mendapatkan kebebasan dan yang terpenting adalah usaha
melawan kekuatan-kekuatan lalim. Suatu ajakan yang universal yang tidak
dikhususkan untuk kalangan tertentu atau untuk warna kulit tertentu atau untuk
kaum tertentu atau untuk tempat tertentu; suatu ajakan kemanusiaan yang
komprehensif yang universal yang ingin mengikat ilmu dan kebebasan dan jihad
dengan tujuan yang lebih tinggi, yaitu mencapai tauhid kepada Allah SWT dan
menyucikan-Nya serta keimanan terhadap hari kemudian dan kebangkitan manusia
semuanya di hadapan Allah SWT. Adalah salah jika ada orang yang menganggap
bahawa Islam hanya memperhatikan aspek akhirat dan melupakan aspek duniawi.
Menurut Islam dunia adalah lembar-lembar jawapan yang akan di koreksi di hari
akhir. Ia adalah ujian dan tempat percubaan bagi manusia agar manusia mengetahui
apakah ia layak untuk mendapatkan kemuliaan dari Allah SWT yang telah diberikan
kepada Adam. Atau apakah ia justru layak untuk jadi bahagian dari tanah neraka
Jahim dan batunya, sebagaimana firman Allah SWT:
"Yang bahan
bakarnya manusia dan batu. "
(QS. al-Baqarah: 24)
Rasulullah saw telah
menjelaskan hikmah dari penciptaan manusia, penciptaan kehidupan dan kematian
ketika beliau menyampaikan firman Allah SWT dalam surah al-Mulk:
"Yang menjadikan
mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik
amalnya. "
(QS. al-Mulk: 2)
Dunia adalah rumah
pergelutan. Dan Allah SWT telah menciptakan kehidupan dan kematian agar manusia
menyedari siapa di antara mereka yang terbaik amalnya. Tentu pengetahuan ini
tidak akan menambah kekuasaan Allah SWT. Pengetahuan itu justru dibutuhkan oleh
manusia. Allah SWT menciptakan manusia agar manusia mengetahui, dan pengetahuan
yang paling penting adalah pengetahuan atau pengenalan terhadap diri. Dan pada
hari kiamat manusia akan mengenal dirinya secara sempurna dan ia akan mengenal
balasan yang akan di terimanya secara sempurna.
Dan barangkali mukadimah
yang kami sarikan dari hari akhir ini mengharuskan kehidupan di atas bumi
dipenuhi dengan kesucian dan kebersihan, yaitu diliputi dengan kemanusiaan yang
sempurna yang di dalamnya manusia layak untuk hidup. Demikianlah Islam yang
dibawa oleh Muhammad saw. Inilah asasnya dan hakikatnya. Itu adalah pondasi dan
hakikat yang tidak diciptakan oleh Muhammad saw dan tak didahului oleh
rasul-rasul sebelumnya. Hakikat risalah-risalah yang dulu semuanya adalah
tauhid dan mempertahankan kebenaran serta keimanan terhadap hari akhir dan
menyerahkan jiwa dan anggota tubuh hanya kepada Allah SWT. Yang baru dalam
Islam adalah ilmu, kebebasan dan universalitas ajaran Islam serta warna
keadilan yang sangat kental, sehingga sangat tepat jika dikatakan bahawa
karakter dari Islam adalah keadilan. Barangkali bahagian ini perlu
diperhatikan.
Meskipun agama-agama
samawi pada esensinya satu, tetapi kehendak Allah menuntut turunnya lebih dari
agama dan lebih dari satu nabi. Kehendak tersebut menuntut agar pada setiap
agama terdapat karakter yang khusus yang menggambarkan bentuk yang paling tepat
sesuai dengan kebutuhan utama yang di situ agama itu diturunkan dan sesuai
dengan waktu saat itu. Orang-orang Yahudi misalnya, mereka hidup di
tengah-tengah suasana penyembahan berhala di kalangan orang-orang Mesir kuno.
Yahudisme diturunkan pada Bani Israil yang suka membangkang dan kerana itu,
karakter utamanya adalah ketegasan (as- Sharamah) agar mereka tidak terpengaruh
dengan fenomena berhalaisme ala Mesir atau mereka terkena pengaruh dari
tindakan semena-mena Fir'aun. Dengan ketegasan inilah agama Yahudi selamat dan
dapat menjadi risalah penyelamatan dan pembebasan.
Namun Bani Israil yang
memperbudak manusia dan mempunyai hati yang keras pada saat yang sama mereka
keluar dari Fir'aun untuk masuk ke cengkaman orang-orang Romawi di mana
orang-orang Romawi justru lebih lalim dan lebih kuat dari orang-orang Mesir.
Oleh kerana itu, orang- orang Masehi bertanggungjawab untuk melakukan
pembebasan baru tetapi dengan cara yang berbeza sesuai dengan perubahan
keadaan. Cara tersebut adalah menjauhkan penggunaan kekuatan bersenjata kerana
kekuatan orang-orang Romawi mengungguli kekuatan saat itu dan menguasai bumi
secara keseluruhan. Maka kemenangan yang mungkin dapat diperoleh adalah dengan
cara menghindari tindak kekerasan dan lebih mengutamakan pendekatan cinta. Dan
pada kali yang lain orang- orang Masehi memperoleh kemenangan melalui cara kedamaian
dan cinta yang disebarkannya atas imperialisme Romawi dengan segala senjatanya
dan kekuasaannya.
Adapun Islam datang
sebagai agama yang terakhir dan menyeluruh yang layak untuk diterapkan di muka
bumi, sehingga Allah SWT mewariskan bumi dan apa saja yang ada di dalamnya
kepada orang-orang yang berhak mewarisinya. Oleh kerana itu, agama yang
terakhir ini harus mempunyai karakter khusus dan karakter itu adalah karakter
keadilan.
Ketegasan hanya cocok
untuk zaman tertentu dan kelompok tertentu dan keadaan tertentu, sedangkan
cinta adalah contoh yang tertinggi, tetapi ia tidak dapat menjadi sesuatu tolok
ukur untuk dibandingkan dengan tindakan-tindakan tertentu atau untuk dijadikan
alat untuk melakukan sesuatu. Dan jika ia menjadi tolok ukur bagi orang-orang
yang memilki perasaan yang tinggi atau budaya yang tinggi, maka ia tidak
dijadikan tolok ukur umum dan universal. Adapun keadilan, maka ia menjadi
karakter Islam yang berarti keseimbangan dalam sifat-sifat keutamaan dan
meletakkan segala sesuatu pada tempatnya. Ini adalah tolok ukur yang menyeluruh
dan barometer yang akhir. Dan barangkali kebesaran keadilan dan pengaruhnya
dalam pengaturan alam bersandarkan kepada firman Allah SWT:
"Allah menyatakan
bahawasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia. Yang menegakkan keadilan. Para
malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian
itu)."
(QS. Ali 'Imran: 18)
Apabila Allah SWT dalam
Islam merupakan cermin yang tertinggi, maka keadilan yang disaksikan oleh Allah
SWT terhadap diri-Nya sendiri harus menjadi karakter Islam dan kaum Muslim.
Keadilan dalam Islam bukan hanya keadilan ekonomi atau keadilan hukum atau
keadilan dalam balasan, tetapi ia mencakup semuanya. Sebelum semua ini dan
sesudahnya, keadilan dalam Islam merupakan suatu sistem dalam kehidupan dan
metode utama dalam Islam.
Ketika Anda memalingkan
pandangan Anda dalam Islam, maka Anda akan menemukan keadilan menghiasi seluruh
wajah Islam. Di sana terdapat keadilan antara agama-agama yang dulu, keadilan
antara individu dan masyarakat, keadilan antara dunia dan agama, keadilan
antara lelaki dan wanita, keadilan untuk orang-orang yang fakir dan orang-orang
yang kaya, keadilan antara para penguasa dan rakyat, bahkan dengan keadilan itu
sendiri bumi dan langit ditegakkan dan Allah SWT menyebut diri-Nya sebagai
al-'Adl (Yang Maha Adil).
Selanjutnya, Islam adalah
agama yang sudah lama sebagaimana lamanya kedatangan para nabi. Nabi Nuh as
berkata dalam surah Yunus:
"Jika kamu
berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah sedikit pun darimu. Upahku
tidak lain hanyalah dari Allah belaka dan aku disuruh supaya aku termasuk
golongan orang-orang yang berserah diri (kepadanya)."
(QS. Yunus: 72)
Nabi Ibrahim dan Nabi
Ismail as berkata dalam surah al-Baqarah saat keduanya membangun Ka'bah:
"Ya Tuhan kami,
terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan Kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk
patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat
ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Menerima taubat lagi Maha Penyayang. "
(QS. al-Baqarah:
127-128)
Nabi Ibrahim tidak lupa
untuk berwasiat kepada keturunannya dan di antara mereka adalah Yakub agar
mereka mati dalam keadaan Islam. Allah SWT berfirman:
"Dan Ibrahim telah
mewasiatkan ucapan itu kepada anaknya, Demikian pula Yakub. (Ibrahim berkata):
'Hai anak-anakku, Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka
janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.'"
(QS. al-Baqarah: 132)
Ketika kematian mendekati
Yakub, beliau mengumpulkan anak-anaknya di sekelilingnya dan bertanya kepada
mereka:
"Apa yang kamu sembah
sepeninggalanku? Mereka menjawab: 'Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek
moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami
hanya tunduk patuh kepadanya.'"
(QS. al-Baqarah: 133)
Allah SWT memberitahu kita
dalam surah Yunus tentang perkataan Nabi Musa kepada kaumnya:
"Hai kaumku, jika
kamu beriman kepada Allah, maka bertawakallah kepada-Nya saja, jika kamu
benar-benar orang yang berserah diri."
(QS. Yunus: 84)
Sementara itu, Nabi
Sulaiman adalah seorang Muslim sesuai dengan nas ayat-ayat yang menceritakan
tentang kisahnya bersama Ratu Saba' ketika Ratu tersebut berkata:
"Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku telah berbuat lalim terhadap diriku dan aku berserah diri
bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam."
(QS. an-Naml: 44)
Demikian juga Nabi Yusuf,
beliau berdoa kepada Allah SWT dan meminta kepadanya agar mematikannya sebagai
orang Muslim dan memasukannya dalam kelompok orang-orang yang saleh. Allah SWT
berfirman dan bercerita tentang Yusuf dalam surah Yusuf:
"Ya Tuhanku,
sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan
telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta'bir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit
dan bumi, Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam
keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh."
(QS.Yusuf: 101)
Sementara itu dalam surah
al-Maidah, Allah SWT mewahyukan kepada kaum Hawariyin agar mereka beriman
kepadanya dan kepada rasul-Nya lalu mereka berkata:
"Kami telah beriman
dan saksikanlah (wahai rasul) bahawa Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
patuh (kepada seruanmu)."
(QS. al-Maidah: 111)
Jadi, Nabi Nuh, Nabi
Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Yakub, Nabi Musa Harun, Nabi Sulaiman, Nabi Yusuf,
Nabi Isa adalah nabi-nabi yang Muslim sesuai dengan nas ayat-ayat tersebut.
Maka seluruh nabi adalah orang-orang Muslim, lalu bagaimana Nabi Muhammad saw
sebagai Nabi yang terakhir dikatakan sebagai orang Muslim yang pertama?
Allah SWT berfirman dalam
surah al-An'am yang ditujukan kepada Nabi yang terakhir:
"Katakanlah:
'Sesungguhnya solatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan
semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan
kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada
Allah).'"
(QS. al- An'am: 162-163)
Maka, bagaimana beliau
menjadi orang Muslim yang pertama, padahal penamaan umat beliau dengan sebutan
al-Muslimin adalah penamaan yang sebenarnya sudah dahulu dikenal di kalangan
nabi-nabi yang terdahulu dan kedatangannya ke alam wujud dan penamaan agamanya
dengan sebutan al-Islam sebenarnya berhutang kepada datuknya yang jauh, yaitu
Nabi Ibrahim. Allah SWT berfirman dalam surah al-Hajj:
"Dan Dia
sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.
(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia telah menamai kamu sekalian orang-
orang Muslim dari dahulu. "
(QS. al-Hajj: 78)
Tidak ada pertentangan
dalam pendahuluan para nabi dengan sebutan al- Muslimin daripada Rasulullah saw
dan kedudukan beliau sebagai orang Muslim yang pertama. Tentu kata al-Awwal
(yang pertama) di sini tidak difahami dari sisi waktu atau masa kemunculan,
tetapi yang dimaksud dengan orang Muslim di sini adalah akmalul muslimin (orang
yang paling sempurna di antara orang-orang Muslim). Suatu kali Aisyah pernah
ditanya tentang akhlaknya Rasulullah saw lalu dia menjawab dengan kalimatnya
yang singkat: "Akhlak beliau adalah Al-Quran."
Kita mengetahui bahawa
Al-Quran al-Karim menetapkan akhlak yang mulia meskipun dalam batasannya yang
sederhana dan rendah, dan menyebutkan keutamaan akhlak dalam tingkatannya yang
tinggi. Oleh kerana itu, akhlak seperti apa yang dimiliki oleh Rasulullah saw:
apakah beliau memiliki akhlak yang sifatnya tengah-tengah, atau apakah beliau
mendahului dalam kebaikan, atau apakah beliau termasuk ashabul yamin
(orang-orang yang berasal di sebelah kanan), atau apakah beliau termasuk
al-Muqarrabin (orang-orang yang dekat dengan Allah SWT)?
Rasulullah saw tidak hanya
memiliki semua karakter tersebut dan atribut tersebut, bahkan kedudukan beliau
lebih dari itu semua. Beliau berada di puncak dari segala puncak keutamaan
akhlak, sehingga beliau berhak untuk mendapatkan sebutan dari Allah SWT:
"Dan sungguh pada
dirimu terdapat budi pekerti yang agung. "
(QS. al- Qalam: 4)
Para Mufasir berbeza
pendapat tentang makna dari al-Huluqul 'adzim (budi pekerti yang agung).
Sebahagian mereka mengatakan bahawa yang dimaksud adalah Al-Quran. Sebahagian
yang lain mengatakan itu adalah Islam. Ada juga yang mengatakan bahawa beliau
tidak memiliki sesuatu kecuali keinginan untuk menuju jalan Allah SWT. Dalam
Al-Qur'an al-Karim terdapat penjelasan tentang darjat beliau yang tinggi dalam
dua ayat yang mulia. Ayat yang pertama adalah firman-Nya:
"Katakanlah:
'Sesungguhnya solatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan
semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan
kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada
Allah).'"
(QS. al- An'am: 162-163)
Beliau adalah orang yang
paling utama di antara manusia semuanya; beliau memiliki keutamaan yang
melebihi semua manusia; beliau memiliki rahmat dan kemuliaan yang tidak dapat
ditandingi oleh seseorang pun. Meskipun beliau datang sebagai Nabi yang
terakhir namun justru kerana posisi beliau sebagai Nabi yang terakhir, maka
beliau menjadi bata yang terakhir dalam pembangunan rumah kenabian yang tinggi,
sehingga bata yang terakhir itu harus menjadi puncak pembangunan manusia.
Sedangkan ayat yang kedua adalah firman-Nya:
"Dan Kami tidak
mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta."
(QS. al-Anbiya': 107)
Beliau bukan hanya menjadi
rahmat bagi orang-orang Arab saja; beliau bukan hanya menjadi rahmat bagi
orang-orang Quraisy dan beliau bukan menjadi rahmat bagi zamannya saja, begitu
juga beliau tidak menjadi rahmat bagi jazirah Arab saja, tetapi beliau menjadi
rahmat bagi alam semesta; beliau senantiasa menjadi rahmat bagi alam semesta:
dimulai dari diturunkannya wahyu kepadanya dengan kalimat iqra hingga Allah SWT
mewariskan bumi dan apa saja yang ada di dalamnya kepada orang- orang yang
berhak mewarisinya sampai hari kiamat. Alhasil, beliau adalah rahmat yang
dihadiahkan kepada manusia; beliau adalah rahmat yang tidak menonjolkan
mukjizat yang mengagumkan, tetapi beliau adalah rahmat yang memulai dakwah
dengan mengutamakan fungsi akal atau pembacaan dua kitab: pertama, pembacaan
kitab alam atau Al- Qur'an yang diciptakan atau kalimat-kalimat Allah SWT yang
terdiri dari jutaan bentuk dan kedua pembacaan Al-Qur'an yang diturunkan
melalui malaikat Jibril di mana ia merupakan kalamullah yang abadi. Dan kitab
alam dibaca dengan ribuan cara: dibaca melalui penelusuran dunia:
"Katakanlah:
'Berjalanlah kamu di muka bumi dan amat-amatilah.'"
(QS. an-Naml: 69)
Atau dibaca melalui usaha
menyingkap misteri dan penggunaan akal:
"Kami akan
memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap penjuru
dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahawa Al-Qur'an
itu adalah benar. "
(QS. Fushilat: 53)
Atau dibaca melalui ilmu
dan pengamatan:
"Atau siapakah yang
telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan yang telah menjadikan
sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang menjadikan gunung-gunung untuk
(mengukuhkan)nya dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut 1 Apakah di
samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka
tidak mengetahui."
(QS. an-Naml: 61)
Jika di sana terdapat
ribuan jalan atau cara untuk membaca kalimat- kalimat Allah SWT dan kitab alam,
maka di sana terdapat satu jalan untuk membaca kalamullah yang abadi, yaitu
hendaklah Al-Qur'an dibaca dengan mata hati dan kecemerlangan basirah, sehingga
Al-Qur'an menjadi bahagian akhlak dari yang membaca sesuai dengan kemampuannya.
Sebelum turunnya
Al-Qur'an, dunia diliputi dengan kekurangan, baik secara materi, rohani,
undang-undang mahupun dari dimensi kehidupan yang biasa melekat pada manusia
saat itu. Dan sebelum diutusnya Rasul saw yang beliau adalah manusia yang
sempurna dan paling utama, alam belum mencapai puncak dari penyerahan diri
kepada Allah SWT atau puncak dari keutamaan akhlak. Ketika Rasulullah saw
diutus, maka manusia mengalami kesempurnaan dan mampu mencapai tingkat
kesempurnaannya. Dengan Kitab yang mulia ini dan Nabi yang pengasih, Allah SWT
yang menyempurnakan agama bagi manusia dan menyempurnakan nikmat-Nya atas mereka,
sebagaimana firman-Nya:
"Pada hari ini
telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. "
(QS. al-Maidah: 3)
Namun semua itu tidak
terwujud begitu saja, Nabi yang mulia harus berjuang secara serius dan
sungguh-sungguh, sehingga beliau menjadi manusia yang paling layak untuk
mendapatkan pujian penduduk bumi dan penduduk langit. Dan Rasulullah saw telah
melakukan semua itu. Kita tidak mengenal seorang nabi yang perasaannya dihina
dan dicaci maki lebih dari apa diterima oleh Muhammad bin Abdillah; kita tidak
mengenal seorang nabi yang memikul berbagai penderitaan, dan memiliki kesabaran
yang mengagumkan di jalan Allah SWT sebagaimana yang ditunjukkan oleh Nabi
kita.
Kemudian, seorang yang
diutus oleh Allah SWT sebagai rahmat bagi alam semesta tidak akan mengajak
manusia menuju kebenaran kecuali jika manusia tersebut dari kalangan
orang-orang yang kafir dan membangkang. Beliau berdakwah bagi orang yang berhak
mendapatkan dakwah; beliau siap memikul tanggung jawab dakwah dengan berbagai
tantangan dan cubaannya; beliau menunjukkan kesabaran yang luar biasa. Setelah
itu, beliau datang kepada Allah SWT dengan hati yang puas dan air mata yang
bercucuran dan dengan suara berbisik berkata: "Ya Allah, jika tidak ada
kemurkaan pada diri-Mu, maka aku tidak akan peduli dengan manusia." Segala
sesuatu akan menjadi mudah jika di sana terdapat ridha Allah SWT.
Setelah turunnya wahyu
kepada Rasul saw, beliau memulai tahapan dakwah dan mengajak manusia untuk
menyembah Allah SWT. Dimulailah dakwah secara rahsia yang berlangsung selama tiga
tahun dalam persembunyian.
Mula-mula Ummul Mu'minin,
Khadijah binti Khuwailid beriman kepadanya, lalu beriman juga sahabatnya, Abu
Bakar sebagaimana beriman kepadanya anak pamannya, Ali bin Abi Thalib yang saat
itu masih kecil dan hidup di bawah asuhan Muhammad, dan juga beriman kepadanya
Zaid bin Tsabit, seorang pembantunya. Kemudian Abu Bakar juga ikut berdakwah,
sehingga ia memasukkan dalam dakwah teman- temannya, seperti Usman bin Affan,
Thalha bin Ubaidilah, dan Sa'ad bin Abi Waqas. Juga beriman seorang Masehi,
yaitu Waraqah bin Nofel dan Rasulullah saw melihatnya setelah kematiannya tanda
kesenangan yang itu menunjukkan ketinggian darjatnya di sisi Allah SWT. Setelah
itu, Abu Dzar al-Ghifari juga masuk Islam, lalu disusul oleh Zubair bin Awam
dan Umar bin 'Anbasah serta Sa'id bin 'Ash. Jadi, Islam mulai mengepakkan sayapnya
secara rahsia di Mekah.
Kemudian berita
tersebarnya akidah yang baru ini sampai kepada pembesar-pembesar Quraisy,
tetapi mereka tidak begitu peduli. Barangkali mereka membayangkan bahawa
Muhammad telah menjadi - kerana uzlah yang dilakukannya di gua Hira - salah
seorang juru bicara tentang ketuhanan sebagaimana pernah dilakukan oleh Umayah
bin Shalt dan Qas bin Sa'adah.
Demikianlah dakwah secara
rahsia berhasil mengembangkan misinya dan dapat melindungi akidah yang baru.
Dan selama perjalanan tiga tahun yang dibutuhkan tahapan dakwah secara rahsia
keimanan telah tertanam dalam hati kaum Muslim yang pertama. Rasulullah saw
telah mendidik mereka dan telah menanamkan kepada diri mereka sifat-sifat
kemuliaan dan telah menciptakan mereka sebagai benih pertama dari pasukan
Islam. Pada suatu hari Jibril turun dengan membawa firman Allah SWT:
"Dan berilah
peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat."
(QS. asy-Syu'ara': 214)
Demikianlah, datanglah
perintah Ilahi agar Rasulullah saw berdakwah secara terang-terangan. Lalu
berkumpullah di sekeliling Nabi sekelompok tentera yang besar dan datanglah
perintah Ilahi agar beliau menyampaikan dakwah secara terang-terangan dan
mengingatkan keluarga dekatnya. Ketika Nabi melakukan hal tersebut, maka dakwah
memasuki tahapan yang kedua. Dan tahapan dakwah yang baru ini berakibat pada
timbulnya penekanan terhadap para dai di mana mereka mengalami penindasan,
bahkan mereka didustakan oleh masyarakat serta diboikot.
Orang-orang Quraisy
mengetahui bahawa Muhammad berbahaya bagi mereka. Beliau bukan hanya berbicara
tentang ketuhanan, tetapi beliau mengajak manusia untuk mengikuti agama baru,
yaitu agama yang mencuba untuk menyingkirkan berhala-berhala dan patung-patung mereka
serta tuhan-tuhan mereka yang mereka yakini; agama yang mencuba menyingkirkan
kedudukan sosial mereka dan kepentingan- kepentingan ekonomi mereka; agama yang
menyatakan bahawa tiada tuhan lain selain Allah SWT, dan tiada hukum lain
selain hukum-Nya, serta tiada penguasa lain selain Dia. Kedatangan agama
tersebut menyebabkan penduduk kota Mekah membencinya dan orang-orang yang
memegang kekuasaan di dalamnya merasa gelisah.
Setelah pengumuman dakwah
secara terang-terangan, dimulailah dan ditabuhlah gendang peperangan. Kemudian
peperangan yang dahsyat terjadi antara para pembesar Quraisy dan para pengikut
Rasulullah saw. Orang yang pertama kali menyerang Islam adalah seorang tokoh
Mekah yang bernama Abu Lahab.
Bukhari meriwayatkan
bahawa Rasulullah saw menaiki bukit Shafa dan beliau mulai memanggil-manggil
tokoh Quraisy dan para kabilah Mekah. Dan ketika semua berkumpul, beliau
bertanya kepada mereka: "Apakah kalian percaya jika aku memberitahu kalian
bahawa seekor kuda akan datang menyerang kalian?" Mereka menjawab:
"Tentu, kami belum pernah melihatmu berbohong." Beliau berkata:
"Aku seorang yang diutus sebagai pemberi peringatan terhadap kalian. Di
hadapanku terdapat seksaan yang berat jika kalian menentang." Abu Lahab
berkata: "Sungguh celaka engkau, apakah kerana ini engkau mengumpulkan
kami."
Dengan penghinaan inilah,
peperangan terhadap Islam dimulai. Ketika kaum Muslim tidak mampu
mempertahankan diri mereka, maka mula- mula Allah SWT membantu mereka dan
menolong mereka dengan menurunkan surah yang pendek yang mengecam tindakan Abu
Lahab:
"Binasalah kedua tangan
Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah bermanfaat kepadanya harta
bendanya dan apa yang dia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang
bergejolak. Dan (begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya
ada tali dari sabut. "
(QS. Allahab: 1-5)
Dengan ayat-ayat yang
pendek dan tepat tersebut, Abu Lahab memasuki kancah sejarah dari pintunya yang
paling pendek. Gambaran tentang kejahatan Abu Lahab tertulis selama-lamanya.
Abu Lahab adalah seorang yang menentang dakwah kebenaran kerana ia
mengkhuatirkan kedudukannya dan kekayaannya, padahal harta yang
dipertahankannya dan dijaganya tidak memiliki erti sama sekali di sisi Allah
SWT kerana ia sekarang berada dan dimasukkan di tengah-tengah neraka yang
menyala- nyala, sedangkan isterinya membawa kayu bakar, sehingga menambah nyala
api itu sendiri. Dan di lehernya terdapat suatu belenggu sebagai simbol
keterikatannya dengan dunia binatang yang tidak berakal. Sebahagian besar
orang-orang yang menentang dakwah adalah orang- orang yang berhubungan dengan
dunia binatang yang tidak sadar.
Allah SWT berfirman:
"Atau apakah kamu
mengira bahawa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak
lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya
(dari binatang ternak itu). "
(QS. al-Furqan: 44)
Seandainya hari ini kita
merenungkan reaksi orang-orang kafir dan orang- orang musyrik, maka kita akan
terhairan-hairan.
Allah SWT berfirman:
"Dan mereka hairan
kerana mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan
mereka; dan orang-orang kafir berkata: 'Ini adalah seorang ahli sihir yang
banyak berdusta. Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang Satu saja?
Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat menghairankan'."
(QS. Shad: 4- 5)
Cobak perhatikan bagaimana
kebodohan kaum itu di mana mereka menganggap bahawa pada hakikatnya terdapat
multi tuhan dan mereka justru merasa hairan ketika terdapat hanya satu tuhan
atau tuhan yang esa. Mereka justru merasa hairan ketika berhadapan dengan
masalah yang fitri dan jelas ini.
Allah SWT berfirman:
"Dan apabila mereka
melihat kamu (Muhammad), mereka hanyalah menjadikan kamu sebagai ejekan (dengan
mengatakan): 'Inikah orangnya yang diutus Allah sebagai rasul? Sesungguhnya
hampirlah ia menyesatkan kita dari sembahan-sembahan kita, seandainya kita
tidak sabar (menyembah)nya. "
(QS. al-Furqan: 41-42)
Perhatikanlah betapa
nekadnya kaum itu di mana mereka mulai menghina dan mengejek Rasulullah saw,
padahal beliau telah datang di tengah-tengah mereka untuk menyelamatkan mereka
dari api neraka, dan cuba perhatikan bagaimana pandangan mereka terhadap
tuhan-tuhan mereka. Mereka membayangkan bahawa mereka nyaris tersesat jika
mereka tidak bersabar dalam membela tuhan-tuhan tersebut. Demikianlah kesesatan
mengejek kebenaran dan kebodohan menghina ilmu. Mereka justru merasa hairan
terhadap kepandaiannya yang dapat menyelamatkannya dari meninggalkan
tuhan-tuhannya yang terbuat dari batu dan kayu, bahkan terkadang mereka membuat
tuhan dari adunan roti di mana mereka menyembahnya kemudian memakannya. Mereka
mengatakan bahawa tuhan-tuhan kami menyelamatkan kami dari rasa lapar atau
mereka mengatakan bahawa kami menyembah mereka agar mereka dapat mendekatkan
kami pada Allah sedekat-dekatnya.
Meskipun demikian, dakwah
Nabi terus berlanjutan dan tertanam di muka bumi. Mereka orang-orang musyrik
menuduh Nabi sebagai seorang dukun; mereka menuduhnya juga sebagai seorang
gila, bahkan mereka menuduhnya sebagai seorang penyihir; mereka menuduh bahawa
beliau berbohong atas nama kebenaran dan beliau dibantu oleh kaum yang lain;
mereka mengatakan ini adalah dongengan orang-orang yang dahulu.
Mereka meminta kepada
beliau untuk mendatangkan mukjizat dengan bentuk tertentu; mereka memberitahu
bahawa mereka tidak akan beriman kepadanya, sehingga terdapat suatu mata air
yang memancar dari bumi atau terwujud di depan mereka suatu taman dari pohon
kurma dan anggur yang memancar di tengah-tengahnya sungai, atau langit akan
runtuh sebagaimana yang beliau sampaikan kepada mereka sebagai bentuk azab atau
beliau datang dengan Allah SWT dan para malaikat dan mereka semua menjamin
kebenaran dakwah yang diserukannya, atau beliau memiliki rumah dari emas atau
beliau mampu mendaki langit dan mereka masih belum beriman terhadap pendakian
itu meskipun ia mendaki di hadapan mata mereka dan kembali dengan selamat, kecuali
jika ia menghadirkan kitab kepada mereka yang dapat mereka baca dari langit.
Nabi tidak peduli dengan
usaha mereka untuk menyakiti hati beliau; Nabi tetap memberitahu mereka dengan
penuh kelembutan bahawa apa saja yang mereka minta itu tidak sesuai dengan
Islam. Sebab, Islam hanya menyeru akal dan berusaha menciptakan kebebasan.
Beliau menyampaikan kepada mereka bahawa beliau hanya sekadar manusia yang
diutus oleh Tuhan; beliau datang kepada mereka untuk mengingatkan mereka akan
suatu hari di mana seorang tua tidak akan menyelamatkan anaknya dan tidak
bermanfaat di dalamnya harta dan anak-anak, dan mereka tidak akan selamat di
dalamnya dari seksaan. Orang-orang yang mempunyai kedudukan atau para tokoh
mereka adalah para tiran-tiran di muka bumi di mana semua itu tidak akan
bermanfaat bagi mereka pada hari kiamat. Seksaan yang bakal mereka terima tidak
dapat mereka hindari dan mereka pun tidak dapat meringankannya.
Demikianlah Islam -
sebagaimana agama-agama sebelumnya - mengumpulkan di sekelilingnya orang-orang
yang berakal dan orang- orang yang fakir serta orang-orang yang menderita di
muka bumi. Berimanlah sekelompok orang-orang fakir di mana mereka menjadi
kelompok sosial yang tertindas dan tersingkirkan di Mekah. Mereka menjadi
makanan empuk kelompok-kelompok yang zalim.
Islam bukan hanya
memberikan solusi ekonomi terhadap tragedi kehidupan atau masyarakat, tetapi
Islam memberikan solusi Ilahi terhadap keberadaan manusia secara umum; Islam
meyakini bahawa manusia bukan hanya sekadar perut yang harus dikenyangkan dan
naluri seksual yang harus dipuaskan, manusia bukan hanya di lihat dan dinilai
dari sisi ini, namun Islam justru meletakkan manusia pada tempatnya yang
hakiki, tanpa membesar-besarkan atau mengecilkannya. Dalam pandangan Islam,
manusia terdiri dari bangunan fizik dan rohani, terdiri dari akal dan ambisi
dan terdiri dari celupan dari Allah SWT dalam rohnya.
Islam tidak mementingkan
fizik saja dan meninggalkan rohani, begitu juga sebaliknya. Terkadang fizik
boleh jadi mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan, tetapi rohani justru
mengalami penderitaan yang luar biasa. kerana itu, pemuasan salah satu dimensi
dari dimensi manusia tidak akan membawa manusia kepada kesempurnaan atau
kebahagiaan. Maka, Islam datang untuk membawa suatu solusi yang dapat menyelamatkan
manusia dari dalam dirinya sendiri dan Islam membebankan tugas ini, yakni tugas
perubahan ini kepada Al-Qur'an.
Al-Qur'an menjadi cermin
dalam kehidupan di mana ayat-ayatnya diturunkan kepada Rasul saw, lalu beliau
mengajarkannya kepada kaum Muslim. Kemudian Al-Qur'an berubah menjadi
orang-orang yang berjalan di pasar-pasar dan mengancam singgasana kebencian
yang menguasai Mekah, sehingga orang-orang musyrik justru meningkatkan usaha
pengejekan dan penghinaan terhadap Rasul saw. Oleh kerana itu, beliau semakin
sedih lalu Allah SWT menghiburnya. Allah SWT memberitahu beliau bahawa mereka
tidak mendustakannya, tetapi mereka justru melalimi diri mereka sendiri. Mereka
mulai menentang Nabi dan ayat- ayat Allah SWT, padahal Nabi adalah salah satu
dari ayat Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Kami
mengetahui bahawasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu,
(janganlah kamu bersedih hati), kerana mereka sebenarnya bukan mendustakan
kamu, akan tetapi orang-orang yang lalim itu mengingkari ayat-ayat Allah."
(QS. al- An'am: 33)
Kemudian kaum musyrik
meningkatkan penindasan kepada Rasul saw dan para pengikutnya. Peperangan
dimulai: dari peperangan urat saraf sampai peperangan fizik. Mereka mulai
menyeksa para pengikut Rasul saw, bahkan membunuhnya. Pada saat itu,
musuh-musuh Islam membayangkan bahawa dengan cara menindas kaum Muslim dan
menekan mereka dakwah Islam akan berhenti dan kaum Muslin akan enggan untuk
berdakwah. Mereka menganggap bahawa kaum Muslim justru memilih untuk
menyelamatkan diri mereka. Namun para tokoh- tokoh Quraisy dan para tokoh-tokoh
Mekah dikejutkan ketika melihat penekanan yang mereka lakukan justru semakin
membakar semangat kaum Muslim untuk berdakwah. Saat itu kaum Muslim merasa
yakin bahawa benih yang telah ditanam Rasulullah saw dalam diri mereka menjadikan
mereka tetap bersemangat untuk menyebarkan risalah Allah SWT di muka bumi,
yaitu suatu risalah yang mengembalikan bumi menuju kematangan (kesempurnaan)
yang telah hilang darinya dan kemanusiaan yang telah disia-siakan serta
kehormatan yang telah ditumpahkan dan kebebasan yang telah hilang.
Kaum Muslim yakin bahawa
mereka bukan hanya membangun suatu negeri yang kecil di Mekah, dan mereka bukan
hanya memperbaiki masyarakat yang rosak, yaitu masyarakat jazirah Arab, tetapi
mereka mengetahui bahawa mereka akan membangun suatu manusia yang baru. Mereka
akan menciptakan manusia seutuhnya; mereka akan menghadirkan dunia dalam bentuk
yang baru dan dalam gambar yang baru yang merupakan cermin dari gambar
kebesaran sang Pencipta.
Sebelum kedatangan Islam,
orang-orang Arab tidak dikenal. Dibandingkan dengan peradaban yang dahulu dan
moden, orang-orang Arab tidak memiliki apa-apa. Mereka tidak memberikan
kontribusi kepada dunia dalam bentuk ilmu, seni, atau peninggalan apa pun yang
dapat dijadikan sebagai kebanggaan. Namun ketika Islam turun kepada mereka,
mereka menjadi cermin kejayaan manusia di mana mereka dapat memberikan
sumbangan nyata pada umat manusia. Bahkan orang-orang Barat banyak berhutang
kepada mereka dalam kemajuan yang mereka capai saat ini. Sebaliknya, ketika
mereka berpaling dari Islam di mana Islam hanya menjadi lembaran cerita-cerita
dan kertas-kertas yang tidak berguna, maka saat itulah orang-orang Barat dapat
menguasai kaum Muslim kerana mereka justru mendapatkan ilmu dari Kaum Muslim
itu sendiri. Mereka justru mencapai kemajuan ketika kaum Muslim meninggalkan
agama mereka. Jadi, ketika kaum Muslim memahami Islam secara benar dan berusaha
untuk menghidupkan ajaran-ajarannya nescaya mereka akan mencapai puncak
keilmuan.
Pada awal-awal masa tersebarnya
Islam, kaum Muslim menyedari bahawa mereka menghadapi peperangan yang tidak
akan berhenti. Selama kehidupan ada, maka pertentangan pun tetap ada. Oleh
kerana itu, ketika mereka mendapatkan penganiayaan dan seksaan, maka keimanan
mereka justru semakin meningkat, dan setiap penganiayaan yang dilakukan oleh
kaum Quraisy, maka mereka tetap bertahan untuk mempertahankan kebenaran.
Sebagai contoh, Amar bin Yasir mengalami penderitaan dan penganiayaan. Ia
adalah salah seorang budak yang menjadi korban dari sistem ekonomi yang berlaku
saat itu, yaitu ekonomi yang berdasarkan kepada sistem perbudakan. Seorang yang
beriman tersebut diseksa di Mekah di mana ia tidak memperoleh kebebasannya yang
hakiki kecuali setelah ia memeluk Islam. Mereka mengeluarkannya ke gurun dan
menyeksanya berserta ibunya. Bahkan seksaan semakin meningkat atas ibunya agar
ia kembali menjadi musyrik. Ketika ia tetap mempertahankan keimanannya dan
dengan tegas menolak ajakan untuk menentang Islam, maka Abu Jahal menikamnya
dengan belati yang ada di dua tangannya. Ia pun meninggal. Dan Islam
mengorbankan syahidnya yang pertama. Wanita mulia itu bernama Sumayah, ibu dari
Amar bin Yasir.
Banyak kalangan
orang-orang bodoh mengatakan tentang persetujuan Islam terhadap sistem
perbudakan, atau Islam mendiamkan sistem perbudakan. Mereka lupa bahawa Islam
dibangun berdasarkan suatu prinsip yang ingin membebaskan perbudakan dengan
segala bentuknya; Islam ingin mengeluarkan manusia dari kepemilikan sesama
manusia menuju kepemilikan kepada Allah SWT.
Jika Islam tidak turun
dengan nas-nas yang terperinci yang mengharamkan sistem perbudakan, maka
dasar-dasarnya secara umum dan prinsip-prinsip utamanya menghentikan - baik
dalam tindakan mahupun ucapan - sumber-sumber sistem ini. Allah SWT sebagai
pemilik syariat mengetahui bahawa sistem perbudakan adalah sistem ekonomi yang
sementara yang akan berubah dengan perubahan waktu, dan kerana Islam tidak
turun pada waktu yang terdapat perbudakan saja, tetapi ia turun secara umum dan
menyeluruh untuk setiap zaman, maka Islam sengaja melewati bentuk-bentuk yang
sementara ini dari bentuk-bentuk eksploitasi menuju unsur yang pertama atau
dasar pertama yang menimbulkan bentuk-bentuk eksploitasi tersebut, sehingga
Islam mengharamkannya. Dengan cara demikian, Islam mengharamkan sistem
perbudakan secara bertahap, seperti proses pengharaman khamer. Jadi, keseriusan
Islam sangat menonjol dalam usaha menghapus dan mengharamkan perbudakan.
Jika dikatakan kepada kita
bahawa Islam membolehkan para tenteranya untuk memperbudak para tawanan perang,
maka kita akan mengatakan bahawa Islam menerapkan sistem ini sebagai bentuk
pembalasan terhadap perlakuan yang sama di mana musuh-musuh Islam menjadikan
kaum Muslim sebagai budak-budak mereka ketika mereka menawannya. Oleh kerana
itu, secara alami orang-orang Islam pun menawan mereka sebagai budak-budak.
Jika Islam tidak melakukan yang demikian, maka boleh jadi Islam akan
dimain-mainkan dan ada kesempatan besar bagi orang-orang musyrik untuk
memperdaya Islam.
Demikianlah bahawa dakwah
Islam mengalami berbagai macam hambatan dan penindasan. Dan ketika orang-orang
yang terseksa mengadu kepada Rasulullah saw atas penindasan yang mereka terima,
maka Rasulullah saw memberitahu mereka dengan pembicaraan yang jelas bahawa
para dai di jalan Allah SWT harus mengorbankan kesenangan mereka, kedamaian
mereka, dan darah mereka sebagai harga yang pantas untuk tersebarnya dakwah
Islam. Kebebasan bukan diperoleh dengan cuma-cuma. Sejarah kehidupan
menceritakan kepada kita bahawa ia dipenuhi dengan gumpalan darah yang harus
dibayar oleh masyarakat untuk memerangi musuh-musuhnya dari luar dan dari
dalam. Jika ini dialami setiap orang yang menuntut kebebasan pada zaman dan
tempat tertentu, maka bagaimana dengan orang-orang yang menuntut kebebasan
manusia secara keseluruhan.
Seorang Muslim hendaklah
sadar bahawa dengan mengumumkan dakwahnya, maka ia pasti akan menerima
pengusiran, penindasan, penjara, pengepungan dan pembunuhan. Ini adalah harga
yang pantas yang harus dibayar ketika berdakwah di jalan Allah SWT; inilah
harga kebebasan. Bahkan terkadang kaum yang batil pun membayamya dengan senang
hati, maka bagaimana mungkin orang-orang yang bersama kebenaran ragu untuk
melakukannya.
Pada hakikatnya, manusia
cinta kepada keabadian. Secara naluri manusia merasa takut pada azab dan
kematian. Dan barangkali yang membezakan orang-orang Islam yang hakiki dengan
yang lainnya adalah bahawa mereka terbebas dari rasa ketakutan dan cinta
keabadian. Ini adalah tolok ukur yang pasti untuk membezakan antara seorang
Muslim yang hakiki dan seorang Muslim yang hanya namanya atau Muslim warisan
atau hanya klaim semata.
Seorang Muslim yang hakiki
menyedari bahawa ajal di tangan Allah SWT, rezeki ada juga di tangan-Nya,
begitu juga keamanan semua ada di tangan-Nya. Dengan keimanan seperti ini, ia
memulai pergelutannya untuk menyebarkan dakwah. Ia siap untuk menerima
penyeksaan dan penderitaan di jalan Allah SWT; ia pun siap menitiskan darahnya
sebagai harga yang pantas yang diserukannya dalam rangka memperoleh kebebasan.
Ini semua dilakukannya dengan begitu sederhana dan tidak ada rasa takut kerana
Islam membebaskannya dari rasa ketakutan. Dahulu para pembangkang menggergaji
orang-orang yang menyeru di jalan Allah SWT dengan menggergaji saat mereka
dalam keadaan hidup- hidup.
Khabab bin Irit pergi
menemui Rasulullah saw dan meminta tolong kepada beliau dari penyeksaan
orang-orang Quraisy, sambil berkata: "Tidakkah engkau menolong kami, wahai
Rasulullah? Tidakkah engkau berdoa kepada kami, ya Rasulullah?" Rasulullah
saw menjawab: "Sungguh sebelum kalian terdapat orang-orang yang berdakwah
di jalan Allah SWT lalu mereka dimasukkan dalam suatu galian tanah lalu mereka
digergaji di mana tubuh mereka di pisah menjadi dua, namun mereka tetap
mempertahankan agamanya. Demi Allah, sungguh Allah SWT akan menolong masalah
ini tetapi kalian terlalu tergesa-gesa."
Dengan kalimat-kalimat
yang penuh kesabaran dan keberanian ini, Rasulullah saw ingin memahamkan kepada
orang tersebut bahawa termasuk dari kesempurnaan iman adalah membayar harga
kebebasan. Jelas sekali bahawa Islam tidak memberikan keuntungan bagi orang
yang memeluknya. Orang-orang Islam yang pertama tidak bertanya dan mengatakan:
"Apa yang kita peroleh dari agama ini?" Sebaliknya, mereka bertanya:
"Apa yang kita bayar untuk Islam?" Jawapannya adalah: "Segala
sesuatu dimulai dari suapan-suapan roti sampai darah yang tertumpah."
Jadi, kaum Muslim yang pertama telah membayar ongkos kebebasan. Mereka
merasakan kedamaian yang luar biasa untuk mempertahankan agama Allah SWT;
mereka mendapatkan kepercayaan yang tinggi tentang kemenangan kebenaran yang
datang kepada mereka; mereka justru memberitahu orang-orang musyrik bahawa
mereka akan dapat mengalahkan raja-raja Kisra dan Kaisar. Dengan dakwah yang
mereka lakukan, mereka akan menjadi pemimpin-pemimpin di muka bumi. Kaum
musyrik justru memanfaatkan kepercayaan ini untuk mengejek mereka dan
mentertawakan mereka.
Ketika Aswad Ibnu Matlab
dan orang-orang yang bersamanya melihat sahabat-sahabat Nabi, maka mereka
mengejek dan mengatakan: "Telah datang kepada kalian pemimpin-pemimpin
bumi yang esok akan mengalahkan raja-raja Kisra dan Kaisar, kemudian mereka
bersiul dan bertepuk tangan." Namun kaum mukmin tidak peduli dengan ejekan
tersebut. Demikianlah bahawa ejekan demi ejekan terus menyertai dakwah kaum
Muslim. Kemudian kaum Quraisy mengadakan pertemuan yang bersejarah untuk
menyatukan pandangan dalam rangka menyerang Rasulullah saw. Kaum musyrik
menuduhnya bahawa beliau adalah seorang ahli sihir, dan pada kali yang lain
mereka menuduhnya bahawa beliau adalah dukun, dan pada kali yang lain lagi
mereka menuduhnya bahawa beliau adalah penyair, bahkan pada kali yang lain
mereka menuduhnya bahawa beliau adalah seorang yang gila. Kemudian mereka semua
sepakat untuk menuduh bahawa beliau adalah seorang penyihir.
Walid bin Mughirah yang
terkenal sebagai orang yang terpandang di kalangan mereka menuduh Rasulullah
saw sebagai penyihir yang dapat memisahkan antara sesama saudara dan antara
seseorang dengan isterinya. Kemudian mereka membikin kelompok-kelompok yang mengingatkan
para pendatang di Mekah bahawa Muhammad adalah seorang penyihir. Meskipun
demikian, dakwah Islam tetap berlangsung. Ia tetap tersebar dengan pelan namun
pasti dan kalimat-kalimat yang diutarakan Nabi justru mengingatkan perjanjian
yang pernah dilakukan oleh manusia, yaitu perjanjian saat Allah SWT
menyaksikannya ketika mereka masih di alam atom di
punggung Adam:
"Bukankah aku Tuhan
kalian? Mereka menjawab: 'Benar.'"
(QS. al- A'raf: 172)
Bertambahlah jumlah kaum
Muslim hingga kaum Quraisy merasakan ketakutan. Mereka mulai melihat bahawa
penggunaan cara-cara kekerasan tidak selalu berhasil. Kemudian mereka memilih
untuk menggunakan cara baru, yaitu bagaimana seandainya mereka menggunakan
perdamaian dan perundingan. Orang-orang Quraisy mengutus 'Utbah bin Rabi'ah,
seorang lelaki yang terkenal dengan kecerdasan dan kebijaksanaan sebagai juru
runding.
'Utbah berkata kepada
Rasul saw: "Wahai anak saudaraku, kami mengetahui kedudukanmu di sisi kami
dari sisi nasab. Engkau datang kepada kaummu dengan suatu hal yang besar di
mana engkau memisahkan kelompok-kelompok mereka. Maka dengarkanlah aku kerana
aku ingin berbicara tentang beberapa hal. Barangkali engkau akan menerima
sebahagiannya." Rasul saw berkata: "Silakan berbicara wahai 'Utbah."
'Utbah berkata: "Jika engkau menginginkan harta nescaya kami akan
mengumpulkan harta bagimu, sehingga engkau akan menjadi orang yang paling kaya
di antara kami, dan jika engkau menginginkan kehormatan, maka kami akan memberi
kehormatan itu bagimu dan jika engkau menginginkan kekuasaan, maka kami akan
menyerahkan kekuasaan padamu dan jika engkau terkena penyakit yang engkau tidak
mampu menolaknya dari dirimu, maka kami akan mencarikan tabib bagimu dan kami
akan mengeluarkan harta kami sehingga engkau sembuh. Demikianlah 'Utbah
mengakhiri pembicarannya. Kemudian ia menunggu reaksi Nabi. Lalu Rasulullah saw
berkata: "Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Haa
miim. Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang
dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang
mengetahui. Yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi
kebanyakan mereka berpaling (darinya);, maka mereka tidak (mau) mendengarkan.
Mereka berkata: 'Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu
seru kami kepadanya dan di telinga kami ada sumbatan dan antara kami dan kamu
ada dinding, maka bekerjalah kamu; Sesungguhnya kami bekerja (pula).'
Katakanlah: 'bahawasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan
kepadaku bahawasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah pada
jalan yang lurus menuju kepadanya dan mohonlah ampun kepadanya. Dan kecelakaan
besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-(Nya) (yaitu) orang-orang yang
tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh mereka
mendapat pahala yang tiada putus-putusnya.' Katakanlah:'
Sesungguhnya patutkah kamu
kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu
bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Tuhan semesta alam. Dan dia
menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kukuh di atasnya. Dia memberkahinya
dan Dia menentukan padanya kadar makanan- makanan (penghuni)nya dalam empat
masa. (Penjelasan itu sebagai jawapan) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian
dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu
Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: 'Datanglah kamu keduanya menurut
perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.' Keduanya menjawab: 'Kami datang
dengan suka hati.' Maha Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia
mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat
dengan bintang- bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-
baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Jika
mereka berpaling, maka katakanlah: 'Aku telah memperingatkan kamu dengan petir,
seperti petir yang menimpa kaum 'Ad dan kaum Tsamud."
(QS.
Fushilat: 1-13)
Rasulullah saw telah
menjawab tawaran 'Utbah di mana beliau memilih untuk menghadapi tawaran dan
iming-iming tersebut dengan membaca sebahagian dari surah Fhusilat yang
merupakan salah satu surah Al-Qur'an yang diturunkan oleh Allah SWT melalui
malaikat Jibril. 'Utbah bangkit dari tempatnya ketika Rasulullah saw sampai
pada firman-Nya:
"Jika mereka
berpaling, maka katakanlah: 'Aku telah memperingatkan kamu dengan petir,
seperti petir yang menimpa kaum "Ad dan kaum Tsamud. "
(QS. Fushilat: 13)
'Utbah berdiri dalam
keadaan takut dan segera menuju kaum Quraisy. Bayang-bayang azab dunia
terngiang di telinganya. Dan ketika ia sampai ke orang Quraisy, ia mengusulkan
agar orang-orang Quraisy membiarkan apa saja yang dilakukan Muhammad. Gagallah perundingan
dengan seorang Muslim yang pertama, yaitu Rasulullah saw. Gagalnya perundingan
tersebut sebagai bentuk pemberitahuan tentang kembalinya tindak kekerasan dan
penyeksaan terhadap sahabat-sahabat Rasul saw. Kemudian kaum musyrik semakin
meningkatkan penindasan terhadap kaum Muslim. Rasulullah saw sangat menderita
melihat hal yang dirasakan para sahabatnya. Ketika kaum Muslim membayar harga
yang paling mahal sebagai konsekuensi dari akidah yang mereka anut dan mereka
dengan sabar memikul penderitaan di jalan Allah SWT, maka Rasulullah saw
mengisyaratkan mereka untuk berhijrah. Beliau memberikan izin untuk berhijrah
bagi orang yang ingin hijrah.
Kemudian Dimulailah
gelombang hijrah. Itu terjadi pada lima tahun dari turunnya wahyu setelah dua
tahun diumumkannya dakwah. Maka berhijrahlah ke Habasyah enam belas orang
Muslim. Mereka keluar secara rahsia dan mereka menuju ke laut. Mereka berlayar
meskipun orang- orang yang tinggal di gurun sebenarnya tidak ingin berlayar
kerana mereka takut dari laut dan mereka yakin bahawa manusia yang berlayar di
laut akan menjadi ulat di atas kayu-kayu yang berenang.
Selanjutnya, gelombang
hijrah yang kedua pun dimulai. Kali ini diikuti oleh delapan puluh tiga orang
laki-laki dan sembilan belas perempuan. Kemudian orang-orang Quraisy berusaha
untuk mengirim beberapa orang dan tetap berusaha menyeksa dan menyakiti
orang-orang yang berhijrah. Mereka mengutus ke Najasyi, Raja Habasyah,
orang-orang yang dapat mempengaruhinya untuk menentang orang-orang yang
berhijrah. Mereka menuduh kaum Muslim meninggalkan agama nenek moyang mereka di
Mekah dan mereka juga tidak menganut agama Najasyi, yaitu agama Kristen.
Kemudian orang-orang Quraisy tidak lupa mengirim hadiah kepada Najasyi sebagai
bentuk suapan kepadanya. Tampaknya Najasyi seorang yang berakal lalu ia
mengutus seseorang kepada kaum muhajirin dan bertanya kepada mereka tentang
agama baru yang mereka anut. Kemudian kaum muhajirin menceritakan kepadanya
tentang Islam.
Najasyi bertanya tentang
Isa lalu mereka menjawab: "Ia adalah hamba Allah SWT dan rasul-Nya dan
roh-Nya serta kalimat-Nya yang diletakkan kepada Maryam, wanita yang perawan
yang suci." Kemudian Najasyi mengambil satu kayu kecil dari bumi dan
mengatakan: "Penjelasan tentang Isa yang kalian katakan tidak lebih dari kayu
kecil ini. Pergilah kalian dan kalian akan aman." Najasyi mengembalikan
hadiah kaum Quraisy dan mengatakan: "Allah tidak mengambil suap dariku
sehingga aku tidak mungkin mengambilnya dari kalian."
Demikianlah kaum muhajirin
tinggal di negeri yang damai, yaitu Habasyah negeri yang dipimpin oleh seorang
laki-laki yang diberi kematangan berfikir di mana ia cenderung mengimani
karakter al-Masih sebagai seorang manusia. Dan salah satu keajaiban kekuasaan
Ilahi adalah bahawa masyarakat Islam yang berhijrah tersebut tidak mengalami
kelemahan dalam akidahnya, namun mereka justru merasakan kekuatan.
Allah SWT memperkuat
dakwah Islam dengan masuknya dua lelaki besar dalam Islam, yaitu Hamzah, paman
Nabi dan Umar bin Khatab. Kedua orang itu mempunyai keperibadian yang tangguh
di Mekah di mana masing-masing dari mereka terkenal di tengah-tengah kaumnya.
Allah SWT berkehendak untuk memberi Islam dua orang lelaki yang tangguh di
Mekah dan Allah SWT telah meletakkan rahmat yang terpancar dalam hati mereka.
Hamzah masuk Islam kerana dorongan emosi, fanatisme, dan rahmat terhadap
orang-orang yang tidak memberikan pembelaan kepada Muhammad saw.
Salah seorang perempuan
berkata kepada Hamzah: "Seandainya engkau melihat apa yang diperoleh oleh
anak dari saudaramu, Muhammad dari Abil Hakam bin Hisyam (Abu Jahal). Sungguh
Abu Jahal telah mencelanya dan menyakitinya, sedangkan Muhammad hanya terdiam
dan tidak mengatakan apa-apa." Mendengar pengaduan itu, darah mendidih
berkobar dalam urat-urat Hamzah. Dengan kemarahan yang sangat, Hamzah
mencari-cari Abu Jahal lalu ia melihatnya sedang duduk-duduk di tengah-tengah
kaumnya. Hamzah mengangkat tangannya lalu memukulkannya ke kepala Abu Jahal
sambil berteriak: "Apakah engkau akan mengejek Muhammad, padahal aku
berada di atas agamanya."
Demikianlah permulaan
keislaman Hamzah. Hamzah adalah seorang yang mulia di mana perasaannya berkobar
ketika ia melihat anak saudaranya diseksa dan dianiayai dan dia tidak mendapati
seorang pun yang membelanya. Beginilah sebab-sebab pertama dari keislaman
Hamzah, namun sebab yang paling dalam dan yang paling menentukan adalah rahmat
Allah SWT yang telah dianugerahkan kepadanya, meskipun Hamzah tidak
mengetahuinya, yaitu rahmat yang mendorongnya untuk tidak membiarkan seseorang
pun menyakiti lelaki yang berdakwah di jalan Allah SWT hanya kerana ia seorang
yang lemah dan tidak mempunyai penolong. Jadi, Hamzah adalah penolongnya.
Sedangkan Umar bin Khatab
terkenal dengan ketangguhan sikap dan kekerasan perilaku. Seringkali kaum
Muslim mendapat seksaan darinya ketika ia masih menganut jahiliah. Dan salah
seorang yang mendapatkan seksaan darinya adalah Amir bin Rabi'ah dan isterinya.
Amir berserta isterinya menetapkan untuk berhijrah ke Habasyah. Umar bin Khatab
menemuinya lalu ia mendapati isteri Amir dan tidak menemukan suaminya. Umar
melihat wanita itu sedang bersiap-siap untuk berhijrah lalu Umar berkata (saat
itu sumber rahmat telah memancar pada dirinya): "Apakah engkau akan pergi
wahai Ummu Abdillah?" Dengan nada jengkel, wanita itu berkata: "Benar,
demi Allah kami akan keluar dan menuju tanah Allah SWT. Engkau telah menyeksa
kami dan telah memaksa kami untuk berhijrah. Kami akan pergi sehingga Allah SWT
akan memberikan kelapangan kepada kami." Umar berkata: "Mudah-mudahan
Allah SWT menemanimu."
Wanita itu melihat
tanda-tanda kelembutan dan kesedihan pada wajah Umar. Dan ketika suaminya
kembali, ia menceritakan kepadanya bahawa ia sangat berharap kepada keislaman
Umar. Lalu suaminya menjawab: "Ia tidak mungkin masuk Islam sampai keldai
Umar masuk Islam." Ia mengatakan demikian kerana ia melihat betapa
bengisnya dan kejamnya Umar. Namun perasaan lembut wanita itu lebih kuat
daripada pandangan fikiran lelaki itu dan keputusannya yang terlalu cepat
kepada Umar.
Belum lama mereka
berhijrah sehingga Umar masuk Islam. Orang-orang muhajirin mengeluarkan penutup
sumur rahmat dalam dirinya. Dan barangkali Umar merasa kebingungan lalu ia
menetapkan untuk membunuh Rasul saw. Dengan menghunuskan pedangnya, ia pergi
menuju Rasul saw. Kemudian ia bertemu dengan orang-orang yang memergokinya
dalam keadaan kebingungan, lalu mereka bertanya kepadanya, hendak ke mana ia
akan pergi? Umar menjawab: "Aku hendak ke Muhammad aku akan membunuhnya
sehingga orang-orang Arab merasa tenteram." Dengan nada mengejek,
seseorang berkata: "Tidakkah engkau memulai dari keluargamu sebelum engkau
membunuh Muhammad." Dengan nada jengkel, Umar berkata: "Apa yang
terjadi pada keluargaku?" Lelaki itu menjawab: "Saudara perempuanmu
dan suaminya telah masuk Islam, sedangkan engkau tidak mengetahuinya." Umar
segera mencari saudara perempuannya dan suaminya di mana saat itu keduanya
sedang membaca Al-Qur'an.
Ketika melihat Umar,
mereka menyembunyikan Al-Qur'an. Umar bertanya: "Sepertinya aku mendengar
suara bisikan dari luar." Tetapi saudara perempuannya mengatakan:
"Tidak." Kemudian suaminya ikut campur dan Umar pun tampak marah
kepadanya. Wanita itu bangkit untuk membela suaminya lalu Umar memukulnya
sehingga darah segar mengucur darinya. Darah itu justru membangkitkan sumber
rahmat dari diri Umar. Akhirnya, Umar mengambil air wuduk agar mereka
mengizinkan untuk membaca Al-Qur'an. Umar pun membacanya. Belum lama Umar
membacanya sehingga ia pergi menemui Rasul saw.
Tanpa ragu, Umar memilih
untuk masuk Islam. Dan pedang yang dibawanya itu menjadi pedang yang paling
kuat yang dengannya ia mempertahankan agama Muhammad saw. Kemudian ia mengetuk
pintu untuk menemui Rasul saw di mana saat itu beliau bersama sahabatnya. Dari
celah-celah pintu, sahabat Nabi melihat Umar bin Khatab sedang menghunuskan
pedang. Kemudian sahabat itu kembali kepada Nabi dengan membawa berita yang
sangat mengejutkan ini. Ia menduga bahawa Umar datang dengan maksud jahat.
Rasulullah saw bangkit dan
memerintahkan para sahabatnya agar membiarkan Umar. Rasulullah saw membukakan
pintu Kemudian ia menyambut Umar bin Khatab dan bertanya kepadanya apa yang
diinginkannya. Umar menjawab bahawa ia datang untuk mengucapkan dan bersaksi
bahawa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya.
Orang-orang Quraisy mulai
merasa bahaya akan mereka temui setelah keislaman Umar dan Hamzah. Para
tokoh-tokoh Mekah dan orang-orang yang dihormati telah masuk Islam. Sebelum
Umar masuk Islam, kaum Muslim bertawaf di Ka'bah secara rahsia dan dengan
malu-malu, namun ketika Umar masuk Islam ia menampakkan keislamannya dan ia
menantang orang yang mencegahnya untuk bertawaf, bahkan banyak orang-orang
memberikan jalan padanya saat tawaf. Mekah mengetahui bahawa ia menghadapi
suatu dakwah yang akan dapat mengubah jazirah Arab.
Rasa ketakutan mulai
menghantui para pemuka Quraisy dan mereka menetapkan metode baru untuk
menghadapi kaum Muslim. Mereka yang sebelumnya menggunakan metode penghinaan
dan pengejekan kini mulai mencuba untuk memblokade kaum Muslim secara ekonomi
dan kemanusiaan. Kaum musyrik mengadakan perkumpulan dan pertemuan untuk
memboikot kaum Muslim. Mereka mengadakan pertemuan itu di Ka'bah, sebagai
penghormatan kepadanya. Orang-orang musyrik menghormati Ka'bah meskipun mereka
memenuhinya dengan berbagai macam patung yang mereka sembah dalam rangka
mendekatkan mereka kepada Allah. Pasal kesepakatan itu menetapkan, hendaklah
penduduk Mekah tidak menjual barang apapun kepada kaum Muslim dan hendaklah
mereka tidak menikah dengan kaum Muslim. Dengan ketetapan yang kejam tersebut,
mereka ingin menghancurkan kaum Muslim dan membunuh perekonomian mereka.
Rasulullah saw dan orang-orang yang beriman kepadanya terpaksa berlindung di
dusun Bani Hasyim. Mereka dilindungi oleh keturunan Bani Muthalib, baik mereka
orang-orang kafir mahupun orang-orang beriman kecuali musuh Allah SWT, Abu
Jahal di mana ia bersama orang-orang Quraisy menentang kaumnya.
Kemudian Dimulailah
blokade ekonomi terhadap kaum Muslim di mana tidak ada makanan dan minuman yang
datang kepada mereka, sehingga penderitaan yang sulit kini dialami oleh
sahabat-sahabat Nabi. Ketika kafilah perdagangan datang ke Mekah dan salah
seorang dari sahabat Nabi menemui mereka di pasar untuk membeli makanan untuk
keluarganya, maka Abu Lahab berdiri dan berkata kepada para penjual, wahai para
pedagang, mahalkanlah dagangan kalian terhadap sahabat- sahabat Muhammad,
sehingga mereka tidak mampu membelinya dan aku menjamin kerugian yang kalian
alami, bahkan aku akan membeli apa saja yang ingin mereka beli dari kalian.
Mendengar hal tersebut,
para pedagang pun menjual barang dagangannya dengan harga yang tidak wajar,
sehingga seorang Muslim kembali ke rumah keluarganya tanpa membawa sedikit pun
makanan. Kemudian pedagang itu pergi ke Abu Lahab dan meminta kepadanya agar
membeli barang yang ingin dibeli orang Muslim. Demikianlah peperangan tersebut
terus terjadi sehingga kaum Muslim merasakan penderitaan yang sangat luar biasa
di mana mereka dalam keadaan kelaparan dan kekurangan pakaian yang layak.
Peperangan ekonomi ini terjadi selama tiga tahun penuh. Saking menderitanya
para sahabat sampai-sampai Sa'ad bin Abi Waqas pernah keluar pada suatu hari
untuk memenuhi hajatnya, lalu ia mendengar suara gemerencing di bawah air
kencing. Tiba-tiba ia menemukan sepotong kulit unta yang kering lalu ia
mengambilnya dan membasuhnya. Kemudian ia membakarnya dan mencucinya dengan air
sampai bersih lalu ia menjadikannya makanan selama tiga hari.
Selama tiga tahun tersebut
wahyu tetap turun kepada Rasul saw dan seakan-akan ia melupakan bencana yang
keras ini. Allah SWT ingin mendidik para pengikut agama-Nya agar mereka mampu
memikul segala penderitaan.
Meskipun kaum Muslim
mendapatkan berbagai ujian selama tiga tahun tersebut, tetapi aktiviti dakwah
Islam tidak pernah padam dan tidak pernah surut. Kaum Muslim bertemu
orang-orang selain mereka pada musim haji lalu mereka berbicara kepada
orang-orang tersebut tentang keberadaan Allah SWT dan mereka meminta kepada
para penghujung itu untuk mencari rahmat Allah SWT dan ampunan-Nya. Keteguhan
kaum Muslim dan keberanian mereka telah memikat banyak orang sehingga mereka
masuk Islam. Bahkan orang-orang musyrik mulai bertanya kepada diri mereka dan
mempertanyakan kebenaran apa tindakan mereka. Lalu kecemburuan kepada kebenaran
mulai menyerang hati.
Kemudian Selesailah
peperangan ekonomi terhadap kaum Muslim di mana kaum musyrik melihat itu tidak
berdampak terlalu besar bagi kaum Muslim. Meskipun kaum Muslim menerima
penderitaan dan kerugian namun jumlah mereka tetap bertambah dan keimanan
mereka semakin kuat serta kepercayaan kepada Allah SWT pun semakin meningkat.
Lalu datanglah tahun kesedihan kepada Nabi. Belum lama Rasulullah saw merasakan
dan menghirup udara segar setelah tiga tahun masa blokade dan beliau ingin
memulai kehidupan barunya dan dakwahnya, sehingga beliau dikejutkan dengan
kematian isteri tercintanya Ummul Mukminin Khadijah dan kematian bapa saudaranya
yang tercinta Abu Thalib.
Abu Thalib adalah seorang
yang besar yang memiliki kewibawaan di tengah-tengah kaum Quraisy, sehingga
usaha kaum Quraisy untuk menyakiti Nabi menjadi terbatas ketika mereka
berhadapan dengan "tembok perlindungan" Abu Thalib kepada
kemenakannya. Sedangkan Khadijah merupakan tempat perlindungan dan kedamaian
bagi Nabi. Ia adalah hati yang sangat penyayang yang banyak menghibur Nabi saat
beliau berdakwah. Khadijah adalah sebaik-baik teman dan sebaik-baik isteri.
Begitu juga, bagi Khadijah Rasulullah saw adalah sebaik-baik teman, sebaik-baik
suami, sebaik-baik pembantu, dan sebaik-baik sahabat.
Rasulullah saw sangat
sedih ketika kehilangan dua orang yang sangat berpengaruh dalam kehidupannya
itu, bahkan para sejarawan menamakan tahun tersebut dengan tahun kesedihan.
Sebaliknya, orang- orang musyrik justru bergembira dengan kesedihan Rasul saw
itu. Mereka menganggap bahawa Rasul saw tidak lagi memiliki seorang tua yang
mampu melindunginya dan tidak lagi memiliki seorang isteri yang dapat meringankan
beban penderitaannya.
Setelah kematian dua orang
tersebut, penindasan dan penganiayaan kaum Quraisy kepada Nabi semakin
meningkat dan orang-orang musyrik memilih waktu yang tepat untuk menyembelih
binatang di Mekah lalu mereka membawa usus-usus atau jeroan dari unta dan
mereka melemparkannya dan meletakkannya di atas punggung Nabi saat beliau
sujud. Kemudian berita memilukan itu sampai kepada puteri tercintanya, Fatimah
az-Zahrah, sehingga ia segera datang dan berusaha membela ayahnya dan
membersihkan kotoran yang ada di pundak ayahnya itu. Demikianlah kemuliaan Siti
Fatimah az-Zahra yang senantiasa melindungi ayahnya.
Betapa sedihnya Nabi saw
ketika beliau melihat bahawa keadaan beliau sampai pada batas di mana anak
perempuan beliau pun turut membelanya. Namun beliau tetap bersabar dalam
berdakwah di jalan Allah SWT. Pada suatu hari beliau berfikir untuk pergi ke
Tha'if di mana di sana dihuni oleh kaum Tha'if. Barangkali beliau berkata dalam
dirinya: jika di sini aku mendapati hati-hati yang telah membeku dan telah
berhubungan mesra dengan kebatilan lalu mengapa aku tidak pergi ke Tsaqif.
Barangkali Allah SWT akan membukakan pintu dakwah di sana. Mungkin di sana
masih terdapat hati yang akan terbuka guna menerima kebenaran.
Saat itu kaum musyrik
memperlakukan blokade umum atas dakwah yang dipimpin oleh Rasulullah saw
sehingga tekanan kepada beliau semakin meningkat sampai pada batas di mana pergerakan
dakwah tidak dapat bergerak satu langkah pun. Keadaan demikian ini sangat
menggelisahkan Nabi. Beliau ingin untuk melepaskan belenggu yang mengikatnya.
Lalu beliau memutuskan untuk pergi ke Tha'if. Jarak antara Mekah dan Tha'if
lebih dari tujuh puluh kilo meter. Nabi menempuh perjalanan itu dengan jalan
kaki, pergi dan pulang.
Kita tidak mengetahui
pemikiran-pemikiran apa yang terlintas dalam benak Rasulullah saw saat beliau
pergi dan menemui kabilah yang kafir kepada Allah SWT ini. Yang kita ketahui
adalah bahawa beliau pergi ke sana dengan membawa rahmat dunia dan akhirat.
Tetapi mereka justru membalas sikap baik Rasulullah saw itu dengan tindakan
Jahiliah. Mereka bersikap buruk kepada beliau dan mendustakannya. Rasulullah
saw tinggal di sana selama sepuluh hari. Beliau mundar-mandir dari satu rumah
ke rumah yang lain dan dari pasar ke pasar yang lain dan dari satu jalan ke
jalan yang lain. Tak seorang pun yang mendengar kedatangan beliau di sana; tak
seorang pun yang mahu mendengar dakwah beliau dan tak seorang pun yang mahu
beriman kepada ajakannya. Bahkan masyarakat di situ semakin menjadi-jadi dalam
menyerang Rasulullah saw dan mengejeknya.
Pada hari yang terakhir
yang mana beliau telah menetapkan untuk kembali ke Mekah. Rasulullah saw
berdiri di Tha'if dan mengharap kepada masyarakat di sana agar merahsiakan
kunjungannya kepada mereka sehingga pencelaan yang beliau terima di Mekah
terhadap agama yang dibawanya tidak semakin menjadi-jadi. Tetapi penduduk
Tha'if menolak permohonan yang terakhir ini. Mereka tidak cukup melakukan hal
itu tetapi mereka melakukan perbuatan terburuk yang dilakukan manusia terhadap
sesama manusia. Mereka menahan keluarga orang-orang yang bodoh dan orang-orang
biasa untuk membentuk dua barisan dan memerintahkan mereka untuk melempari
Rasulullah saw dengan batu dan mengejeknya. Nabi keluar dari Tha'if dan beliau
mendapatkan lemparan bertubi-tubi dari keluarga Tha'if bahkan beliau merasakan
kepedihan saat kakinya terkena lemparan batu itu sehingga darah suci mengucur
dari kaki beliau.
Kemudian Rasulullah saw
diusir sehingga beliau sampai di suatu kebun yang dimiliki oleh dua orang dari
orang-orang kaya Tha'if. Di sana beliau duduk di bawah naungan pohon anggur.
Dua orang pemilik kebun itu merasa kasihan melihat keadaan orang yang terusir
dan terluka itu. Mereka membawa kepadanya setangkai anggur dengan seorang
pembantu. Pembantu mereka adalah seorang Nasrani yang bernama Adas. Si pembantu
meletakkan setangkai anggur itu depan Rasul saw lalu beliau menghulurkan
tangannya kepadanya sambil berkata: "Bismillahirahmanirrahim (Dengan nama
Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Adas berkata kepada Nabi,
perkataan ini tidak begitu dikenal oleh penduduk negeri ini. Nabi berkata: "Anda
dari daerah mana?" Adas menjawab: "Aku adalah seorang Nasrani dari
Nainawa." Nabi berkata: "Apakah engkau dari desa lelaki soleh Yunus
bin Mata?" "Bagaimana engkau tahu tentang Yunus?, sambung lelaki itu.
Nabi berkata: "Itu adalah saudaraku. Ia adalah seorang Nabi aku pun
seorang Nabi."
Mendengar jawapan Rasul
saw, Adas segera merobohkan tubuhnya di depan kedua kaki Rasul saw lalu ia
menciuminya sambil menangis. Akhirnya, pembantu Nasrani itu masuk Islam
sehingga ia menambah barisan kaum Muslim. Ia adalah seorang yang menjadi Muslim
ketika Rasulullah saw berhijrah ke Tha'if. Inilah harga yang harus dibayar
Rasulullah saw selama dua minggu saat beliau berada di Tha'if, dan kemudian
beliau terkena cubaan dengan mengucurnya darah dari kaki beliau akibat lemparan
batu penghuni Tha'if.
Kemudian Rasulullah saw
kembali ke Mekah beliau kembali dalam keadaan ditolak oleh penduduk Tha'if dan
kini beliau kembali menerima penolakan itu di Mekah. Meskipun demikian, beliau
merasakan kesedihan yang mendalam melihat sikap kaumnya. Namun ketika kebencian
semakin deras mengalir kepada beliau, hati beliau justru semakin bersemangat
dan semakin dipenuhi dengan rahmat kemudian datanglah kepada Nabi masa di mana
tampak di dalamnya Islam asing, dan tampak di dalamnya Nabi seorang diri, tanpa
penolong.
Pada saat demikian ini ketika
manusia mulai meninggalkan Rasulullah saw lalu langit turut campur dan
terjadilah peristiwa besar dan mukjizat terbesar pada diri Nabi, yaitu Isra'
dan Mi'raj. Ia adalah mukjizat yang tidak berhubungan dengan dakwah Islam; ia
tidak datang untuk memperkuat dakwah ini atau menetapkannya tetapi ia datang
semata- mata untuk memperkuat keteguhan Nabi dan sebagai penghormatan
kepadanya. Seakan-akan Allah SWT ingin berkata kepada Nabi, jika saja penduduk
bumi tidak memujimu, maka penduduk langit mengenal kedudukanmu dan memberikan
pujian yang layak kepadamu dan jika manusia menolak dakwahmu dan menolak
keberadaanmu, maka sesungguhnya Allah SWT memilihmu dan memuliakanmu.
Untuk melihat tanda-tanda
kebesaran-Nya, munculnya mukjizat Isra' dan Mi'raj dalam sejarah para nabi
sebagai mukjizat satu-satunya yang tiada tandingannya dibandingkan dengan kisah
nabi yang lain. Kita mengetahui bahawa di deretan para nabi ada nabi-nabi yang
dinamakan oleh Allah SWT sebagai para kekasih-Nya dan sebagai para
pendamping-Nya, seperti Nabi Ibrahim. Kita juga melihat bahawa di antara para
nabi ada seseorang yang diajak bicara oleh Allah SWT tanpa perantara, seperti
Nabi Musa. Kita juga melihat di antara para nabi ada yang didukung oleh Allah
SWT dengan Ruhul kudus, seperti Nabi Isa. Tetapi untuk pertama kalinya kita
berada di hadapan seorang nabi yang diajak dan dipanggil oleh Allah SWT untuk
menuju ke sisi-Nya.
Beliau naik bersama Jibril
dengan jasadnya dan rohaninya sehingga Jibril berdiri di suatu tempat dan Nabi
maju sendirian. Itu adalah tingkat dari tingkat kehormatan di mana pena terasa
keluh untuk mengungkapkannya dan sejarawan tidak dapat menulis apa yang terjadi
saat itu. Kita telah melihat dalam kisah para nabi seorang nabi yang meminta
kepada Tuhannya agar memperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan
orang-orang yang mati. Allah SWT bertanya kepadanya, apakah ia belum beriman
akan hal itu? Ibrahim menjawab: bahawa ia beriman tetapi ia ingin menenangkan
hatinya.
Kita juga melihat dalam kisah para nabi
seorang nabi yang cintanya kepada Allah SWT memancar dalam kalbunya sehingga ia
meminta:
"Ya Tuhanku,
nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau".
(QS. al-A'raf: 143)
Namun Allah SWT menjawab
kepada Musa tentang kemustahilan melihat Allah SWT atas manusia. Nabi Musa
memahami bahawa makhluk manapun tidak akan mampu menahan beban penampakan dari
Zat sang Pencipta.
Adapun Muhammad bin
Abdillah ia tidak bertanya kepada Tuhannya dan meminta kepadanya untuk diberi
mukjizat atau kejadian yang luar biasa; ia tidak meminta kepada Tuhannya agar
dapat melihat Zat-Nya dan ia tidak berusaha mencari ketenangan dalam hatinya.
Cintanya kepada Allah SWT termasuk bentuk cinta yang sulit untuk difahami atau
diselami kedalamannya oleh para tokoh pencinta dan cintanya tersebut bukan
termasuk bentuk yang menimbulkan berbagai pertanyaan. Cinta beliau melampaui
tingkat permintaan menuju ke tingkat penyerahan dan kepuasan atau ridha. Segala
sesuatu yang menggelisahkan Nabi adalah ridha Allah SWT.
Rasulullah saw berkata
saat beliau dalam keadaan ditolak dan diusir dan terluka akibat perbuatan kaum
Tha'if: "Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka aku tidak peduli dengan
mereka."
Lihatlah tingkat cinta
yang tinggi itu: bagaimana tingkat tersebut menyebabkan beliau merasa rendah
diri sehingga beliau berkata, "jika Engkau tidak murka kepadaku ..."
Seakan-akan beliau tidak menginginkan selain ridha Allah SWT dan yang beliau
khuatirkan adalah kemarahan Allah SWT.
Sungguh adab yang
diterapkan Rasulullah saw kepada Tuhannya adalah adab yang paling layak dan
paling tinggi yang sesuai dengan kedudukan beliau sebagai orang Muslim yang
paling sempurna.
Demikianlah mukjizat Isra'
dan Mi'raj. Mukjizat yang tujuannya adalah menghormati keperibadian Rasulullah
saw; mukjizat yang membangkitkan peranan akal dan hati secara bersama. Para
nabi tanpa terkecuali didukung oleh berbagai macam mukjizat yang terjadi di
muka bumi bahkan para nabi yang diangkat ke langit seperti Nabi Idris dan Nabi
Isa, maka pengangkatan mereka sebagai bentuk menyelamatkan mereka dari usaha
pembunuhan atau penyaliban. Mukjizat mereka saat mereka diangkat ke langit
adalah bentuk akhir dari aktiviti mereka di muka bumi.
Ini adalah kali pertama
ketika kita mendapati suatu mukjizat yang tempat utamanya di langit; suatu mukjizat
yang terwujud bersama seorang Nabi yang diangkat ke langit dengan jasadnya dan
rohaninya saat beliau masih hidup. Di sana Allah SWT memperlihatkan kepadanya
tanda- tanda kekuasaan-Nya. Kemudian beliau kembali ke bumi di mana beliau akan
mendapatkan berbagai macam tantangan dan cubaan yang biasa diterima oleh
penduduk bumi. Muhammad bin Abdillah adalah manusia yang pertama melewati
planet bumi dan beliau menembus bulan dan matahari dan bintang-bintang. Kita
menyaksikan di zaman kita manusia pertama atau astronaut pertama yang mampu
menembus ruang angkasa. Ruang angkasa itu baru dapat ditembusi oleh manusia
setelah empat belas abad dari turunnya risalah Muhammad saw, namun sejak empat
belas abad yang lalu Nabi Islam telah dapat menembus ruang angkasa itu, bahkan
beliau mencapai Sidratul Muntaha dan puncak al-Muntaha.
Beliau sampai pada batas
yang di situlah alam makhluk diakhiri dan beliau menembus alam ghaib. Bukankah
syurga bahagian dari alam ghaib? Beliau sampai di syurga. Allah SWT
menamakannya dengan Jannatul Ma'wah. Beliau sampai pada batas terputusnya ilmu
manusia dan tiada yang mengetahui hakikat ilmu tersebut kecuali Allah SWT.
Mukjizat Isra' bukanlah mukjizat Mi'raj, meskipun kedua-duanya terjadi di satu
malam. Peristiwa Isra' dan Mi'raj dikutip oleh dua surah yang berbeza dalam Al-
Qur'an al-Karim. Allah SWT berfirman tentang mukjizat Isra':
"Maha Suci Allah, yang
telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil
Aqsha yang telah Kami berkali sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya
sebahagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui."
(QS. al-Isra': 1)
Sedangkan berkaitan dengan
mukjizat Mi'raj, Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya
Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang
lain, (yaitu) di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada syurga tempat tinggal.
(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang
meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu
dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian
tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar."
(QS. an-Najm: 13-18)
Pada malam Isra' dan
Mi'raj, Nabi Muhammad berkeliling di sekitar Ka'bah dan berdoa kepada Allah
SWT. Beliau dalam keadaan pucat wajahnya dan kedua air matanya mengucur; beliau
tidak bertawaf bersama seseorang pun; beliau tawaf sendirian lalu orang-orang
kafir dan orang-orang musyrik memandang beliau dengan pandangan kebencian saat
beliau bertawaf dan berdoa. Allah SWT melihat hamba-Nya yang khusyuk itu lalu
Allah SWT menurunkan perintah-Nya kepada Ruhul Amin yaitu malaikat Jibril agar
menemani hamba-Nya dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha Kemudian
membawanya naik ke langit agar dia dapat melihat tanda-tanda kebesaran
Tuhannya.
Di suatu rumah yang mulia
dan sederhana dari rumah-rumah yang ada di Mekah, Nabi saw sedang tidur dan
datanglah waktu pertengahan malam. Jibril turun dan memasuki rumah sang Rasul
saw. Jibril as berdiri di sisi kepala sang Nabi dan ia melihat kepadanya dengan
pandangan cinta. Pandangan Jibril itu membangunkan Rasul saw kemudian beliau
membuka kedua matanya dan bangkit dari tempat tidurnya.
Jibril berkata kepada Nabi
saw, salam kepadamu wahai Nabi yang mulia. Allah SWT ingin agar engkau melihat
sebahagian tanda-tanda kebesaran- Nya di alam. Kemudian Jibril berjalan bersama
Nabi saw. Mereka keluar dari rumah dan beliau menyaksikan Buraq yaitu makhluk
yang menyerupai burung dan mempunyai sayap seperti burung garuda; makhluk yang
terbuat dari kilat. kerana itu, ia dinamakan dengan Buraq. Kilat adalah listrik
dan listrik adalah cahaya. Cahaya adalah makhluk yang tercepat yang kita kenal
di bumi. Kilauan cahaya pada satu detik saja mencapai 186 ribu mil. Kita tidak
akan terlibat terlalu jauh tentang kenderaan luar angkasa yang digunakan dalam
perjalanan itu; kita tidak akan bertanya bagaimana Nabi saw menembus alam ruang
angkasa tanpa ada latihan sebelumnya dan berapa lama waktu yang beliau gunakan
untuk pulang pergi; kami juga tidak akan bertanya tentang kecepatan Buraq; kami
tidak hairan dengan usaha penembusan luar angkasa ini; kita tidak akan bertanya
tentang semua itu kerana kita mempunyai satu jawapan dari semuanya: Allah SWT
berkehendak agar hal itu terjadi dan untuk itu Allah SWT mengatakan kun
jadilah, maka jadilah.
Para ulama berselisih
pendapat tentang apakah Isra' dan Mi'raj terjadi dengan roh saja atau dengan
rohani dan jasad sekaligus. Ahli hakikat mengatakan bahawa itu terjadi dengan
roh dan jasad. Tentu perselisihan itu berakibat pada perselisihan akal dan
terjerumus dalam perangkap kaifa (bagaimana) dan bertanya tentang kekuasaan
Allah SWT dan usaha untuk menundukkan masalah ini terhadap sebab-sebab yang
biasa atau hukum-hukum kita yang alami atau logik kemanusiaan. Allah Maha Suci
dan Maha Tinggi dari semua itu. Apakah seseorang akan bertanya, bagaimana
Rasulullah saw naik berserta roh dan fiziknya ke puncak segala puncak di langit
kemudian beliau kembali sebelum tempat tidurnya dingin? Mukjizat apa yang
terjadi di sini yang melebihi mukjizat berubahnya air mani menjadi manusia dan
berubahnya benih menjadi pohon atau mukjizat air yang menghidupkan tanah, atau
ia mampu memuaskan kehausan si dahaga atau mukjizat cinta yang mengikat dua hati
yang belum pernah mengenal?
Sementara itu, Buraq
menundukkan badannya kepada Nabi saw kemudian Nabi saw menungganginya bersama
Jibril dan Buraq pergi bagaikan anak panah dari cahaya di atas gunung Mekah dan
pasir-pasir menuju ke utara. Jibril mengisyaratkan agar menuju arah gunung
Saina' lalu Buraq itu berhenti. Jibril berkata di tempat yang diberkati ini,
Allah SWT berdialog dengan Musa as. Kemudian Buraq kembali pergi ke Baitul
Maqdis, Nabi saw turun dari pesawat ini yang berjalan lebih cepat dari cahaya
dan jutaan kali lebih cepat darinya dan ia tidak berubah dari cahaya.
Nabi berjalan bersama
Jibril dan memasuki Baitul Maqdis. Beliau memasuki masjid dan beliau mendapati
semua nabi sedang menunggunya di sana. Allah SWT membangkitkan gambar para
nabi-Nya dari kematian dan mengumpulkan mereka di Masjid Aqsha. Para malaikat
memberinya suatu bejana yang di dalamnya terdapat susu dan bejana yang lain
yang di dalamnya terdapat khamer. Lalu beliau memilih susu dan meminumnya.
Dikatakan pada beliau, sesungguhnya engkau telah memilih fitrah dan umatmu akan
memilih fitrah.
Para nabi mengitari Rasul
saw dan datanglah waktu solat. Para nabi bertanya di antara sesama mereka,
siapa di antara mereka yang menjadi imam solat, apakah itu Adam, Nuh, Ibrahim,
Musa atau Isa? Jibril berkata kepada Muhammad saw, sesungguhnya Allah SWT
memerintahkanmu untuk solat bersama para nabi. Rasulullah saw berdiri dan solat
bersama para nabi. Mereka semua adalah orang-orang Muslim dan beliau adalah
orang-orang Muslim yang pertama. Secara logik bahawa beliau layak menjadi imam
dari para nabi sebagaimana kitabnya dijadikan kitab yang terbaik daripada
kitab-kitab yang mendahuluinya. Beliau membacakan Al-Qur'an kepada mereka dan
beliau menangis saat membacanya. Kekhusyukan beliau saat membacanya membuat
para nabi pun menangis. Dan ketika para nabi sujud di belakang imam mereka,
pohon-pohon dan bintang-bintang pun turut bersujud.
Selesailah waktu solat dan
para nabi membubarkan diri. Setiap nabi kembali ke langit yang mereka tinggal
di dalamnya. Nabi keluar dari masjid bersama Jibril dan mereka kembali
menunggang Buraq seperti panah dari cahaya. Buraq semakin meninggi dan ia
melewati langit pertama lalu beliau menyaksikan Nabi Adam. Kemudian ada
panggilan dari Allah SWT: "Hendaklah hamba-Ku semakin meninggi dan
menjauh." Kemudian hamba Allah SWT Muhammad bin Abdillah semakin terbang
menjauh ia melampaui langit demi langit. Beliau melampaui tempat materi dan
mulai menjangkau tempat rohani dan melewatinya. Beliau bersiap berdiri di
haribaan Ilahi; beliau semakin tinggi dan jauh di tingkat dan di puncak rohani
dalam kecepatan yang tidak kurang dari kecepatan kilat.
Beliau melampaui kedudukan
Nabi Adam di langit pertama dan melampaui kedudukan Nabi Yahya dan Nabi Isa di
langit kedua. Lalu Tuhan pemilik kemuliaan memanggil, "hendaklah hamba-Ku
lebih tinggi lagi." Kemudian hamba Allah SWT dan Nabi-Nya yang mulia
mencapai tingkat yang lebih tinggi lagi. Beliau melampaui langit yang ketiga,
keempat, kelima, keenam, dan ke tujuh. Beliau melampaui alam materi semuanya
dan melampaui alam rohani. Akhirnya, beliau sampai ke Sidratul Muntaha. Beliau
sampai di tempat yang suci yang Allah SWT menamakannya dengan sebutan Sidratul
Muntaha dan di sana Nabi melihat dan menyaksikan Jannatul Ma'wa. Beliau
menyaksikan yang kita tidak mampu mengetahuinya dan memahaminya bahkan
membayangkannya:
"(Muhammad melihat
Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.
Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak
(pula) melampauinya."
(QS. an-Najm: 16-17)
Sungguh terjadilah pada
tempat itu apa yang terjadi dengannya. Dengan kebesaran yang misteri ini, Allah
SWT memberitahu kita bahawa terjadilah hal penting di sana meskipun hakikat hal
tersebut tersembunyi dari kita. Sesuatu yang Allah SWT sembunyikan dari kita
tersebut disaksikan oleh Rasul saw. Itu adalah mukjizat yang khusus baginya;
itu adalah tingkat cinta yang tidak tersingkap tabirnya kerana ketinggiannya
yang tidak mampu ditangkap oleh pengetahuan manusia biasa.
Kemudian Tuhan pemilik
syurga dan neraka memanggil, "hendaklah hamba-Ku lebih tinggi lagi."
Hamba Allah SWT Muhammad bin Abdillah menaik ke tempat yang tinggi. Kali ini
beliau melihat Jibril yang berada di belakangnya lalu beliau mendapatinya dalam
keadaan bertasbih kepada Allah SWT. Jibril tidak berada dalam wujud manusia
seperti yang Nabi saksikan ketika berada di dunia. Jibril as kembali ke dalam
wujud malaikatnya. Nabi melihat Jibril dan ia merupakan tanda
kebesaran Allah SWT yang Allah SWT janjikan
untuk di perlihatkan kepadanya:
Penglihatannya
(Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula)
melampauinya."
(QS. an-Najm: 17)
Pemandangan itu terjadi
dengan hati dan mata serta panca indera yang dikenal dan yang tidak dikenal.
Pemandangan itu benar-benar jelas. Di sana bukan mimpi, bukan khayalan, dan
bukan gambaran. Rasul saw melihat semua itu dengan jasadnya dan rohaninya:
"Penglihatannya
(Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya."
(QS. an-Najm: 17)
Kemudian Rasulullah saw
menuju ke tempat yang tinggi dan lebih tinggi lagi. Beliau semakin naik ke
tingkat yang makin tinggi sampai beliau berdiri di hadapan Tuhan Pencipta
langit dan bumi dan Penebar kasih sayang di dunia dan di akhirat. Orang Muslim
yang paling sempurna itu bersujud di hadapan Tuhan Sang Pencipta sambil
berkata: "Sungguh penghormatan dan keberkatan serta selawat yang baik
tertuju hanya kepada Allah SWT." Allah SWT membalasnya: "Salam
kepadamu wahai Nabi dan rahmat Allah SWT serta berkat-Nya juga tercurah
kepadamu." Para malaikat pun ketika mendengar ucapan itu bertasbih dan
mengatakan: "Salam kepada kita dan kepada hamba-hamba Allah SWT yang
soleh."
Ungkapan-ungkapan tersebut
merupakan permulaan tahiyat (penghormatan) yang diucapkan orang-orang Muslim
saat mereka melaksanakan solat pada setiap hari. Solat telah diwajibkan atas
kaum Muslim pada kesempatan yang besar ini. Hal popular di kalangan umumnya
kaum Muslim adalah, bahawa Allah SWT mewajibkan atas Nabi mula-mula lima puluh
solat sehari. Kemudian Nabi turun dari langit lalu beliau menemui Nabi Musa.
Selanjutnya Nabi Musa bertanya kepadanya tentang jumlah solat yang diwajibkan
Allah SWT kepada umatnya. Nabi menceritakan bahawa Allah SWT telah menentukan
lima puluh kali solat. Nabi Musa berkata sungguh umatmu tidak akan kuat untuk
melakukan solat itu, maka kembalilah kepada Tuhanmu dan mohonlah kepadanya agar
Dia meringankan bagi umatmu. Lalu Nabi kembali kepada Tuhan-Nya sehingga Allah
SWT meringankan solat hingga sepuluh kali. Setelah itu, Nabi kembali bertemu
dengan Nabi Musa. Lagi-lagi Nabi Musa memperingatkannya. Kemudian Nabi kembali
lagi kepada Allah SWT sehingga sampai diturunkan solat dari lima puluh kali
menjadi lima kali sehari. Namun solat yang lima kali itu pahalanya sama dengan
solat yang lima puluh kali.
Menurut hemat kami, kisah
tersebut tidak memiliki sandaran dalam kitab-kitab ulama yang benar-benar
teliti. Kami kira, kisah itu tersebut merupakan rekayasa orang-orang Yahudi di
mana mereka masuk Islam dan mereka memenuhi kitab-kitab dengan dongeng-dongeng
khurafat dan mereka menisbatkannya kepada Rasul. Prasangka tersebut didukung
oleh pemilihan Musa sebagai seorang Nabi yang mengusulkan kepada Rasul saw agar
meminta keringanan atas umatnya sehingga terkesan Nabi Musa menjadi seseorang
yang lebih mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh Nabi Muhammad. Kami
sendiri cenderung untuk menolak kisah tersebut dengan keyakinan bahawa
pertemuan Nabi dengan Allah SWT menimbulkan rasa kebesaran dan kewibawaan yang
luar biasa sehingga ketika Nabi telah pergi, maka sangat berat baginya untuk
kembali lagi.
Nabi menyaksikan dan
melihat hal-hal yang tidak mampu diungkap oleh lisan dan tidak mampu ditulis
dengan pena. Beliau berada di suatu keadaan yang tidak dapat difahami oleh
manusia biasa. Al-Qur'an al- Karim sengaja tidak menyebutkan apa saja yang di
lihat oleh Nabi kerana itu merupakan rahsia antara Nabi dan Tuhannya dan
mukjizat yang khusus yang diperuntukkan baginya sebagai bentuk penghormatan
kepadanya. Jadi Al-Qur'an sengaja tidak menyebutkan itu semua untuk menegaskan
bahawa beliau melihat tanda dari tanda-tanda kebesaran Tuhannya.
Kami tidak mengetahui apa
yang di lihat oleh Nabi. Hal yang dapat kami bayangkan adalah, bahawa Nabi
bersujud dengan khusyuk di hadapan Tuhannya dan beliau menangis kerana gembira.
Kesedihan hatinya telah hilang selamanya. Setelah Nabi melihat rahsia dan
setelah penghormatan yang besar ini, beliau kembali menemani Buraq dan pergi
bersama Jibril untuk kembali ke bumi. Beliau kembali dan mendapati tempat
tidurnya masih dingin. Bagaimana beliau pergi dan kembali sementara tempat
tidurnya belum dingin? Berapa lama waktu yang diperlukannya saat melakukan
perjalanan tersebut? Hanya Allah SWT semata yang mengetahui. Yang kita ketahui
adalah, bahawa Rasulullah saw kembali ke tempat tidurnya setelah Isra' dan
Mi'raj dan hatinya dipenuhi dengan kegembiraan serta dadanya dipenuhi dengan
ketenangan dan kepuasan serta kefanaan dalam cinta kepada Allah SWT.
Kemudian datanglah waktu
pagi. Nabi menceritakan perjalanan dan pengalaman tersebut kepada
sahabat-sahabatnya dan orang-orang Musyrik sehingga berimanlah orang-orang yang
beriman padanya dan mendustakan kepadanya orang-orang yang mendustakannya.
Namun beliau tidak peduli dengan semua itu. Nabi terus melangsungkan perjuangannya
dengan penuh kesabaran.
Akhirnya, datanglah suatu
masa di mana Nabi saw mengetahui bahawa dakwah Islam di Mekah telah mengalami
penekanan yang luar biasa sehingga keadaan sangat tidak mendukung bagi kaum
Muslim. Rasulullah saw bergerak dengan dakwahnya. Lalu Allah SWT mewahyukan
kepadanya agar ia berhijrah. Kemudian mulalah Nabi berhijrah di jalan Allah SWT
setelah tiga belas tahun beliau di Mekah. Islam ingin membangun negaranya dan
ingin menghilangkan pengepungan dan serangan kaum musyrik. Mula-mula terjadilah
perubahan sedikit dalam keadaan kaum Muslim.
Rasulullah saw keluar
dalam musim haji untuk menunjukkan dirinya pada kabilah-kabilah Arab
sebagaimana yang beliau lakukan pada setiap musim. Beliau berada di tempat yang
bernama 'Aqabah, lalu beliau bertemu dengan jemaah dari Khazraj. Rasulullah saw
berkata kepada mereka, "siapa kalian?" Mereka menjawab: "Kami
berasal dari kelompok Khazraj." Beliau berkata. "apakah kalian
termasuk pembantu kaum Yahudi?" Mereka menjawab, "benar." Beliau
berkata, "maukah kalian duduk bersama aku kerana aku ingin sedikit
berbicara dengan kalian." Mereka menjawab: "Boleh." Kemudian
mereka duduk bersama Nabi lalu beliau mengajak mereka untuk mengikuti agama
Allah SWT.
Rasulullah saw sedikit menceritakan
Islam kepada mereka dan membacakan Al-Qur'an. Enam orang mendengarkan apa yang
disampaikan oleh Nabi saw. Setelah beliau selesai dari pembicaraannya, mereka
membenarkannya dan beriman kepadanya. Kemudian mereka menceritakan kepada Nabi
saw bahawa mereka meninggalkan kaumnya kerana kaum mereka terlibat peperangan
dan kebencian. Mudah- mudahan Allah SWT mengumpulkan mereka dengan kedatangan
Nabi saw yang mulia ini. Mereka memberitahu Nabi saw bahawa mereka akan
menceritakan kepada kaumnya apa yang mereka dengar dari Nabi saw dan akan
mengajak mereka untuk memenuhi dakwah Nabi.
Keenam lelaki itu kembali
ke kota Madinah yang berubah namanya menjadi Madinah Munawarah yang sebelumnya
ia bernama Yatsrib di zaman jahiliah. Allah SWT berkehendak untuk meneranginya
dengan Islam. Para lelaki itu kembali ke Madinah dan mereka membawa Islam di
hati mereka sehingga banyak orang yang masuk Islam.
Kemudian datanglah musim
haji dan keluarlah dari Madinah dua belas orang lelaki dari orang-orang yang
beriman yang di antara mereka terdapat enam orang yang Rasulullah saw telah
berdakwah kepada mereka pada musim yang dulu dan Nabi saw menemui mereka di
'Aqabah. Kemudian Nabi melakukan solat pada mereka agar mereka mempertahankan
keimanan dan membela dakwah kebenaran serta kemanusiaan.
Kaum lelaki itu kembali ke
Madinah disertai salah seorang yang terpercaya dari tokoh Islam yaitu Mus'ab
bin Umair di mana ia menjadi utusan Rasulullah saw di Madinah dan ia mengajari
manusia tentang agama mereka dan membacakan kepada mereka Al-Qur'an dan
menyerukan kebenaran kepada manusia sehingga tersebarlah Islam di Madinah.
Penduduk Madinah mulai bertanya-tanya, mengapa saudara- saudara kita kaum
Muslim Mekah ditindas? Mengapa Rasul saw keluar untuk berdakwah dan menebarkan
rahmat tetapi beliau justru mendapatkan angin kebencian? Sampai kapan kita akan
membiarkan Rasulullah saw teraniaya dan terusir di Mekah?
Demikianlah, pergilah
tujuh puluh orang ke Mekah, tujuh puluh orang dari penduduk Madinah Munawarah.
Mereka pergi ke 'Aqabah dalam keadaan sendirian dan berkelompok-kelompok. Islam
telah menghasilkan buah pertamanya dalam hati mereka sehingga hati mereka
dipenuhi cinta kepada Allah SWT dan Rasul-Nya serta kaum Muslim. Penderitaan
yang dialami kaum Muslim mempengaruhi jiwa mereka dan mencegah mereka dari
mendapatkan kenikmatan tidur dan nikmatnya memakan dan nikmatnya kehidupan.
Orang-orang yang baik itu datang dan berniat kepada Rasul saw untuk membela
beliau menolongnya dan melindunginya serta siap untuk mati di jalannya. Mereka datang
setelah hati mereka diliputi oleh Islam dan mereka memberikan segala sesuatu
untuk dakwah yang baru; mereka datang sebagai pencinta-pencinta kebenaran.
Kitab-kitab hadis yang
suci meriwayatkan apa yang terjadi pada baiat 'Aqabah al-Kubra. Dalam kitab tersebut
dikatakan bahawa Abbas Ibnu Abdul Muthalib datang bersama Nabi dan saat itu ia
masih berada dalam agama kaumnya. Ia ingin menyelesaikan urusan anak pamannya.
Ketika ia duduk dan berbicara, ia mengatakan suatu pernyataan yang
mengisyaratkan bahawa Muhammad saw mendapatkan kemuliaan dari kaumnya dan
kekuatan di negerinya tetapi ia enggan dan memilih untuk bergabung bersama
kalian wahai penduduk Madinah. Jika kalian memenuhi janjinya dan melindunginya,
maka ambillah ia, namun jika kalian khawatir jika suatu saat nanti akan
mengkhianatinya, maka mulai dari sekarang biarkanlah ia di negerinya.
Kata-kata Abbas tersebut
berasal dari fanatisme kesukuan dan ikatan darah keluarga namun penduduk
Madinah tidak begitu peduli dengan kalimat Abbas itu kerana ia bukan termasuk
dari agama mereka dan ia tidak mengetahui tingkat cinta kepada Rasul saw yang
mereka capai. Abbas bin Abdul Muthalib menunggu jawapan dari penduduk Madinah.
Lalu mereka berkata kepadanya, "Kami telah mendengar apa yang engkau
katakan, maka berbicaralah ya Rasulullah, ambillah untuk dirimu dan Tuhanmu apa
saja yang engkau sukai."
Kita ingin mengamati
jawapan sekelompok orang yang mukmin dari penduduk Madinah ini sehingga
Rasulullah saw berbicara. Jawapan yang dicari oleh Abbas bin Abu Muthalib tersembunyi
dalam pernyataan Nabi. Demikianlah setelah Rasulullah saw mengucapkan
kalimatnya, maka tidak keluar penyataan apa pun. Cukup hanya Nabi yang
berbicara dan mereka hanya menaatinya. Mereka meminta kepada beliau agar
mengambil pada dirinya dan Tuhannya apa saja yang beliau sukai; mereka merasa
tidak memiliki apa-apa dan tidak memiliki keputusan. Nabi berbicara lalu beliau
membaca Al-Qur'an dan mengajak ke jalan Allah SWT. Kemudian beliau berbicara
tentang Islam dan beliau membaiat mereka agar membantu beliau sehingga mereka
pun membaiat kepadanya. Demikianlah terjadinya baiat 'Aqabah al-Kubra.
Orang-orang yang terpilih
oleh Allah SWT itu mengetahui bahawa sebentar lagi mereka akan diajak untuk
mengangkat senjata: mereka diajak untuk mendapatkan kematian di bawah naungan
pedang. Mereka menenangkan Rasulullah saw bahawa beliau akan mendapati
orang-orang yang sudah terlatih dalam peperangan kerana mereka mewarisi dari
datuk-datuk mereka.
Salah seorang dari tujuh
puluh orang itu menyebutkan masalah yang penting. Abul Haitsyam berkata:
"sesungguhnya di antara orang-orang Madinah dan Yahudi terdapat suatu tali
ikatan, maka mereka boleh jadi akan memutuskannya lalu, apakah sikap yang harus
kita ambil jika mereka lakukan hal itu dan memusuhi orang-orang Yahudi,"
kemudian Allah SWT menolong Nabi dan memenangkan atas kaumnya, lalu ia kembali
kepada mereka dan meninggalkan mereka di bawah kasih sayang orang-orang Yahudi.
Perhatikanlah bahawa
pertanyaan tersebut berkisar pada kecintaan kepada Nabi dan keinginan agar Nabi
tetap bersama mereka selama perjalanan hari dan bulan. Masalah yang dituntut
oleh Abbas bin Abdul Muthalib secara jelas adalah masalah perlindungan mereka
kepada Nabi, di mana hal tersebut tidak lagi diperdebatkan oleh orang-orang
yang terpilih dari penduduk Madinah. Namun masalah yang mereka inginkan adalah
masalah perlindungan Nabi dan keberadaan Nabi bersama mereka di Madinah.
Nabi tersenyum dan beliau
mengatakan kalimat-kalimat yang justru menekankan bahawa ikatan akidah lebih
kuat daripada ikatan darah. Beliau berkata: "Tetapi darah adalah darah dan
kehancuran adalah kehancuran. Aku dari kalian dan kalian dariku aku akan
memerangi orang-orang yang kalian perangi dan aku akan berdamai dengan orang-
orang yang kalian berdamai dengan mereka."
Akhirnya, penduduk Madinah
pergi dan kembali ke negeri mereka. Kemudian berita tentang baiat ini sampai ke
telinga orang-orang Mekah dan para tokoh musyrik, lalu mereka justru menambah
penekanan kepada Rasulullah saw dan kaum Muslim.
Para preman Mekah berkumpul
di Darul Nadwah. Mereka menetapkan akan mengambil sesuatu keputusan penting
berkaitan dengan Nabi. Salah seorang dari mereka mengusulkan agar beliau
dibelenggu dengan besi lalu dibuang di penjara sehingga beliau mati kelaparan.
Sebahagian lagi mengusulkan agar beliau dibuang dari Mekah dan diusir. Abu
Jahal mengusulkan agar mereka mengambil dari setiap keluarga dari keluarga-
keluarga Quraisy seorang pemuda yang kuat, kemudian setiap dari mereka diberi
pedang yang terhunus dan hendaklah mereka memukulkan pedang itu ke tubuh Nabi.
Jika mereka berhasil membunuhnya nescaya semua kabilah bertanggungjawab
terhadap darah sang Nabi dan Bani Hasyim tidak akan mampu menuntut dan
memerangi orang Arab semuanya dan mereka akan menerima diat sebagai tebusan
dari pembunuhan itu. Demikianlah persekongkolan itu digelar dan mereka sepakat
untuk melaksanakan hal itu. Namun Al-Qur'an al-Karim menyingkap persekongkolan
yang dilakukan orang-orang kafir itu dalam firman-Nya:
"Dan (ingatlah), ketika
orang-orang kafir memikirkan tipu daya terhadapmu untuk menangkap dan
memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya
itu. Dan Allah sebaik-baih Pembalas tipu daya."
(QS. al-Anfal: 30)
Allah SWT mewahyukan
kepada Nabi-Nya agar ia berhijrah. Lalu Nabi mulai menyiapkan sarana-sarana
untuk hijrahnya. Beliau menyembunyikan urusan tersebut bahkan beliau tidak
memberitahu sahabat yang akan menemaninya. Rasulullah saw menyewa seorang
penunjuk jalan yang pengalaman yang mengenal padang gurun seperti mengenal garis-garis
tangannya. Yang menghairankan penunjuk jalan itu adalah seorang musyrik.
Demikianlah Nabi meminta bantuan kepada orang yang ahli tanpa memperhatikan
keyakinannya.
Kemudian datanglah malam
pelaksanaan kejahatan itu. Rasulullah saw memerintahkan Ali bin Abi Thalib
untuk tidur di tempat tidumya di malam tersebut. Datanglah pertengahan malam
dan Rasulullah saw pun keluar dari rumahnya. Para pemuda Mekah mengepung rumah.
Mereka menghunuskan pedangnya. Nabi menggenggam tanah lalu beliau
melemparkannya ke arah kaum sehingga mereka pun merasa kantuk sehingga Nabi saw
dapat menembus kepungan mereka. Beliau keluar dari Mekah dan berhijrah. Dengan
langkah yang diberkati ini, kaum Muslim menanggali tahun-tahun mereka.
Tahun dalam Islam adalah
tahun Hijrah, sedangkan kaum Masihi menanggali tahun mereka dengan kelahiran
Isa dan ini disebut dengan tahun Masihi. Adapun tahun-tahun Islam, maka ia
ditanggali pertama kalinya saat Rasulullah saw keluar berhijrah di jalan Allah
SWT. Hijrah Rasul bukan hanya lari dari penindasan tetapi lari dari kebekuan;
hijrah tersebut bukan keluar dari keamanan tetapi keluar dari bahaya. Islam di
Mekah hanya dapat mempertahankan dirinya tetapi ketika ia keluar ke Madinah ia
mempertahankan dirinya ketika menyerang. Dan selama beberapa tahun masa yang
dihabiskan di Mekah, tak seorang dari kaum Muslim yang mengangkat senjata.
Ketika mereka keluar ke Madinah, mereka mulai membawa senjata dan mulai
menyalakan obor peperangan. Islam mulai membawa senjata sebagaimana luka akan
sembuh dengan syarat jika diubati. Nabi saw mengetahui bahawa Islam tidak akan
menghabiskan usianya hanya untuk melawan serangan pada dirinya; Islam ingin
tersebar; Islam ingin mendirikan negaranya yang pertama yaitu suatu negara yang
belum pernah dikenal di muka bumi negara seperti itu. Negara yang mencapai
keadilan, kasih sayang, dan idealisme yang begitu luar biasa di mana hukum
Allah SWT ditegakkan dan kehormatan manusia benar-benar dijaga.
Inilah kedalaman hijrah
yang mengesankan yaitu pendirian negara Islam setelah sebelumnya membangun
individu masyarakat Muslim. Setelah Rasul saw membangun masyarakat Muslim dan
membangun masjid, maka beliau membangun suatu negara Islam. Selanjutnya,
sayap-sayap dakwah mengepak.
Kami kira pembaca tidak
akan bertanya, apa gunanya pembangunan masjid ditingkatkan sementara Islam
masih mengalami penindasan di muka bumi. Kami kira pembaca lebih pintar
daripada orang yang tidak mengetahui bahawa masjid yang dibangun Rasulullah saw
di Madinah bukan tempat peristirahatan dari keletihan, tetapi masjid merupakan
pusat dari kepemimpinan pergerakan Islam dan kepemimpinan menuju peperangan
Islam.
Manusia mandi di masjid
dengan cahaya Allah SWT setelah itu mereka mandi di kancah peperangan dengan
darah mereka. Pertanyaannya adalah, siapakah di antara mereka yang akan
terbunuh di jalan Allah SWT sebelum saudaranya? Demikianlah perlumbaan dalam
perbaikan terjadi di antara mereka. Dengan cara demikianlah Islam tersebar.
Sementara itu, Nabi
berlindung di suatu gua; di gunung yang bernama Tsur. Beliau masuk ke gua itu
bersama sahabatnya Abu Bakar. Dan orang- orang musyrik pergi menyusul beliau
dengan membawa pedang mereka. Lalu mereka sampai ke gunung itu. Abu Bakar
berkata kepada Rasul saw dengan keadaan gelisah, "seandainya salah seorang
mereka melihat di bawah kakinya nescaya mereka akan melihat kita."
Dengan tenang, Rasulullah
saw menepis kegelisahan Abu Bakar dan berkata: "Wahai Abu Bakar apa yang
kamu kira dengan dua orang yang ada di tempat yang sepi sementara Allah SWT
menjadi ketiga di antara mereka?" Sebelum Rasulullah saw mengakhiri
kalimatnya, terdapat laba- laba yang selesai dari menenun rumahnya di atas
pintu gua. Kitab-kitab sejarah mengatakan bahawa kaum musyrik mengikuti jejak
sang Nabi sehingga mereka sampai di gunung Tsur lalu di situlah mereka
mengalami kebingungan. Mereka mendaki gunung dan mendaki gua itu. Lalu mereka
melihat di atas pintu gua itu terdapat tenunan laba-laba. Mereka mengatakan,
seandainya seseorang masuk di dalamnya nescaya tidak akan terdapat tenunan
laba-laba di atas pintunya. Beliau tinggal di gua itu selama tiga malam.
Demikianlah keimanan
tenunan laba-laba yang lembut dimenangkan atas ketajaman pedang kaum musyrik
sehingga Nabi bersama sahabatnya pun selamat. Kini, kedua orang itu menuju
Madinah. Dan Madinah pun menyambut mereka. Ketika Rasulullah saw dan sahabatnya
memasuki Madinah, mula-mula masyarakat tidak mengenal siapa di antara mereka
yang menjadi Rasul kerana saking baiknya sikap Rasul terhadap sahabatnya.
Akhirnya, Nabi menerangi kota Madinah. Beliau membangun masjid dan mendirikan
negaranya serta memerangi musuh-musuhnya dan tersebarlah Islam dan Mekah pun
ditaklukkan dan Baitul Haram disucikan.
Beliau menanamkan dalam
akal dan hati suatu cahaya yang tidak akan pernah padam. Kemudian
berlangsunglah sepuluh tahun yang dilewatinya di Madinah di mana beliau tidak menggunakannya
untuk berleha-leha. Demikian juga selama masa tiga belas tahun yang beliau
lalui di Mekah, beliau pun tidak mendapatkan istirahat yang cukup. Semua
kehidupan beliau hanya untuk Allah SWT dan hanya untuk Islam. Beban berat yang
dipikul oleh punggung beliau yang mulia lebih berat dari beban yang dipikul
oleh gunung. Meskipun beliau seorang diri, tetapi beliau mampu memikul amanat
yang pernah Allah SWT tawarkan kepada langit dan bumi serta gunung namun mereka
pun enggan untuk memikulnya. kerana mereka menyedari bahawa mereka tidak akan
mampu memikulnya. Lalu datanglah beliau dan beliau pun mampu memikul amanat itu
dan melaksanakannya secara sempurna. Yaitu amanat untuk menyampaikan agama Allah
SWT; amanat untuk menyucikan akal manusia dari polusi khayalisme dan
khurafatisme: amanat yang mewarnai kehidupan dengan hanya sujud kepada Allah
SWT.
Kemudian mengalirlah dalam
memori Nabi saw suatu arus dari gambar- gambar hidup: bagaimana saat beliau
memasuki Madinah. Lewatlah di hadapan akal beberapa memori dan nostalgia:
bagaimana wahyu yang turun kepadanya dengan membawa risalah di gua Hira,
kemudian berubahlah pandangan dan bertiuplah angin kebencian kepadanya, bahkan
angin itu membawa pasir-pasir tuduhan-tuduhan yang dilemparkan ke wajah suci
beliau. Beliau berdiri sambil tersenyum dan hatinya dipenuhi dengan kesedihan
di hadapan gelombang gurun dan kesendirian serta badai kesengsaraan.
"Wahai manusia, tiada Tuhan selain Allah SWT. Demikianlah kalimat yang
beliau katakan. Meskipun kalimat itu tampak sederhana namun ia mampu
membangkitkan dunia. Dan bergeraklah patung-patung yang begitu banyak yang
memenuhi kehidupan dan mereka membekali dirinya dengan kegelapan dan kebencian
yang dialamatkan kepada sang Nabi. Para pembesar. para penguasa, wang, emas, serta
kebencian dan kedengkian syaitan yang klasik dan banyaknya orang-orang munafik,
semua ini menjadi musuh nyata sang Nabi pada saat beliau mengatakan "tiada
Tuhan selain Allah SWT." Nabi mengingat kembali Waraqah bin Nofel ketika
menceritakan kepadanya apa yang terjadi dan apa yang dialami beliau di gua
Hira. Tidakkah ia mengatakan kepadanya bahawa kaumnya akan mengusirnya?
Hari-hari hijrah sangat
panjang dan berat. Matahari sangat dekat dengan kepala dan rasa panas sangat
mencekik tenggorokan dan rasa pusing- pusing pun semakin meningkat. Setelah
hijrah, Nabi memasuki Madinah. Beliau disambut oleh kaum Anshar dengan sambutan
luar biasa. Beliau datang sendirian lalu mereka menolongnya; beliau datang
dalam keadaan takut lalu mereka mengamankannya; beliau datang dalam keadaan
lapar lalu mereka memberinya makanan; beliau datang dalam keadaan terusir lalu mereka
memberikan perlindungan.
Bangunan Islam mulai
ditancapkan di Madinah. Beliau mulai membangun negaranya setelah beliau
membangun sumber daya manusia Islam yang tangguh. Yang pertama kali dibangunnya
adalah sumber daya Islam, setelah itu beliau baru membangun negara. Tidak ada
nilai yang bererti dari satu sistem yang hanya berdasarkan prinsip-prinsip
besar yang tidak lebih dari sekadar tinta di atas kertas. Penerapan
prinsip-prinsip adalah tolok ukur final dari nilai apa pun yang diperlakukan di
dunia. Dan Islam telah berhasil menerapkan pada masa-masa pertamanya suatu
sistem yang belum pernah dikenal dalam kehidupan manusia suatu sistem seperti
itu. Yaitu sistem yang menunjukkan keadilan, persaudaraan, dan kasih sayang
yang mengagumkan. Hal yang pertama kali dilakukan Rasulullah saw adalah
membangun masjid di mana di situlah unta yang ditungganginya berhenti. Masjid
itu tampak sederhana. Tikarnya terdiri dari pasir-pasir dan batu-batu. Tiangnya
terbuat dari batang-batang kurma. Barangkali ketika turun hujan, maka tanahnya
akan menjadi lumpur kerana mendapat siraman air hujan. Mungkin ketika angin
bertiup dengan kencang, maka ia akan mencabut sebahagian dari atapnya.
Di bangunan yang sederhana
ini, Rasulullah saw mendidik generasi Islam yang tangguh yang dapat
menghancurkan orang-orang yang lalim dan para penguasa yang bejat dan mereka
mampu mengembalikan kebenaran ke singgahsananya yang terusir dan terampas. Mereka
mampu menyebarkan Islam di muka bumi. Masjid itu tampak kecil dan sederhana
sekali tetapi ia dipenuhi dengan kebesaran; masjid itu tidak menunjukkan
kemewahan sama sekali. Di dalamnya Al-Qur'an dibaca lalu orang-orang yang
mendengarnya menganggap bahawa mereka benar dan mendapatkan perintah harian
untuk menerapkan dan melaksanakan apa- apa yang mereka dengar.
Al-Qur'an dibaca di masjid
bukan seperti nyanyian yang orang-orang duduk akan merasa terpengaruh dengan
keindahan nyanyian dan suara pembaca. Dan masjid di dalam Islam bukanlah tempat
satu-satunya untuk ibadah. Menurut kaum Muslim semua bumi adalah masjid namun
masjid adalah simbol peradaban yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir,
sebagaimana ia menyuarakan ilmu, kebebasan dan persaudaraan.
Semua Nabi berbicara
tentang persaudaraan dan mengajak kepadanya dengan ribuan kata-kata. Sedangkan
Rasulullah saw telah mewujudkan persaudaraan itu secara praktis, yakni ketika
karakter masyarakat saat itu mencerminkan Al-Qur'an. Nabi mulai mempersaudarakan
kaum muhajirin dan Anshar di mana sahabat Anshar Sa'ad bin Rabi', seorang kaya
dari Madinah dipersaudarakan dengan Abdul Rahman bin 'Auf, seorang yang
berhijrah dari Mekah. Sa'ad berkata kepada Abdul Rahman: "Sesungguhnya,
tanpa bermaksud sombong, aku memang memiliki harta yang banyak daripada kamu.
Aku telah membagi hartaku menjadi dua bahagian dan sebahagiannya aku peruntukan
bagimu. Lalu aku mempunyai dua orang wanita, maka lihatlah siapa di antara
mereka yang mampu memikatmu sehingga aku menceraikannya lalu engkau dapat
menikahinya." Abdul Rahman bin 'Auf menjawab: "Mudah-mudahan Allah
SWT memberkatimu, keluargamu, dan hartamu. Di manakah pasar yang engkau
berdagang di dalamnya?"
Abdul Rahman bin 'Auf
keluar menuju ke pasar untuk bekerja. Ia kembali dan membawa sesuatu yang dapat
dimakannya. Ia menolak dengan lembut sikap baik Sa'ad dan kedermawanannya. Ia
bersandar pada keimanan kepada Allah SWT dan lebih memilih untuk bekerja dan
membanting tulang. Tidak berlalu hari demi hari kecuali ia tetap bekerja
sehingga ia mampu untuk membekali dirinya dan melaksanakan pernikahan.
Demikianlah masyarakat
Islam terbentuk dan menampakkan identitinya berdasarkan cinta, kebebasan,
musyawarah, dan jihad. Pekerjaan menurut Islam bukan suatu penderitaan untuk
mendapatkan roti atau potongan daging sebagaimana dikatakan peradaban kita masa
kini, tetapi pekerjaan dalam Islam melebihi ruang lingkup materi ini dan menuju
puncak yang lebih tinggi:
"Dan katakanlah:
'Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan
melihat pekerjaanmu itu. "
(QS. at-Taubah: 105)
Kesedaran bahawa apa yang
kita kerjakan akan di lihat oleh Allah SWT menjadikan pekerjaan itu mendapat
cita rasa yang lain. Yaitu suatu rasa yang melampaui nikmatnya memakan roti dan
daging. Setelah bekerja, datanglah cinta. Cinta dalam Islam bukan hanya
perasaan yang menetap dalam hati dan tidak diwujudkan oleh suatu perbuatan;
cinta dalam Islam merupakan langkah harian yang akan mengubah bentuk kehidupan
di sekitar manusia menuju yang lebih tinggi dan mulia.
Seorang Muslim mencintai
Tuhannya Pencipta alam semesta dan mencintai Rasulullah saw dan mencintai kaum
Muslim dan orang-orang yang berdamai dengan orang-orang Muslim, meskipun
keyakinan mereka berbeza dengannya. Bahkan seorang Muslim mencintai makhluk
secara keseluruhan: ia mencintai anak-anak, haiwan, bunga, pasir dan gunung
bahkan benda-benda mati pun mendapat cinta dari seorang Muslim. Seorang Muslim
jika dia benar-benar seorang Muslim akan merasakan cinta yang dialami oleh Nabi
Daud terhadap alam dan lingkungan di sekitarnya. Ini adalah perasaan sufi yang
tinggi. Seorang Muslim akan mewarisi cinta yang sebenarnya seperti yang
diwarisi Nabi Isa terhadap lingkungan yang baik yang ada di sekitarnya di mana
ketika Nabi Isa melihat tubuh anjing yang mati, maka Nabi Isa tidak melihat
selain keputihan giginya.
Demikianlah cinta yang
tersebar dalam kehidupan kaum Muslim di mana cinta itu pun tertuju kepada
binatang dan benda-benda mati. Cinta demikian ini tidak akan terwujud dengan
suatu keputusan dan tidak ditetapkan dengan suatu undang-undang, tetapi cinta
itu datang biasanya akibat dari kepuasaan akal dan hati dengan adanya
kepemimpinan besar yang hati cenderung kepadanya dan akal mengambil darinya.
Dan yang dimaksud dengan kepemimpinan besar tersebut adalah keberadaan sang
Nabi. Beliau adalah cermin terbesar dari tingkat cinta yang tertinggi. Beliau
adalah seorang yang paling banyak berbuat demi Islam dan paling banyak sedikit
mengharapkan balasan darinya. Meskipun beliau seorang pemimpin namun beliau
hidup dalam kesederhanaan. Beliau adalah seorang tentera yang paling sederhana.
Tempat tidurnya bersih tetapi kasar, dan rumahnya tidak menampakkan kesibukan
yang di dalamnya memasak berbagai macam hidangan. Beliau justru menyiapkan
hidangan yang sangat sederhana. Makanan utama beliau adalah roti kering yang
dicampur dengan minyak. Keinginan besar beliau adalah tersebarnya dakwah Islam.
Kaum Muslim menyedari
bahawa kesempurnaan Islam tidak akan terwujud kecuali ketika cinta Allah SWT
dan Rasul- Nya lebih didahulukan daripada cinta diri sendiri, cinta kepada
wanita, cinta kepada anak, kepentingan, kekuasaan, kehidupan, dan apa saja yang
tidak ada hubungannya dengan Allah SWT dan Rasul-Nya. Demikianlah kaum Muslim
sangat mencintai pemimpin mereka lebih dari kehidupan peribadi mereka. Di
samping pekerjaan dan cinta tersebut, didirikanlah pemerintahan Islam yang
berdasarkan kaedah-kaedah kebebasan, musyawarah dan jihad.
Kebebasan dalam Islam
bukan sekadar perhiasan yang dilekatkan kepada tubuh Islam tetapi ia merupakan
tenunan dari sel-sel yang hidup itu. Allah SWT telah membebaskan kaum Muslim
dari penyembahan selain dari-Nya. Dengan demikian, runtuhlah semua belenggu
yang hinggap di atas akal, hati, dan masyarakat. Seorang Muslim memiliki -
dalam Islam - suatu kebebasan yang diberikan kepadanya agar ia melihat sesuatu
dengan akalnya dan mendebat segala sesuatu dengan akalnya. Dan hendaklah ia
merasa puas dengan sesuatu yang dapat menenteramkan hatinya. Kebebasan dalam
Islam bukan kebebasan mutlak yang menjurus kepada anarkisme dan diskriminasi
tetapi kebebasan dalam Islam adalah kebebasan yang bertanggungjawab.
Dalam ruang lingkup
nas-nas yang pasti yang terdapat dalam Al-Qur'an atau sunah tidak ada kebebasan
di hadapan orang Muslim selain kebebasan untuk berlumba-lumba untuk menerapkan
apa yang mereka fahami. Selain itu, seorang bebas sampai tidak terbatas, dan
pintu ijtihad tetap terbuka sampai tidak ada batasnya, kerana pintu ijtihad
adalah akal dan menutup pintu ijtihad yakni menutup akal dan itu bererti akan
membawa kematian baginya. Islam tidak menerima orang-orang yang mati akalnya
atau mengalami kemunduran; Islam pada hakikatnya memperlakukan manusia dari
sisi akal dan hati.
"Adalah untukmu,
sedang kamu menginginkan bahawa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah yang
untukmu, dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan
ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir."
(QS. al-Anfal: 7)
Orang-orang Islam kerana
kekafiran mereka dan kebutuhan mereka serta situasi ekonomi yang memburuk, mereka
ingin bertemu dengan pasukan yang tidak bersenjata; mereka ingin bertemu dengan
kafilah yang kaya, bukan pasukan yang bersenjata; mereka membutuhkan harta
untuk menyebarkan dakwah. Namun Allah SWT menginginkan mereka dengan keadaan
seperti itu agar mereka berhadapan dengan pasukan kafir dan agar mereka mampu
memutus tali kekuatan orang-orang kafir sehingga kebenaran akan menang.
Keluarlah orang-orang
Muslim dalam peperangan Badar dengan membayangkan bahawa mereka akan
mendapatkan keuntungan dan kesenangan dengan banyak mengambil ganimah. Namun
Allah SWT menginginkan terjadinya peperangan yang berat, di mana itu berakibat
pada jatuhnya tokoh-tokoh kaum kafir Mekah sebagai korban darinya dan agar
Madinah dapat menahan penderitaan dan kefakiran yang dialaminya. Seharusnya
pengikut Islam tidak membayangkan untuk mengambil keuntungan tetapi ia justru
harus memberi kepadanya.
Nabi mengetahui sebagai
pemimpin pasukan ia harus mengingatkan pasukannya bahawa mereka akan menemui
kesulitan dan penderitaan, dan bukan masalah sepele seperti yang mereka
bayangkan. Nabi bermusyawarah dengan sahabat-sahabat. Beliau berbincang-bincang
dengan Abu Bakar Shidiq, Umar bin Khattab, dan Miqdad bin Amr. Lalu mereka
semua sepakat untuk terus melakukan peperangan apa pun hasilnya dan apa pun
pengorbanan yang harus dilakukan.
Kemudian Rasulullah saw
berkata: "Wahai para sahabat, tunjukkanlah diri kalian." Rasulullah
saw mengisyaratkan kepada kaum Anshar. Rasulullah saw khawatir jika mereka
memahami bahawa baiat yang terjadi di antara mereka yang berisi agar mereka
melindungi beliau jika beliau diserang di Madinah saja, dan memang pasal-pasal
dari baiat itu mendukung hal itu. Tidakkah mereka mengatakan kepada beliau:
"Ya Rasulullah, kami tidak akan bertanggungjawab kepadamu sehingga engkau
sampai di negeri kami. Jika engkau sampai di negeri kami, maka kami akan
bertanggungjawab untuk melindungimu."
Majoriti pasukan terdiri
dari orang-orang Anshar, maka Rasulullah saw ingin mengetahui keputusan
majoriti tentera sebelum dimulainya peperangan. Kaum Anshar mengetahui bahawa
Rasul saw ingin mengetahui pendapat kaum Anshar. Oleh kerana itu, Sa'ad bin
'Auf berkata: "Demi Allah, seakan-akan engkau menginginkan kami ya
Rasulullah." Nabi menjawab, "benar." Kemudian kaum Anshar
menyatakan apa yang mereka rasakan.
Mendengar pernyataan kaum
Anshar itu hilanglah kekhuatiran dan ketakutan Nabi, bahkan beliau bergembira
dan wajahnya berseri-seri. Rasulullah saw telah mendidik mereka berdasarkan
Islam dan Islam tidak mengenal pasal-pasal perjanjian namun ia justru tenggelam
dalam esensinya dan kedalamannya yang jauh. Kaum Anshar meyakinkan Nabi bahawa
mereka benar-benar beriman kepadanya, mencintainya dan akan mendengarkan apa
saja yang beliau katakan serta akan benar-benar mentaati beliau.
Sa'ad bin Mu'ad berkata:
"Ya Rasulullah, lakukanlah apa yang engkau inginkan dan kami akan
bersamamu. Demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran, seandainya engkau
membelah lautan lalu engkau menyelam di dalamnya nescaya kami akan menyelam
bersamamu dan tidak ada seseorang pun di antara kami yang akan
meninggalkanmu." Demikianlah keteguhan kaum Anshar. Kalimat tersebut
menetapkan peperangan paling penting dan paling berbahaya dalam sejarah Islam.
Perasaan kaum Anshar dan
Muhajirin dalam pasukan Rasul saw sangat berbeza dengan perasaan Nabi Musa
ketika mereka mengatakan kepadanya, "pergilah engkau wahai Musa bersama
Tuhanmu dan berperanglah, sesungguhnya kami di sini hanya duduk-duduk
saja." Namun kaum Muslim menyatakan bahawa seandainya Rasul saw
memerintahkan mereka untuk melalui lautan dengan berjalan kaki di atas ombaknya
nescaya mereka akan melakukan hal itu walaupun berakibat pada tenggelamnya
mereka dan kematian mereka dan tak seorang pun yang akan menentang perintah
Rasul saw tersebut.
Akhirnya, kaum Muslim
bersiap-siap untuk memasuki kancah peperangan lalu mereka membuat khemah-khemah
yang di situ ditentukan tempat peristirahatan dan pergerakan tentera Islam.
Tempat itu ditentukan oleh Rasul saw. Allah SWT membiarkan Rasul-Nya melakukan
kesalahan dalam memilih tempat sehingga itu akan dapat menjadi pelajaran bagi
kaum Muslim dalam kaedah umum dari kaedah-kaedah peperangan yaitu sikap
pemimpin pasukan untuk mengambil suatu kebijakan yang penting yang berdasarkan
pengalaman. Kemudian datanglah Habab bin Mundzir kepada Rasulullah saw dan
bertanya kepadanya, "apakah tempat yang kita jadikan sebagai pusat
pergerakan tentera kita merupakan pilihan dari Allah SWT dan Rasul-Nya hingga
kita tidak dapat mendahuluinya dan mengakhirinya yakni kita tidak dapat
memberikan pendapat kita ataukah itu hanya masalah yang bersifat teknik yakni
itu terserah pada pendapat kita dan sesuai kebijakan saat perang dan ia
merupakan tipu daya semata?"
Rasulullah saw berkata:
"Tetapi itu adalah pendapat peribadi, peperangan, dan tipu daya."
Habab berkata: "Ya Rasulullah ini adalah tempat yang tidak tepat."
Sahabat yang sarat pengalaman ini memilih tempat di mana pasukan Madinah dapat
minum darinya sedangkan pasukan Mekah tidak dapat mengambil darinya. Kemudian
berpindahlah pasukan Muslim menuju tempat yang telah ditentukan oleh pengalaman
militer.
Sampailah pasukan Mekah di
mana jumlah mereka mendekati seribu tentera dan mereka akan berhadapan dengan
tiga ratus tujuh belas pasukan Muslim. Pasukan Quraisy berada di tempat yang
jauh dari lembah.
Pasukan kafir terdiri
dalam perang Badar dari pemuka-pemuka Quraisy dan pahlawan-pahlawan mereka,
sedangkan pasukan Muslim terdiri dari keluarga-keluarga, ipar-ipar dan keluarga
dekat dari pasukan kafir. Allah SWT telah menentukan agar seorang anak bertemu
dengan ayahnya, saudara bertemu dengan sesama saudara dan sesama ipar bertemu
di medan peperangan. Mereka semua dipisahkan dengan suatu prinsip di mana
mereka ditentukan oleh pedang. Akhirnya, peperangan Badar pun terjadi dan
kaedah utama adalah kaedah persaudaraan sesama Muslim. Dan ketika pasukan
Muslim berpegang teguh di atas dasar Islam, maka pasukan kafir mulai terpecah
belah namun keadaan tersebut mereka sembunyikan.
Lalu 'Utbah bin Rabi'ah
berbicara di tengah-tengah pasukan Mekah dan mengajak mereka untuk menarik
kembali dari peperangan. 'Utbah memberikan pernyataan sesuai dengan tuntutan
akal sehat, "wahai orang-orang Quraisy demi Allah, jika kalian harus
memerangi Muhammad, maka kalian akan menyesal kerana kita berhadapan dengan
saudara- saudara kita sendiri. Boleh jadi kita akan membunuh anak paman kita,
atau salah seorang dari kerabat kita. Mengapa kalian tidak membiarkannya
saja?"
Kalimat yang rasional
tersebut cukup menggoncangkan pasukan Mekah. Sebahagian tentera merasa puas
dengan pernyataan tersebut kerana mereka melihat bahawa tidak ada gunanya
peperangan itu. Namun kebodohan justru memadamkan kalimat yang rasional itu.
Abu Jahal menuduh bahawa yang mengucapkan kata-kata adalah orang yang penakut.
Kemudian Abu Jahal lebih memilih pendapatnya untuk menetapkan terus memerangi
kaum Muslim.
Pemimpin pasukan kafir
yaitu Abu Jahal mengetahui bahawa Muhammad tidak pernah berbohong. Kitab-kitab
sejarah menceritakan bahawa Akhnas bin Syuraif menyendiri dalam perang Badar
bersama Abu Jahal sebelum terjadinya peperangan tersebut dan bertanya
kepadanya, "wahai Abul Hakam, tidakkah engkau melihat bahawa Muhammad
pernah berbohong? Abul Hakam menjawab: "Bagaimana mungkin ia berbohong
atas Allah, sedangkan kami telah menamainya al-Amin (orang yang dapat
dipercayai)." Peperangan tersebut bukan sebagai usaha untuk mendustakan
Rasul saw tetapi itu hanya semata-mata untuk menjaga kepentingan-kepentingan
sesaat dan keadaan ekonomi. Demikianlah orang-orang kafir mempertahankan nilai
yang paling rendah yang ada di muka bumi yang juga dipertahankan oleh binatang,
sementara kaum Muslim justru mempertahankan nilai yang paling tinggi di bumi
dan di langit yang ikut serta di dalamnya para malaikat.
Kemudian datanglah waktu
malam menyelimuti dua kubu. Tiga ratus tentera yang mukmin sudah bersiap-siap
dan mendekati seribu tentera musyrik. Orang-orang musyrik datang dengan
menunggangi tunggangan mereka dan tampak mereka memiliki persenjataan yang
lengkap, sedangkan setiap orang Muslim datang di atas satu kenderaan. Pakaian
yang dipakai orang-orang musyrik tampak masih baru dan pedang-pedang mereka
tampak mengilat serta baju besi yang mereka gunakan sangat unggul dan kuat.
Alhasil, mereka memiliki persiapan yang sangat mengagumkan sedangkan pakaian
yang dipakai orang-orang Muslim tampak sudah usang dan pedang-pedang kuno pun
mereka gunakan dan baju besi yang mereka gunakan tampak tidak sempurna.
Nabi melihat keadaan
pasukannya lalu hati beliau tampak sedih melihat pasukan tersebut. Beliau
berdoa kepada Tuhannya: "Ya Allah, Sesungguhnya mereka adalah orang-orang
yang lapar, maka kenyangkanlah mereka. Ya Allah, sesungguhnya mereka adalah
orang- orang yang tanpa alas kaki, maka tolonglah mereka. Ya Allah,
Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang tidak berpakaian, maka berilah
mereka pakaian."
Kemudian rasa kantuk
menghinggapi mata kedua pasukan lalu mereka beristirahat di tengah-tengah
malam. Jatuhlah hujan kecil yang membuat tempat itu basah sehingga kelembapan
mengitari kaum Muslim. Hujan tersebut membasuh tanah perjalanan dan menghilangkan
debu- debu kepayahan serta menyucikan hati dan membangkitkan kepercayaan atas
kemenangan dari Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika
Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteram dari-Nya, dan Allah
menurunkan hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu dan
menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu
dan memperteguh dengannya telapak kaki(mu)."
(QS. al-Anfal: 11)
Datanglah waktu pagi di
Badar lalu kaum Quraisy mulai menyerang, lalu Nabi memerintahkan pasukan Muslim
untuk bertahan. Rasulullah saw bersabda: "Jika musuh mengepung kalian,
maka usirlah mereka dengan panah dan janganlah kalian menyerang mereka sehingga
kalian diperintahkan."
Demikianlah ketetapan
militer yang sangat jitu yang bererti hendaklah kaum Muslim membentengi mereka
di tempat-tempat mereka agar orang-orang musyrik mendapatkan kerugian dari
serangan yang mereka lakukan. Kita mengetahui dari ilmu militer saat ini bahawa
seorang yang menyerang memerlukan tiga atau tiga kali lipat dari jumlah yang
biasa dilakukan sehingga serangannya betul-betul efektif; kita mengetahui
bahawa jumlah pasukan musyrik tiga kali lipat dibandingkan dengan tentera
Muslim. Kaum musyrik di lihat dari segi jumlah sangat memadai untuk memenangkan
peperangan, dan persenjataan mereka lebih lengkap dari persenjataan kaum
Muslim. Jumlah haiwan yang mereka miliki pun sama dengan jumlah mereka,
sedangkan tiap tiga orang Muslim berperang di atas satu tunggangan.
Keadaan saat itu sangat
menguntungkan kaum musyrik. Tanda-tanda kemenangan tampak menyertai bendera
kaum musyrik, tetapi kemenangan peperangan bukan kerana kebesaran jumlah
pasukan dan persenjataan yang lengkap. Terkadang peperangan justru dimenangkan
oleh unsur spirituil yang tidak kelihatan. Spirituil tentera dan keimanannya
tentang persoalan yang dipertahankannya serta keinginannya untuk mendapatkan
dua kebaikan: kemenangan atau kematian dan hasratnya yang tinggi untuk meneguk
madu syahadah, semua itu dapat mengubah seorang tentera menjadi makhluk yang
tidak terkalahkan. Boleh jadi ia akan merasakan kematian tetapi jauh dari
kekalahan. Demikianlah keadaan pasukan Muslim.
Sementara itu debu-debu
berterbangan di atas kepala pasukan yang bertempur dan kaum Muslim mencurahkan
tenaga yang keras dalam peperangan itu. Ketika dua pasukan saling bertemu dan
bertempur, Nabi saw melihat mereka, lalu Nabi saw menyaksikan pasukannya
terjepit. Pasukan yang berjumlah sedikit dengan persenjataan yang tidak lengkap
itu kini ditekan oleh orang kafir. Dalam keadaan demikian, Nabi saw meminta
pertolongan kepada Tuhannya: 'Ya Allah, kirimkanlah bantuan dan pertolongan-Mu.
Ya Allah, wujudkanlah janji-Mu kepadaku. Ya Allah, jika kelompok ini
dihancurkan, maka Engkau tidak akan disembah setelahnya di muka bumi."
Renungkanlah, bagaimana kesedihan Nabi saat terjadi peperangan itu. Oleh kerana
itu, kita dapat memahami mengapa Nabi saw meminta agar pasukannya dimenangkan.
Pemimpin pasukan tertinggi
Muhammad bin Abdillah keluar berperang di jalan Allah SWT dan saat ini kematian
sedang mengitari kaum Muslim, lalu apa yang difikirkan oleh Nabi saw pada
keadaan yang sulit tersebut? Pemikiran Nabi saw melebihi hal yang sekarang dan
menuju pada hal yang akan datang, dan yang menjadi fokus Nabi adalah
penyembahan Allah SWT di muka bumi: "Ya Allah, jika kelompok ini
dihancurkan, maka Engkau tidak akan disembah setelahnya di muka bumi."
Nabi tidak terlalu
mengkhuatirkan kehancuran kaum Muslim kerana Nabi justru mengkhuatirkan sesuatu
yang lebih besar dari itu. Yang beliau khuatirkan adalah penyembahan kepada
Allah SWT akan berhenti di muka bumi. Oleh kerana itu, Nabi meminta tolong
kepada Tuhannya dan mengingatkan kembali kepada Tuhannya dan Allah SWT lebih
tahu dari hal itu. Kemudian turunlah bala tentera malaikat yang dipimpin oleh
Jibril.
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika kamu
memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu:
'Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu
malaikat yang datang berturut-turut.' Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim
bantuan itu), melainkan sebagai khabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram
kerananya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana."
(QS. al-Anfal: 9-10)
Setelah itu Nabi saw
menghampiri sahabat Abu Bakar dan berkata: "Sampaikan berita gembira wahai
Abu Bakar, sesungguhnya telah datang kepadamu bantuan dari Allah SWT."
Turunnya para malaikat
merupakan cara untuk meneguhkan kaum Muslim dan berita gembira kepada mereka.
Mukjizat itu bukan terletak pada penyertaan para malaikat dalam peperangan,
namun melalui nas-nas ditegaskan bahawa peranan malaikat tidak lebih dari
sekadar membawa berita gembira dan memberikan dukungan moril serta memenuhi hati
dengan ketenangan. Kami kira bahawa Allah SWT ingin agar para malaikat
menyaksikan manusia-manusia malaikat yang mempertahankan akidah tauhid.
Demikianlah Allah SWT
mewahyukan kepada malaikat bahawa Dia bersama mereka. Oleh kerana itu,
hendaklah orang-orang yang beriman merasa tenang dan kebenaran akan tertancap
pada hati mereka sedangkan orang-orang kafir pasti akan merasakan ketakutan.
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika
Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka
teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman.' Kelak akan Aku
jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala
mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Ketentuan) yang demikian
itu adalah kerana sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barang
siapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras
seksaan-Nya. Itulah (hukum dunia yang ditimpakan atasmu), maka rasakanlah
hukuman itu. Sesungguhnya bagi orang-orang yang kafir itu ada (lagi) azab
neraka."
(QS. al-Anfal: 12-14)
Lalu orang-orang kafir pun
mengalami kekalahan. Setelah peperangan itu, terbunuhlah tujuh puluh kafir dan
tujuh puluh tawanan dari mereka dan sebahagian pasukan melarikan diri.
Runtuhlah tokoh-tokoh kebencian dan kelaliman di peperangan tersebut.
Hancurlahlah Abu Jahal, pemimpin pasukan, dan pahlawan-pahlawan Mekah kini
terkapar.
Rasulullah saw berdiri di
depan bangkai-bangkai orang-orang kafir dan berkata: "Wahai Utbah bin
Rabi'ah, wahai Syaibah bin Rabi'ah, wahai Umayah bin Khalf, wahai Abu Jahal bin
Hisam, apakah kalian menemukan apa yang dijanjikan oleh tuhan kalian kepada
kalian. Sungguh aku telah menemukan apa yang dijanjikan Tuhanku."
Orang-orang Muslim berkata: "Ya Rasulullah, apakah engkau memanggil kaum
yang sudah mati?" Rasulullah berkata: "Kalian tidak mengetahui apa
yang aku katakan kepada mereka, tetapi mereka tidak mampu menjawab
perkataanku." Rasulullah saw tinggal tiga malam di Badar kemudian beliau
kembali ke Madinah. Di depan beliau terdapat tawanan-tawanan perang dan
ganimah.
Kaum Muslim sangat
menanggung beban berat dengan banyaknya tawanan perang. Mula-mula Rasulullah
saw bermusyawarah dengan sahabat Abu Bakar dan Umar. Abu Bakar berkata:
"Ya Rasulullah, mereka adalah keturunan dari saudara-saudara dan keluarga,
dan aku melihat lebih baik engkau mengambil fidyah (tebusan) dari mereka
sehingga apa yang engkau ambil tersebut merupakan kekuatan bagi kita terhadap
orang-orang kafir, dan mudah-mudahan Allah SWT memberi petunjuk kepada mereka
sehingga mereka menjadi tulang punggung kita."
Kemudian Rasulullah saw
menoleh kepada Umar bin Khattab sambil berkata, "bagaimana pendapatmu
wahai Ibnul Khattab?" Lelaki itu berkata: "Demi Allah, aku tidak
sependapat dengan apa yang dikatakan Abu Bakar tetapi aku berpendapat,
seandainya aku mampu untuk bertemu dengan salah seorang kerabatku, maka aku
akan memukul lehernya, dan seandainya Ali mampu bertemu dengan keluarganya,
maka ia pun akan memukul lehernya begitu Hamzah sehingga Allah SWT mengetahui bahawa
tidak ada di hati kita kelembutan kepada kaum musyrik."
Pasukan Madinah dan
pasukan Mekah terdiri dari keluarga-keluarga yang terikat hubungan kekerabatan,
namun kehendak Allah SWT menetapkan terjadinya peperangan sesama keluarga:
antara anak dan orang tuanya. Umar menginginkan agar keadaan demikian terus
berlanjut sehingga orang-orang musyrik mengetahui bahawa Islam tidak ingin
berdamai. Kemudian Selesailah urusan itu dan terjadi peperangan di jalan Allah
SWT dan mengangkat senjata dan berperang adalah suatu kewajipan yang tiada
keraguan di dalamnya. Nabi saw menoleh kepada kaum Muslim dan mendapati
sebahagian besar mereka cenderung kepada pendapat Abu Bakar. Nabi saw mengikuti
pendapat majoriti saat itu. Pendapat majoriti salah dan hanya Umar yang benar.
Ini adalah peperangan
pertama yang dilalui oleh Islam. Hendaklah kaum Muslim harus meninggalkan
dorongan kemanusiaan mereka, yakni orang- orang kafir harus dibunuh agar
musuh-musuh Allah SWT mengetahui bahawa Islam telah memilih darah. Allah SWT
telah mendukung Umar bin Khattab dalam Al-Qur'an sehingga Nabi saw dan Abu
Bakar menangis ketika keduanya menyedari kesalahan mereka pada hari berikutnya,
lalu Umar memergoki mereka dalam keadaan menangis dan ia bertanya, "apa
yang menyebabkan Rasulullah saw dan temannya di gua menangis?" Kemudian
Rasulullah saw membaca Al-Qur'an:
"Tidak patut bagi
seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka
bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala)
akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya
tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, nescaya kamu ditimpa
seksaan yang besar kerana tebusan yang kamu ambil."
(QS. al-Anfal: 67-68)
Kedua ayat itu mengatakan
bahawa ini bukan saatnya melindungi para tawanan dan berusaha untuk menebus
mereka. Waktu Demikian belum saatnya. Nabi tidak berhak memiliki tawanan
kecuali jika ia telah melakukan banyak peperangan dan banyak berjihad dan telah
banyak membunuh dan dakwahnya telah mapan.
Kedua ayat tersebut
menyingkap tujuan di balik penebusan tawanan: "Kamu menghendaki harta
benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu)."
Demikianlah pemikiran yang
mempertimbangkan keadaan-keadaan aktual yang sulit. Itu adalah pemikiran yang
bersifat taktik sebagaimana yang kita ungkapkan dalam istilah moden dan bukan
pemikiran yang bersifat strategis. Kemudian para tawanan tersebut bukan tawanan
biasa tetapi menurut istilah moden mereka adalah penjahat-penjahat perang. Oleh
kerana itu, nyawa mereka harus ditumpahkan saat mereka dapat ditangkap,
meskipun mereka memiliki kekayaan yang banyak atau kedudukan yang tinggi. Islam
tidak mengakui kekayaan atau kedudukan, yang diakuinya adalah keimanan,
sedangkan pertimbangan-pertimbangan duniawi lainnya tidak dihiraukan oleh
Islam.
Nas Al-Qur'an
memperingatkan orang-orang yang menang bahawa kesalahan mereka bisa berakibat
pada datangnya seksaan yang bakal mereka terima tetapi Allah SWT mengampuni
mereka dan menurunkan rahmat-Nya: "Kalau sekiranya tidak ada ketetapan
yang telah terdahulu dari Allah, nescaya kamu ditimpa seksaan yang besar kerana
tebusan yang kamu ambil."
Seksaan tersebut memang
lebih dekat daripada pohon yang dekat ini, kemudian Allah SWT mengampuni mereka
dan Allah SWT mengampuni sahabat-sahabat yang terjun di perang Badar, baik dosa
yang lalu mahupun dosa mereka yang akan datang. Demikianlah Al-Qur'an ingin
mendidik kaum Muslim agar mereka tidak banyak mempertimbangkan urusan manusiawi
saat berperang. Jadi, Islam memulai peperangannya yaitu peperangan yang hanya
ditujukan kepada Allah SWT dan hendaklah peperangan tersebut dihilangkan dari
pertimbangan-pertimbangan yang sulit sehingga sahabat-sahabat Nabi mengetahui
bahawa kecenderungan kepada kesenangan duniawi akan berakibat pada kekalahan
mereka.
Dalam peperangan Uhud
jumlah kaum musyrik tiga ribu sedangkan jumlah kaum Muslim tiga ratus pasukan
setelah pemimpin orang-orang munafik Abdullah bin Saba' mengundurkan diri
pasukan. Kaum Muslim diletakkan di gunung dan Rasulullah saw membuat rencana
yang jitu untuk memenangkan pertempuran di mana beliau membagi pasukan pemanah
di puncak gunung untuk melindungi punggung kaum Muslim dan melindungi mereka
dari serangan dari arah belakang. Rasulullah saw memberi pengertian kepada pasukan
panah itu agar mereka tetap di tempatnya baik kaum Muslim menang mahupun kalah.
Yakni bahawa pasukan pemanah tidak boleh turun dari gunung dan meski berusaha
untuk melindungi kaum Muslim. Rasulullah saw berkata kepada mereka.
"lindungilah punggung-punggung kami. Jika kalian melihat kami sedang
bertempur, maka kalian tidak usah turun darinya dan tidak usah menolong kami,
dan jika kalian melihat kami memperoleh kemenangan dan mengambil ganimah, maka
kalian tidak boleh ikut serta bersama kami."
Setelah membuat keputusan
tersebut, Rasulullah saw kembali ke pasukan yang lain, lalu beliau membikin
suatu rencana untuk menyerang. Dan Dimulailah peperangan kemudian pasukan Islam
mendorong pasukan musyrik laksana angin yang kencang yang memporak-porandakan
ribuan kaum musyrik. Pada tahap pertama pasukan Islam tampak menguasai medan
dan berhasil menyapu kaum musyrik sehingga pasukan Mekah tampak berputus asa
meskipun mereka unggul secara bilangan dan meskipun mereka memiliki kekuatan
persenjataan yang lengkap, pasukan Mekah justru dikejutkan dengan ketangguhan
pasukan Muslim yang dapat memukul mundur mereka hingga mereka membayangkan
bahawa mereka tidak dapat memenangkan peperangan atau dapat bertahan di hadapan
pasukan Muslim.
Debu-debu peperangan mulai
berterbangan yang menyertai tanda-tanda kekalahan pasukan Mekah. Sementara itu,
para pemanah yang diletakkan Rasulullah saw di suatu tempat yang strategis
berfikir untuk memperoleh ganimah. Pasukan Mekah telah kalah dan mereka telah
melarikan diri dari pasukan Muslim, maka bagaimana seandainya para pemanah
turun dari tempat mereka untuk mengumpulkan harta rampasan dan ganimah.
Rasulullah saw telah mengingatkan mereka agar jangan meninggalkan tempat
mereka, apa pun yang terjadi tetapi pasukan pemanah itu justru berkhianat dan
menentang perintah Nabi saw setelah mereka membayangkan bahawa peperangan telah
selesai dan keuntungan akan diperoleh pasukan Madinah yang beriman.Pasukan
pemanah mengira bahawa Allah SWT akan menutupi kesalahan mereka dan akan
melindungi mereka sehingga mereka berhasil mengambil harta rampasan dan
ganimah. Sungguh keikhlasan telah tercabut dari hati sebahagian pasukan. Belum
lama hal tersebut berlangsung sehingga terjadilah perubahan yang drastik pada
peperangan. Pemimpin pasukan berkuda musyrik dalam peperangan Uhud yaitu Khalid
bin Walid yang kemudian ia menjadi tokoh Muslim adalah orang yang sangat genius
dalam peperangan. Begitu ia melihat pasukan pemanah lari dari tempat mereka,
maka ia melihat celah yang terbuka di tengah-tengah kaum Muslim, sehingga ia
segera memutarkan kudanya dan disertai pasukan yang mengikutinya. Kemudian ia
menyerang kaum Muslim dari belakang. Serangan yang dilakukan Khalid itu sangat
cepat dan sangat mengejutkan. Orang-orang musyrik mengambil kesempatan emas.
Mereka yang tadinya lari, kini mereka menarik diri dan justru menyerang
kembali.
Pasukan Muslim dikepung
dari dua arah oleh pasukan berkuda: satu dari belakang dan yang lain dari
depan. Kemudian berjatuhanlah korban- korban dari pasukan Muhammad bin
Abdillah. Banyak di antara mereka yang mati sebagai syahid saat mempertahankan
dan melindungi Rasulullah saw, bahkan sang Nabi pun hidungnya terluka dan
giginya pun runtuh dan kepala beliau yang mulia terluka sehingga beliau
mengucurkan darah.
Kemudian tersebarlah isu
bahawa Muhammad saw telah meninggal. Ketika mendengar itu, kaum Muslim sangat
terpukul dan sangat sedih sehingga kaum Muslim pun terpecah-pecah. Sebahagian
mereka kembali ke Mekah dan sekelompok yang lain ke atas gunung dan mereka
tetap menjaga Nabi saw yang mulia. Ketika mendengar kematian Nabi, Anas bin
Nadhir berkata kepada kaumnya: "Bangkitlah kalian dan matilah seperti
kematiannya. Apa yang kalian lakukan setelah kalian hidup sesudahnya."
Pasukan Muslim tetap
bertahan dan melakukan peperangan, lalu tekanan kaum musyrik semakin berat
kepada Nabi saw dan para sahabatnya. Kemudian terjadilah kejadian yang paling
sulit dalam sejarah umat Islam. Nabi saw berteriak saat melihat kaum musyrik
menekannya dan berusaha membunuhnya: "Barang siapa yang dapat mengusir mereka
dariku, maka baginya syurga."
Mendengar perkataan itu,
kaum Muslim segera mengitari Nabi saw dan melindungi beliau sehingga banyak
dari mereka berguguran sebagai syahid. Bahkan sahabat-sahabat Abu Juanah
melindungi Nabi saw sampai- sampai punggungnya dipenuhi dengan anak-anak panah.
Ia bagaikan baju besi yang dipakai kepada Nabi saw dan ia tetap kukuh
melindungi Nabi saw. Kemudian berubahlah keadaan kerana keteguhan dan
keberanian yang diperlihatkan oleh kaum Muslim. Pasukan Mekah merasa puas dan
mereka memilih untuk menarik diri. Saat itu orang-orang Quraisy tidak lebih
sedikit penderitaannya daripada orang-orang Muslim.
Setelah peperangan yang
dahsyat itu, kaum musyrik menarik diri setelah mereka berhasil membunuh
beberapa orang Muslim, bahkan mereka berhasil melukai pemimpin pasukan yaitu
sang Nabi saw. Semua itu terjadi kerana satu kesalahan yaitu kesalahan terletak
pada penentangan dan pembangkangan para pemanah terhadap perintah sang Rasul
saw dan usaha mereka untuk meninggalkan tempat mereka.
Ketika sebahagian kelompok
dari sahabat kehilangan pengorbanan dan kehilangan sikap ikhlas dalam hati
mereka, maka kesalahan tersebut harus dibayar oleh tentera yang paling berani
dan mulia di antara mereka yaitu sang Nabi saw. Langit tidak ikut campur untuk menyelamatkan
pasukan Islam itu. Kesalahan kaum Muslim itu harus dibayar oleh Rasul saw di
mana wajah beliau pun terluka bahkan keluar darah yang cukup deras dari luka
beliau sehingga setiap kali dituangkan air di atas luka itu, maka darah pun
semakin deras mengucur. Darah itu tidak berhenti kecuali setelah dibakarkan
potongan tembikar lalu dilekatkan di atasnya.
Luka beliau bukan hanya
bersifat materi tetapi luka spirituil beliau dan rohani beliau pun semakin
bertambah. Ini beliau rasakan ketika mendengar bahawa pamannya Hamzah gugur
sebagai syahid dan tidak cukup dengan itu, bahkan isteri Abu Sofyan yaitu
Hindun membelah perutnya dan mengeluarkan jantungnya serta mengunyahnya dengan
mulutnya. Semua itu semakin menambah kesedihan sang Nabi.
Kaum Quraisy menguasi
pasukan Muslim dan mereka memperlakukan dan menekan kaum Muslim secara aniaya.
Seandainya bukan kerana rahmat Allah SWT nescaya kaum Muslim akan mengalami
kekalahan yang teruk. Kemudian turunlah dalam Al-Qur'an al-Karim ayat-ayat yang
mendidik kaum Muslim agar mereka benar-benar ikhlas dan memahamkan mereka
bahawa kekalahan mereka sebagai akibat dari adanya pasukan di antara mereka
yang menginginkan dunia meskipun di antara mereka ada sebahagian yang
menginginkan akhirat. Jika terjadi demikian, maka tidak ada jalan untuk
memperoleh kemenangan. Ini bukanlah hal yang diinginkan oleh pasukan Muslim,
yang diharapkan adalah hendaklah semua pasukan tertuju untuk mencapai ridha
Allah SWT dan hanya mengharapkan akhirat. Jika demikian halnya, maka Allah SWT
akan memberi mereka dunia dan akhirat.
Allah SWT berfirman dan
menceritakan peperangan Uhud dalam surah Ali 'Imran:
"Di antaramu ada orang
yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada orang yang menghendaki akhirat.
Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu; dan
sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai kurnia (yang
dilimpahkan) atas orang-orang yang beriman."
(QS. Ali 'Imran:: 152)
Allah SWT memaafkan hal
itu. Orang-orang Muslim kini menghitung jumlah korban mereka dan mengubati
orang-orang yang terluka. Rasulullah saw bertanya tentang pamannya Hamzah, dan
ketika beliau mendapatinya di tengah-tengah sahabat yang gugur, dan orang-orang
kafir telah merosak jasadnya, maka beliau berkata dalam keadaan menangis:
"Tidak akan ada orang yang akan tertimpa sepertimu selama- lamanya."
Kemudian Nabi saw berdiri
dan memuji Allah SWT lalu beliau memerintahkan untuk mengembalikan orang-orang
yang terbunuh dari kaum Muslim ke tempat asal mereka di mana mereka terbunuh.
Saat itu keluarga mereka telah membawanya ke kuburan kemudian Nabi saw
mengumpulkan kedua orang laki-laki dari pahlawan-pahlawan Uhud dalam satu
pakaian dan beliau bertanya siapa di antara keduanya yang paling banyak
mengambil manfaat dari Al-Qur'an. Jika diisyaratkan kepada salah satunya, maka
beliau akan mendahulukannya untuk dimasukkan dalam liang lahad.
Rasulullah saw juga
memerintahkan agar mereka dikebumikan dengan darah mereka dan beliau pun tidak
mensolati mereka, serta tidak memandikan mereka. Allah SWT ingin memperlihatkan
bagaimana mereka dibangkitkan pada hari kiamat lalu beliau bersabda:
"Tiada seorang pun yang terluka di jalan Allah SWT kecuali Allah SWT
membangkitkannya di hari kiamat dalam keadaan di mana Iukanya akan mengucur
darah. Warna itu adalah warna darah dan baunya seperti minyak misik."
Bukanlah penderitaan yang
dalam yang merupakan pelajaran yang harus dimengerti kaum Muslim dari
peperangan Uhud sebagai akibat dari pembangkangan mereka dari perintah Rasul
saw dan ketidaktaatan mereka kepadanya, tetapi wahyu juga menurunkan berbagai
pelajaran yang lain yang dapat dimanfaatkan. Pelajaran yang terpenting setelah
pelajaran kesetiaan adalah penjelasan tentang sentral utama yang di situ kaum
Muslim berkumpul. Peribadi Rasulullah saw bukanlah markas yang di situ kaum
Muslim berkumpul yang ketika peribadi Rasulullah saw yang mulia pergi kerana
satu dan lain hal, maka orang-orang Muslim akan pergi dan meninggalkan beliau.
Tidak seharusnya peribadi Rasul saw menjadi markas atau sentral tetapi yang
menjadi sentral dari semuanya adalah pemikiran beliau. Itulah yang paling
penting.
Demikianlah bahawa
Al-Qur'an al-Karim mencela orang-orang yang meletakkan senjatanya ketika
tersebar isu terbunuhnya Nabi saw. Islam tidak akan mencapai puncaknya ketika
kaum Muslim berkumpul di sisi Rasulullah saw saat beliau masih hidup namun
ketika beliau terbunuh atau mati, maka mereka murtad di mana mereka membuang
senjatanya dan pergi mengurusi diri mereka sendiri. Orang-orang Islam adalah
orang- orang yang mengikuti prinsip bukan mengikuti peribadi. Muhammad bin
Abdillah memang seorang pemimpin manusia dan Imam para rasul dan penutup para
nabi, dan sebagai makhluk Allah SWT yang paling mulia, namun ini semua tidak
membenarkan bahawa seorang Muslim diperbolehkan untuk meletakkan senjatanya
ketika Rasul saw wafat atau terbunuh. Hendaklah seorang Muslim memanggul
senjatanya dan tidak membuang dari tangannya kecuali dalam dua keadaan: pertama
ketika ia telah memperoleh kemenangan dan kedua ketika ia telah mati.
Nas Al-Qur'an menjelaskan
secara gamblang hubungan kaum Muslim dengan akidah Islam, bukan dengan peribadi
sang Rasul saw. Allah SWT berfirman:
"Muhammad itu tidak lain
hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul.
Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang
siapa yang berbalik ke belakang, maha ia tidak dapat mendatangkan mudarat
kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang
yang bersyukur."
(QS. Ali 'Imran: 144)
Demikianlah bahawa
peperangan Uhud telah membawa dampak yang luar biasa terhadap kaum Muslim,
utamanya terhadap Nabi saw. Orang-orang yang terbunuh di perang Uhud adalah
sahabat-sahabat yang paling mulia dan paling banyak imannya. Mereka adalah
pilihan dari orang-orang Muslim yang pertama; mereka memikul beban dakwah di
saat-saat yang sulit bahkan mereka harus berhadapan dan memusuhi kerabat mereka
dan teman-teman mereka; mereka menjadi terasing saat menyatakan keislaman
mereka sebelum hijrah dan sesudahnya; mereka telah menginfakkan harta; mereka
berjuang di jalan Allah SWT; mereka telah bersabar dalam menanggung berbagai
macam penderitaan, dan ketika datang saat yang paling berbahaya dan pasukan
Islam telah terkepung di mana jiwa Rasul saw telah terancam, mereka justru
mencurahkan darah mereka bagaikan lautan yang menenggelamkan orang-orang kafir
dan mereka mampu melindungi sang Rasul saw dan mengubah jalan peperangan serta
menyelamatkan akidah tauhid.
Peperangan Uhud bukanlah
pengorbanan pertama yang dilakukan oleh kaum Muslim dan bukanlah merupakan
peperangan yang terakhir. Ia adalah satu peperangan di antara cukup banyak
peperangan yang dilalui oleh Islam untuk menyebarkan kalimat Allah SWT di muka
bumi dan membimbing hamba-hamba-Nya. Begitu juga pengorbanan Rasul saw, dan
peperangan Uhud bukanlah pengorbanan yang pertama terhadap Islam dan bukan juga
yang terakhir. Rasulullah saw telah hidup setelah diutusnya kepada manusia di
mana beliau telah memberikan semuanya untuk kehidupan dan untuk dakwah; beliau
tidak memiliki dirinya sendiri; beliau tidak memboroskan waktunya dengan
sia-sia bahkan beliau beristirahat sedikit saja. Semua kehidupan beliau
diberikan kepada dakwah dan untuk Islam. Beliau menjalani berbagai macam
peperangan dan beliau memikul berbagai macam penderitaan dan belum lama beliau
lari dari suatu masalah kecuali beliau berhadapan dengan masalah yang baru dan
lain; belum lama beliau menyelesaikan suatu krisis kecuali beliau menghadapi
krisis yang lain. Demikianlah kehidupan sang Nabi saw di mana beliau selalu
memberikan kontribusi dan sumbangannya demi kepentingan agama Allah SWT.
Silakan Anda mengamati
kehidupan sang Rasul saw dari sudut manapun yang Anda inginkan nescaya Anda
tidak akan menemukan sudut dari sudut-sudut kehidupan beliau kecuali dimulai
dan dipenuhi dengan pergelutan yang hebat.
Rasulullah saw telah
melalui pergelutan militer dalam berbagai macam pertempuran yang silih berganti
yang beliau lakukan. Beliau memulai pergelutan politiknya yang terwujud dalam
perundingan-perundingan dan surat-surat yang beliau kirimkan kepada penguasa
dan para raja di berbagai negara agar mereka memeluk Islam, bahkan beliau
melakukan pergelutannya dalam masalah peribadi di rumah tangga. Rumah tangga
beliau pun tidak kosong dari pergelutan. Beliau adalah pejuang sejati dalam
setiap waktu. Kalau kita mengenal Nabi Ibrahim sebagai seorang musafir di jalan
Allah SWT, maka Muhammad bin Abdillah adalah seorang pejuang di jalan Allah
SWT. Belum lama peperangan Uhud berakhir sehingga pengaruh-pengaruh buruknya
berbekas pada kaum Muslim. Orang-orang Arab Badwi mulai berani bersikap kurang
ajar kepada mereka, demikian juga orang-orang Yahudi, apalagi orang-orang
munafik dan tidak ketinggalan orang-orang Quraisy pun mulai menyudutkan kaum
Muslim.
Kemudian datanglah utusan
dari kabilah Arab kepada Rasul saw dan mereka mengatakan kepada beliau bahawa
mereka mendengar tentang Islam dan mereka ingin memeluknya, maka hendaklah
beliau mengutus kepada mereka beberapa dai dan mubaligh untuk mengajari mereka
tentang dasar-dasar agama. Nabi saw mengutus bersama mereka sekelompok para dai
yang dipimpin oleh 'Ashim bin Tsabit. Ternyata orang-orang itu berkhianat atas
para sahabat-sahabat yang berdakwah itu dan mereka pun dibunuh. Bahkan tiga di
antara mereka ditawan dan dijual di Mekah. Dijualnya mereka di Mekah bererti
mereka diserahkan pada kelompok orang-orang Quraisy yang telah lama menunggu
untuk menangkap kaum Muslim. Kaum Quraisy Mekah membunuh tiga tawanan kaum
Muslim itu. Orang-orang Muslim sangat sedih mendengar dai-dai Allah SWT itu
terbunuh dengan cara yang begitu tragis.
Ketika datang kepada Nabi
saw orang-orang yang minta pada beliau agar dikirim utusan dari kalangan
mubaligh untuk menyebarkan Islam untuk para kabilah kaum Najd, maka Nabi kali
ini betul-betul mempertimbangkan antara kepentingan menyebarkan Islam dan
perlindungan terhadap kehormatan manusia. Lalu beliau memilih untuk kepentingan
dakwah Islam. Beliau menyedari bahawa beliau mengutus para sahabatnya dalam
bahaya; beliau memberitahu mereka bahawa mereka akan menghadapi suatu keadaan
yang misteri yang tiada mengetahuinya kecuali Allah SWT. Namun bahaya tersebut
sudah menjadi bahagian dari cita rasa kehidupan yang selalu meliputi dakwah
Islam.
Ketika Nabi saw
mengutarakan kekhuatirannya terhadap para sahabatnya yang bakal diutusnya di
tengah kabilah itu, orang-orang yang meminta beliau untuk mengutus para
sahabatnya menyakinkan beliau bahawa mereka akan melindungi sahabat beliau.
Kemudian Nabi saw memerintahkan tujuh puluh orang pilihan dari sahabatnya untuk
pergi dan berjihad di jalan Allah SWT serta mengajak manusia untuk mengikuti
Islam. Lalu pergilah para sahabat yang kemudian dikenal dengan sebutan
al-Qurra' (yaitu orang-orang yang pandai membaca Al-Qur'an dan menghafalnya).
Mereka adalah para dai yang terbaik yang diutus Nabi di mana pada siang hari
mereka memikul kayu bakar dan pada malam hari mereka sibuk dalam keadaan solat.
Ketika datang perintah Rasulullah saw kepada mereka untuk pergi dan berdakwah
mereka pun pergi dalam keadaan gembira kerana mereka diajak untuk berjihad di
jalan Allah SWT. Mereka melangkahkan kaki dengan mantap di tanah orang-orang
munafik dan para pengkhianat sehingga mereka sampai di suatu sumur yang bernama
sumur Ma'unah. Kemudian mereka mengutus salah seorang di antara mereka untuk
menemui pemimpin orang-orang kafir di negeri itu. Mubaligh dari sahabat
Rasulullah saw itu menyampaikan surat Nabi yang dibawanya di mana beliau
mengharapkan agar masyarakat di situ masuk Islam, tetapi ia dikejutkan dengan
adanya pisau yang menembus punggungnya. Mubaligh itu berteriak saat ia
tersungkur: "sungguh aku beruntung demi Tuhan pemelihara Ka'bah."
Kemudian pemimpin
orang-orang kafir itu mengangkat senjata dan mengumpulkan para kabilah untuk
memerangi para mubaligh di jalan Allah SWT itu sehingga sahabat-sahabat terbaik
yang berdakwah di jalan Allah SWT itu pun gugur di sumur Ma'unah. Jasad-jasad
mereka menjadi makanan dari burung nasar dan burung-burung yang lain. Dari
tujuh puluh orang yang dikirim itu hanya seorang yang selamat yang kembali
kepada Nabi saw. Ia menceritakan apa yang dialami oleh fuqaha-fuqaha Muslimin
di mana mereka dikhianati. Ketika mendengar berita tentang tragedi itu, Nabi
sangat terpukul dan sedih. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dan berkata
kepada sahabat-sahabatnya: "Sungguh sahabat-sahabat kalian telah terbunuh
dan mereka telah meminta kepada Tuhan mereka. Mereka mengatakan, Tuhan kami,
berikanlah kami ujian sesuai dengan kehendak-Mu dan ridha-Mu. Apa saja yang
menjadi kepuasan-Mu kami pun akan merasakan kepuasan."
Sungguh penderitaan yang
dialami oleh Islam sangat berat, terutama yang menimpa para sahabat yang gugur
sebagai syahid di sumur Ma'unah. Nabi saw sangat sedih mendengar sikap
orang-orang Arab dan orang- orang kafir terhadap Islam. Mereka telah mengejek
dan merendahkan kaum mukmin sampai pada batas ini. Kemudian beliau menetapkan
akan kembali mengangkat kewibawaan Islam dengan tindak kekerasan.
Dalam keadaan seperti ini,
bergeraklah orang-orang Yahudi untuk membunuh Rasulullah saw. Pada suatu hari
beliau pergi ke Bani Nadhir untuk menyelesaikan suatu urusan. Kemudian
mula-mula mereka menampakkan persetujuan atas apa yang diucapkan beliau. Mereka
mendudukkan Nabi di bawah naungan benteng-benteng mereka, lalu mereka
bersekongkol untuk melenyapkan beliau; mereka menetapkan untuk melemparkan batu
yang berat dari atas benteng itu saat beliau duduk dan tidak membayangkan akan
terjadinya kejahatan yang direncanakan padanya. Namun Allah SWT mengilhami
Rasul-Nya akan datangnya bahaya kepada beliau, lalu beliau bangun sebelum
pelaksanaan tipu daya itu. Lalu beliau segera pergi menuju rumahnya. Beliau
berfikir saat beliau kembali ke rumahnya dengan membawa penderitaan yang baru.
Pembangkangan dan pengkhianatan tersebut tidak akan dapat berhenti kecuali
setelah Islam menunjukkan taringnya. Islam ingin mengembalikan kewibawaannya
dengan cara mengangkat senjata.
Rasul saw mengutus utusan
ke Bani Nadhir dan memerintahkan mereka untuk keluar dari Madinah, bahkan Rasul
saw memberi waktu kepada mereka hanya sepuluh hari. Kemudian orang-orang
munafik yang ada di Madinah bersatu bersama orang-orang Yahudi dan mereka sepakat
untuk memerangi Islam. Namun ketika berhadapan dengan Islam, orang-orang Yahudi
menelan kekalahan. Kemudian turunlah surah al-Hasyr yang menyebutkan pengusiran
orang-orang Yahudi dan menyingkap kedok orang-orang munafik. Setelah kemenangan
yang meyakinkan ini, Rasul saw keluar bersama sahabatnya untuk membalas
kejadian yang menimpa sahabat-sahabatnya yang dikenal dengan al-Qurra' itu.
Rasul saw ingin mengembalikan kewibawaan Islam. Kemudian pasukan Rasul saw itu
mampu membuat para pengkhianat dari orang-orang Arab ketakutan. Hanya sekadar
mendengar nama pasukan Muslim, maka serigala-serigala gurun yang dulu bengis
itu pun ketakutan laksana tikus-tikus yang panik yang bersembunyi di bawah
lubang-lubang gunung. Orang-orang Quraisy mendengar kegiatan pasukan Islam.
Pasukan Quraisy menarik diri saat mereka mendekati Dahran, sementara pasukan
Muslim berada di Badar. Mereka menunggu pertemuan yang disepakati di Uhud.
Orang-orang Muslim menyala-kan api selama delapan hari sebagai bentuk tantangan
dan menunggu kedatangan kaum kafir sehingga ketika mereka (kaum kafir) telah
pergi, maka citra kaum Muslim pun terangkat setelah mereka menerima kepahitan
dalam peperangan Uhud.
Kaum Muslim menoleh ke
arah utara jazirah Arab setelah menetapkan kewibawaan mereka di selatan.
Kabilah di sekitar Daumatul Jandal dekat dengan Syam merampok di tengah jalan
dan merampas kafilah yang berlalu di situ, bahkan kenekatan mereka sampai pada
batas di mana mereka berfikir untuk menyerbu Madinah. Oleh kerana itu,
Rasulullah saw keluar bersama seribu orang Muslim yang mereka bersembunyi di
waktu siang dan berjalan di waktu malam, sehingga setelah lima belas malam
beliau sampai ke tempat yang dekat dengan tempat tinggal musuh-musuh mereka
lalu mereka menggerebek tempat itu. Pasukan kafir itu dikejutkan dengan
kedatangan kaum Muslim yang begitu cepat.
Kita akan mengetahui
bahawa alat komunikasi yang dimiliki oleh Rasulullah saw sangat unggul
sebagaimana alat pertahanan beliau pun sangat unggul. Serangan mendadak yang
dilakukan oleh pasukan Rasulullah saw menunjukkan bahawa mereka memiliki
pertahanan yang luar biasa. Sistem pertahanan yang luar biasa sebagaimana
kedatangan pasukan yang secara tiba-tiba itu menunjukkan kemampuan pasukan
Islam untuk menyusup.
Demikianlah, terjadilah
hari-hari pertempuran militer. Belum lama Nabi saw meletakkan baju besinya, dan
beliau kembali membangun peribadi kaum Muslim sehingga beliau terpaksa kembali
memakai baju besinya dan kembali berperang. Ketika musuh-musuh Islam yang
berada di sekelilingnya melihat bahawa kemampuan militer mereka tidak dapat
menandingi kemampuan kaum Muslim, maka mereka sengaja melakukan cara-cara baru
untuk memerangi Islam. Yaitu peperangan psikologi atau peperangan urat saraf
dengan cara menyebarkan berbagai macam isu atau apa yang dinamakan Al-Qur'an
al-Karim dengan peristiwa al-Ifik (kebohongan). Setelah peperangan Bani
Musthaliq yaitu peperangan yang membawa kemenangan yang cepat bagi kaum Muslim,
terjadilah kesalahfahaman dan pertengkaran di antara sahabat-sahabat yang biasa
mengambil air di mana salah seorang mereka berteriak: "wahai kaum
Muhajirin," dan yang lain berteriak: "Wahai kaum Anshar."
Peristiwa yang sangat
sepele itu dimanfaatkan oleh pemimpin kaum munafik yaitu Abdullah bin Ubai.
Abdullah bin Ubai memprovokasi orang- orang Anshar untuk menyerang kaum
Muhajirin. Ia ingin membangkitkan luka-luka jahiliah yang lama yang telah
dibuang dan telah dikubur oleh Islam, Salah satu yang dikatakan oleh Ibnu Ubai
adalah, "sungguh mereka telah menyaingi kita dan mengambil kebaikan dari
dan seandainya kita telah kembali ke Madinah nescaya orang-orang yang mulai
akan dapat mengusir orang-orang yang hina di dalamnya."
Zaid bin Arqam
menyampaikan kalimat si munafik itu kepada Nabi saw, di mana kalimat itu berisi
provokasi terhadap orang-orang Anshar untuk menyerang kaum Muhajirin. Ubai
menginginkan agar mereka berpecah belah dan agar kesatuan mereka runtuh. Si
Munafik itu segera datang kepada Rasul saw dan menafikan apa yang dikatakannya.
Orang-orang Muslim secara lahiriah membenarkan perkataan si munafik itu dan
mereka justru menuduh Zaid bin Arqam salah mendengar. Tetapi hakikat peristiwa
itu tidak tersembunyi dari Nabi saw sehingga peristiwa itu sangat menyedihkan
beliau. Lalu beliau mengeluarkan perintah agar para sahabat pergi ke suatu tempat
yang tidak biasanya mereka lalui. Kemudian beliau pergi bersama sahabat di hari
itu sampai waktu malam menyelimuti mereka. Dan kini, mereka memasuki waktu
pagi. Kepergian yang singkat dan tiba-tiba itu mampu menepis kebohongan yang
dirancang oleh si Munafik, Abdullah bin Ubai. Yaitu kebohongan yang bertujuan
untuk membakar persatuan kaum Muslim ketika ia berusaha untuk menyalakan api di
tengah-tengah rumah sang Nabi saw.
Ketika Nabi masih memiliki
kekuatan yang menakutkan bagi yang mencuba melawannya, maka mereka pun
melakukan berbagai penipuan dan, makar. Dan salah satu yang menjadi objek tipu
daya itu adalah isteri beliau, yaitu Aisyah. Alkisah, Aisyah pada suatu hari
pergi untuk memenuhi hajatnya lalu dilehernya terdapat anting-anting. Setelah
ia memenuhi hajatnya, anting-anting itu terjatuh dari lehernya dan ia tidak
mengetahui. Ketika Aisyah kembali dari kafilah yang telah siap-siap untuk
pergi, ia kembali mencari kalungnya sampai ia menemukannya. Sementara itu
orang-orang yang membawanya dalam tandu (haudaj) mengira Aisyah sudah berada di
dalamnya. Mereka tidak ragu dalam hal itu kerana memang berat badan Aisyah
sangat ringan.
Pasukan Nabi berjalan dan
membawa tandu, sedangkan Aisyah tidak ada di dalamnya. Aisyah kembali dan tidak
mendapati pasukan di mana mereka telah pergi. Aisyah merasa hairan atas
kepergian pasukan yang begitu cepat. Aisyah merasa takut saat ia berdiri
sendirian di padang gurun. Aisyah berusaha bersikap baik, ia duduk di tempatnya
di mana di situlah untanya duduk juga. Aisyah melipat-lipat pakaiannya sambil
berkata dalam dirinya: Mereka akan mengetahui bahawa aku tidak ada dan kerana
itu mereka akan kembali mencariku dan akan menemukan aku.
Sementara itu, Sofwan bin
Mu'athal juga tertinggal kerana ia melakukan keperluannya. Ia berjalan dari
arah yang jauh lalu ia melihat bayangan orang yang tidak begitu jelas. Sofwan
mendekat dan tiba-tiba ia mengetahui bahawa ia sedang berdiri di hadapan
Aisyah. Ia melihat Aisyah sebelum diwajibkannya perintah memakai hijab (jilbab)
atas isteri-isteri Nabi. Ketika melihatnya, Sofwan berkata: "Sesungguhnya
kita milik Allah SWT dan kepadanya kita akan kembali,... isteri Rasulullah
Aisyah tidak menjawab.
Sofwan mundur dan
mendekatkan untanya kepadanya sambil berkata: "Silakan Anda
menaikinya." Aisyah pun menaikinya. Kemudian Sofwan membawanya pergi dan
mencari pasukan yang telah meninggalkannya. Sementara itu, pasukan Nabi sedang
beristirahat. Para sahabat mengira bahawa Aisyah masih berada dalam tandu.
Tiba-tiba mereka terkejut ketika Aisyah datang kepada mereka bersama Sofwan
yang menuntun untanya.
Tokoh munafik Abdullah bin
Ubai segera memanfaatkan kesempatan emas ini. Ia membuat kisah bohong yang
terkesan menuduh isteri Nabi melakukan pengkhianatan. Abdullah bin Ubai pandai
memilih beberapa sahabat yang dikenalinya sebagai orang-orang yang mudah
percaya dan cenderung membenarkan hal-hal yang bersifat lahiriah, atau ia
mengetahui bahawa di antara mereka dan Aisyah terdapat kedengkian sehingga
mereka suka jika tersebar kebohongan yang berkenaan dengan Aisyah.
Demikianlah pemimpin
munafik itu berhasil menjerat beberapa sahabat dalam tali kebohongannya, di
antaranya Hasan bin Sabit. Musthah, dan seorang wanita yang dipanggil Hamnah
binti Jahasv. yaitu saudara perempuan Zainab binti Jahasy isteri Rasulullah
saw. Ketiga orang itu tertipu dengan kebohongan tersebut lalu mereka
menyebarkannya sehingga orang-orang yang terjerat dalam kebohongan itu
mengatakan apa saja yang mereka inginkan. Akhirnya. pasukan pun bergoncang
dengan isu itu. Sementara itu, Aisyah tidak mengetahui sedikit pun tentang hal
tersebut. Isu tersebut bertujuan untuk menjatuhkan Islam dan melukai perasaan
Rasullullah saw dan itu termasuk peperangan menentang Rasulullah saw dan ajaran
yang dibawanya. Begitu juga ia bertujuan menunjukkan bahawa kaum Muslim tidak
konsekuen dengan akidah yang mereka yakini dan secara tidak langsung ia juga
menyerang kesucian rumah tangga Aisyah.
Pasukan kembali ke Mekah
dan Aisyah jatuh sakit, namun ia tidak mengetahui isu-isu yang dikatakan
tentang dirinya. Kemudian Rasulullah saw mendengar hal itu sebagaimana ayahnya
Abu Bakar dan ibunya pun mendengarnya, namun tak seorang pun di antara. mereka
yang memberitahu Aisyah. Begitu juga Rasul saw tidak menceritakan peristiwa itu
di hadapan Aisyah. Namun sikap beliau berubah di mana beliau tidak lagi
menunjukkan perhatiannya seperti biasanya saat Aisyah sakit. Ketika beliau
menemui Aisyah dan saat itu ibunya ada di situ, beliau berkata: "Bagaimana
keadaanmu?" Beliau tidak lebih dari mengucapkan kata-kata itu. Ketika Aisyah
melihat perubahan sikap Rasul saw, ia mulai marah. Pada suatu hari ia berkata
pada Nabi: "Seandainya engkau mengizinkan aku, nescaya aku akan pindah ke
tempat ibuku." Beliau menjawab: "Itu tidak ada masalah."
Aisyah pun pindah ke
tempat ibunya dan ia tidak mengetahui sama sekali apa yang sebenarnya terjadi
padanya. Setelah melalui lebih dari dua puluh malam, Aisyah sembuh dari
sakitnya dan ia pun belum mengetahui hal-hal yang dikatakan tentang dirinya.
Umul mu'minin Aisyah menceritakan bagaimana ia mengetahui isu bohong tersebut
dan bagaimana Allah SWT membebaskannya dari isu itu, ia berkata:
"Kami adalah kaum
Arab di mana kami tidak mengambil di rumah kami tanggung jawab ini yang biasa
di ambil oleh orang-orang Ajam. Kami membencinya. Kami keluar untuk menikmati
keluasan kota. Sementara itu para wanita keluar pada setiap malam untuk
memenuhi hajat mereka. Pada suatu malam, aku keluar bersama Ummu Musthah untuk
memenuhi sebahagian keperluanku. Lalu ia berkata: "Tidakkah kau sudah
mendengar suatu berita wahai puteri Abu Bakar?" Aku bertanya, "berita
apa itu?" Lalu ia memberitahukan padaku apa-apa yang dikatakan oleh para
penyebar kebohongan. Aku berkata: "Apa ini memang benar?" Ia
menjawab: "Demi Allah, ini benar-benar terjadi." Aisyah berkata:
"Demi Allah, aku tidak mampu memenuhi hajatku." lalu aku pulang. Demi
Allah, aku tetap menangis sampai-sampai aku mengira bahawa tangisanku akan
merosak jantungku dan aku berkata kepada ibuku, mudah-mudahan Allah SWT
mengampunimu, banyak orang berbicara tentangku namun engkau tidak menceritakan
sedikit pun kepadaku. Ia berkata: "Wahai anakku, sabarlah demi Allah
jarang sekali wanita yang baik yang dicintai oleh seorang lelaki yang jika ia
memiliki isteri-isteri yang lain (madunya) kecuali wanita itu akan diterpa oleh
berbagai isu."
Aisyah berkata:
"Rasulullah saw berdiri dan menyampaikan pembicaraannya pada mereka dan
aku tidak mengetahui hal itu." Beliau memuji Allah SWT kemudian berkata:
"Wahai manusia, bagaimana keadaan kaum lelaki yang menyakiti aku melalui
keluar gaku dan mereka mengatakan sesuatu yang tidak benar. Demi Allah, aku
tidak mengenal mereka kecuali dalam kebaikan. Lalu mereka mengatakan hal itu
pada seorang lelaki yang aku tidak mengenalnya kecuali dalam kebaikan di mana
ia tidak memasuki suatu rumah dari rumah-rumahku kecuali ia bersamaku."
Kemudian Rasulullah saw
memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid dan bermusyawarah dengan
keduanya. Usamah hanya melontarkan pujian dan berkata: "Ya Rasulullah aku
tidak mengenal isterimu kecuali dalam kebaikan dan berita ini hanya kebohongan
dan kebatilan," sedangkan Ali berkata: 'Ya Rasulullah masih banyak wanita
yang lain yang dapat kau percaya." Kemudian Rasulullah saw memanggil
Burairah dan bertanya kepadanya, lalu Ali berdiri kepadanya dan memukulnya dengan
keras sambil berkata: "Jujurlah kepada Rasulullah saw," lalu wanita
itu berkata: "Demi Allah, aku tidak mengetahui kecuali kebaikan. Aku tidak
pernah mencela Aisyah kecuali pada suatu waktu aku sedang membikin adunan roti
lalu aku memerintahkannya untuk menjaganya namun Aisyah tertidur dan datanglah
kambing lalu adunan itu dimakan olehnya."
Aisyah berkata:
"Kemudian datanglah kepadaku Rasulullah saw dan saat tu aku bersama kedua
orang tuaku dan seorang wanita dari kaum Anshar. Aku menangis dan wanita itu
pun turut menangis. Rasulullah saw duduk lalu memuji Allah SWT dan berkata:
"Wahai Aisyah, sungguh kamu telah mendengar sendiri apa yang dikatakan
orang-orang tentang dirimu, maka bertakwalah kepada Allah SWT dan jika engkau
telah melakukan keburukan seperti yang diucapkan orang-orang itu, maka
bertaubatlah kepada Allah SWT kerana sesungguhnya Allah SWT menerima taubat
dari hamba-hamba-Nya." Aisyah berkata, "demi Allah, itu tidak lain
hanya kebohongan yang dialamatkan kepadaku sehingga membuat air mataku kering.
Aku sama sekali tidak seperti yang mereka katakan," lalu aku menunggu
kedua orang tuaku untuk mengatakan tentang diriku namun mereka justru terdiam.
Aisyah berkata, "demi Allah aku merasa sebagai seorang yang hina yang
tidak layak diturunkan Al-Qur'an dari Allah SWT berkenaan denganku, tetapi aku
hanya berharap agar Nabi saw melihat kebohongan yang dialamatkan kepadaku itu
sehingga ia memastikan terbebasnya aku darinya."
Aisyah berkata:
"Ketika aku tidak melihat kedua orang tuaku berbicara aku berkata kepada
mereka tidakkah kalian menjawab apa yang dikatakan Rasulullah saw?" Mereka
berkata: "Demi Allah kami tidak mengetahui apa yang harus kami
jawab." Aku mengetahui bahawa aku bebas dari tuduhan itu. Tiba-tiba
Rasulullah saw mengusap keringat dari wajahnya sambil berkata:
"Bergembiralah wahai Aisyah kerana sesungguhnya Allah SWT telah menurunkan
ayat yang membebaskan kamu dari tuduhan itu," lalu aku berkata:
"Segala puji bagi Allah SWT." Kemudian beliau keluar menemui para
sahabat dan membacakan kepada mereka ayat berikut ini:
"Sesungguhnya
orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga.
Janganlah kamu kira bahawa berita bohong itu buruk bagi kamu. Tiap-tiap
seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa
di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita
bohong itu, maka baginya azab yang besar. "
(QS. an-Nur: 11)
Jibril turun kepada Nabi
saw untuk menyampaikan terbebasnya Aisyah dari segala tuduhan yang ditujukan kepadanya.
Dan gagallah peperangan psikologi menentang kaum Muslim dan rumah tangga
Rasulullah saw, dan kelompok-kelompok kafir meyakini bahawa mereka harus
menggunakan cara baru lagi untuk menentang Islam. Kemudian Rasulullah saw
kembali memasuki pergelutan menentang peperangan fizik. Peperangan Khandaq
termasuk contoh peperangan fizik yang dilakukan oleh Rasulullah saw.
Orang-orang Yahudi menyerahkan urusan mereka kepada kaum musyrik, dan
Dimulailah rangkaian persekongkolan dan sumpah di antara tokoh- tokoh Yahudi
dan pemimpin-pemimpin kaum musyrik, bahkan pendeta- pendeta Yahudi berfatwa
bahawa agama Quraisy yang disimbolkan dengan penyembahan berhala lebih baik
daripada agama Muhammad yang penyembahan hanya layak ditujukan kepada Tuhan
Yang Esa sebagaimana tradisi jahiliah lebih baik daripada ajaran Al-Qur'an.
Politik kaum Yahudi
berhasil menyatukan kelompok-kelompok orang kafir dan mengerahkannya untuk
menentang kaum Muslim. Kemudian mereka akan menyerang Madinah dengan jumlah
kekuatan sepuluh ribu tentera. Akhirnya, berita itu sampai ke Nabi saw. Beliau
tidak hairan ketika mendengar orang-orang Yahudi bersatu - padahal mereka
mempunyai asas agama yang menyeru kepada tauhid - bersama kaum musyrik
menentang agama tauhid. Nabi saw mengetahui bahawa perjanjian telah lama
membelenggu orang-orang Yahudi sehingga hati mereka menjadi keras dan hari
telah menjauhkan antara mereka dan sumber yang jernih yang dipancarkan oleh
Musa. Akhirnya, mereka menjadi buah yang rosak yang kulitnya bergambar tauhid
namun isinya bergambar kepahitan syirik. Dan yang lebih penting dari itu adalah
kesamaan kepentingan kaum Yahudi dan kaum musyrik.
Nabi saw menyedari bahawa
beliau sekarang menghadapi ancaman dan pasukan yang besar. Pertempuran secara
terbuka tidak memberi keuntungan bagi Muslimin. Beliau mulai berfikir bagaimana
cara mempertahankan Madinah tanpa harus keluar darinya. Kali ini taktik
militernya berubah di mana sebelum itu beliau keluar dari Madinah dan
menjauhinya serta menyerang kelompok-kelompok yang berencana menyerbu Madinah.
Kali ini bentuk ancaman berbeza dan tentu fikiran Nabi pun berubah kerana
mengikuti perbezaan ancaman itu.
Kemudian beliau mengadakan
pertemuan militer bersama para tenteranya. Beliau ingin mendengar berbagai
usulan tentang bagaimana cara mempertahankan Madinah. Lalu Salman al-Farisi
mengusulkan agar Nabi menggali suatu parit yang dalam di sekeliling Madinah
yaitu parit yang seperti bendungan alami yang dapat menahan laju banjir yang
ingin maju, suatu parit yang pasukan berkuda tidak akan mampu melewatinya dan
kaum Muslim dapat mempertahankan diri dari belakangnya. Mula- mula usulan itu
terkesan agak mustahil diwujudkan namun pada akhirnya Nabi menyetujui usulan
Salman itu. Melalui sensifitas militernya yang mengagumkan, beliau mengetahui
bahawa situasi cukup genting dan kerananya ia menuntut usaha keras untuk dapat
melaluinya. Nabi saw memerintahkan para sahabat untuk menggali parit di sekitar
Madinah. Pekerjaan itu sangat berat dan saat itu musim dingin di mana udara
sangat dingin. Di samping itu, kaum Muslim sedang mengalami krisis ekonomi yang
mengancam Madinah, meskipun demikian, penggalian parti tetap dilaksanakan,
bahkan Rasulullah saw terjun langsung untuk membuat galian dan memikul tanah.
Kaum Muslim dengan
semangat yang luar biasa dapat menyelesaikan penggalian parit itu meskipun
kehidupan sangat keras dan mereka merasakan kelaparan kerana kekurangan harta.
Namun semangat pasukan Islam tetap meninggi. Mereka percaya akan datangnya
kemenangan dan pertolongan dari Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Dan tatkala orang-orang
mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata: 'lnilah
yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.' Dan benarlah Allah dan
Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan
ketundukan."
(QS. al-Ahzab: 22)
Pasukan Quraisy mulai
mendekati Madinah dan tiba-tiba Madinah berubah menjadi jazirah cinta di
tengah-tengah lautan kebencian, lautan itu mulai menghentam jazirah dan
berusaha menenggelamkannya dari dalam. Kemudian berteburanlah panah-panah kaum
Muslim untuk menghalau pasukan kafir yang cukup banyak. Pasukan kafir mulai
berputar-putar di sekeliling parit dalam keadaan bingung: apa gerangan yang
telah dilakukan pasukan Islam, bagaimana mereka dapat menggali parit ini?
Kuda-kuda musuh berusaha
melalui parit itu namun pasukan Muslim segera menyerangnya. Demikianlah
peperangan Ahzab terus berlangsung. Pada hakikatnya ia adalah peperangan urat
saraf. Pasukan musuh mengepung Madinah selama tiga minggu di mana serangan demi
serangan terus dilakukan sepanjang siang dan mata mereka tetap terjaga
sepanjang malam. Bahkan saking dahsyatnya pertempuran itu sehingga kaum Muslim
tidak mengetahui apakah pasukan musuh berhasil menduduki Madinah atau tidak,
dan apakah para musuh berhasil menembus lubang yang mereka bangun? Allah SWT
menggambarkan keadaan peperangan Ahzab dalam firman-Nya:
"(Yaitu) ketika mereka
datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi
penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu
menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam persangkaan. Di situlah diuji
orang- orang mukmin dan digoncangkan hatinya dengan goncangan yang
dahsyat."
(QS. al-Ahzab: 10-11)
Keadaan semakin buruk di
mana orang-orang Yahudi membatalkan perjanjian mereka dengan kaum Muslim dan
mereka bergabung dengan al-Ahzab. Demikianlah Bani Quraizhah membatalkan
perjanjiannya dan mereka lupa terhadap pengkhianatan bani Nadhir dan pembalasan
Nabi saw terhadap mereka. Setiap hari keadaan semakin buruk.
Kaum Muslim benar-benar
mengalami ujian yang berat di mana fikiran mereka benar-benar kacau. Ketika
keadaan mencapai puncaknya kaum Muslim bertanya kepada Rasul saw, "apa
yang harus mereka katakan?" Rasulullah saw memberitahu agar mereka
mengatakan: "Ya Allah, kalahkanlah mereka dan tolonglah kami untuk
mengatasi mereka."
Doa tersebut keluar dari
mulut-mulut kaum yang telah melaksanakan kewajipan mereka dan telah membuat
mukjizat mereka dalam menghalau serangan. Jadi, mereka tidak memiliki apa-apa
selain doa dan Allah SWT lah Yang Maha Mendengar permintaan hamba-Nya dan Dia
yang mengabulkannya. Dia mengetahui orang yang melaksanakan kewajipannya dan
akan mengabulkan orang yang berdoa.
Akhirnya, kaum Muslim
benar-benar mendapatkan rahmat Allah SWT. Kemudian perjalanan pertempuran
bergerak dengan cara yang tidak bisa difahami. Para penyerang menyedari bahawa
mereka sebenarnya telah kalah di mana mereka telah menyerang selama tiga pekan
namun serangan tersebut tidak memberikan hasil apa pun. Mereka telah
mencurahkan berbagai upaya namun tanpa memberikan hasil yang diharapkan dan
boleh jadi mereka akan tetap begini selama tiga tahun.
Kemudian datanglah suatu
malam di mana kaum Muslim belum pernah melihat malam segelap itu dan angin
sekencang itu, bahkan saking kerasnya angin sampai-sampai suaranya laksana
halilintar. Bahkan saking gelapnya malam itu sehingga tak seorang pun di antara
umat Islam yang mampu melihat jari-jari tangannya atau berdiri dari tempatnya
kerana saking dinginnya cuaca. Kemudian Nabi saw datang menemui Hudaifah bin
Yaman. Beliau tidak mampu melihatnya meskipun beliau berdiri di sebelahnya.
Nabi saw bertanya: "Siapa ini?" Hudaifah menjawab: "Aku adalah
Hudaifah." Nabi saw berkata: "Oh, kamu Hudaifah." Hudaifah tetap
tinggal di tempatnya kerana ia khawatir jika ia berdiri ia akan tidak mampu
kerana saking dinginnya dan akan menabrak Rasul saw. Rasul saw berkata kepada
Hudaifah, "Aku kehilangan berita penting tentang keadaan kaum yang
menyerang kita."
Hudaifah sebagai mata-mata
dari pasukan Islam merasakan ketakutan di mana ia tidak mampu menahan cuaca
yang begitu dingin, lalu bagaimana ia dapat berdiri dan keluar dari Madinah
menuju ke tempat pasukan musuh dan menyusup di tengah barisan mereka lalu
kembali kepada Nabi saw dengan membawa berita tentang mereka. Hudaifah bangkit
dari tempatnya ketika Nabi saw selesai dari pembicaraannya. Nabi saw memberikan
doa kebaikan kepadanya. Hudaifah pun pergi dan kehangatan keimanannya
mengalahkan kegelapan malam dan kedinginan cuaca. Ia keluar dari Madinah dan
menyusup di tengah-tengah pasukan musuh. Nabi saw memerintahkannya untuk tidak
melakukan tindakan apa pun selain mendapatkan berita dan kembali. Inilah tugas
utamanya. Hudaifah sampai di tengah-tengah musuh. Mereka berusaha menyalakan
api namun angin segera mematikannya sebelum menyala dan di dekat api itu
terdapat seorang lelaki yang berdiri sambil menghulurkan tangannya ke arah api
dengan maksud untuk menghangatkannya. Lelaki itu adalah pemimpin kaum musyrik
yaitu Abu Sofyan.
Melihat itu, Hudaifah
segera memasang anak panah pada busur yang dibawanya dan ia ingin memanahnya.
Seandainya ia berhasil membunuhnya, maka kaum Muslim dapat merasa tenang
dengannya, namun ia ingat pesan Rasulullah saw kepadanya agar ia tidak
melakukan tindakan apa pun. Kemudian ia kembali meletakkan anak panahnya dan
menyembunyikannya.
Abu Sofyan berkata:
"Wahai orang-orang Quraisy situasi saat ini tidak menguntungkan bagi
kalian, maka pergilah kalian kerana aku pun akan pergi." Abu Sofyan
melompat ke atas untanya lalu mendudukinya dan memukulnya sehingga unta itu
bangkit.
Hudaifah kembali menemui
Rasulullah saw dengan membawa berita mundurnya pasukan Ahzab dan gagalnya
serangan mereka. Ketika mendengar peristiwa penarikan mundur pasukan musuh,
Rasulullah saw berkata: "Sekarang kita akan menyerang mereka dan mereka
tidak akan menyerang kita." Belum lama pasukan Ahzab kembali ke negerinya
dengan tangan hampa sehingga beliau keluar dari Madinah bersama pasukannya
menuju ke kaum Yahudi Bani Quraizhah. Orang-orang Yahudi itu telah mengkhianati
perjanjian mereka bersama Nabi saw. Mereka menipu Islam di saat-saat genting.
Oleh kerana itu, mereka harus membayar biaya pengkhianatan mereka sekarang.
Nabi saw memerintahkan
agar para sahabat tidak melaksanakan solat Ashar kecuali di Bani Quraizhah.
Kaum Muslim memahami bahawa perintah tersebut bererti mereka akan menerobos
benteng kaum Yahudi sebelum matahari tenggelam.
Orang-orang Yahudi menelan
kekalahan pahit lalu mereka datang kepada Sa'ad bin Mu'ad agar ia memutuskan
perkara mereka. Sa'ad adalah pemimpin kaum Aus dan kaum Aus adalah sekutu
orang-orang Yahudi Quraizhah di masa jahiliah. Kaum Yahudi mengharap bahawa
mereka dapat memanfaatkan hubungan yang terjalin selama ini sebagaimana kaum
Aus membayangkan bahawa tokoh mereka akan memberikan keringanan terhadap
sekutu-sekutu mereka. Sa'ad ketika itu terluka dan ia sedang dirawat di
khemahnya kerana terkena panah kauni Ahzab. Sebahagian kaumnya membujuknya agar
ia bersikap baik terhadap orang- orang Yahudi, sekutu-sekutu mereka, dan
orang-orang
Yahudi membujuknya agar ia
bersikap lembut terhadap mereka. Kemudian Sa'ad mengatakan penyataannya yang
terkenal: "Telah tiba waktunya bagi Sa'ad untuk memutuskan hukum sesuai
dengan kehendak Allah tanpa peduli dengan celaan para pencela." Sa'ad
memutuskan agar kaum lelaki dibunuh dan keturunannya ditawan serta harta-harta
mereka dibagi-bagikan. Nabi pun menyetujui keputusan tegas Sa'ad itu. Beliau
berkata kepadanya: "Sungguh engkau telah memutuskan kepada mereka dengan
keputusan Allah SWT dari tujuh langit."
Sa'ad mengetahui bahawa
perantaraan, permohonan, harapan, dan menjaga berbagai pertimbangan lazim
selayaknya berada di suatu genggaman, dan masa depan Islam berada di genggaman
yang lain. Yahudi Bani Quraizhah adalah penyebab berkecamuknya peperangan Ahzab
dan sumpah mereka dan berbagai tipu daya mereka berusaha untuk memblokade Islam
dan menghancurkannya. Oleh kerana itu, kini telah tiba saatnya untuk mencabut
pohon-pohon beracun dari akarnya tanpa memperdulikan kasih sayang.
Demikianlah kaum Yahudi
dibersihkan dari Madinah. Nabi saw kembali melanjutkan pergelutannya. Puncak
dari perjuangan politiknya adalah perjanjian yang beliau lakukan bersama
orang-orang Quraisy. Nabi saw berjalan untuk melaksanakan umrah dan mengunjungi
Baitul Haram. Beliau keluar bersama seribu empat ratus kaum lelaki yang
bertujuan untuk berziarah ke Baitul Haram guna melaksanakan umrah. Ketika
mereka sampai di Hudaibiyah pinggiran kota Mekah, tiba-tiba unta yang
ditunggangi Nabi duduk dan ia tidak mahu melangkah menuju Mekah. Melihat itu
para sahabat berkata: "Oh unta itu malas." Nabi saw berkata:
"Tidak Demikian namun ia ditahan oleh Zat yang menahan laju gajah menuju
Mekah. Sungguh jika hari ini orang Quraisy membuat suatu rencana dan mereka
meminta agar aku menyambung tali silaturahmi nescaya aku akan
menyetujuinya."
Nabi saw memerintahkan
para sahabat agar tetap tinggal di Hudaibiyah. Kaum Muslim beristirahat di sana
dengan harapan mereka dapat memasuki Mekah di waktu pagi. Peristiwa itu
bertepatan dengan bulan Haram. Mekah telah menetapkan agar tak seorang pun dari
kaum Muslim dapat memasukinya. Semua kaum Quraisy telah keluar untuk memerangi
kaum Muslim. Mereka mengutus utusan-utusan kepada Nabi saw lalu beliau
memberitahu mereka bahawa beliau tidak datang untuk berperang namun beliau
ingin melakukan umrah sebagai bentuk pujian dan syukur kepada Allah SWT dan
mengagumkan kemuliaan rumah-Nya yang suci. Mekah menetapkan untuk melakukan
perjanjian bersama kaum Muslim di mana mereka menginginkan agar jangan sampai
kaum Muslim memasuki Baitul Haram pada tahun ini kecuali setelah mereka kembali
pada tahun depan.
Datanglah juru runding
kaum Quraisy lalu Rasul saw menyambutnya dan mendengarkan ia menyampaikan
syarat-syarat perjanjian yang intinya pelaksanaan perdamaian dan penarikan
mundur pasukan Muslim. Nabi saw menyetujui semua syarat-syarat perjanjian
meskipun tampak bahawa perjanjian tersebut tidak menguntungkan kaum Muslim di
mana itu dianggap sebagai titik kemunduran politik dan militer kaum Muslim, dan
yang menambah kebingungan kaum Muslim adalah bahawa Rasul saw tidak melibatkan
seseorang pun dari kalangan sahabatnya untuk bermusyawarah dalam hal ini. Tidak
biasanya beliau bersikap demikian. Para sahabat menyaksikan beliau pergi
menemui kaum musyrik dan bersikap sangat lembut kepada mereka, dan beliau tidak
kembali kecuali membawa berita persetujuan dengan perjanjian yang
ditandatangani orang-orang musyrik, dan beliau pun membubuhkan tanda tangan di
atasnya.
Para sahabat bergerak
untuk menentang Rasulullah saw. Mereka bertanya kepada beliau, "bukankah
engkau utusan Allah SWT? Bukankah kita kaum Muslim? Bukankah musuh-musuh kita
kaum musyrik?" Nabi saw hanya mengiyakan pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Umar bin Khatab kembali bertanya: "Mengapa kita harus menerima penghinaan
dalam agama kita?" Umar ingin mengungkapkan sesuai dengan bahasa kita saat
ini, "mengapa kita harus mundur kalau kita berada di atas kebenaran?
Mengapa kita menerima syarat-syarat perjanjian yang justru menguntungkan kaum
musyrik? Apakah kita takut terhadap mereka?"
Mendengar berbagai protes
yang disampaikan para sahabatnya, Rasul saw justru menyampaikan jawapan yang
unik bagi mereka di mana beliau berkata: "Aku adalah hamba Allah SWT dan
Rasul-Nya dan aku tidak mungkin menentang perintah-Nya dan Dia tidak mungkin
akan menyia- nyiakan aku." Makna dari kalimat beliau adalah,
"taatilah apa yang telah aku lakukan tanpa perlu memperdebatkannya dan
hendaklah kalian sedikit bersabar."
Perjalanan hari menetapkan
bahawa perjanjian yang menimbulkan pro dan kontra di tengah-tengah sahabat itu
justru membawa kemenangan politik paling gemilang yang pernah dicapai oleh umat
Islam. Kemenangan tersebut diperoleh sebagai hasil dari kebijaksanaan sang Nabi
saw yang mengalahkan kelihaian politik kaum Quraisy. Kaum Quraisy telah
memfokuskan semua kelihaian-nya agar kaum Muslim kembali ke tempat mereka tanpa
memasuki Masjidil Haram pada tahun ini, namun hikmah Nabi saw justru mampu
mencapai pengelihatan yang tidak dapat dijangkau oleh kaum itu yang berkenaan dengan
masa depan. Jika saat ini perjanjian tersebut tampak membawa kekalahan bagi
kaum Muslim, maka setelah berlangsung beberapa bulan ia justru mendatangkan
kemenangan yang spektakuler.
Suhail bin Amr adalah
wakil dari delegasi kaum Quraisy dan Ali bin Abi Thalib adalah juru tulis dalam
perjanjian itu dari pihak Nabi saw. Rasulullah saw berkata kepada Ali:
"Tulislah dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang."
Utusan Quraisy berkata, aku tidak mengenal ini. Tapi tulislah dengan nama-Mu,
ya Allah. Rasulullah saw berkata kepada Ali: "Dengan nama-Mu, ya
Allah." Sikap keras kepala utusan Quraisy itu tidak bererti sama sekali
kerana tidak ada perbezaan yang mencolok antara dengan namamu Allah dan dengan
nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang selain niat si pembicara.
Nabi saw berkata kepada
Ali: "Ini adalah perundingan antara Muhammad saw utusan Allah dan Suhail
bin Amr." Mendengar itu dengan nada menentang Suhail bin Amr berkata:
"Seandainya aku bersaksi bahawa engkau adalah utusan Allah nescaya aku
tidak akan memerangimu, tetapi tulislah namamu dan nama ayahmu." Nabi
berkata kepada Ali tulislah: "Inilah kesepakatan antara Muhammad bin
Abdillah dan Suhail bin Amr."
Tampaknya itu adalah
kemunduran yang kedua dan dengan pandangan yang sekilas tampak menjatuhkan kaum
Muslim tetapi Nabi saw ingin mewujudkan suatu tujuan yang penting yaitu tujuan
yang belum terungkap saat itu. Alhasil, semuanya terjadi dengan ilham dari Allah
SWT. Ali kembali menulis bahawa Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr
sama-sama sepakat untuk menghentikan peperangan selama sepuluh tahun di mana
hendaklah masing-masing mereka memberikan keamanan terhadap sesama mereka.
Namun jika terdapat di antara orang-orang Quraisy seseorang yang masuk Islam
lalu ia datang kepada Muhammad saw tanpa izin walinya hendaklah kaum Muslim
mengembalikannya kepada kaum Quraisy. Sebaliknya, jika ada orang yang murtad
dari sahabat Muhammad saw, maka tidak ada keharusan bagi orang Quraisy untuk
mengembalikannya kepada Nabi.
Syarat tersebut sangat
menyakitkan kaum Muslim. Tampak bahawa orang-orang Quraisy memaksakan
kehendaknya dalam syarat-syarat perjanjian yang tidak adil itu. Ali melanjutkan
tulisannya, hendaklah Nabi saw pulang dari Mekah pada tahun ini dan tidak
memasukinya dan jika pada tahun depan orang-orang Quraisy keluar darinya, maka
beliau dapat memasukinya untuk melaksanakan umrah selama tiga hari dan setelah
itu beliau harus meninggalkannya. Pensyaratan tersebut sangat merugikan kaum
Muslim dan terkesan membingungkan.
Di tengah-tengah
perjanjian tersebut terjadi suatu peristiwa yang menambah penderitaan dan
kebingungan Muslimin di mana anak dari juru runding Quraisy meminta
perlindungan kepada kaum Muslim. Ia masuk Islam dan ingin bergabung dengan
kelompok Islam namun ayahnya, Suhail segera bangkit menyusulnya bahkan
memukulnya dan mengembalikannya kepada kaumnya. Orang Mukalaf itu segera
berteriak dan meminta pertolongan kepada kaum Muslim agar mereka menyelamatkannya
dari kejahatan kaum Quraisy sehingga mereka tidak mengubah
agamanya. Rasulullah saw berbicara
kepadanya dan meminta kepadanya untuk bersabar dan tegar dalam menanggung
penderitaan kerana Allah SWT akan menjadikannya dan orang-orang yang sepertinya
suatu jalan keluar dan kelapangan. Nabi memahamkannya bahawa beliau telah
mengadakan suatu perjanjian dengan kaum Quraisy dan bahawa kaum Muslim tidak
mungkin melanggar perjanjian mereka.
Akhirnya, anak Muslim itu
dikembalikan ke Mekah dalam keadaan terseksa. Kemudian Selesailah
penandatanganan perjanjian antara pihak kaum Muslim dan pihak kaum musyrik.
Setelah penandatanganan perjanjian itu, Rasulullah saw memerintahkan para
sahabatnya agar mereka memotong haiwan korban dan mencukur rambut mereka
(tahalul) dari umrah mereka dan kembali ke Madinah. Namun tak seorang pun
bangkit menyambut perintah tersebut, lalu beliau mengulangi perintahnya ketiga
kali. Di tengah-tengah kaum Muslim yang tampak membisu kerana ketegangan dan
kesedihan, beliau menyembelih unta dan memanggil tukang cukurnya untuk mencukur
rambutnya dan beliau tidak berbicara dengan seorang pun. Ketika para sahabat
mengetahui bahawa Nabi saw tampak marah dan telah mendahului mereka dengan
tahalul dari umrahnya, maka mereka bangkit untuk menyembelih korban dan
memotong rambut mereka.
Perjalanan hari
menunjukkan bahawa perundingan tersebut tidak seperti yang dibayangkan oleh
kaum Muslim. Ia justru membawa kemenangan dan bukan kekalahan. Persatuan kaum
kafir di jazirah Arab mulai runtuh sejak mereka menandatangani perjanjian itu.
Kaum Quraisy di anggap sebagai pimpinan kaum kafir dan pembawa bendera
penentangan terhadap Islam, maka ketika tersebar berita perjanjian mereka
bersama kaum Muslim, maka padamlah fitnah-fitnah kaum munafik yang bekerja untuk
mereka dan bercerai-berailah kabilah-kabilah penyembah patung di penjuru
jazirah.
Saat aktiviti kaum Quraisy
terhenti, maka kaum Muslim mengalami peningkatan aktiviti di mana mereka
berhasil menarik orang-orang yang masih memiliki kemampuan untuk melihat kebenaran.
Sejak dua tahun dari masa penandatanganan perjanjian itu jumlah penganut Islam
semakin bertambah lebih dari jumlah sebelumnya. Bukti dari itu adalah, bahawa
saat Rasul saw keluar ke Hudaibiyah beliau ditemani dengan seribu empat ratus
Muslim namun ketika beliau keluar pada tahun penaklukan kota Mekah beliau disertai
dengan sepuluh ribu Muslim.
Penaklukan kota Mekah
terjadi setelah dua tahun dari perundingan tersebut. Penambahan jumlah kaum
Muslim yang luar biasa ini adalah dikeranakan hikmah sang Nabi saw dan kejauhan
pandangannya. Nabi saw keluar sebagai pemenang dalam pergelutan politiknya, dan
syarat-syarat yang tadinya merugikan kaum Muslim kini telah berubah menjadi
syarat- syarat yang merugikan kaum Quraisy. Barang siapa murtad dari kaum Muslim
dan pergi ke kaum Quraisy, maka hendaklah mereka melindunginya kerana Allah SWT
telah memampukan Islam darinya, dan barang siapa yang masuk Islam dari kaum
kafir dan pergi ke kaum Muslim, maka hendaklah mereka mengembalikannya ke kaum
Quraisy di mana ia tinggal di dalamnya sebagai mata-mata dari pihak Islam atau
ia dapat lari dari kaum Quraisy untuk menyatukan kelompok yang bertikai dan ia
dapat hidup laksana duri di tengah-tengah kaum Quraisy.
Belum lama waktu berjalan
sehingga kaum Quraisy mengutus utusannya kepada Nabi saw dan mengharap kepada
beliau agar melindungi orang Quraisy yang masuk Islam daripada membiarkan
mereka sebagai panah yang terbang menuju kaum Quraisy. Demikianlah kaum Quraisy
justru membatalkan syarat yang telah mereka diktekan dan Nabi saw pun
menerimanya dengan puas. Perundingan itu justru menguatkan barisan Nabi saw.
Demikianlah Nabi saw terus
menjalani mata rantai pergelutan yang tiada henti-hentinya di mana kehidupan
beliau yang peribadi sekali pun tidak sunyi dari penderitaan. Nabi saw menikahi
sembilan orang isteri. Perkahwinan beliau dengan sembilan isteri tersebut
merupakan keistimewaan peribadi yang hanya beliau miliki kerana berhubungan
dengan sebab-sebab dakwah Islam. Yaitu suatu dakwah yang membolehkan para
pengikutnya untuk menikahi empat orang isteri dengan syarat jika yang
bersangkutan mampu menciptakan keadilan di antara mereka, dan ia menganjurkan
untuk hanya puas dengan satu isteri jika seorang Muslim khawatir tidak dapat
berbuat adil.
Kaum orientalis dan
musuh-musuh Islam mencuba untuk menghina Nabi dan memujukkannya, dan salah satu
cela yang mereka manfaatkan adalah perkahwinan beliau dengan sembilan wanita.
Kita mengetahui bahawa pernikahan-pernikahan beliau terlaksana dengan
sebab-sebab politik atau kemanusiaan yang berhubungan dengan dakwah Islam. Dan
yang terkenal dari sejarah Nabi saw adalah bahawa beliau menikah dengan Sayidah
Khadijah saat beliau berusia dua puluh lima tahun dan Khadijah berusia empat
puluh tahun. Semasa hidup Khadijah beliau tidak menikahi isteri yang lain
sampai Khadijah mencapai usia enam puluh lima tahun. Saat Khadijah meninggal,
Nabi berusia di atas lima puluh tahun. Beliau menikahi Khadijah sebelum beliau
diutus untuk menyebarkan Islam. Beliau tetap setia bersama Khadijah sampai ia
meninggal dan beliau diangkat menjadi Nabi. Namun beban kenabian dan beratnya
jihad, kasih sayangnya kepada manusia, pengorbanannya terhadap Islam dan
perintah Allah SWT semua itu memaksanya untuk menikah lebih dari satu orang
isteri sampai mencapai sembilan orang isteri. Perkahwinan beliau dengan Aisyah
yang saat itu masih belia merupakan usaha untuk menjalin ikatan dengan Abu
Bakar, ayah dari Aisyah dan perkahwinan beliau dengan Hafshah meskipun ia
sedikit kurang cantik merupakan usaha beliau untuk menjalin ikatan dengan Umar,
ayahnya. Beliau juga menikah dengan Ummu Salamah, janda dari pemimpin
pasukannya yang mati syahid di jalan Allah SWT dan wanita itu merasakan
penderitaan bersama beliau saat hijrah di Habasyah dan hijrah ke Madinah.
Ketika suaminya meninggal dan ia sendirian menghadapi berbagai persoalan
kehidupan, maka Nabi saw segera merangkulnya di rumah kenabian. Perkahwinan
beliau dengan Sawadah sebagai bentuk penghormatan terhadap keislaman wanita itu
dan kemuliaannya dari kaum lelaki serta kesendiriannya dalam menjalani
kehidupan.
Sementara itu, pernikahan
beliau dengan Zainab bin Jahasy merupakan ujian berat bagi beliau di mana
perintah pernikahan itu datang dari Allah SWT untuk mengharamkan suatu tradisi
yang terkenal di kalangan jahiliah yaitu tradisi adopsi. Zainab termasuk
kerabat Rasul. Jadi ia termasuk dari kalangan bani Hasyim. Ia merasa bangga
dengan nasab yang dimilikinya yang kerananya ia menolak ketika ditawari untuk
menikah dengan Zaid bin Harisah, seorang budak Nabi yang telah beliau bebaskan,
bahkan nasabnya telah beliau nisbatkan kepada dirinya dan beliau telah
mengadopsinya sehingga ia dipanggil dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Namun
Zainab akhirnya menyetujui pendapat Nabi dan perintah Allah SWT sehingga ia
menikah dengan Zaid:
"Dan tidaklah patut bagi
laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah
dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan
yang lain tentang urusan mereka. Dan barang siapa menderhakai Allah dan
Rasul-Nya, maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. "
(QS. al-Ahzab: 36)
Sejak semula tampak jelas
bahawa pernikahan tersebut akan segera berakhir. Zainab tidak menyukai Zaid dan
Zaid pun bukan jenis lelaki yang mampu menahan kehidupan bersama seorang wanita
yang hatinya jauh darinya. Zaid datang kepada Nabi saw guna mengadu kepada
beliau dan meminta izin untuk menceraikan isterinya. Allah SWT mewahyukan
kepada Rasul-Nya agar membiarkan Zaid menceraikan isterinya, lalu hendaklah
beliau menikahinya. Nabi saw merasakan kesulitan yang luar biasa dan beliau
berbicara kepada Zaid agar ia terus melangsungkan kehidupannya dan bersabar.
Nabi saw membayangkan apa yang dikatakan manusia kepadanya bahawa ia menikahi
isteri dari anaknya tetapi apa yang dikhuatirkan oleh Nabi saw justru merupakan
sesuatu yang ingin dihapus oleh Allah SWT. Zaid bukanlah anaknya dan dalam
Islam tidak ada sistem adopsi. Oleh kerana itu, Zaid dapat mencerai isterinya
lalu Nabi dapat menikahi Zainab untuk menetapkan apa yang diinginkan oleh
Islam. Rasulullah saw mampu bersabar dan menahan diri saat mendengar berbagai
ocehan yang akan dikatakan oleh manusia kepadanya. Ini bukanlah pengorbanan
pertama dan terakhir yang beliau persembahkan untuk Islam. Berkenaan dengan
itu, Allah SWT berfirman:
"Dan (ingatlah), ketika
kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan
kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: 'Tahanlah terus isterimu dan
bertakwalah kepada Allah,' sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang
Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah- lah yang
lebih berhak kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap
isterinya (menceraikannya), Kami nikahkan kamu dengan dia supaya tidak ada
keberatan bagi orang- orang mukmin untuk (menikahi) isteri-isteri anak-anak
angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya
dari isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. "
(QS. al-Ahzab: 37)
Pernikahan beliau dipenuhi
dengan unsur politik dan usaha untuk menyebarkan kebaikan dan rahmat serta
penghormatan nilai-nilai yang tinggi dan menggabungkannya di rumah kenabian.
Sementara itu, Ummu Habibah binti Abu Sofyan bin Harb, pemimpin Quraisy dalam
memerangi Islam, berhijrah bersama suaminya ke Habasyah.
Ia berhadapan dengan
keterasingan dan kekhuatiran dalam membela agama Allah SWT. Kemudian suaminya
mati meninggalkannya sendirian dalam menjalani kehidupan. Sikapnya yang mulia
demi menegakkan ajaran Islam dan hanya menentang ayahnya merupakan nilai lebih
yang menyebabkan Rasulullah saw tertarik untuk menggabungkannya di rumah
kenabian.
Pada suatu hari, Abu
Sofyan menemuinya saat ia telah menjadi isteri Rasulullah saw. Abu Sofyan ingin
duduk di atas tempat tidur Nabi lalu Ummu Habibah berusaha menjauhkan tempat
tidur itu dari ayahnya. Melihat sikap anaknya itu, ayahnya bertanya kepadanya:
"Apakah engkau mulai membenciku?" Dengan penuh keberanian ia
menjawab: "Ini adalah tempat tidur Rasulullah saw dan engkau adalah seorang
musyrik, maka engkau tidak boleh menyentuhnya."
Adapun Shofiyah binti
Huyay adalah anak seorang raja Yahudi. Sedangkan Juwairiyah binti Haris,
ayahnya seorang pemimpin kabilah Bani Musthaliq. Bani Musthaliq menelan
kekalahan saat berhadapan dengan kaum muslim lalu kedua anak perempuan raja dan
pemimpin kabilah itu jatuh menjadi tawanan. Pernikahan Nabi dengan kedua wanita
itu terkesan dipaksa oleh orang-orang yang kalah itu dan sebagai ajakan agar
kaum Muslim memperlakukan mereka dengan baik. Mula-mula kaum Muslim menolak
untuk bersikap lembut terhadap ipar-ipar Nabi, namun Nabi dengan kelembutan
sikapnya ingin menyingkap aspek kemanusiaan dalam peperangannya dan beliau
mengisyaratkan kepada kaum Muslim agar mereka menunjukkan persaudaraan sesama
manusia. Peperangan itu sendiri bukan sebagai tujuan namun ia sebagai usaha
mempertahankan Islam dan aspek tertinggi dari Islam adalah rahmat dan cinta.
Jadi Nabi saw menikahi
wanita-wanita dari orang-orang yang kalah itu dengan maksud agar kebebasan dan
kemuliaan kembali kepada keluarga mereka dan mereka dapat masuk Islam secara
puas dan sukarela. Kemudian beliau menikah dengan Maryam al-Qibtiyah. Muqauqis
telah memberikannya kepada Nabi sebagai budak di mana itu merupakan simbol tali
kasih yang diisyaratkan oleh Al-Qur'an antara Islam dan Masihi dan sebagai bentuk
hukum bagi kaum Muslim dengan dihalalkannya pernikahan dengan wanita-wanita
ahlul kitab.
Maryam memberikan anak
kepada Nabi saw yang bernama Ibrahim, nama dari datuknya, bapak para nabi.
Namun Ibrahim tidak hidup lama. Ia meninggal saat masih menyusu. Kematiannya
merupakan ujian bagi Nabi dan sebagai isyarat dari Ilahi bahawa pewaris-pewaris
Rasul dari kaum lelaki adalah para pengikut Al-Qur'an dan para pembawa Islam,
bukan anak-anak dari sulbinya.
Salah jika ada orang yang
membayangkan bahawa Rasul saw mempunyai banyak waktu untuk mencari kesenangan
meskipun halal. Kesenangan diperbolehkan bagi orang lain namun beliau lebih
memilih untuk merasakan penderitaan berjihad, menegakkan hukum, dan kesabaran.
Salah jika ada orang yang membayangkan bahawa Rasul saw hidup di rumahnya
dengan keadaan ekonomi yang lebih baik daripada orang yang termiskin dari
kalangan Muslim di zamannya.
Kehidupan beliau di
rumahnya penuh dengan kezuhudan yang luar biasa sehingga sebahagian isterinya
mengeluhkan keadaan tersebut. Di antara mereka ada yang berasal dari keluarga
yang kaya seperti keluarga Abu Bakar atau keluarga Umar bahkan sebahagian
isterinya bersatu untuk meminta kepada beliau agar beliau menambah nafkah
mereka sehingga Nabi meninggalkan isteri-isterinya, lalu tersebarlah isu yang
menyatakan bahawa beliau telah menceraikan semua isterinya. Kemudian turunlah
ayat Takhyir (yaitu ayat yang memberikan pilihan kepada isteri-isteri Nabi
untuk tetap menjadi isteri beliau atau diceraikannya). Turunlah Al- Qur'an
al-Karim memberikan pilihan pada isteri-isteri Nabi antara menjalani kehidupan
di rumah kenabian dengan penuh kesederhanaan atau menerima perceraian. Allah
SWT berfirman:
"Hai Nabi, katakanlah
kepada isteri-isterimu: 'Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya,
maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara
yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya
serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka Sesungguhnya Allah menyediakan siapa
yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar. "
(QS. al-Ahzab: 28-29)
Selesailah fitnah.
Demikianlah pergelutan di rumah Rasul saw. Akhirnya, isteri-isteri beliau
memilih kehidupan zuhud dan bersabar serta akhirat daripada kehidupan dunia.
Permintaan isteri-isteri nabi tidak melebihi hal-hal yang bersifat mubah, namun
Rasul saw merupakan teladan bagi seluruh umat, kerana itu beliau harus menjadi
teladan bagi umat sehingga beliau dapat menjadi cermin tertinggi yang layak di
emban oleh seorang yang memegang tampuk kepemimpinan Muslimin. Allah SWT telah
membalas pengorbanan isteri-isteri Nabi saw dalam bentuk mengangkat kedudukan
mereka dan menjadikan mereka sebagai ibu dari kaum mukmin. Allah SWT berfirman:
"Nabi itu
(hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan
isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka."
(QS. al- Ahzab: 6)
Dan, sebagai penegasan
terhadap keibuan spirituil ini, Islam mewajibkan hijab yang teliti kepada
mereka, yaitu suatu hijab yang tidak diperlakukan seperti itu kepada
Muslimah-Muslimah lain. Nabi saw melanjutkan dakwahnya. Beliau mengirim surat
ke raja-raja dan para penguasa di mana beliau ingin menunjukkan universalitas
ajaran Islam. Nabi saw mengajak Kaisar Romawi untuk mengikuti Islam, lalu
beliau mengirim utusan ke Amir Damaskus mengajaknya untuk memeluk Islam, dan
beliau mengutus utusan ke Amir Basrah bahagian dari wilayah Romawi dan
mengajaknya untuk mengikuti Islam, dan beliau juga mengirim surat ke penguasa
Qibti dan mengajaknya untuk masuk Islam, dan beliau juga menulis surat ke
Kisra, Raja Persia dan mengajaknya untuk mengikuti Islam. Beliau juga mengirim
utusan ke Amir Bahrain dan mengajaknya untuk mengikuti Islam.
Lalu berbagai reaksi
disampaikan berkenaan dengan surat-surat Nabi itu. Di antara mereka ada yang
berusaha menyampaikan kepada pembawa surat bahawa ia masuk Islam dan
mengembalikannya dengan hadiah, dan di antara mereka ada yang merobek-robek
surat itu dan di antara mereka ada yang membalas surat itu dengan jawapan yang
baik, dan di antara mereka ada yang menerima kebenaran. Demikianlah hari
berlalu dalam pergelutan yang tidak pernah padam, suatu pergelutan yang
dipimpin oleh Nabi sehingga beliau menaklukkan Mekah dan menyucikan jazirah
Arab. Akhirnya, manusia masuk dalam agama Allah SWT dalam keadaan
berbondong-bondong, dan Allah SWT menyempurnakan agama bagi kaum Muslim dan
Nabi saw melaksanakan haji wada' (haji yang terakhir) dan turunlah kepada
beliau wahyu di Arafah sebagaimana firman-Nya:
"Pada hari ini
telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. "
(QS. al-Maidah: 3)
Ayat tersebut dibacakan
kepada Abu Bakar sehingga ia menangis. Allah SWT merasa bahawa telah tiba
waktunya untuk mengakhiri misi Rasul- Nya. Aisyah berkata kepada anak-anak yang
berteriak dan bermain-main di luar rumah: "Diamlah kalian kerana
Rasulullah saw sedang sakit." Anak- anak itu pun terdiam dan mereka
merasakan ketakutan yang luar biasa. Pada hari-hari terakhir, Rasulullah saw
tidak lagi bercanda dengan mereka sebagaimana yang biasa beliau lakukan.
Mereka memperhatikan
bahawa kepucatan yang aneh menyelimuti Nabi saw yang biasanya wajah beliau
dipenuhi dengan senyuman hingga wajahnya laksana lempengan emas. Nabi saw yang
terakhir masuk dalam rumahnya dan hampir saja beliau tidak kuat menahan langkah
kedua kakinya. Beliau memasuki rumahnya dan bersandar kepada tangan Fadl bin
Abbas dan Ali bin Abu Thalib. Beliau merasakan keletihan dan kesakitan.
Kemudian Aisyah menidurkan beliau di atas ranjangnya yang kasar dan Aisyah
meletakkan tangannya di atas kening beliau. Kepala beliau tampak panas kerana
saking hebatnya demam. Aisyah berkata dalam keadaan kedua matanya mengucurkan
air mata, "demi ayah dan ibuku, ya Rasulullah apakah engkau merasakan
sakit?" Nabi saw tersenyum untuk menenangkan Aisyah lalu beliau tertidur.
Kemudian mengalirlah dalam memori Nabi saw berbagai gambar hidup: Jibril turun
kepada beliau dengan membawa wahyu di gua Hira. Beliau telah melewati waktu
yang diberkati selama dua puluh tiga tahun, yang sekarang tampak seperti mimpi.
Bahkan empat puluh tahun yang mendahuluinya tampak seperti gambar yang hanya
dilukis sesaat.
Segala sesuatu menjadi
mudah bagi Allah SWT dan Rasulullah saw telah berhasil melalui berbagai
penderitaan dengan penuh kesabaran, bahkan beliau tidak pernah mengeluh sekali
pun. Beliau mengajarkan akidah kepada para pengikutnya dengan penuh kemantapan.
Akhirnya, Islam menjadi mulia dan benderanya semakin berkibar. Kemudian beliau
bangun kerana melihat tangisan yang tersembunyi dari Aisyah. Beliau membuka
kedua matanya dan melihat wajah Aisyah sambil beliau sendiri berusaha melawan
rasa pusing, demam, dan sakit yang dirasakannya. Beliau kembali tersenyum untuk
menenangkan Aisyah dan beliau kembali memejamkan matanya dan tidak sedarkan
diri. Apa gerangan yang menyebabkan Aisyah menangis? Tidakkah Allah SWT
memahkotai jihad Nabi saw yang berat dengan penaklukan Mekah dan penyucian
Baitul Haram?
Berbagai gambar hidup dan
aktual melayang-layang dalam memori Nabi saw. Beliau mengingat bagaimana
tindakan orang Quraisy ketika membantalkan perjanjian Hudaibiyah dan mereka
memerangi Khaza'ah yang saat itu bersekutu dengan kaum Muslim dan akhirnya
mereka membunuh semua sekutu kaum Muslim di Baitul Haram. Kemudian beliau berjalan
bersama pasukan yang berjumlah sepuluh ribu di mana semua pasukan telah siap,
dan tentera Muslim turun dari gunung Mekah laksana air bah yang tidak berhenti
sedikit pun. Telah lewatlah masa para pembawa tombak, panah, dan pedang; telah
lewatlah masa di mana Rasulullah saw memimpin pasukan yang di dalamnya terdapat
kaum Muhajirin dan Anshar. Di tengah-tengah pasukan besar tersebut yang
berhasil menaklukkan Mekah, Nabi saw menunggangi untanya dan beliau menundukkan
kepalanya dengan penuh rendah diri di hadapan Allah SWT sampai-sampai kepalanya
hampir menyentuh punggung unta yang dinaiki. Pintu Mekah terbuka untuk pasukan
ini.
Para pemimpin Mekah dan
pengikut-pengikut mereka menyerahkan diri. Kalimat Allah SWT semakin meninggi
di dalamnya. Nabi saw memasuki Baitul Haram lalu beliau berkeliling di sekitar
Ka'bah. Beliau menghancurkan berbagai patung yang berbaris di sekitarnya, lalu
beliau memukulnya dengan kapaknya. Kemudian patung-patung itu berjatuhan dan
hancur. Setelah beliau membersihkan masjid dari berbagai patung dan
mengembalikannya sebagaimana yang diciptakan oleh Allah SWT sebagai rumah
tauhid yang mutlak, beliau menoleh kepada orang Quraisy dan memaafkan mereka
dan mengajak mereka untuk kembali ke jalan Allah SWT. Kemudian tibalah waktu
solat, lalu Bilal naik di atas punggung Ka'bah dan mengumandangkan Azan.
Penduduk Mekah mendengarkan panggilan baru ini di mana gemanya berputar-putar
di antara gunung:
"Allah Maha Besar.
Aku bersaksi bahawa tiada Tuhan selain Allah. Aku bersaksi bahawa Muhammad utusan
Allah. Marilah melaksanakan solat. Marilah menuju keberuntungan. Allah Maha Besar.
Tiada Tuhan selain Allah."
Akhirnya, rumah itu
dikembalikan kehormatannya dan kemuliaannya. Kemudian lagi-lagi arus berbagai
gambar terlintas dalam memorinya: itulah peperangan Hunain dengan kekalahannya,
kemenangannya, dan ganimahnya; Itulah Nabi saw yang memberikan ganimah terhadap
orang- orang yang bergabung dengan Islam hanya dua hari dari penduduk Mekah,
dan mencegah untuk memberi ganimah Hunaian kepada kaum Anshar yang telah
memberikan segalanya untuk Islam. Salah seorang di antara mereka berkata:
"Demi Allah, Rasulullah saw telah menemui kaumnya." Sa'ad bin 'Ubadah
berjalan ke arah Rasulullah saw dan memberitahunya bahawa kaum Anshar sedang
marah. Rasul saw bertanya: "Mengapa marah?" Sa'ad menjawab:
"Mereka protes saat engkau membagikan ganimah ini pada kaummu dan pada
seluruh orang Arab namun mereka tidak mendapatkan apa-apa." Rasulullah saw
bertanya kepada Sa'ad bin Ubadah: "Kamu sendiri bagaimana pendapatmu wahai
Sa'ad?" Sa'ad berkata: "Aku tidak lain kecuali seseorang dari
kaumku." Rasulullah saw berkata: "Kumpulkanlah kepadaku kaummu untuk
masalah yang penting ini dan jika kalian telah berkumpul, maka beritahulah
aku."
Sa'ad mengumpulkan seluruh
kaum Anshar lalu ia memberitahu Rasul saw bahawa ia telah mengumpulkan mereka.
Rasulullah saw keluar menemui mereka dan berdiri di hadapan mereka sambil
memuji Allah SWT dan kemudian berkata: "Wahai orang-orang Anshar, tidakkah
aku datang kepada kalian saat kalian dalam keadaan sesat lalu Allah SWT
memberikan petunjuk kepada kalian, dan kalian menjadi orang-orang yang fakir
lalu Allah SWT memampukan kalian, dan kalian dalam keadaan bermusuhan lalu
Allah SWT menyatukan hati kalian?" Mereka menjawab: "Benar."
Rasulullah saw berkata: "Mengapa kalian tidak menjawab wahai kaum
Anshar?" Mereka berkata: "Apa yang kita akan katakan wahai Rasulullah
dan dengan apa kita akan menjawabnya. Sungguh segala kurnia hanya milik Allah
SWT dan Rasul-Nya."
Rasulullah saw berkata:
"Demi Allah, seandainya kalian mahu nescaya kalian akan mengatakan dan
benar apa yang kalian katakan: Engkau datang kepada kami sebagai seorang yang
terusir, maka kami melingdungimu dan engkau datang dalam keadaan miskin lalu
kami menghiburmu dan engkau datang dalam keadaan ketakutan lalu kami
mengamankanmu dan engkau datang dalam keadaan teraniaya lalu kami
menolongmu." Mereka berkata: "Segala puji dan kurnia bagi Allah SWT
dan Rasul-Nya." Rasulullah saw berkata: "Wahai kaum Anshar, apakah
kalian akan marah terhadap harta yang telah aku berikan kepada suatu kaum
dengan harapan agar keimanan meresap dalam hati mereka dan kalian justru
melupakan kurnia yang telah Allah SWT berikan kepada kalian dalam bentuk nikmat
Islam. Tidakkah kalian wahai kaum Anshar merasa puas ketika manusia pergi untuk
melakukan perjalanan di musim dingin sedangkan kalian pergi dengan Rasulullah
saw. Maka demi Zat yang jiwaku di tangan-Nya, seandainya manusia melalui suatu
jalan dan kaum Anshar melalui jalan yang lain nescaya aku akan melalui jalan kaum
Anshar. Ya Allah, rahmatilah kaum Anshar dan anak-anak kaum Anshar dan cucu
kaum Anshar."
Mendengar doa itu, kaum
tersebut menangis sehingga janggut mereka terbasahi dengan air mata dan mereka
berkata: "Kami rela dengan Allah SWT sebagai Tuhan dan sangat puas dengan
pembahagian Rasulullah saw." Kemudian Nabi saw pun meninggalkan mereka dan
mereka pergi dalam keadaan puas. Orang-orang Anshar memahami bahawa Muslim yang
hakiki di dunia adalah seorang yang datang di dunia untuk memberi, bukan untuk
mengambil. Nabi saw terbangun dan beliau mendapati dirinya sendirian di kamar.
Suhu tubuh beliau meningkat kerana demam, lalu beliau memanggil Aisyah dan
meminta kepadanya untuk membawa air yang dapat digunakannya untuk mendinginkan
tubuhnya. Aisyah mulai menuangkan air kepada Rasulullah saw sampai demam beliau
beransur- ansur sedikit menurun. Tampak bahawa waktu berlalu cukup lambat dan
berat. Sakit Rasulullah saw semakin meningkat.
Beliau mulai merasa bahawa
tidak mampu lagi untuk solat bersama para sahabat, lalu beliau memerintahkan
Abu Bakar untuk solat bersama mereka. Pada saat Nabi mengalami antara keadaan
terjaga dan tidur, beliau selalu berfikir apa gerangan yang belum
disampaikannya kepada manusia. Beliau telah menyampaikan segala sesuatu dan
telah mengajari mereka segala sesuatu serta telah meninggalkan sebuah Kitab
yang siapa pun berpegangan dengannya ia tidak akan sesat.
Rasul saw mulai mengantuk
dan berbagai nostalgia terlintas di kepalanya. Beliau melihat dirinya di haji
Wada'. Selesailah perjanjian yang diberikan kepada kaum musyrik dan mereka
telah dilarang untuk memasuki Masjidil Haram dan sekarang Nabi saw keluar
sebagai pemimpin haji dan mengajari kaum Muslim cara manasiknya. Rasulullah saw
memperhatikan ribuan orang-orang yang bertauhid saat mereka menuju Baitul Haram
dalam keadaan memenuhi panggilan Tuhan dan tunduk kepadanya. Mereka
menghidupkan memori datuk mereka, Ibrahim Khalilullah. Nabi saw berdiri dan
berpidato di tengah-tengah keramaian itu. Nabi saw mulai merasakan bahawa
kehidupannya di dunia sebentar lagi akan berakhir. Beliau mengetahui bahawa
kafilah ini akan pergi sendirian dalam menjalani kehidupan. Beliau kembali
menanamkan nilai- nilai Islam dan wasiat dakwah di jalan Allah SWT. Setelah
berjuang selama dua puluh tiga tahun menegakkan agama Allah SWT, beliau
bertanya kepada mereka: "Apakah aku telah menyampaikan amanat Tuhan?"
Lalu manusia yang hadir saat itu menyatakan bahawa beliau benar-benar telah
menyampaikan dakwah. Beliau memanggil Mu'ad bin Jabal dan mengajarinya bagaimana
berdakwah kepada manusia di jalan Allah SWT dan bagaimana mengenalkan agama
kepada mereka.
Kemudian beliau berwasiat
kepada Mu'ad saat ia menunggangi kenderaannya sedangkan Rasulullah saw berjalan
di sebelah untanya: "Sesungguhnya orang yang paling utama di sisiku adalah
orang-orang yang bertakwa, siapa pun mereka dan di mana pun mereka." Nabi
saw adalah rahmat bagi semua manusia dan sebagai cermin yang tertinggi dari
cermin persaudaraan dan kepatuhan. Beliau menegakkan Al-Qur'an di tengah-tengah
umat Islam namun beliau menolak segala bentuk penampilan yang biasa melekat
pada seorang penguasa atau raja atau pemimpin apa pun. Beliau berkata kepada
para sahabatnya: "Aku hanya seorang hamba Allah SWT dan Rasul-Nya."
Beliau keluar menemui
sekelompok sahabatnya lalu sebagai bentuk penghormatan kepada beliau mereka
berdiri. Kemudian beliau memerintahkan kepada mereka agar tidak berdiri. Ketika
beliau keluar untuk menemui sahabat-sahabatnya dan murid-muridnya, maka beliau
duduk bersama mereka di tempat terakhir yang ditemukannya. Beliau sangat
bersahabat dan ramah dengan para sahabatnya, bahkan beliau bercanda dengan
anak-anak mereka dan mendudukkan mereka di ruangannya. Beliau memenuhi
panggilan orang dewasa mahupun anak- anak. Beliau membesuk orang-orang yang sakit
meskipun berada di tempat yang jauh. Beliau menerima alasan orang yang
mempunyai uzur. Beliau mendahului orang yang ditemuinya dengan salam bahkan
beliau mendahului berjabat tangan dengan para sahabatnya.
Ketika seseorang datang
untuk menemuinya saat beliau solat, maka beliau mempersingkat solatnya dan
menanyakan keperluan orang itu. Setelah menyelesaikan keperluan manusia, beliau
kembali menyelesaikan solatnya. Beliau selalu menebar senyum kepada kawan dan
lawan dan memiliki keperibadian yang paling baik. Ketika beliau berada di
rumahnya, beliau melayani keluarganya. Beliau mencuci bajunya. Beliau
memperbaiki sandalnya dan memberi minum unta. Beliau makan bersama pembantu.
Beliau memenuhi kebutuhan orang yang lemah, orang yang sedih, dan orang yang
miskin. Bahkan kebaikan beliau dan kasih sayangnya sampai pada tingkat di mana
beliau membiarkan cucunya menaiki punggungnya saat beliau sedang solat.
Kasih sayang beliau tidak
hanya terbatas kepada manusia bahkan juga tertuju pada binatang dan pohon.
Beliau memberi makan binatang dengan tangannya sendiri bahkan beliau pernah
merawat anjing yang sakit. Beliau memerintahkan pasukan Islam saat berperang
demi menegakkan keadilan Islam agar mereka tidak membunuh anak kecil, orang
tua, kaum wanita dan hendaklah mereka tidak mencabut pohon dan tidak pula
merobohkan rumah.
Apa yang dibawa oleh Nabi
saw bukan hanya suatu undang-undang yang mengatur hubungan antara manusia dan
manusia yang lain, dan apa yang dibawa oleh Nabi saw bukan hanya berisi suatu
sistem untuk meningkatkan kualiti kehidupan dan kemajuannya, ini semua adalah
hal relatif namun beliau datang dengan membawa peradaban yang abadi yang
mengatur hubungan antara manusia dan alam, dan mengembalikan keserasian di alam
wujud sehingga semua berjalan secara seimbang dan mencapai kesempurnaan menuju
Allah SWT. Meskipun pada titik terakhir dari kehidupannya, beliau masih sibuk
mengurus masa depan dakwah dan beliau sangat cemas terhadap masa depan agama
dan sangat peduli dengan masalah kaum Muslim. Beliau khawatir suatu saat Islam
hanya tinggal namanya namun hakikatnya telah lenyap. Namun sebelum beliau
meninggal, Allah SWT telah memperlihatkan kepada beliau sesuatu yang membuat
hati beliau menjadi tenang. Dan di hari Senin dari bulan Rabiul Awal yang
mulia, beliau kembali kepada Tuhannya dalam keadaan ridha dan diridhai.
Salam kepadamu ya Rasulullah dan kepada
keluarga serta sahabat yang setia bersamamu.
No comments:
Post a Comment